The power of introverts | Susan Cain | TED

Translator: Arief Rakhman Reviewer: Winnie Amalia Rachmani

When I was nine years old,

Ketika saya berumur sembilan tahun

I went off to summer camp for the first time.

Saya pergi ke perkemahan musim panas untuk pertama kalinya.

And my mother packed me a suitcase full of books,

Dan ibuku membawakan sebuah koper

penuh dengan buku,

which to me seemed like a perfectly natural thing to do.

yang bagiku terlihat seperti hal yang sangat biasa dilakukan.

Because in my family, reading was the primary group activity.

karena di keluargaku,

membaca adalah sebuah aktivitas utama.

And this might sound antisocial to you,

Dan ini mungkin terdengar seperti perilaku anti sosial bagi kalian,

but for us it was really just a different way of being social.

tapi bagi kami hal itu hanya sebuah cara berbeda untuk bergaul.

You have the animal warmth of your family sitting right next to you,

Kamu memiliki kehangatan keluarga

tepat di sampingmu,

but you are also free to go roaming around the adventureland

tapi kamu juga bebas untuk pergi menjelajahi negeri petualangan

di dalam pikiranmu sendiri.

inside your own mind.

And I had this idea

Dan saya punya pikiran ini

that camp was going to be just like this, but better.

bahwa perkemahan itu akan tetap menjadi seperti ini, namun lebih baik.

(Laughter)

(Tawa)

I had a vision of 10 girls sitting in a cabin

Saya membayangkan 10 perempuan duduk dalam kabin

cozily reading books in their matching nightgowns.

membaca buku-buku mereka dengan nyaman dengan gaun malam yang serasi.

(Laughter)

(Tawa)

Camp was more like a keg party without any alcohol.

Perkemahan lebih seperti sebuah pesta minuman tanpa alkohol.

And on the very first day,

Dan pada hari pertama

our counselor gathered us all together

para pembimbing mengumpulkan kami

and she taught us a cheer that she said we would be doing

dan dia mengajarkan kami sebuah yel yang dia suruh kami lakukan

every day for the rest of the summer to instill camp spirit.

setiap hari selama musim panas

untuk membangkitkan semangat perkemahan.

And it went like this:

Dan itu berakhir seperti ini:

"R-O-W-D-I-E,

"R-O-W-D-I-E,

that's the way we spell rowdie.

itulah cara kita mengeja rowdie (gaduh).

Rowdie, rowdie, let's get rowdie."

Gaduh, gaduh, mari buat kegaduhan."

(Laughter)

Yeah.

Yeah.

So I couldn't figure out for the life of me

jadi saya tidak bisa mengerti

why we were supposed to be so rowdy,

kenapa kami harus menjadi gaduh,

or why we had to spell this word incorrectly.

atau kenapa kami harus mengeja salah kata ini.

(Laughter)

(Tawa)

But I recited a cheer. I recited a cheer along with everybody else.

Tapi saya membawakan sebuah yel. Saya membawakan sebuah yel bersama dengan semua teman lain.

I did my best.

Saya lakukan yang terbaik.

And I just waited for the time that I could go off and read my books.

Dan saya hanya menunggu waktu

agar saya dapat pergi dan membaca buku saya.

But the first time that I took my book out of my suitcase,

Tapi saat saya mengambil buku dari koper saya,

perempuan paling keren di kamar menghampiri saya

the coolest girl in the bunk came up to me

dan dia bertanya, "Kenapa kamu jadi sangat mellow?" --

and she asked me, "Why are you being so mellow?" --

mellow, tentu saja, menjadi kebalikan yang pas

mellow, of course, being the exact opposite

dari R-O-W-D-I-E.

of R-O-W-D-I-E.

Dan kemudian kedua kalinya saya mencoba,

And then the second time I tried it,

pembimbing menghampiri saya dengan ekspresi prihatin di wajahnya

the counselor came up to me with a concerned expression on her face

dan dia mengulangi maksud dari semangat perkemahan

and she repeated the point about camp spirit

dan berkata kita seharusnya bekerja keras

and said we should all work very hard to be outgoing.

untuk menjadi ramah.

And so I put my books away,

Lalu saya meletakkan buku saya,

back in their suitcase,

kembali ke dalam kopernya,

and I put them under my bed,

dan saya meletakkannya di bawah tempat tidur saya,

and there they stayed for the rest of the summer.

dan disanalah mereka tinggal selama musim panas.

And I felt kind of guilty about this.

Dan saya merasa bersalah tentang ini.

I felt as if the books needed me somehow,

Saya merasa seolah-olah buku-buku itu memerlukanku,

and they were calling out to me and I was forsaking them.

dan mereka memanggil saya dan saya mengabaikan mereka.

But I did forsake them and I didn't open that suitcase again

Tapi saya mengabaikan mereka dan saya tidak membuka koper itu lagi

hingga saya kembali dengan keluarga saya

until I was back home with my family at the end of the summer.

pada akhir musim panas.

