The transformative power of classical music | Benjamin Zander | TED

Translator: Wewen Zein Isa Reviewer: Kartika Putri

Probably a lot of you know the story of the two salesmen

Mungkin banyak yang tahu kisah dua orang penjual

who went down to Africa in the 1900s.

yang pergi ke Afrika tahun 1900-an.

They were sent down to find if there was any opportunity

Mereka ditugaskan untuk mencari peluang

untuk menjual sepatu.

for selling shoes,

and they wrote telegrams back to Manchester.

Mereka mengirim telegram ke Manchester.

And one of them wrote,

Salah satu menulis: "Tak ada harapan. Titik.

"Situation hopeless. Stop. They don't wear shoes."

Mereka tak pakai sepatu."

And the other one wrote,

Dan yang satunya menulis: "Kesempatan hebat!

"Glorious opportunity. They don't have any shoes yet."

Belum ada yang punya sepatu!"

(Laughter)

(Tertawa)

Now, there's a similar situation in the classical music world,

Situasinya mirip dengan dunia musik klasik,

because there are some people who think that classical music is dying.

karena ada beberapa orang yang berpikir

bahwa musik klasik sedang sekarat.

And there are some of us who think you ain't seen nothing yet.

Namun ada yang berpikir peluangnya masih terbuka lebar.

And rather than go into statistics and trends,

Daripada membahas statistik dan tren

and tell you about all the orchestras that are closing,

lalu bercerita tentang orkestra banyak yang tutup,

and the record companies that are folding,

dan perusahaan rekaman bangkrut,

I thought we should do an experiment tonight.

lebih baik kita malam ini kita melakukan percobaan.

Actually, it's not really an experiment, because I know the outcome.

Sebenarnya bukan percobaan karena saya tahu hasilnya.

(Laughter)

But it's like an experiment.

Tetapi seperti percobaan, kok. Sekarang, sebelum kita --

Now, before we start --

(Tertawa)

(Laughter)

Before we start, I need to do two things.

-- sebelum kita mulai saya perlu melakukan dua hal.

One is I want to remind you of what a seven-year-old child

Pertama, saya ingin mengingatkan Anda tentang anak berusia tujuh tahun,

sounds like when he plays the piano.

yakni tentang suara permainan pianonya.

Maybe you have this child at home.

Mungkin Anda punya anak seperti ini di rumah.

He sounds something like this.

Suaranya seperti ini.

(Music)

(Piano)

(Music ends)

I see some of you recognize this child.

Saya melihat ada yang mengenal anak seperti ini.

Sekarang, jika dia berlatih dan belajar 1 tahun, usianya 8

Now, if he practices for a year and takes lessons, he's now eight

and he sounds like this.

(Music)

dan suaranya seperti ini.

(Piano)

(Music ends)

He practices for another year and takes lessons -- he's nine.

Kemudian dia berlatih dan belajar 1 tahun lagi, usianya 9.

(Music)

(Piano)

(Music ends)

Then he practices for another year and takes lessons -- now he's 10.

Kemudian dia berlatih dan belajar 1 tahun lagi, usianya 10.

(Piano)

(Music)

(Music ends)

At that point, they usually give up.

Pada saat itu biasanya mereka menyerah.

(Laughter)

(Tertawa)

(Applause)

(Tepuk tangan)

Now, if you'd waited for one more year, you would have heard this.

Sekarang, jika Anda akan menunggu 1 tahun lagi,

Anda akan mendengar ini:

(Music)

(Piano)

(Music ends)

Now, what happened was not maybe what you thought,

Yang terjadi bukan seperti yang Anda pikirkan,

which is, he suddenly became passionate, engaged,

yaitu tiba-tiba ia menjadi bergairah, menyatu dengan musik,

involved, got a new teacher, he hit puberty, or whatever it is.

terlibat, gurunya baru, memasuki masa puber, atau apapun itu.

Yang sebenarnya terjadi adalah impulsnya berkurang.

What actually happened was the impulses were reduced.

You see, the first time, he was playing with an impulse on every note.

Pertama kali dia bermain

dia memberi impuls pada setiap not.

(Music)

(Piano)

And the second, with an impulse every other note.

Lalu yang kedua dengan impuls setiap 2 not.

(Music)

(Piano)

You can see it by looking at my head.

