Why we have too few women leaders | Sheryl Sandberg

Translator: Anti Antono Reviewer: Irma Amelia

Kita yang berada di ruangan ini hari ini,

So for any of us in this room today, let's start out by admitting we're lucky.

mari mengakui kalau kita ini beruntung.

We don't live in the world our mothers lived in,

Kita tidak hidup di dunia yang sama

dengan dunia ibu kita, nenek kita,

our grandmothers lived in,

where career choices for women were so limited.

di mana pilihan karir untuk wanita terbatas.

And if you're in this room today,

Dan kalau Anda berada di sini hari ini,

most of us grew up in a world where we have basic civil rights,

kebanyakan dari kita tumbuh di dunia

di mana kita mempunyai hak asasi.

and amazingly, we still live in a world where some women don't have them.

Hebatnya, kita masih tinggal di dunia

di mana sementara wanita tidak memilikinya.

But all that aside, we still have a problem,

Tapi di luar itu, kita masih menghadapi masalah,

dan ini masalah nyata.

and it's a real problem.

And the problem is this:

Masalahnya begini:

Women are not making it to the top of any profession

para wanita tidak mencapai

posisi puncak dalam profesinya

anywhere in the world.

di mana pun di dunia.

The numbers tell the story quite clearly.

Data memaparkan hal ini dengan jelas.

190 heads of state -- nine are women.

Dari 190 kepala negara,

sembilan yang wanita.

Of all the people in parliament in the world,

Dari semua anggota parlemen di dunia,

13 percent are women.

13 persen adalah wanita.

Di sektor swasta,

In the corporate sector, women at the top,

wanita di posisi puncak,

C-level jobs, board seats --

posisi eksekutif, komisaris,

tops out at 15, 16 percent.

paling tinggi 15, 16 persen.

The numbers have not moved since 2002

Angka ini tidak berubah sejak 2002

dan bergerak ke arah yang salah.

and are going in the wrong direction.

And even in the non-profit world,

Bahkan di dunia nirlaba,

a world we sometimes think of as being led by more women,

yang sering kita lihat sebagai bidang

yang dipimpin lebih banyak wanita,

women at the top: 20 percent.

wanita di posisi puncak: 20 persen.

Kita juga menghadapi masalah lain,

We also have another problem,

which is that women face harder choices

bahwa wanita menghadapi pilihan yang lebih sulit

between professional success and personal fulfillment.

antara sukses profesional dan kepuasan pribadi.

A recent study in the U.S. showed that, of married senior managers,

Studi di Amerika baru-baru ini

menunjukkan bahwa dari manajer senior yang menikah,

two-thirds of the married men had children

dua-pertiga dari pria menikah memiliki anak

and only one-third of the married women had children.

tapi hanya sepertiga dari wanita menikah memiliki anak.

A couple of years ago, I was in New York,

Dua tahun lalu, sewaktu saya di New York,

and I was pitching a deal,

sedang mengusung suatu transaksi,

and I was in one of those fancy New York private equity offices

saya tiba di kantor mewah perusahaan ekuitas di New York.

Anda bisa bayangkan.

you can picture.

Saya mengikuti rapat yang dijadwalkan untuk 3 jam.

And I'm in the meeting -- it's about a three-hour meeting --

and two hours in, there needs to be that bio break,

Setelah dua jam ada kebutuhan untuk jeda biologis,

jadi semua orang berdiri.

and everyone stands up,

and the partner running the meeting starts looking really embarrassed.

Lalu partner yang memimpin rapat

mulai terlihat sangat malu.

And I realized he doesn't know where the women's room is in his office.

Akhirnya saya sadari bahwa ia tidak tahu

di mana toilet wanita di kantornya.

So I start looking around for moving boxes,

Jadi saya mulai mencari-cari kotak bekas pindahan,

siapa tahu mereka baru pindah, tapi tak ada apa-apa.

figuring they just moved in, but I don't see any.

And so I said, "Did you just move into this office?"

Saya tanya, "Apakah Anda baru pindah ke kantor ini?"

Beliau menjawab, "Tidak, kami di sini sudah setahun."

And he said, "No, we've been here about a year."

And I said, "Are you telling me that I am the only woman

Kata saya, "Apakah maksud Anda

saya ini satu-satunya wanita

to have pitched a deal in this office in a year?"

yang datang mengusung transaksi di sini dalam setahun ini?"

