Laura Boushnak: For these women, reading is a daring act

Translator: Nurzurani (Lusia) Nurdin Reviewer: Elizabeth Kwan

As an Arab female photographer,

Sebagai juru foto perempuan keturunan Arab,

I have always found ample inspiration for my projects in personal experiences.

saya selalu menemukan banyak inspirasi dari pengalaman pribadi.

The passion I developed for knowledge,

Ketertarikan saya terhadap ilmu pengetahuan,

which allowed me to break barriers towards a better life

yang membantu saya melewati rintangan menuju hidup yang lebih baik,

was the motivation for my project I Read I Write.

merupakan motivasi untuk proyek I Read I Write saya.

Pushed by my own experience,

Berangkat dari pengalaman pribadi,

as I was not allowed initially to pursue my higher education,

di mana awalnya saya tidak diizinkan untuk melanjutkan sekolah tingkat tinggi,

I decided to explore and document stories of other women

saya memutuskan untuk mencari dan mendokumentasikan cerita perempuan lain

who changed their lives through education,

yang mengubah hidup mereka melalui pendidikan,

while exposing and questioning the barriers they face.

sembari mengungkap dan mempertanyakan kendala yang mereka hadapi.

I covered a range of topics that concern women's education,

Saya meliput beragam topik berkenaan dengan pendidikan perempuan,

keeping in mind the differences among Arab countries

sambil mengingat perbedaan antara negara-negara Arab

due to economic and social factors.

yang disebabkan oleh faktor ekonomi dan sosial.

These issues include female illiteracy, which is quite high in the region;

Isunya mencakup buta aksara pada perempuan, yang cukup tinggi di region;

educational reforms; programs for dropout students;

reformasi pendidikan; program untuk pelajar putus sekolah;

and political activism among university students.

dan aktivisme politik pada pelajar universitas.

As I started this work,

Pada awalnya,

it was not always easy to convince the women to participate.

tidak mudah untuk meyakinkan para perempuan untuk berpartisipasi.

Only after explaining to them

Hanya setelah menjelaskan

how their stories might influence other women's lives,

pengaruh cerita mereka terhadap kehidupan perempuan lain,

how they would become role models for their own community, did some agree.

bahwa mereka akan menjadi panutan bagi komunitas mereka, barulah beberapa setuju.

Seeking a collaborative and reflexive approach,

Untuk pendekatan yang refleksif dan kolaboratif,

I asked them to write their own words and ideas

saya meminta mereka untuk menulis kata-kata dan ide-ide mereka

on prints of their own images.

di foto mereka sendiri.

Those images were then shared in some of the classrooms,

Gambar-gambar itu kemudian dibagikan di beberapa kelas,

and worked to inspire and motivate other women

dan berguna untuk mengilhami dan menyemangati perempuan lain

going through similar educations and situations.

yang menjalani pendidikan dan situasi yang sama.

Aisha, a teacher from Yemen, wrote,

Aisha, seorang guru dari Yemen, menulis,

"I sought education in order to be independent

"Aku menimba ilmu agar menjadi mandiri

and to not count on men with everything."

dan tidak selalu bergantung pada lelaki dalam semua hal."

One of my first subjects was Umm El-Saad from Egypt.

Salah satu subyek pertama saya adalah Umm El-Saad dari Mesir.

When we first met, she was barely able to write her name.

Ketika kami pertama bertemu, dia hampir tidak bisa menulis namanya.

She was attending a nine-month literacy program

Dia sedang menjalani program 9 bulan baca tulis

run by a local NGO in the Cairo suburbs.

yang diadakan oleh NGO lokal di pinggiran kota Kairo.

Beberapa bulan kemudian, dia bergurau bahwa suaminya

Months later, she was joking that her husband

had threatened to pull her out of the classes,

mengancam akan mengeluarkannya dari sekolah

as he found out that his now literate wife

karena istrinya yang sekarang bisa membaca

was going through his phone text messages.

memeriksa pesan teks di teleponnya.

(Laughter)

(Gelak tawa)

Naughty Umm El-Saad.

Umm El-Saad nakal.

Of course, that's not why Umm El-Saad joined the program.

Tentunya, bukan itu tujuan Umm El-Saad mengikuti programnya.

I saw how she was longing to gain control over her simple daily routines,

Saya melihat bagaimana dia ingin menguasai rutinitas hariannya yang sederhana,

small details that we take for granted,

hal-hal kecil yang kita anggap sepele,

from counting money at the market to helping her kids in homework.

dari menghitung uang di pasar sampai ke membantu PR anak-anaknya.