Anda dapat melihatnya dari anggukan kepala saya.

(Laughter)

(Tertawa)

The nine-year-old put an impulse on every four notes.

Si usia 9 tahun,

memberi impuls setiap 4 not.

(Piano)

(Music)

The 10-year-old, on every eight notes.

Dan si 10 tahun pada setiap 8 not.

(Piano)

(Music)

And the 11-year-old, one impulse on the whole phrase.

Dan si 11 tahun, satu impuls pada seluruh frase.

(Piano)

(Music)

I don't know how we got into this position.

Saya tidak tahu bagaimana posisi saya sampai jadi begini.

(Laughter)

(Tertawa)

I didn't say, "I'm going to move my shoulder over, move my body."

Saya tak bilang akan mencondongkan bahu, menggeser tubuh.

Bukan, musiknya yang mendorong saya,

No, the music pushed me over,

which is why I call it one-buttock playing.

yang saya sebut permainan satu pantat.

(Music)

(Piano)

It can be the other buttock.

Juga bisa dengan pantat satunya.

(Piano)

(Music)

You know, a gentleman was once watching a presentation I was doing,

Ada pria yang melihat presentasi saya,

ketika saya sedang menangani seorang pianis muda.

when I was working with a young pianist.

Dia adalah presiden dari sebuah perusahaan di Ohio.

He was the president of a corporation in Ohio.

Saya sedang menangani pianis muda ini

I was working with this young pianist, and said,

"The trouble with you is you're a two-buttock player.

dan saya berkata, "masalahmu adalah kamu pemain 2-pantat.

Kamu harus menjadi pemain 1-pantat."

You should be a one-buttock player."

I moved his body while he was playing.

Dan saya dorong tubuhnya seperti ini ketika ia bermain.

And suddenly, the music took off. It took flight.

Tiba-tiba musiknya membumbung. Membahana.

The audience gasped when they heard the difference.

Khalayak menahan nafas ketika mereka mendengar perbedaannya.

Then I got a letter from this gentleman.

Lalu saya mendapat surat dari pria tadi.

He said, "I was so moved.

Dia berkata, "Saya amat tergerak.

Saya kembali dan mengubah perusahaan saya

I went back and I transformed my entire company

into a one-buttock company."

jadi perusahaan 1-pantat."

(Laughter)

(Tertawa)

Now, the other thing I wanted to do is to tell you about you.

Hal lainnya adalah saya ingin untuk memberi tahu Anda tentang Anda.

Di sini kira-kira ada 1.600 orang.

There are 1,600 people, I believe.

My estimation is that probably 45 of you

Saya perkirakan mungkin 45 dari Anda

are absolutely passionate about classical music.

amat bersemangat terhadap musik klasik.

You adore classical music. Your FM is always on that classical dial.

Anda suka musik klasik. Radio Anda selalu menyiarkan lagu klasik.

You have CDs in your car, and you go to the symphony,

Anda punya CD di mobil Anda, dan menonton simfoni.

your children are playing instruments.

Dan anak-anak Anda bermain alat musik.

Anda tidak dapat membayangkan hidup tanpa musik klasik.

You can't imagine your life without classical music.

That's the first group, quite small.

Ini kelompok pertama; jumlahnya sedikit.

Then there's another bigger group.

Kemudian ada kelompok lain, jumlahnya lebih besar.

The people who don't mind classical music.

Mereka adalah orang-orang yang bisa menerima musik klasik.

(Laughter)

(Tertawa)

You know, you've come home from a long day,

Misalnya Anda pulang dari hari yang melelahkan,

and you take a glass of wine, and you put your feet up.

mengambil segelas anggur dan duduk santai.

A little Vivaldi in the background doesn't do any harm.

Sedikit Vivaldi di latar belakang tidak membuat Anda kesal.

(Tertawa)

That's the second group.

Itu kelompok kedua.

Now comes the third group:

Sekarang kelompok ketiga.

people who never listen to classical music.

Mereka adalah orang-orang yang tak pernah mendengarkan musik klasik.

Musik klasik bukan bagian hidup mereka.

It's just simply not part of your life.

You might hear it like second-hand smoke at the airport ...