And he looked at me, and he said,

Lalu beliau menatap saya dan menjawab,

"Yeah. Or maybe you're the only one who had to go to the bathroom."

"Ya. Atau mungkin Anda satu-satunya yang butuh ke kamar mandi."

(Laughter)

(Tawa)

So the question is, how are we going to fix this?

Jadi pertanyaannya adalah,

bagaimana kita akan menyelesaikan masalah ini?

How do we change these numbers at the top?

Bagaimana kita mengubah angka di pucuk pimpinan?

Bagaimana kita membuat perbedaan?

How do we make this different?

I want to start out by saying, I talk about this --

Saya ingin menegaskan,

bahwa saya berbicara soal ini --

about keeping women in the workforce --

soal bagaimana wanita bisa tetap bekerja --

because I really think that's the answer.

karena saya berpikir inilah jawabannya.

In the high-income part of our workforce,

Di antara pegawai berpenghasilan tinggi,

mereka yang mencapai puncak --

in the people who end up at the top --

Fortune 500 CEO jobs, or the equivalent in other industries --

500 eksekutif edisi majalah Fortune,

atau yang setara di industri lain --

the problem, I am convinced, is that women are dropping out.

saya yakin masalahnya

adalah karena wanita berhenti bekerja.

Now people talk about this a lot,

Hal ini sudah banyak dibicarakan,

and they talk about things like flextime and mentoring

soal waktu kerja fleksibel, mentoring

dan pelatihan untuk wanita.

and programs companies should have to train women.

I want to talk about none of that today,

Saya tidak akan berbicara mengenainya,

even though that's all really important.

walaupun itu semua penting.

Today I want to focus on what we can do as individuals.

Saya ingin menyoroti apa yang bisa kita lakukan sebagai perorangan.

What are the messages we need to tell ourselves?

Pesan apa yang perlu kita sampaikan pada diri sendiri?

What are the messages we tell the women that work with and for us?

Pesan apa yang kita sampaikan pada wanita yang bekerja?

What are the messages we tell our daughters?

Pesan apa yang kita sampaikan pada anak perempuan kita?

Now, at the outset, I want to be very clear

Dari awal ini, saya ingin meluruskan

bahwa pidato ini tidak bermaksud menghakimi.

that this speech comes with no judgments.

I don't have the right answer.

Saya tidak punya jawaban yang benar;

I don't even have it for myself.

bahkan tidak untuk diri saya sendiri.

I left San Francisco, where I live, on Monday,

Saya meninggalkan San Francisco, tempat tinggal saya, hari Senin.

and I was getting on the plane for this conference.

Saya bersiap mengejar pesawat untuk konferensi ini.

Lalu anak perempuan saya, tiga tahun, waktu saya antar ke taman bermain,

And my daughter, who's three, when I dropped her off at preschool,

tiba-tiba memeluk kaki saya

did that whole hugging-the-leg, crying, "Mommy, don't get on the plane" thing.

sambil menangis, "Ibu, jangan naik pesawat."

This is hard. I feel guilty sometimes.

Ini sulit. Terkadang saya merasa bersalah.

I know no women,

Saya tidak kenal satu pun wanita,

whether they're at home or whether they're in the workforce,

apakah mereka di rumah ataupun bekerja,

yang tidak pernah merasa begitu sesekali.

who don't feel that sometimes.

So I'm not saying that staying in the workforce

Jadi saya bukan berkata bahwa tetap bekerja

is the right thing for everyone.

adalah tepat bagi semua orang.

My talk today is about what the messages are

Bicara saya hari ini lebih mengenai apa pesannya

if you do want to stay in the workforce,

jika Anda ingin tetap bekerja.

and I think there are three.

Dan saya kira ada tiga pesan.

One, sit at the table.

Pertama, ikut duduk di meja.

Two, make your partner a real partner.

Kedua, jadikan partner Anda partner sungguhan.

And three, don't leave before you leave.

Dan ketiga, jangan pergi sampai Anda benar-benar pergi.

Nomor satu: ikut duduk di meja.

Number one: sit at the table.

Dua minggu lalu di Facebook,

Just a couple weeks ago at Facebook,

we hosted a very senior government official,

kami kedatangan pejabat pemerintahan senior.

and he came in to meet with senior execs

Beliau datang untuk menemui eksekutif

dari Silicon Valley [pusat industri teknologi informasi].

from around Silicon Valley.