Despite her poverty and her community's mindset,

Terlepas dari kemiskinan dan pola pikir komunitasnya,

which belittles women's education,

yang menyepelekan pendidikan perempuan,

Umm El-Saad, along with her Egyptian classmates,

Umm El-Saad, dengan teman-teman Mesir di kelasnya,

was eager to learn how to read and write.

bersemangat untuk belajar baca tulis.

In Tunisia, I met Asma,

Saya bertemu Asma di Tunisia,

one of the four activist women I interviewed.

salah satu dari empat aktivis perempuan yang saya wawancarai.

The secular bioengineering student is quite active on social media.

Mahasiswi bioteknologi yang sekuler ini cukup aktif di media sosial.

Regarding her country, which treasured what has been called the Arab Spring,

Tentang negaranya, yang memandang penting peristiwa Arab Spring,

she said, "I've always dreamt of discovering a new bacteria.

ia berkata, "Aku selalu bermimpi untuk menemukan bakteri baru.

Now, after the revolution, we have a new one every single day."

Sekarang, setelah revolusi, kami menemukan bakteri baru setiap hari."

Asma was referring to the rise of religious fundamentalism in the region,

Perkataan Asma mengacu kepada kemunculan fundamentalis agama di daerahnya,

which is another obstacle to women in particular.

yang merupakan sebuah kendala khususnya bagi perempuan.

Out of all the women I met, Fayza from Yemen affected me the most.

Dari semua perempuan yang saya temui, Fayza dari Yemen-lah yang paling berkesan.

Fayza was forced to drop out of school at the age of eight when she was married.

Fayza dipaksa putus sekolah pada umur delapan tahun saat ia dinikahkan.

That marriage lasted for a year.

Pernikahan itu bertahan satu tahun.

At 14, she became the third wife of a 60-year-old man,

Pada umur 14, dia menjadi istri ketiga dari seorang pria umur 60 tahun,

and by the time she was 18, she was a divorced mother of three.

dan pada umur 18 tahun, dia sudah bercerai dengan tiga orang anak.

Despite her poverty,

Terlepas dari kemiskinannya,

despite her social status as a divorcée in an ultra-conservative society,

status sosialnya sebagai janda cerai di dalam komunitas yang sangat konservatif,

and despite the opposition of her parents to her going back to school,

dan meskipun orang tuanya menentangnya kembali sekolah,

Fayza knew that her only way to control her life was through education.

Fayza tahu satu-satunya cara mengendalikan hidupnya ialah melalui pendidikan.

She is now 26.

Sekarang umurnya 26 tahun.

She received a grant from a local NGO

Dia menerima bantuan dari sebuah NGO lokal

to fund her business studies at the university.

untuk membiayai studi bisnisnya di universitas.

Her goal is to find a job, rent a place to live in,

Cita-citanya adalah mendapatkan pekerjaan, menyewa tempat tinggal,

and bring her kids back with her.

dan membawa anaknya tinggal bersamanya.

The Arab states are going through tremendous change,

Negara-negara Arab sedang mengalami perubahan besar,

and the struggles women face are overwhelming.

dan perempuan menghadapi tantangan yang luar biasa.

Just like the women I photographed,

Seperti para perempuan yang saya foto,

I had to overcome many barriers to becoming the photographer I am today,

saya harus melalui banyak rintangan untuk menjadi juru foto seperti sekarang ini,

many people along the way telling me what I can and cannot do.

banyak orang mendikte apa yang bisa dan tidak bisa saya lakukan.

Umm El-Saad, Asma and Fayza, and many women across the Arab world,

Umm El-Saad, Asma dan Fayza, dan banyak perempuan di berbagai negara Arab,

show that it is possible to overcome barriers to education,

menunjukkan bahwa rintangan menuju pendidikan bisa dilalui,

which they know is the best means to a better future.

bahwa pendidikan adalah cara terbaik untuk masa depan lebih cerah.

And here I would like to end with a quote by Yasmine,

Saya ingin menyudahi dengan sebuah kutipan dari Yasmine,

one of the four activist women I interviewed in Tunisia.

satu dari empat aktivis perempuan yang saya wawancarai di Tunisia.

Yasmine wrote,

Yasmine menulis,

"Question your convictions.

"Pertanyakan keyakinanmu.

Be who you to want to be, not who they want you to be.

Jadilah seseorang yang Anda inginkan, bukan yang mereka inginkan.

Don't accept their enslavement, for your mother birthed you free."

Jangan terima perbudakan mereka, karena ibumu melahirkanmu merdeka."

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)