Now, I tell you this story about summer camp.

Sekarang, saya menceritakan kisah mengenai kemah musim panas.

I could have told you 50 others just like it --

Saya bisa memberitahumu 50 cerita lain seperti ini --

all the times that I got the message

pada semua waktu hingga saya mendapatkan pesan

that somehow my quiet and introverted style of being

bahwa entah bagaimana gaya pendiam dan introvert saya

was not necessarily the right way to go,

sepertinya bukan cara yang benar,

that I should be trying to pass as more of an extrovert.

bahwa saya seharusnya mencoba untuk lebih seperti seorang ekstrovert.

And I always sensed deep down that this was wrong

Dan saya selalu sangat merasakannya bahwa ini salah

and that introverts were pretty excellent just as they were.

dan bahwa introvert juga cukup baik sebagaimana diri mereka sendiri.

Namun bertahun-tahun saya menolak intuisi ini,

But for years I denied this intuition,

and so I became a Wall Street lawyer, of all things,

dan jadilah saya seorang pengacara Wall Street, dari semua pilihan lain,

instead of the writer that I had always longed to be --

bukannya menjadi penulis yang saya selalu rindukan --

partly because I needed to prove to myself that I could be bold and assertive too.

sebagian karena saya perlu membuktikan ke diri saya sendiri

bahwa saya bisa menjadi berani dan tegas juga.

And I was always going off to crowded bars

Dan saya juga selalu menghindari bar yang ramai

when I really would have preferred to just have a nice dinner with friends.

ketika saya benar-benar ingin untuk memiliki sebuah makan malam yang indah dengan teman-teman.

And I made these self-negating choices so reflexively,

Dan saya memilih pilihan yang bertentangan dengan diri saya ini

dengan begitu spontan,

that I wasn't even aware that I was making them.

dan saya bahkan tIdak benar-sadar bahwa saya yang membuatnya.

Now this is what many introverts do,

Inilah yang banyak dilakukan oleh para introver,

and it's our loss for sure,

dan saya yakin itu adalah kerugian kami,

but it is also our colleagues' loss

juga kerugian rekan kerja kami.

and our communities' loss.

dan komunitas kami.

And at the risk of sounding grandiose, it is the world's loss.

Dan tanpa bermaksud terdengar berlebihan, ini adalah kerugian dunia.

Because when it comes to creativity and to leadership,

Karena saat berurusan dengan kreativitas dan kepemimpinan,

we need introverts doing what they do best.

kita perlu para introver melakukan pekerjaan terbaik mereka.

A third to a half of the population are introverts --

Sepertiga hingga setengah populasi adalah orang introver --

a third to a half.

sepertiga hingga setengah.

So that's one out of every two or three people you know.

Jadi itu berarti satu dari setiap dua atau tiga orang yang kalian kenal.

So even if you're an extrovert yourself,

Jadi bahkan jika kalian sendiri adalah introver,

I'm talking about your coworkers

Saya membicarakan tentang teman kerja kalian

and your spouses and your children

pasangan dan anak-anak kalian

and the person sitting next to you right now --

dan orang yang duduk di sebelah kalian saat ini --

all of them subject to this bias

mereka semua adalah subjek dari prasangka ini

that is pretty deep and real in our society.

hal yang sangat dalam dan nyata dalam masyarakat kita.

We all internalize it from a very early age

Kita semua menerimanya sejak kanak-kanak

without even having a language for what we're doing.

bahkan tanpa ungkapan bahasa untuk apa yang kita sedang lakukan.

Now, to see the bias clearly,

Sekarang untuk melihat prasangka ini dengan jelas

you need to understand what introversion is.

kamu harus mengetahui apa introversi itu.

It's different from being shy.

Berbeda denganmenjadi pemalu.

Shyness is about fear of social judgment.

Malu adalah takut terhadap pandangan sosial.

Introversion is more about,

Introversi adalah lebih mengenai,

how do you respond to stimulation,

bagaimana kamu merespon stimulasi,

including social stimulation.

termasuk stimulasi sosial.

So extroverts really crave large amounts of stimulation,

Jadi ekstrover benar-benar mengharapkan banyak sekali stimulasi,

whereas introverts feel at their most alive

sedangkan introver merasa dalam saat paling hidup

and their most switched-on and their most capable

dan saat paling bersemangat dan paling mampu

when they're in quieter, more low-key environments.

ketika mereka berada di lingkungan yang sepi dan tenang.

Tidak setiap saat -- hal ini tidak mutlak --

Not all the time -- these things aren't absolute --

tapi sering.

but a lot of the time.

So the key then to maximizing our talents

Jadi kuncinya adalah

memaksimalkan bakat kita

is for us all to put ourselves

adalah menempatkan diri kita

in the zone of stimulation that is right for us.

dalam zona stimulasi yang cocok bagi kita

But now here's where the bias comes in.