And everyone kind of sat at the table.

Semua orang duduk di meja.

He had these two women who were traveling with him

Lalu ada dua wanita yang turut dalam rombongan,

pretty senior in his department,

yang cukup senior jabatannya.

and I kind of said to them,

Saya katakan pada mereka, "Mari ikut duduk di meja."

"Sit at the table. Come on, sit at the table,"

and they sat on the side of the room.

Kemudian mereka duduk di sisi ruangan.

When I was in college, my senior year,

Waktu saya masih di universitas tahun terakhir,

I took a course called European Intellectual History.

saya mengambil mata kuliah Sejarah Intelektual Eropa.

Don't you love that kind of thing from college?

Tidakkah Anda suka hal-hal begitu di universitas.

I wish I could do that now.

Seandainya saya masih di sana.

And I took it with my roommate, Carrie,

Saya mengambil matakuliah itu dengan teman kos saya, Carrie,

who was then a brilliant literary student --

yang sangat pandai dalam studi literatur

and went on to be a brilliant literary scholar --

dan akhirnya menjadi pakar literatur cemerlang.

Dan saudara lelaki saya --

and my brother -- smart guy,

orangnya pandai, pemain polo air dan calon mahasiswa kedokteran,

but a water-polo-playing pre-med,

who was a sophomore.

mahasiswa tahun kedua.

The three of us take this class together.

Kami bertiga mengambil kelas ini.

And then Carrie reads all the books in the original Greek and Latin,

Carrie membaca semua buku

dalam bahasa asli Yunani dan Latin

dan menghadiri semua kuliah.

goes to all the lectures.

I read all the books in English

Saya membaca semua buku berbahasa Inggris

and go to most of the lectures.

dan menghadiri sebagian besar kuliah.

My brother is kind of busy.

Saudara lelaki saya sibuk;

He reads one book of 12 and goes to a couple of lectures,

dia membaca satu buku dari 12,

menghadiri dua kuliah,

marches himself up to our room

lalu datang ke kamar kami

dua hari sebelum ujian, mencari bimbingan belajar.

a couple days before the exam to get himself tutored.

Kami bertiga pergi ujian bersama-sama.

The three of us go to the exam together, and we sit down.

And we sit there for three hours --

Kami ikut ujian selama 3 jam

dengan buku catatan biru.

and our little blue notebooks -- yes, I'm that old.

We walk out, we look at each other, and we say, "How did you do?"

Keluar ujian, kami saling berpandangan dan bertanya, "Bagaimana ujiannya tadi?"

And Carrie says, "Boy, I feel like I didn't really draw out the main point

Carrie bilang, "Sepertinya saya tidak menarik kesimpulan utama

dari dialektika Hegel."

on the Hegelian dialectic."

And I say, "God, I really wish I had really connected

Dan saya bilang, "Coba saya tadi menghubungkan

John Locke's theory of property with the philosophers that follow."

teori kepemilikan John Locke dengan filsuf lain setelahnya."

And my brother says,

Lalu saudara saya berkata,

"I got the top grade in the class."

"Aku dapat angka teratas di kelas."

(Laughter)

"You got the top grade in the class?

"Kamu dapat angka teratas di kelas?

You don't know anything."

Kamu tak tahu apa-apa."

(Laughter)

The problem with these stories is that they show what the data shows:

Masalah dalam cerita ini

adalah bahwa ia menunjukkan apa kata data:

women systematically underestimate their own abilities.

wanita secara sistematis menganggap rendah kemampuan mereka sendiri.

If you test men and women,

Kalau Anda menguji laki-laki dan perempuan,

and you ask them questions on totally objective criteria like GPAs,

lalu Anda tanyakan pertanyaan obyektif seperti nilai IP,

men get it wrong slightly high,

yang laki-laki cenderung menjawab lebih tinggi,

and women get it wrong slightly low.

yang wanita cenderung menjawab lebih rendah.

Women do not negotiate for themselves in the workforce.

Wanita tidak bernegosiasi untuk mereka sendiri.

A study in the last two years

Penelitian dalam dua tahun terakhir

of people entering the workforce out of college

di antara mereka yang baru masuk kerja setelah lulus universitas

showed that 57 percent of boys entering, or men, I guess,

menunjukkan bahwa 57 persen dari anak-anak lelaki,

atau para pria, maksud saya --

are negotiating their first salary,

menegosiasikan gaji pertama mereka,

and only seven percent of women.

dan hanya 7 persen wanita yang bernegosiasi.