Anda mungkin mendengarnya secara sambil lalu di bandara, tetapi --

(Tertawa)

(Laughter)

-- and maybe a little bit of a march from "Aida"

-- dan mungkin sedikit lagu mars dari Aida

saat Anda masuk ke ruangan. Tetapi di luar itu Anda tak pernah mendengarnya.

when you come into the hall.

But otherwise, you never hear it.

That's probably the largest group.

Itu mungkin kelompok terbesar.

Dan kemudian ada kelompok yang sangat kecil.

And then there's a very small group.

These are the people who think they're tone-deaf.

Mereka adalah orang-orang yang merasa diri mereka tuli-nada.

Ada banyak orang yang merasa diri mereka tuli-nada.

Amazing number of people think they're tone-deaf.

Actually, I hear a lot, "My husband is tone-deaf."

Sebenarnya, yang sering saya dengar adalah, "Suami saya tuli-nada."

(Laughter)

(Tertawa)

Actually, you cannot be tone-deaf.

Sebenarnya, Anda tidak mungkin tuli-nada. Tak ada orang yang tuli-nada.

Nobody is tone-deaf.

Jika Anda tuli-nada, Anda tak dapat mengganti gigi

If you were tone-deaf, you couldn't change the gears

on your car, in a stick shift car.

di mobil Anda, untuk mobil manual.

You couldn't tell the difference between

Anda tidak dapat membedakan antara

somebody from Texas and somebody from Rome.

orang dari Texas dan dari Roma.

Dan telepon. Jika ibu Anda menelepon

And the telephone. The telephone.

If your mother calls

on the miserable telephone, she calls and says, "Hello,"

pada sambungan yang buruk, dan mengatakan "Halo,"

you not only know who it is, you know what mood she's in.

Anda bukan hanya tahu siapa itu, Anda juga tahu suasana hatinya

You have a fantastic ear. Everybody has a fantastic ear.

Anda punya telinga yang fantastis. Setiap orang punya telinga fantastis.

So nobody is tone-deaf.

Jadi tidak ada orang tuli-nada.

But I tell you what.

Saya tak bisa terus melanjutkan

It doesn't work for me to go on with this thing,

with such a wide gulf between those who understand,

kalau ada perbedaan besar antara yang memahami,

love and are passionate about classical music,

mencintai dan bersemangat atas musik klasik,

dan orang-orang yang tidak memiliki hubungan sama sekali.

and those who have no relationship to it at all.

The tone-deaf people, they're no longer here.

Orang yang tuli-nada sudah tak ada lagi di sini.

Namun antara tiga kategori tadi perbedaannya terlalu lebar.

But even between those three categories,

it's too wide a gulf.

So I'm not going to go on until every single person in this room,

Jadi saya tak akan melanjutkan sampai tiap orang di ruangan ini,

di bawah dan di balkon, dan semua orang yang melihat,

downstairs and in Aspen, and everybody else looking,

will come to love and understand classical music.

bisa mencintai dan memahami musik klasik.

Jadi itulah yang akan kita lakukan.

So that's what we're going to do.

Now, you notice that there is not the slightest doubt in my mind

Saya sama sekali tak meragukan

that this is going to work, if you look at my face, right?

bahwa hal ini akan berhasil jika Anda melihat wajah saya.

It's one of the characteristics of a leader that he not doubt

Salah satu ciri seorang pemimpin adalah ia tak meragukan

for one moment the capacity of the people he's leading

sedikit pun kemampuan orang-orang yang dipimpinnya

to realize whatever he's dreaming.

untuk mewujudkan apa yang mereka impikan.

Bayangkan jika Martin Luther King berkata, "Saya bermimpi.

Imagine if Martin Luther King had said, "I have a dream.

Of course, I'm not sure they'll be up to it."

Namun, saya tak yakin mereka bisa mencapainya."

(Tertawa)

(Laughter)

All right. So I'm going to take a piece of Chopin.

Saya akan memainkan sebuah karya Chopin.

This is a beautiful prelude by Chopin.

Prelude indah karya Chopin. Beberapa dari Anda mengenalnya.

Some of you will know it.

(Music)

(Musik)

Apa sebenarnya yang terjadi di ruangan ini?

Do you know what I think probably happened here?

When I started, you thought, "How beautiful that sounds."

Saat saya mulai, Anda berpikir, "Suaranya amat indah."