Tapi disini lah prasangka itu datang.

Our most important institutions,

Institusi terpenting kita,

our schools and our workplaces,

sekolah-sekolah dan tempat kerja kita,

they are designed mostly for extroverts

mereka dirancang sebagian besar untuk ekstrover

and for extroverts' need for lots of stimulation.

dan kebutuhannya akan banyak stimulasi.

And also we have this belief system right now

Dan juga kita punya sistem keyakinan saat ini

that I call the new groupthink,

yang saya sebut kelompok berpikir,

which holds that all creativity and all productivity

yang percaya bahwa semua kreativitas dan produktivitas

comes from a very oddly gregarious place.

datang dari sebuah tempat kelompok berkumpul yang aneh.

So if you picture the typical classroom nowadays:

Jadi jika kamu menggambarkan ruang kelas sekarang:

When I was going to school, we sat in rows.

Ketika saya pergi ke sekolah,

kamu duduk dalam barisan.

We sat in rows of desks like this,

Kami duduk dalam barisan meja seperti ini,

and we did most of our work pretty autonomously.

dan kami melakukan sebagian besar pekerjaan kami secara mandiri.

But nowadays, your typical classroom has pods of desks --

Tapi hari ini, ruang kelas kalian biasanya

mempunyai kumpulan meja --

four or five or six or seven kids all facing each other.

empat atau lima atau enam atau tujuh anak-anak berhadapan satu sama lain.

And kids are working in countless group assignments.

Dan anak-anak bekerja di tugas kelompok yang tak terhitung.

Even in subjects like math and creative writing,

Bahkan dalam pelajaran seperti matematika dan menulis kreatif,

which you think would depend on solo flights of thought,

yang kamu pikir bergantung pada pemikiran pribadi,

kids are now expected to act as committee members.

anak-anak sekarang diharapkan untuk bertindak sebagai anggota komite.

And for the kids who prefer to go off by themselves or just to work alone,

Dan untuk anak-anak yang lebih senang

pergi sendirian atau hanya untuk bekerja sendirian,

those kids are seen as outliers often

anak-anak itu seringkali dipandang sebagai orang aneh

or, worse, as problem cases.

atau, lebih buruk lagi, sebagai kasus masalah.

Dan mayoritas laporan dari guru menyatakan percaya

And the vast majority of teachers

reports believing that the ideal student is an extrovert

bahwa pelajar yang ideal adalah seorang ekstrover

as opposed to an introvert,

bukan introver,

even though introverts actually get better grades

walaupun para introver sebebenarnya mendapatkan nilai yang lebih baik

and are more knowledgeable,

dan lebih cerdas,

according to research.

menurut penelitan.

(Laughter)

(Tawa)

Okay, same thing is true in our workplaces.

Baiklah, hal yang sama juga terjadi di tempat kerja kita.

Now, most of us work in open plan offices,

Sekarang, kebanyakan dari kita bekerja di kantor terbuka,

without walls,

tanpa dinding,

where we are subject to the constant noise and gaze of our coworkers.

di mana kita adalah subjek

untuk kegaduhan terus menerus dan pandangan teman kerja kita.

And when it comes to leadership,

Dan ketika berhadapan dengan kepemimpinan,

introverts are routinely passed over for leadership positions,

para introver biasanya dilewatkan untuk posisi kepemimpinan,

walaupun para introver cenderung lebih hati-hati,

even though introverts tend to be very careful,

cenderung tidak mengambil resiko yang berlebihan --

much less likely to take outsize risks --

yang merupakan sesuatu yang mungkin kita semua inginkan sekarang.

which is something we might all favor nowadays.

And interesting research by Adam Grant at the Wharton School

Dan penelitian yang menarik oleh Adam Grant di Wharton School

has found that introverted leaders

menemukan bahwa para pemimpin yang introver

often deliver better outcomes than extroverts do,

seringkali mengantarkan hasil yang lebih baik daripada para ekstrover,

because when they are managing proactive employees,

karena ketika mereka mengelola karyawan yang proaktif,

they're much more likely to let those employees run with their ideas,

mereka cenderung untuk membiarkan karyawan itu melaksanakan ide mereka,

whereas an extrovert can, quite unwittingly,

sedangkan seorang ekstrover dapat, dengan tanpa disadari,

get so excited about things

menjadi sangat heboh mengenai hal-hal

that they're putting their own stamp on things,

yang mereka jadikan sebagai hal milik mereka,

and other people's ideas might not as easily then bubble up to the surface.

dan ide orang lain kemudian mungkin menjadi tidak mudah

naik ke permukaan.

Now in fact, some of our transformative leaders in history have been introverts.

Sekarang faktanya, beberapa dari pemimpin perubahan kita dalam sejarah adalah orang-orang introver

Saya akan memberikan beberapa contoh.

I'll give you some examples.