And most importantly,

Dan yang terpenting,

men attribute their success to themselves,

laki-laki menganggap sukses itu berkat mereka sendiri,

and women attribute it to other external factors.

sementara wanita menganggap sukses itu berkat faktor luar.

If you ask men why they did a good job,

Kalau Anda tanya para pria mengapa mereka berhasil,

they'll say, "I'm awesome.

mereka akan bilang, "Saya hebat.

Obviously. Why are you even asking?"

Jelas-jelas. Kenapa Anda pakai bertanya?"

If you ask women why they did a good job,

Kalau Anda tanya para wanita mengapa mereka berhasil,

what they'll say is someone helped them,

mereka akan bilang mereka dapat bantuan,

they got lucky, they worked really hard.

mereka beruntung, mereka bekerja keras.

Why does this matter?

Mengapa hal ini penting?

Boy, it matters a lot.

Wah, ini penting sekali

Because no one gets to the corner office

karena tak seorang pun mencapai posisi tinggi

by sitting on the side, not at the table,

dengan duduk di samping, tidak di meja.

and no one gets the promotion

Tidak ada yang mendapat promosi

if they don't think they deserve their success,

kalau mereka tidak merasa pantas mendapat sukses,

or they don't even understand their own success.

atau kalau mereka tidak memahami kesuksesan sendiri.

Andai jawabannya mudah.

I wish the answer were easy.

I wish I could go tell all the young women I work for,

Andai saya bisa katakan pada semua wanita muda,

semua wanita luar biasa ini,

these fabulous women,

"Believe in yourself and negotiate for yourself.

"Percayalah pada diri sendiri, dan bernegosiasilah.

Own your own success."

Miliki keberhasilan Anda."

I wish I could tell that to my daughter.

Andai saya bisa bilang itu pada anak perempuan saya.

But it's not that simple.

Tapi tidak sesederhana itu.

Because what the data shows, above all else, is one thing,

Karena data menunjukkan, di atas semuanya ada satu hal,

which is that success and likeability are positively correlated for men

bahwa sukses dan disukai orang banyak

berkorelasi positif dengan laki-laki

and negatively correlated for women.

dan berkorelasi negatif dengan perempuan.

And everyone's nodding, because we all know this to be true.

Dan semua orang mengangguk,

karena kita tahu ini benar.

There's a really good study that shows this really well.

Ada penelitian bagus yang menunjukkan hal ini.

There's a famous Harvard Business School study

Ada studi terkenal dari Harvard Business School

on a woman named Heidi Roizen.

tentang wanita bernama Heidi Roizen.

And she's an operator in a company in Silicon Valley,

Ia seorang operator di perusahaan

di Silicon Valley.

and she uses her contacts

Dia memanfaatkan kenalannya

to become a very successful venture capitalist.

untuk menjadi penanam modal yang sukses.

In 2002 -- not so long ago --

Tahun 2002 -- belum begitu lama berselang --

a professor who was then at Columbia University

seorang profesor di Universitas Columbia

took that case and made it [Howard] Roizen.

menamai studi kasus itu Heidi Roizen.

And he gave the case out, both of them, to two groups of students.

Profesor ini membagikan studi kasus tadi

ke dua kelompok mahasiswa.

He changed exactly one word:

Beliau mengubah hanya satu kata:

"Heidi" to "Howard."

Heidi (wanita) menjadi Howard (pria).

But that one word made a really big difference.

Tapi satu kata itu yang membuat perbedaan besar.

He then surveyed the students,

Profesor ini lantas mensurvei mahasiswanya.

and the good news was the students, both men and women,

Kabar baiknya adalah para mahasiswa, baik pria maupun wanita,

thought Heidi and Howard were equally competent,

menganggap Heidi dan Howard sama-sama kompeten,

and that's good.

dan itu bagus.

The bad news was that everyone liked Howard.

Kabar buruknya adalah, semua orang menyukai Howard.

He's a great guy. You want to work for him.

Orangnya asyik, kami ingin bekerja untuknya,

You want to spend the day fishing with him.

kami ingin ikut memancing dengannya.

Tapi Heidi? Tidak begitu yakin.

But Heidi? Not so sure.

She's a little out for herself. She's a little political.

Ia sedikit egois. Agak politis.

You're not sure you'd want to work for her.