(Musik)

(Music)

"I don't think we should go to the same place

"Saya rasa kita pergi ke tempat lain saja

untuk liburan musim panas tahun depan."

for our summer holidays next year."

(Tertawa)

(Laughter)

It's funny, isn't it?

Lucu, bukan? Yakni bagaimana pikiran itu

It's funny how those thoughts kind of waft into your head.

seperti merayap ke dalam kepala Anda.

Dan tentu saja --

And of course --

(Tepuk tangan)

(Applause)

Of course, if the piece is long and you've had a long day,

-- Dan tentu saja, jika lagunya panjang dan hari Anda melelahkan,

you might actually drift off.

Anda mungkin jadi terlelap.

Then your companion will dig you in the ribs

Lalu rekan Anda akan menyodok pinggang Anda

and say, "Wake up! It's culture!" And then you feel even worse.

dan berkata, "Bangun! Jangan udik!" Dan kemudian Anda merasa lebih buruk lagi.

(Laughter)

Tapi pernahkah terlintas bahwa alasan Anda mengantuk

But has it ever occurred to you that the reason you feel sleepy

in classical music is not because of you, but because of us?

dalam musik klasik bukanlah karena Anda, tetapi karena kami?

Did anybody think while I was playing,

Adakah yang bertanya dalam hati,

"Why is he using so many impulses?"

"Mengapa ia menggunakan banyak impuls?"

If I'd done this with my head you certainly would have thought it.

Jika saya akan menganggukkan kepala pasti Anda dapat melihatnya.

(Music)

(Musik)

(Music ends)

Dan untuk sisa hidup Anda, setiap kali mendengar musik klasik

And for the rest of your life, every time you hear classical music,

Anda akan selalu dapat mendengar impuls-impuls itu.

you'll always be able to know if you hear those impulses.

Jadi mari kita lihat apa sebenarnya yang terjadi.

So let's see what's really going on here.

Ini nada B. Selanjutnya adalah nada C.

We have a B. This is a B.

The next note is a C.

And the job of the C is to make the B sad.

Tugas nada C adalah membuat nada B sedih. Terasa kan?

And it does, doesn't it?

(Tertawa)

(Laughter)

Composers know that.

Penggubah lagu tahu itu. Jika mereka ingin musik sedih

If they want sad music, they just play those two notes.

mereka tinggal memainkan dua nada itu.

(Musik)

(Music)

But basically, it's just a B, with four sads.

Tetapi pada dasarnya itu hanya B dengan empat kesedihan.

(Laughter)

(Tertawa)

Now, it goes down to A.

Lalu, turun ke A. Ke G, dan kemudian ke F.

Now to G.

And then to F.

So we have B, A, G, F.

Jadi kita mendengar B, A, G, F. Dan jika ada B, A, G, F,

And if we have B, A, G, F,

what do we expect next?

selanjutnya apa? Oh, mungkin belum jelas.

(Music)

That might have been a fluke.

Let's try it again.

Mari kita coba lagi. Wow, paduan suara TED.

(Music)

Oh, the TED choir.

(Laughter)

(Tertawa)

Perhatikan bahwa tak ada orang tuli-nada, benar? Tak ada.

And you notice nobody is tone-deaf, right?

Nobody is.

Anda tahu, setiap desa di Bangladesh

You know, every village in Bangladesh

dan setiap dusun di Cina. Semua orang tahu:

and every hamlet in China -- everybody knows:

da, da, da, da -- da.

da, da, da, da - da. Semua orang mengharapkan E.

Everybody knows, who's expecting that E.

Namun, Chopin tidak ingin langsung sampai ke E,

Chopin didn't want to reach the E there,

because what will have happened?

karena apa yang akan terjadi? Lagunya akan selesai, seperti Hamlet.

It will be over, like Hamlet. Do you remember?

Ingat Hamlet? Babak 1, Adegan 3:

Act One, scene three,

he finds out his uncle killed his father.

Ia menemukan bahwa pamannya membunuh ayahnya.

Dan dia mendatangi pamannya

He keeps on going up to his uncle and almost killing him.

dan hampir membunuhnya. Namun dia mundur

dan dia datang lagi dan hampir membunuh pamannya itu.

And then he backs away, he goes up to him again, almost kills him.