Eleanor Roosevelt, Rosa Parks, Gandhi --

Eleanor Roosevelt, Rosa Parks, Gandhi --

all these people described themselves as quiet and soft-spoken and even shy.

semua orang ini menggambarkan diri mereka

sebagai pendiam, berbicara pelan dan bahkan pemalu.

And they all took the spotlight,

Dan mereka semua tampil ke depan,

even though every bone in their bodies was telling them not to.

walaupun setiap tulang dalam tubuh mereka

mencegah mereka.

And this turns out to have a special power all its own,

Dan ini justru menjadi kekuatan spesial tersendiri,

karena orang dapat merasa bahwa pemimpin ini berada pada kemudi,

because people could feel that these leaders were at the helm

bukan karena mereka suka memerintah orang lain

not because they enjoyed directing others

dan bukan karena senang diperhatikan;

and not out of the pleasure of being looked at;

mereka di sana karena mereka tidak punya pilihan,

they were there because they had no choice,

karena mereka terdorong untuk melakukan apa yang yang mereka pikir benar.

because they were driven to do what they thought was right.

Now I think at this point it's important for me to say

Sekarang saya berpikir penting untuk saya mengatakan

that I actually love extroverts.

bahwa saya sebenarnya sangat suka pada para ekstrover.

I always like to say some of my best friends are extroverts,

saya selalu suka menyatakan beberapa teman baik saya adalah orang ekstrover,

including my beloved husband.

termasuk suami tercinta.

And we all fall at different points, of course,

Dan kita semua jatuh di titik tertentu, tentu saja,

along the introvert/extrovert spectrum.

di antara pandangan introver/ekstrover.

Even Carl Jung, the psychologist who first popularized these terms,

Bahkan Carl Jung, psikolog yang pertama kali mempopulerkan istilah ini, mengatakan

said that there's no such thing as a pure introvert

bahwa tidak ada yang namanya introver murni

atau ekstrover murni.

or a pure extrovert.

He said that such a man would be in a lunatic asylum,

Dia mengatakan bahwa seorang akan dimasukkan ke pengasingan orang gila,

jika dia ada.

if he existed at all.

And some people fall smack in the middle of the introvert/extrovert spectrum,

Dan beberapa orang jatuh tepat di tengah

dari pandangan introver/ekstrover,

and we call these people ambiverts.

dan kita menyebut orang ini ambivert.

And I often think that they have the best of all worlds.

Dan aku seringkali berpikir mereka punya yang terbaik dari seluruh dunia.

But many of us do recognize ourselves as one type or the other.

Namun banyak dari kita mengenali diri kita sebagai satu tipe atau yang lain.

And what I'm saying is that culturally, we need a much better balance.

Dan saya mengatakan bahwa secara kultural kita butuh keseimbangan yang lebih baik.

We need more of a yin and yang between these two types.

Kita butuh lebih keseimbangan yin dan yang

di antara dua tipe ini.

This is especially important

Ini penting khususnya

when it comes to creativity and to productivity,

ketika berhadapan dengan kreativitas dan produktivitas,

because when psychologists look at the lives of the most creative people,

karena ketika para psikolog melihat

pada kehidupan kebanyakan orang yang kreatif,

what they find

yang mereka temukan

are people who are very good at exchanging ideas

adalah orang-orang yang sangat baik dalam bertukar ide

and advancing ideas,

dan mengembangkan ide,

but who also have a serious streak of introversion in them.

namun juga punya lapisan introversi yang sangat dalam pada diri mereka.

And this is because solitude

Dan ini dikarenakan kesunyian seringkali merupakan bahan yang sangat penting

is a crucial ingredient often to creativity.

bagi kreativitas.

So Darwin,

Maka Darwin,

he took long walks alone in the woods

dia berjalan jauh sendirian di dalam hutan

and emphatically turned down dinner-party invitations.

dan secara empatik menolak undangan pesta makan malam.

Theodor Geisel, better known as Dr. Seuss,

Theodor Giesel, lebih dikenal sebagai Dr. Seuss,

he dreamed up many of his amazing creations

membayangkan banyak kreasinya yang menakjubkan

in a lonely bell tower office that he had

dalam sebuah menara lonceng kantornya

in the back of his house in La Jolla, California.

di belakang rumahnya di La Jolla, California.

And he was actually afraid to meet the young children who read his books

Dan dia sebenarnya takut untuk bertemu

anak kecil yang membaca bukunya

for fear that they were expecting him this kind of jolly Santa Claus-like figure

takut mereka mengharapkannya

semacam figur Santa Clauss yang ceria

and would be disappointed with his more reserved persona.

dan akan kecewa dengan pribadinya yang cenderung pendiam.

Steve Wozniak invented the first Apple computer

Steve Wozniak menciptakan komputer Apple pertama

sitting alone in his cubicle in Hewlett-Packard

saat sedang duduk sendirian dalam kubikalnya

di Hewlett-Packard di mana dia sedang bekerja saat itu.

where he was working at the time.