Kami tidak yakin ingin bekerja untuknya.

This is the complication.

Di sinilah keruwetannya.

We have to tell our daughters and our colleagues,

Kita harus bilang pada anak perempuan dan kolega kita,

we have to tell ourselves to believe we got the A,

kita harus bilang pada diri sendiri, untuk percaya kita dapat nilai A,

untuk meraih promosi,

to reach for the promotion, to sit at the table,

untuk duduk di meja.

and we have to do it in a world

Dan kita harus melakukannya di dunia

where, for them, there are sacrifices they will make for that,

di mana dari mereka akan harus ada pengorbanan

even though for their brothers, there are not.

meskipun tidak demikian bagi saudara lelaki mereka.

The saddest thing about all of this is that it's really hard to remember this.

Yang paling menyedihkan adalah bahwa hal ini sulit untuk diingat.

And I'm about to tell a story which is truly embarrassing for me,

Saya akan berbagi satu cerita, yang sungguh memalukan.

but I think important.

Tapi saya kira ini penting.

I gave this talk at Facebook not so long ago

Baru-baru ini di Facebook saya berbicara

to about 100 employees,

di hadapan sekitar seratus pegawai.

Tak lama setelah itu ada wanita muda yang bekerja di sana

and a couple hours later, there was a young woman who works there

duduk dekat meja saya,

sitting outside my little desk, and she wanted to talk to me.

ingin berbicara dengan saya.

I said, okay, and she sat down, and we talked.

Baiklah, kata saya. Lalu ia duduk dan kami mengobrol.

And she said, "I learned something today.

Wanita ini berkata, "Saya belajar sesuatu hari ini.

I learned that I need to keep my hand up."

Saya belajar bahwa saya perlu mengangkat tangan."

"Bagaimana maksudmu?" tanya saya.

"What do you mean?"

She said, "You're giving this talk,

Ia berkata lagi, "Waktu Ibu sedang berbicara,

and you said you would take two more questions.

Ibu mengatakan Ibu akan menjawab dua pertanyaan lagi.

I had my hand up with many other people,

Saya mengangkat tangan, seperti orang lain, lalu Ibu menjawab dua pertanyaan.

and you took two more questions.

Lalu saya menurunkan tangan, dan saya perhatikan wanita lain berbuat sama.

I put my hand down, and I noticed all the women did the same,

Tapi Ibu terus menanggapi pertanyaan baru,

and then you took more questions,

hanya dari yang laki-laki."

only from the men."

Saya jadi berpikir,

And I thought to myself,

"Wow, if it's me -- who cares about this, obviously --

wah, kalau saya saja -- yang peduli akan hal ini, tentunya --

giving this talk --

berbicara soal ini --

and during this talk, I can't even notice that the men's hands are still raised,

kalau selama pembicaraan ini, saya tidak melihat

tangan para pria masih terangkat,

and the women's hands are still raised,

dan tangan para wanita juga masih terangkat,

how good are we

seberapa baikkah kami

as managers of our companies and our organizations

sebagai manajer di perusahaan dan organisasi

at seeing that the men are reaching for opportunities

dalam memperhatikan bahwa pria menggapai kesempatan

more than women?"

lebih daripada wanita?

We've got to get women to sit at the table.

Kita harus mendorong wanita untuk duduk di meja.

(Cheers)

(Applause)

(Tepuk tangan)

Pesan nomor dua:

Message number two:

Make your partner a real partner.

jadikan partner Anda partner sungguhan.

I've become convinced that we've made more progress in the workforce

Saya yakin kita sudah lebih maju soal ini di lingkungan kerja

than we have in the home.

dibandingkan di rumah.

The data shows this very clearly.

Data menunjukkan hal ini dengan jelas.

If a woman and a man work full-time and have a child,

Kalau wanita dan pria bekerja purna waktu

dan mempunyai anak,

the woman does twice the amount of housework the man does,

wanita mengerjakan dua kali lebih banyak pekerjaan rumah dibanding pria.

and the woman does three times the amount of childcare the man does.

Dan wanita mengerjakan tiga kali lebih banyak

pekerjaan mengurus anak dibanding pria.

So she's got three jobs or two jobs, and he's got one.

Jadi wanita punya tiga, atau dua pekerjaan,

sementara pria punya satu.

Who do you think drops out when someone needs to be home more?

Anda pikir siapa yang berhenti bekerja ketika harus ada yang lebih banyak di rumah.