Dan kritikus, yang duduk di baris belakang,

The critics sitting in the back row there,

mereka harus berpendapat dan berkata, "Hamlet suka menunda-nunda."

they have to have an opinion, so they say, "Hamlet is a procrastinator."

(Tertawa)

Atau mereka mengatakan, "Hamlet memiliki komplek Oedipus."

Or they say, "Hamlet has an Oedipus complex."

No, otherwise the play would be over, stupid.

Bukan itu! Jika tidak ceritanya akan selesai, bodoh.

(Laughter)

Itu sebabnya Shakespeare memasukkan banyak bahan dalam Hamlet.

That's why Shakespeare puts all that stuff in Hamlet --

Ophelia going mad, the play within the play,

Seperti Ophelia gila dan drama dalam drama,

and Yorick's skull, and the gravediggers.

dan tengkorak Yorick, dan penggali kubur.

That's in order to delay --

Ini untuk menunda -- sampai Babak 5 untuk membunuh pamannya.

until Act Five, he can kill him.

Sama dengan Chopin. Dia hampir mencapai E,

It's the same with the Chopin.

He's just about to reach the E,

and he says, "Oops, better go back up and do it again."

tapi berkata, "Aduh, lebih baik kembali ke atas dan mengulang lagi."

Jadi dia mengulang lagi.

So he does it again.

Now, he gets excited.

(Music)

Sekarang dia jadi bersemangat -- itu semangat,

That's excitement, don't worry about it.

yang tak perlu Anda khawatirkan.

Now, he gets to F-sharp, and finally he goes down to E,

Kini ia sampai ke F kres lalu pergi ke ke E,

tapi pada akord yang salah. Karena akord yang dicarinya

but it's the wrong chord --

because the chord he's looking for is this one,

adalah yang ini, namun dia membunyikan yang ini ...

and instead he does ...

Kami menyebutnya sebagai irama tipuan karena mengelabui kita.

Now, we call that a deceptive cadence,

because it deceives us.

I tell my students, "If you have a deceptive cadence,

Saya mengajar murid saya, "Jika kamu menemukan irama tipuan

pastikan untuk mengangkat alis agar semua orang tahu."

raise your eyebrows, and everybody will know."

(Tertawa)

(Laughter)

(Applause)

(Tepuk tangan)

Right.

Betul kok. Jadi dia sampai di E, tapi pada akord yang salah.

He gets to E, but it's the wrong chord.

Kini, dia mencoba E lagi. Akordnya tidak tepat.

Now, he tries E again.

That chord doesn't work.

Dia mencoba E lagi. Akordnya salah lagi.

Now, he tries the E again. That chord doesn't work.

Now, he tries E again, and that doesn't work.

Lalu, dia mencoba E lagi, dan masih tidak tepat.

And then finally ...

Dan kemudian akhirnya ...

Ada pria di baris baris yang menghela nafas lega, "Mmmh."

There was a gentleman in the front row who went, "Mmm."

(Laughter)

It's the same gesture he makes when he comes home

Kelegaan yang sama saat sampai di rumah

setelah hari yang melelahkan, mematikan mesin mobilnya dan berkata,

after a long day, turns off the key in his car and says,

"Aah, I'm home."

"Ahhh, sampai di rumah." Karena kita semua tahu di mana rumah kita.

Because we all know where home is.

So this is a piece which goes from away to home.

Jadi, ini untaian yang bergerak dari tempat jauh ke rumah.

I'm going to play it all the way through and you're going to follow.

Dan saya akan memainkannya secara utuh

dan Anda akan mengikuti. B, C, B, C, B, C, B --

B, C, B, C, B, C, B --

down to A, down to G, down to F.

turun ke A, turun ke G, turun ke F.

Almost goes to E, but otherwise the play would be over.

Hampir masuk ke E, tapi kalau begitu permainan akan selesai.

He goes back up to B, he gets very excited.

Kembali naik ke B. Menjadi bersemangat. Masuk ke F kres. Masuk ke E.

Goes to F-sharp. Goes to E.

Akord yang salah. Akord yang salah. Akord yang salah.

It's the wrong chord. It's the wrong chord.

And finally goes to E, and it's home.

Dan akhirnya sampai di E, itulah rumah.

And what you're going to see is one-buttock playing.