Dan dia mengatakan bahwa dia tidak akan bisa menjadi seorang ahli

And he says that he never would have become such an expert in the first place

jika dia tidak menjadi sangat introver untuk meninggalkan rumah

had he not been too introverted to leave the house

ketika dia tumbuh dewasa.

when he was growing up.

Sekarang tentu saja,

Now, of course,

this does not mean that we should all stop collaborating --

ini tidak berarti bahwa kita seharusnya berhenti berkolaborasi --

and case in point, is Steve Wozniak famously coming together with Steve Jobs

dan pada kasusnya, Steve Wozniak terkenal bersama dengan Steve Jobs

to start Apple Computer --

untuk memulai Apple Computer --

but it does mean that solitude matters

tapi hal itu berarti bahwa kesendirian

and that for some people it is the air that they breathe.

dan bahwa bagi beberapa orang

itu adalah udara yang mereka hirup.

And in fact, we have known for centuries about the transcendent power of solitude.

Dan faktanya, kita tahu bahwa selama berabad-abad

mengenai kekuatan transendental dari kesunyian.

It's only recently that we've strangely begun to forget it.

Hanya akhir-akhir ini anehnya kita mulai melupakannya.

If you look at most of the world's major religions,

Jika kamu melihat pada kebanyakan agama besar di dunia,

you will find seekers --

kamu akan temukan para pencari --

Moses, Jesus, Buddha, Muhammad --

Musa, Yesus, Budha, Muhammad --

seekers who are going off by themselves alone to the wilderness,

para pencari yang pergi sendirian

sendirian ke alam belantara

where they then have profound epiphanies and revelations

di mana mereka kemudian mendapatkan pengalaman yang luar biasa dan juga turunnya wahyu

that they then bring back to the rest of the community.

yang kemudian mereka bawa kembali untuk seluruh komunitas.

So, no wilderness, no revelations.

Jadi tanpa pergi ke belantara, tidak ada wahyu yang turun.

This is no surprise, though,

Hal ini bukanlah hal yang mengejutkan

if you look at the insights of contemporary psychology.

jika kamu melihat pada pengetahuan psikologi kontemporer.

It turns out that we can't even be in a group of people

Ternyata bahkan kita tidak mungkin bisa masuk dalam kelompok orang

without instinctively mirroring, mimicking their opinions.

tanpa secara insting meniru opini mereka.

Even about seemingly personal and visceral things

Bahkan mengenai hal yang kelihatannya pribadi dan mendalam

like who you're attracted to,

seperti orang yang kamu tertarik padanya,

you will start aping the beliefs of the people around you

kamu akan mulai meniru kepercayaan orang di sekitar kamu

without even realizing that that's what you're doing.

tanpa menyadari bahwa itu yang sedang kalian lakukan.

And groups famously follow the opinions

Dan kelompok-kelompok mengikuti opini-opini dengan cara yang dikenal

of the most dominant or charismatic person in the room,

dari orang yang paling dominan dan karismatik di ruangan,

even though there's zero correlation

walaupun tidak ada hubungan

between being the best talker and having the best ideas --

antara menjadi pembicara terbaik dan mempunyai ide terbaik --

I mean zero.

Saya maksud nol.

So --

Jadi ...

(Laughter)

(Tawa)

You might be following the person with the best ideas,

Kamu mungkin mengikuti orang dengan ide terbaik,

but you might not.

tapi mungkin tidak.

And do you really want to leave it up to chance?

Dan apakah kamu benar-benar ingin menyerahkannya pada untung-untungan?

Much better for everybody to go off by themselves,

Lebih baik untuk semua orang untuk pergi sendiri-sendiri,

generate their own ideas

menghasilkan ide mereka sendiri

freed from the distortions of group dynamics,

terbebaskan dari distorsi dan dinamika kelompok,

and then come together as a team

dan kemudian datang kembali bersama sebagai sebuah tim

to talk them through in a well-managed environment

untuk berbicara pada mereka dalam lingkungan yang dikelola dengan baik

and take it from there.

dan mendapatkannya dari sana.

Now if all this is true,

Sekarang jika ini semua benar,

then why are we getting it so wrong?

maka mengapa kita melakukannya dengan sangat salah?

Why are we setting up our schools this way, and our workplaces?

Mengapa kita membuat sekolah kita dengan seperti ini dan di tempat kerja kita?

Dan mengapa kita membuat orang-orang introver ini merasa sangat bersalah

And why are we making these introverts feel so guilty

mengenai keinginannya untuk sendiri dalam beberapa waktu?

about wanting to just go off by themselves some of the time?

One answer lies deep in our cultural history.

Satu jawaban berada jauh dalam sejarah kebudayaan kita.

Western societies,

Masyarakat barat,

and in particular the U.S.,

dan khususnya di AS,

have always favored the man of action over the "man" of contemplation.

selalu lebih menyukai tindakan seseorang

daripada renungan seseorang

dan renungan "seseorang" .