Penyebabnya sangat rumit,

The causes of this are really complicated, and I don't have time to go into them.

dan saya tak punya waktu untuk membahasnya.

And I don't think Sunday football-watching and general laziness is the cause.

Menurut saya, nonton bola hari Minggu

dan kemalasan bukanlah penyebabnya.

I think the cause is more complicated.

Saya rasa penyebabnya lebih rumit.

Saya rasa sebagai masyarakat

I think, as a society,

we put more pressure on our boys to succeed

kita lebih mendorong anak lelaki untuk sukses

than we do on our girls.

dibanding kita mendorong anak perempuan.

I know men that stay home

Saya kenal beberapa pria yang tinggal di rumah

and work in the home to support wives with careers,

dan melakukan pekerjaan rumah untuk menyokong istri berkarir.

Dan itu sulit.

and it's hard.

When I go to the Mommy-and-Me stuff and I see the father there,

Waktu saya mengikuti acara untuk ibu dan anak

saya melihat seorang ayah.

I notice that the other mommies don't play with him.

Saya perhatikan ibu-ibu lain

tidak bermain dengan si ayah.

And that's a problem,

Dan itu suatu masalah,

because we have to make it as important a job,

karena kita harus membuat pekerjaan rumah ini sama penting.

because it's the hardest job in the world to work inside the home,

karena ini pekerjaan paling sulit di dunia -- bekerja di rumah

for people of both genders,

bagi laki-laki dan wanita

if we're going to even things out and let women stay in the workforce.

bila kita ingin menyetarakan posisi supaya wanita bisa tetap bekerja.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Studies show that households with equal earning

Menurut penelitian, rumah tangga dengan pendapatan setara

and equal responsibility

dan tanggung jawab setara

also have half the divorce rate.

menurunkan angka perceraian hingga separuh.

And if that wasn't good enough motivation for everyone out there,

Dan kalau itu masih belum juga memotivasi Anda semua,

they also have more --

masih ada kelebihan lain --

how shall I say this on this stage?

bagaimana cara saya mengutarakannya? --

They know each other more in the biblical sense as well.

mereka juga "mengenal satu sama lain" dalam arti seperti di kitab suci.

(Cheers)

(Riuh rendah)

Message number three:

Pesan nomor tiga:

Don't leave before you leave.

jangan pergi sebelum Anda benar-benar pergi.

I think there's a really deep irony

Saya rasa ada ironi mendalam di sini

to the fact that actions women are taking --

bahwa tindakan yang diambil wanita --

and I see this all the time --

dan saya sering lihat ini terjadi --

with the objective of staying in the workforce

meskipun tujuannya adalah tetap bekerja,

actually lead to their eventually leaving.

justru berakhir dengan meninggalkan pekerjaan.

Here's what happens:

Begini terjadinya:

We're all busy. Everyone's busy. A woman's busy.

kita semua sibuk; semua orang sibuk; si wanita sibuk.

And she starts thinking about having a child,

Lalu ia mulai berpikir soal punya anak.

and from the moment she starts thinking about having a child,

Sejak dia mulai berpikir soal mempunyai anak,

she starts thinking about making room for that child.

ia mulai berpikir untuk menyediakan ruang bagi anak itu.

"Bagaimana saya bisa menyempatkan ini di tengah kesibukan lain?"

"How am I going to fit this into everything else I'm doing?"

And literally from that moment,

Dan sejak saat itu,

ia tidak lagi mengangkat tangan,

she doesn't raise her hand anymore,

she doesn't look for a promotion, she doesn't take on the new project,

ia tidak lagi mencari promosi, tidak lagi mengambil proyek baru,

she doesn't say, "Me. I want to do that."

ia tidak lagi berkata, "Saya ingin mengerjakan itu."

She starts leaning back.

Ia mulai menjauh.

The problem is that --

Masalahnya adalah --

let's say she got pregnant that day, that day --

katakanlah pada hari itu ia mengandung --

nine months of pregnancy, three months of maternity leave,

sembilan bulan kehamilan, tiga bulan cuti hamil,

six months to catch your breath --

enam bulan menarik napas.

Fast-forward two years,

Loncat ke depan dua tahun.

more often -- and as I've seen it --

Lebih seringnya, seperti yang saya lihat,

women start thinking about this way earlier --

wanita mulai memikirkan ini jauh lebih awal --

when they get engaged, or married,

waktu mereka bertunangan, waktu mereka menikah,

when they start thinking about having a child,

waktu mereka mulai berpikir ingin punya anak, yang sebenarnya bisa makan waktu lama.

which can take a long time.