Dan yang akan Anda lihat adalah permainan 1-pantat.

(Tertawa)

(Laughter)

Because for me, to join the B to the E,

Karena bagi saya, untuk menghubungkan dari B ke E,

I have to stop thinking about every single note along the way,

Saya harus berhenti berpikir tentang masing-masing nada di antaranya

dan berpikir tentang untaian panjang, dari B ke E.

and start thinking about the long, long line from B to E.

You know, we were just in South Africa, and you can't go to South Africa

Kami baru dari Afrika Selatan, dan Anda tak mungkin pergi ke Afrika Selatan

tanpa berpikir tentang Mandela dipenjara selama 27 tahun.

without thinking of Mandela in jail for 27 years.

What was he thinking about? Lunch?

Apa yang dia pikirkan? Makan siang?

No, he was thinking about the vision for South Africa

Tidak, ia berpikir tentang visi untuk Afrika Selatan

and for human beings.

dan untuk umat manusia. Itulah yang membuatnya --

This is about vision. This is about the long line.

ini adalah tentang visi; ini adalah tentang jalan panjang.

Like the bird who flies over the field

Seperti burung yang terbang di atas hamparan

and doesn't care about the fences underneath, all right?

dan tidak peduli pagar-pagar di bawahnya, benar?

So now, you're going to follow the line all the way from B to E.

Jadi, sekarang Anda akan mengikuti perjalanan dari B ke E.

And I've one last request before I play this piece all the way through.

Ada satu permintaan terakhir sebelum saya mulai memainkannya secara utuh.

Would you think of somebody who you adore,

Maukah Anda mengenang seseorang yang Anda sayangi, yang tidak lagi ada?

who's no longer there?

Seorang nenek tercinta, seorang kekasih,

A beloved grandmother, a lover --

somebody in your life who you love with all your heart,

seseorang yang Anda cintai dengan segenap hati,

tetapi orang tersebut tidak lagi bersama Anda.

but that person is no longer with you.

Bring that person into your mind,

Renungkanlah orang itu dan pada saat yang sama

and at the same time,

ikuti perjalanan dari B ke E,

follow the line all the way from B to E,

and you'll hear everything that Chopin had to say.

dan Anda akan mendengar segala sesuatu ingin dikatakan Chopin.

(Musik)

(Music)

(Music ends)

(Applause)

(Tepuk tangan)

Anda mungkin bertanya-tanya,

Now, you may be wondering --

(Applause)

Anda mungkin bertanya-tanya mengapa saya bertepuk tangan.

(Applause ends)

You may be wondering why I'm clapping.

Well, I did this at a school in Boston

Nah, saya melakukan seperti tadi di sebuah sekolah di Boston

with about 70 seventh graders, 12-year-olds.

dengan sekitar 70 siswa kelas 7 -- usia 12 tahunan.

I did exactly what I did with you,

Saya melakukan seperti yang saya lakukan dengan Anda, memberi tahu mereka

and I explained the whole thing.

dan menjelaskan seluruhnya.

Saat selesai mereka jadi gemuruh, bertepuk tangan. Mereka bertepuk tangan.

At the end, they went crazy, clapping.

I was clapping. They were clapping.

Saya tepuk tangan. Mereka tepuk tangan.

Finally, I said, "Why am I clapping?"

Akhirnya, saya berkata, "Mengapa saya tepuk tangan?"

And one of them said, "Because we were listening."

Salah satu anak berkata, "Karena kami mendengarkan."

(Tertawa)

(Laughter)

Think of it. 1,600 people, busy people,

Coba pikirkan. 1.600 orang sibuk,

dari berbagai bidang.

involved in all sorts of different things,

listening, understanding and being moved

Mendengar, memahami dan tergerak oleh sepotong karya Chopin.

by a piece by Chopin.

Now, that is something.

Itu hebat.

Am I sure that every single person followed that,

Apa saya tahu pasti bahwa setiap orang mengikuti,

understood it, was moved by it?

memahami dan tergerak? Tentu saja saya tak bisa memastikan.

Of course, I can't be sure.

But I'll tell you what happened to me in Ireland

Saya ingin menceritakan apa yang terjadi dengan saya.