But in America's early days,

Tapi dalam masa awal Amerika,

we lived in what historians call a culture of character,

kita hidup dalam masa yang para sejarawan sebut sebuah kultur karakter,

where we still, at that point, valued people

di mana kita masih, pada masa itu, menghargai orang

for their inner selves and their moral rectitude.

terhadap diri dan kejujuran moral mereka.

And if you look at the self-help books from this era,

Dan jika kamu lihat pada buku motivasi-diri sekarang,

they all had titles with things like

mereka semua punya judul seperti

"Character, the Grandest Thing in the World."

"Karakter, Hal Paling Penting di Dunia."

And they featured role models like Abraham Lincoln,

Dan mereka menampilkan model panutan seperti Abraham Lincoln

who was praised for being modest and unassuming.

yang dipuji karena kesederhanaannya dan tidak sombong.

Ralph Waldo Emerson called him

Ralph Waldo Emerson menyebutnya

"A man who does not offend by superiority."

"Seorang yang tidak terganggu oleh superioritas."

But then we hit the 20th century,

Namun ketika kita sampai pada abad ke-20

and we entered a new culture

dan kita memasuki sebuah kultur baru

that historians call the culture of personality.

yang para sejarawan sebut kultur kepribadian.

What happened is we had evolved an agricultural economy

Apa yang terjadi adalah bahwa kita telah berubah dari ekonomi agrikultur

menjadi dunia bisnis besar.

to a world of big business.

And so suddenly people are moving from small towns to the cities.

Dan tiba-tiba orang berpindah

dari kota kecil ke kota besar.

And instead of working alongside people they've known all their lives,

Dan daripada bekerja bersama orang yang telah mereka kenal selama hidup mereka,

now they are having to prove themselves in a crowd of strangers.

sekarang mereka harus membuktikan diri mereka

pada kumpulan orang asing.

So, quite understandably,

Jadi, bisa sedikit dimengerti,

qualities like magnetism and charisma suddenly come to seem really important.

kualitas seperti daya tarik dan karisma

tiba-tiba menjadi terlihat sangat penting.

And sure enough, the self-help books change to meet these new needs

Dan pastinya, buku-buku motivasi-diri berubah untuk memenuhi kebutuhan baru ini

and they start to have names

dan mereka mulai punya judul

like "How to Win Friends and Influence People."

seperti "Bagaimana Memenangkan Pertemanan dan Mempengaruhi Orang Lain."

And they feature as their role models really great salesmen.

Dan mereka menampilkan sebagai model mereka

pedagang yang sangat hebat.

So that's the world we're living in today.

Jadi itulah dunia yang kita jalani hari ini.

That's our cultural inheritance.

Itulah warisan budaya kita.

Now none of this is to say that social skills are unimportant,

Sekarang tidak ada maksud untuk berkata

bahwa kemampuan bersosialisasi itu tidak penting,

and I'm also not calling for the abolishing of teamwork at all.

dan saya juga tidak menyeru

untuk menghapuskan kerja tim sama sekali.

The same religions who send their sages off to lonely mountain tops

Agama-agama yang mengirim orang bijak mereka ke puncak pegunungan sendiri

also teach us love and trust.

juga mengajarkan kita cinta dan kepercayaan.

And the problems that we are facing today

Dan masalah yang kita hadapi hari ini

in fields like science and in economics

dalam bidang seperti sains dan dalam ekonomi

are so vast and so complex

sangat luas dan kompleks

that we are going to need armies of people coming together

maka kita akan membutuhkan perkumpulan orang yang datang bersama

untuk menyelesaikan masalah dengan bekerja sama.

to solve them working together.

But I am saying that the more freedom that we give introverts to be themselves,

Namun saya katakan bahwa lebih banyak kebebasan yang kita berikan pada introvert untuk menjadi diri mereka sendiri,

lebih banyak kemungkinan bahwa mereka

the more likely that they are

to come up with their own unique solutions to these problems.

akan sampai pada solusi unik mereka sendiri untuk masalah-masalah ini.

So now I'd like to share with you what's in my suitcase today.

Jadi sekarang saya ingin menunjukkan kepadamu

apa yang ada di dalam koperku hari ini.

Guess what?

coba tebak?

Books.

Buku.

I have a suitcase full of books.

Saya punya sebuah koper penuh dengan buku.

Here's Margaret Atwood, "Cat's Eye."

Ini karya Margaret Atwood, "Cat's Eye."

Here's a novel by Milan Kundera.

Ini novel karya Milan Kundera.

And here's "The Guide for the Perplexed" by Maimonides.

Dan ini "Petunjuk bagi Orang Kebingungan"

oleh Maimonides.

But these are not exactly my books.

Tapi ini bukan buku saya.