Seseorang datang menemui saya tentang hal ini.

One woman came to see me about this.

Saya perhatikan, wanita ini tampak masih muda.

She looked a little young.

And I said, "So are you and your husband thinking about having a baby?"

Saya bertanya, "Jadi kamu dan suami berpikir ingin punya bayi?"

Jawabnya, "Oh tidak, saya belum menikah."

And she said, "Oh no, I'm not married."

She didn't even have a boyfriend.

Dia bahkan tidak punya pacar.

(Laughter)

I said, "You're thinking about this just way too early."

Saya katakan, "Kamu berpikir soal ini

jauh terlalu awal."

But the point is that what happens

Tapi intinya adalah, apa yang terjadi

once you start kind of quietly leaning back?

begitu kita mulai menjauh diam-diam?

Everyone who's been through this --

Semua orang yang pernah mengalaminya --

and I'm here to tell you, once you have a child at home,

saya bisa bilang, begitu kita punya anak di rumah,

your job better be really good to go back,

sebaiknya kita punya pekerjaan bagus untuk kembali,

because it's hard to leave that kid at home.

karena meninggalkan anak di rumah itu sulit.

Pekerjaan kita harus menantang,

Your job needs to be challenging.

harus mendatangkan kepuasan.

It needs to be rewarding.

You need to feel like you're making a difference.

Kita harus merasa kita membuat perbedaan.

And if two years ago you didn't take a promotion

Kalau dua tahun lalu Anda tidak mengambil promosi

and some guy next to you did,

dan pria sebelah yang mengambilnya.

if three years ago you stopped looking for new opportunities,

Kalau tiga tahun lalu

Anda berhenti mencari kesempatan baru,

you're going to be bored

Anda akan bosan.

because you should have kept your foot on the gas pedal.

Karena Anda seharusnya tetap menginjak pedal gas.

Don't leave before you leave.

Jangan pergi sebelum Anda pergi.

Stay in.

Tinggallah.

Keep your foot on the gas pedal,

Injakkan kaki Anda pada pedal gas,

until the very day you need to leave to take a break for a child --

sampai hari di mana Anda harus pergi

untuk mengambil jeda demi anak --

and then make your decisions.

lalu barulah Anda buat keputusan.

Jangan membuat keputusan terlalu dini,

Don't make decisions too far in advance,

particularly ones you're not even conscious you're making.

terutama keputusan yang Anda pun tidak sadar membuatnya.

My generation really, sadly,

Generasi saya, sayangnya,

is not going to change the numbers at the top.

tidak akan mengubah angka di posisi puncak.

They're just not moving.

Tidak ada perubahan.

We are not going to get to where 50 percent of the population --

Kita tidak akan sampai ke titik di mana 50 persen --

in my generation, there will not be 50 percent of [women]

Di generasi saya, tidak akan sampai ada 50 persen (wanita)

at the top of any industry.

di posisi puncak di industri manapun.

Tapi saya harap generasi mendatang bisa.

But I'm hopeful that future generations can.

I think a world where half of our countries and our companies

Saya rasa sebuah dunia yang

setengah negaranya dan setengah perusahaannya

dipimpin wanita, akan menjadi dunia yang lebih baik.

were run by women, would be a better world.

It's not just because people would know where the women's bathrooms are,

Dan bukan hanya karena orang akan tahu di mana letak toilet wanita,

walaupun hal itu sangat membantu.

even though that would be very helpful.

I think it would be a better world.

Saya rasa dunia seperti itu akan lebih baik.

Saya punya dua anak.

I have two children.

I have a five-year-old son and a two-year-old daughter.

Anak laki-laki umur lima tahun dan anak perempuan umur dua tahun.

I want my son to have a choice

Saya ingin anak laki-laki saya punya pilihan

to contribute fully in the workforce or at home,

untuk bekerja purna waktu atau di rumah.

and I want my daughter to have the choice to not just succeed,

Dan saya ingin anak perempuan saya punya pilihan

untuk tidak hanya berhasil,

but to be liked for her accomplishments.

tapi juga disukai karena keberhasilannya.

Terima kasih.

Thank you.

(Applause)

(Tepuk tangan)