10 tahun lalu saya di Irlandia saat pergolakan,

during the Troubles, 10 years ago,

and I was working with some Catholic and Protestant kids

dan saya bekerja dengan beberapa anak Katolik dan Protestan

on conflict resolution.

dalam penyelesaian konflik. Dan saya melakukan seperti tadi dengan mereka.

And I did this with them --

a risky thing to do, because they were street kids.

Berisiko besar karena mereka adalah anak-anak jalanan.

Salah satu dari mereka mendatangi saya esok paginya dan berkata,

And one of them came to me the next morning

and he said,

"You know, I've never listened to classical music in my life,

"Anda tahu, saya belum pernah mendengarkan musik klasik dalam hidup saya,

but when you played that shopping piece ..."

tetapi saat Anda memainkan karya Chopping itu...."

(Tertawa)

(Laughter)

He said, "My brother was shot last year and I didn't cry for him.

Ia berkata, "Saudara saya tewas tahun lalu dan saya tidak menangis.

But last night, when you played that piece,

Tetapi tadi malam saat Anda memainkan lagu itu,

he was the one I was thinking about.

dialah yang saya pikirkan.

And I felt the tears streaming down my face.

Dan saya merasakan air mata mengucur di pipi.

And it felt really good to cry for my brother."

Dan saya merasa amat lega bisa menangis untuk saudaraku. "

So I made up my mind at that moment

Jadi saya membulatkan tekad saat itu

bahwa musik klasik adalah untuk semua orang. Semua orang.

that classical music is for everybody.

Everybody.

Now, how would you walk --

Nah, bagaimana Anda akan berjalan -- karena

my profession, the music profession doesn't see it that way.

orang-orang dalam profesi musik mempunyai anggapan berbeda.

They say three percent of the population likes classical music.

Mereka berkata hanya 3 persen masyarakat menyukai musik klasik.

Jika bisa dinaikkan ke 4 persen maka masalah akan selesai.

If only we could move it to four percent, our problems would be over.

(Laughter)

How would you walk? How would you talk? How would you be?

Saya bilang, "Bagaimana Anda akan berjalan? Bagaimana Anda berbicara? Bagaimana Anda akan menjadi?

Jika anda pikir hanya 3 persen dari populasi suka musik klasik?

If you thought, "Three percent of the population likes classical music,

if only we could move it to four percent."

Kalau saja bisa dinaikkan jadi 4 persen. Bagaimana Anda akan berjalan?

How would you walk or talk? How would you be?

Bagaimana Anda berbicara? Bagaimana Anda akan menjadi?

If you thought, "Everybody loves classical music --

Jika Anda pikir semua orang suka musik klasik --

mereka hanya belum merasakannya saja."

they just haven't found out about it yet."

(Tertawa)

See, these are totally different worlds.

Masing-masing adalah dunia yang berbeda sepenuhnya.

Now, I had an amazing experience.

Saya juga memiliki pengalaman yang luar biasa. Waktu usia saya 45 tahun,

I was 45 years old,

saya telah menjadi konduktor selama 20 tahun, dan tiba-tiba menyadari

I'd been conducting for 20 years,

and I suddenly had a realization.

The conductor of an orchestra doesn't make a sound.

bahwa konduktor orkestra tidak membuat bunyi.

My picture appears on the front of the CD --

Foto saya dipasang di sampul CD --

(Tertawa)

(Laughter)

But the conductor doesn't make a sound.

-- tetapi konduktor tidak membuat bunyi.

He depends, for his power,

Kekuasaannya tergantung pada kemampuan untuk membuat orang lain berdaya.

on his ability to make other people powerful.

Dan itu mengubah segalanya bagi saya. Mengubah hidup saya sepenuhnya.

And that changed everything for me.

It was totally life-changing.

People in my orchestra said,

Para pemain orkestra saya berkata,

"Ben, what happened?" That's what happened.

"Ben, ada apa?" Itulah yang terjadi.

Saya tersadar bahwa tugas saya adalah untuk membangkitkan kebermungkinan dalam diri orang lain.

I realized my job was to awaken possibility in other people.

Dan tentu saja, saya ingin tahu apakah saya berhasil melakukannya.

And of course, I wanted to know whether I was doing that.

Ingint tahu cara saya mengetahuinya? Lihatlah pada mata mereka.

How do you find out?

You look at their eyes.