I brought these books with me

Saya membawa buku ini

because they were written by my grandfather's favorite authors.

karena mereka ditulis oleh penulis favorit kakek saya.

My grandfather was a rabbi

Kakek saya adalah seorang pendeta

and he was a widower

dan dia adalah seorang duda

who lived alone in a small apartment in Brooklyn

yang tinggal sendiri di sebuah apartemen kecil di Brooklyn

that was my favorite place in the world when I was growing up,

tempat itu adalah tempat favorit saya di dunia selama saya tumbuh,

partly because it was filled with his very gentle, very courtly presence

sebagian karena tempat itu terisi dengan kehadirannya yang sangat lembut dan sangat ramah

and partly because it was filled with books.

dan sebagian karena tempat itu dipenuhi dengan buku.

I mean literally every table, every chair in this apartment

Maksud saya setiap meja, setiap kursi dalam apartemen ini

had yielded its original function

tidak berfungsi sebagaimana mestinya

to now serve as a surface for swaying stacks of books.

hingga sekarang terlihat menjadi tempat untuk tumpukan buku.

Just like the rest of my family,

Sebagaimana seluruh keluarga saya,

my grandfather's favorite thing to do in the whole world was to read.

kegiatan favorit kakek saya di seluruh dunia adalah membaca.

But he also loved his congregation,

Tapi dia juga suka kumpulan jama'ahnya,

and you could feel this love in the sermons that he gave

dan kamu dapat merasakannya dalam khutbah yang dia berikan

every week for the 62 years that he was a rabbi.

setiap minggu selama 62 tahun sebagai seorang pendeta.

He would takes the fruits of each week's reading

Dia akan menyimpulkan hasil bacaannya setiap minggu

and he would weave

dan dia akan menjalin permadani yang rumit ini dari pemikiran bersejarah dan humanis ini

these intricate tapestries of ancient and humanist thought.

Dan orang akan datang dari mana-mana

And people would come from all over to hear him speak.

untuk mendengarkannya berbicara.

But here's the thing about my grandfather.

Tapi ini sesuatu tentang kakekku.

Di bawah peran seremonial ini,

Underneath this ceremonial role,

he was really modest and really introverted --

dia benar-benar rendah hati dan benar-benar penyendiri --

so much so that when he delivered these sermons,

hingga ketika dia menyampaikan khutbah ini,

he had trouble making eye contact

dia punya masalah untuk bertatapan mata

with the very same congregation that he had been speaking to for 62 years.

dengan jama'ah yang persis sama

yang telah dia khutbahi selama 62 tahun.

And even away from the podium,

Dan bahkan jauh dari podium,

when you called him to say hello,

ketika kamu memanggilnya untuk sekedar menyapa,

he would often end the conversation prematurely

seringkali dia akan segera mengakhiri percakapan

for fear that he was taking up too much of your time.

karena dia takut mengambil waktumu terlalu banyak.

But when he died at the age of 94,

Namun ketika dia meninggal pada umur 94,

the police had to close down the streets of his neighborhood

polisi harus menutup jalanan di lingkungannya

to accommodate the crowd of people who came out to mourn him.

untuk mengakomodasi keramaian orang

yang datang berkabung untuknya.

Maka hari ini saya mencoba belajar dari teladan kakek

And so these days I try to learn from my grandfather's example

dengan cara saya sendiri.

in my own way.

So I just published a book about introversion,

Jadi saya baru saja menerbitkan sebuah buku tentang kesendirian,

and it took me about seven years to write.

dan itu butuh waktu sekitar tujuh tahun.

And for me, that seven years was like total bliss,

Dan bagi saya, tujuh tahun itu seperti kebahagiaan yang sempurna,

because I was reading, I was writing,

karena saya membaca, menulis,

I was thinking, I was researching.

berpikir, dan melakukan riset.

It was my version

Itu adalah versi saya

of my grandfather's hours of the day alone in his library.

dari berjam-jam dan berhari-hari dengan kesendirian kakek dalam perpustakaannya.

But now all of a sudden my job is very different,

Namun sekarang tiba-tiba tugas saya sangat berbeda,

and my job is to be out here talking about it,

dan tugas saya adalah keluar ke sini berbicara mengenai hal itu,

talking about introversion.

berbicara mengenai menjadi penyendiri.

(Laughter)

(Tawa)

And that's a lot harder for me,

Dan itu sangat berat untukku,

because as honored as I am to be here with all of you right now,

karena sebagaimana saya merasa terhormat

berada di sini dengan kalian semua saat ini,

this is not my natural milieu.

ini bukan lingkungan pergaulan saya yang biasanya.

So I prepared for moments like these as best I could.

Jadi saya mempersiapkan saat seperti ini

sebaik yang saya bisa.

I spent the last year practicing public speaking

Saya menghabiskan tahun terakhir berlatih berbicara di depan umum

every chance I could get.

setiap ada kesempatan.

And I call this my "year of speaking dangerously."