Jika mata mereka berbinar, maka Anda berhasil melakukannya.

If their eyes are shining, you know you're doing it.

You could light up a village with this guy's eyes.

Anda dapat menerangi sebuah desa dengan binar mata orang ini.

(Tertawa)

(Laughter)

Right. So if the eyes are shining, you know you're doing it.

Jadi jika mata mereka berbinar, maka Anda berhasil melakukannya.

Jika mata tak berbinar, Anda perlu mengajukan pertanyaan.

If the eyes are not shining, you get to ask a question.

Ini pertanyaannya:

And this is the question:

Siapa diri saya sehingga mata pemain saya tak berbinar?

who am I being

that my players' eyes are not shining?

We can do that with our children, too.

Kita dapat melakukannya juga dengan anak-anak kita.

Who am I being,

Siapa diri saya sehingga mata anak-anak saya tak berbinar?

that my children's eyes are not shining?

That's a totally different world.

Ini akan menciptakan dunia yang amat berbeda.

Now, we're all about to end this magical, on-the-mountain week,

Sekarang, kita semua akan mengakhiri satu minggu ajaib di gunung ini,

we're going back into the world.

dan kita akan kembali ke dunia nyata.

And I say, it's appropriate for us to ask the question,

Menurut saya, kita perlu mengajukan pertanyaan:

who are we being as we go back out into the world?

Siapa diri kita saat kita kembali ke dunia?

And you know, I have a definition of success.

Saya memiliki definisi sukses.

For me, it's very simple.

Definisi ini sangat sederhana. Tak berkaitan dengan harta, ketenaran dan kekuasaan.

It's not about wealth and fame and power.

Tapi tentang berapa banyak mata berbinar di sekitar saya.

It's about how many shining eyes I have around me.

So now, I have one last thought,

Hal terakhir yang ingin saya katakan,

which is that it really makes a difference what we say --

adalah apa yang kita katakan benar-benar dapat membuat perbedaan.

Kata-kata yang keluar dari mulut kita.

the words that come out of our mouth.

Saya belajar dari seorang perempuan yang selamat dari Auschwitz,

I learned this from a woman who survived Auschwitz,

one of the rare survivors.

salah satu dari sedikit yang selamat.

She went to Auschwitz when she was 15 years old.

Dia dijebloskan ke Auschwitz saat berusia 15 tahun,

And ...

adik laki-lakinya 8 tahun, dan orang tua mereka hilang.

And her brother was eight,

and the parents were lost.

And she told me this, she said,

Dia bercerita pada saya,

"We were in the train going to Auschwitz,

"Kami di atas kereta ke Auschwitz dan aku melihat ke bawah

and I looked down and saw my brother's shoes were missing.

dan melihat sepatu adikku hilang.

I said, 'Why are you so stupid, can't you keep your things together

Dan aku bilang, "Bodoh sekali! Kenapa sih tidak bisa menjaga barang sendiri?

for goodness' sake?'"

Dasar!" -- selayaknya seorang kakak perempuan

The way an elder sister might speak to a younger brother.

bicara dengan adik laki-lakinya.

Sayangnya, itu percakapan terakhir mereka

Unfortunately, it was the last thing she ever said to him,

karena dia tidak pernah melihat adiknya. Adiknya tewas.

because she never saw him again.

He did not survive.

And so when she came out of Auschwitz, she made a vow.

Jadi ketika keluar dari Auschwitz, dia bersumpah.

She told me this.

Dia berkata, "Saya keluar dari Auschwitz masih hidup

She said, "I walked out of Auschwitz into life

dan saya bersumpah. Yaitu tidak akan mengatakan apapun

and I made a vow.

And the vow was,

"I will never say anything that couldn't stand as the last thing I ever say."

yang tak cukup berharga untuk menjadi ucapan terakhir saya."

Bisakah kita melakukannya? Belum tentu. Kita bisa berbuat salah

Now, can we do that? No.

And we'll make ourselves wrong and others wrong.

dan orang lain berbuat salah. Tapi ini peluang untuk dijalani dalam hidup. Terima kasih.

But it is a possibility to live into.

Thank you.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Shining eyes.

Mata berbinar, mata berbinar.

(Applause)

Shining eyes.

(Applause)

Thank you, thank you.

Terima kasih, terima kasih.

(Musik)