Dan saya menyebut ini "tahun berbicara dengan bahaya".

(Laughter)

(Tawa)

And that actually helped a lot.

Dan itu benar-benar membantu banyak.

But I'll tell you, what helps even more

Namun saya akan beritahu, apa yang membantu saya lebih banyak

is my sense, my belief, my hope that when it comes to our attitudes

adalah perasaan, kepercayaan, harapan saya

yang ketika datang pada sikap kita

to introversion and to quiet and to solitude,

pada kesendirian dan pada ketenangan dan kesunyian,

we truly are poised on the brink on dramatic change.

kita benar-benar tenang pada tepi perubahan dramatis.

I mean, we are.

Maksud saya, kita semua.

And so I am going to leave you now

Dan saya akan meninggalkan kalian sekarang

with three calls for action for those who share this vision.

dengan tiga seruan untuk bertindak

untuk mereka yang menyebarkan visi ini.

Number one:

Perrtama:

Stop the madness for constant group work.

Hentikan kegilaan untuk selalu bekerja kelompok.

Just stop it.

Hentikan.

(Laughter)

(Tawa)

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)

And I want to be clear about what I'm saying,

Dan saya ingin mengatakan dengan gamblang,

because I deeply believe our offices

karena saya sangat percaya kantor-kantor kita

should be encouraging casual, chatty cafe-style types of interactions --

seharusnya lebih mendorong

interaksi sederhana, tipe obrolan kafe --

you know, the kind where people come together

tau lah, semacam tempat di mana orang-orang berkumpul

and serendipitously have an exchange of ideas.

dan secara tidak disengaja bertukar ide.

That is great.

Itu sangat bagus.

It's great for introverts and it's great for extroverts.

Itu sangat bagus untuk introver dan ekstrover.

But we need much more privacy and much more freedom

Tapi kita butuh lebih banyak privasi dan kebebasan

dan lebih banyak otonomi dalam pekerjaan.

and much more autonomy at work.

School, same thing.

Sekolah, juga begitu.

We need to be teaching kids to work together, for sure,

kita per;u mengajari anak-anak bekerja bersama, pastinya,

but we also need to be teaching them how to work on their own.

tapi kita juga butuh mengajari mereka bagaimana cara untuk bekerja sendiri.

Ini khususnya penting bagi anak-anak ekstrover juga.

This is especially important for extroverted children too.

Mereka butuh untuk bekerja sendiri

They need to work on their own

because that is where deep thought comes from in part.

karena dari situlah tempat sebagaian pemikiran mendalam datang.

Baiklah, nomor dua: Pergi ke hutan belantara.

Okay, number two: Go to the wilderness.

Be like Buddha, have your own revelations.

Jadilah seperti Buddha, dapatkan inspirasimu sendiri.

I'm not saying

Saya tidak mengatakan

that we all have to now go off and build our own cabins in the woods

bahwa kita semua sekarang harus pergi dan membangun ruang kabin kita di hutan

and never talk to each other again,

dan tidak berbicara lagi satu sama lain,

but I am saying that we could all stand to unplug

tapi saya mengatakan bahwa kita bisa bertahan tidak terikat

and get inside our own heads a little more often.

dan menuju ke dalam kepala kita sendiri

sedikit lebih sering.

Number three:

Nomor tiga:

Take a good look at what's inside your own suitcase

Lihatlah dengan baik apa yang di dalam kopermu

and why you put it there.

dan mengapa kamu meletakkannya di sana.

So extroverts,

Jadi para ekstrover,

maybe your suitcases are also full of books.

mungkin kopermu juga penuh dengan buku.

Or maybe they're full of champagne glasses or skydiving equipment.

Atau mungkin penuh dengan gelas sampanye

atau alat-alat skydiving.

Whatever it is, I hope you take these things out every chance you get

Apapun itu, saya berharap kamu mengeluarkannya setiap kali kamu bisa

and grace us with your energy and your joy.

dan menyemarakkan kami dengan energi dan keceriaanmu.

But introverts, you being you,

Tapi para introvert, kamu jadilah dirimu,

you probably have the impulse to guard very carefully

kamu mungkin punya dorongan untuk berjaga dengan hati-hati

what's inside your own suitcase.

apa yang ada di dalam kopermu.

And that's okay.

Hal itu tidak masalah.

But occasionally, just occasionally,

Namun pada beberapa kesempatan, kadang-kadang,

I hope you will open up your suitcases for other people to see,

saya harap kamu membuka kopermu agar orang lain dapat melihat,

because the world needs you and it needs the things you carry.

karena dunia membutuhkan kamu dan hal-hal yang kamu bawa.

So I wish you the best of all possible journeys

Jadi saya berharap bagimu yang terbaik dari semua perjalanan yang mungkin

and the courage to speak softly.

dan keberanian untuk berbicara pelan.

Thank you very much.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Thank you. Thank you.

Terima kasih. Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)