The power of believing that you can improve | Carol Dweck | TED

Translator: Sukmawati N. Susanti Reviewer: Agoes Santosa

The power of yet.

Kekuatan kata "belum"

I heard about a high school in Chicago

Saya mendengar tentang sebuah sekolah di Chicago

where students had to pass a certain number of courses to graduate,

dimana para siswa harus melalui

beberapa mata pelajaran untuk lulus,

and if they didn't pass a course, they got the grade "Not Yet."

dan jika tidak lulus di satu pelajaran,

mereka mendapat nilai "belum".

Dan saya berpikir itu luar biasa,

And I thought that was fantastic,

because if you get a failing grade, you think, I'm nothing, I'm nowhere.

karena jika anda gagal, anda pikir,

saya bukan apa-apa, saya jalan ditempat

But if you get the grade "Not Yet",

Namun jika anda mendapat nilai "Belum",

you understand that you're on a learning curve.

anda mengerti bahwa anda berada pada kurva proses belajar.

It gives you a path into the future.

Hal itu membawa anda pada jalan menuju masa depan.

"Not Yet" also gave me insight

Kata "Belum" memberi saya pemahaman

mengenai peristiwa penting di awal karir saya,

into a critical event early in my career,

a real turning point.

titik balik sebenarnya.

I wanted to see

Saya ingin melihat

how children coped with challenge and difficulty,

bagaimana anak-anak mengatasi tantangan dan kesulitan.

so I gave 10-year-olds

Maka saya memberikan anak umur 10 tahun

problems that were slightly too hard for them.

masalah yang sedikit sulit untuk mereka.

Beberapa dari mereka

Some of them reacted in a shockingly positive way.

secara tidak terduga menanggapinya dengan positif.

Mereka berkata sesuatu seperti, "Saya suka tantangan,"

They said things like, "I love a challenge,"

atau, "kamu tahu, saya tadi berharap

or, "You know, I was hoping this would be informative."

hal ini akan bersifat informatif."

They understood that their abilities could be developed.

Mereka paham bahwa kemampuan mereka

dapat dikembangkan.

They had what I call a growth mindset.

Mereka memiliki apa yang saya sebut

mindset berkembang ("growth mindset").

But other students felt it was tragic, catastrophic.

Namun siswa yang lain merasa

masalah tersebut tragis, sebuah bencana

From their more fixed mindset perspective,

berasal dari pola berpikir mereka yang lebih kaku ("fixed-mindset"),

kecerdasan mereka telah terpaku pada suatu penilaian

their intelligence had been up for judgment,

and they failed.

dan mereka gagal.

Alih-alih menggunakan

Instead of luxuriating in the power of yet,

kekuatan konsep "masih belum"

they were gripped in the tyranny of now.

mereka terjebak dalam tirani konsep "sekarang".

So what do they do next?

Jadi apa yang mereka lakukan?

I'll tell you what they do next.

Saya beritahu apa yang lalu mereka lakukan.

Dalam sebuah penelitian,

In one study, they told us they would probably cheat the next time

mereka berkata mungkin kali ini akan curang,

instead of studying more if they failed a test.

alih-alih belajar lagi ketika mereka gagal dalam test.

In another study, after a failure,

Dalam penelitian yang lain, setelah sebuah kegagalan,

they looked for someone who did worse than they did

mereka mencari orang lain yang hasilnya jauh lebih buruk dari mereka

so they could feel really good about themselves.

sehingga mereka merasa lebih baik.

Dalam satu penelitian ke penelitian lain,

And in study after study, they have run from difficulty.

mereka lari dari kesulitan.

Scientists measured the electrical activity from the brain

Para peneliti

mengukur aktifitas listrik di otak

as students confronted an error.

saat siswa diperhadapkan dengan sebuah kekeliruan.

On the left, you see the fixed-mindset students.

Gambar sebelah kiri adalah

pola berpikir yang menetap ("fixed-mindset").

There's hardly any activity.

Tidak ada aktifitas apapun yang terjadi.

They run from the error.

Mereka lari dari kekeliruan.

Mereka tidak melibatkan diri.

They don't engage with it.

But on the right, you have the students with the growth mindset,

Namun, di sebelah kanan adalah

gambar otak siswa dengan cara berpikir pertumbuhan

the idea that abilities can be developed.

yang memiliki ide bahwa

kemampuan dapat dikembangkan.

Mereka melibatkan diri secara mendalam.

They engage deeply.

Their brain is on fire with yet.

Otak mereka menyala dengan "masih belum".

Mereka melibatkan diri secara mendalam.

They engage deeply.

They process the error.

Mereka memproses kekeliruan tersebut.

They learn from it and they correct it.

Mereka belajar darinya dan memperbaikinya.

How are we raising our children?

Bagaimana kita membesarkan anak-anak kita?

Are we raising them for now instead of yet?

Apakah kita membesarkannya untuk keadaan saat ini

daripada untuk masa depan?

Are we raising kids who are obsessed with getting As?

Apakah kita membesarkan anak-anak

yang terobsesi mendapat nilai A?

Are we raising kids who don't know how to dream big dreams?

Apakah kita membesarkan anak

yang tidak tahu bagaimana memimpikan mimpi besar?

Their biggest goal is getting the next A, or the next test score?

Tujuan terbesar mereka mendapat nilai A selanjutnya

atau nilai tes selanjutnya?

And are they carrying this need for constant validation with them

dan apakah mereka membawa

kebutuhan akan validasi yang terus-menerus

dalam diri mereka ke kehidupan di masa depan?

into their future lives?

Mungkin karena para bos datang dan berkata pada saya,

Maybe, because employers are coming to me and saying,

kita telah membesarkan sebuah generasi

"We have already raised a generation

of young workers who can't get through the day

profesional muda yang tidak dapat melalui hari

without an award."

tanpa sebuah penghargaan.

So what can we do?

Jadi apa yang bisa kita lakukan?

How can we build that bridge to yet?

Bagaimana kita membangun jembatan menuju "masih belum"?

Here are some things we can do.

Ini ada beberapa cara yang bisa kita lakukan.

First of all, we can praise wisely,

Pertama-tama, kita dapat memberi pujian secara bijak,

not praising intelligence or talent.

bukan memuji kecerdasan atau bakat.

That has failed.

Cara itu sudah gagal.

Don't do that anymore.

Jangan lakukan hal itu lagi.

But praising the process that kids engage in,

Tetapi pujilah proses yang dilalui anak-anak tersebut:

their effort, their strategies, their focus, their perseverance,

usaha mereka, strategi mereka,

fokus mereka, ketekunan mereka, perkembangan mereka.

their improvement.

This process praise creates kids who are hardy and resilient.

Pujian akan proses tersebut

menghasilkan anak-anak yang kuat dan tahan banting.

There are other ways to reward yet.

Masih ada beberapa cara untuk menghargai sikap "masih belum".

We recently teamed up with game scientists

Baru saja kami bekerja sama dengan pakar ilmu permainan

from the University of Washington

dari Universitas Washington

to create a new online math game that rewarded yet.

untuk membuat sebuah permainan matematika online

yang memberi upah atas usahanya.

In this game, students were rewarded for effort, strategy and progress.

Di permainan ini, siswa dihargai untuk usaha, strategi dan progres.

The usual math game

Permainan matematika pada umumnya

rewards you for getting answers right, right now,

menghadiahi siswa yang menjawab dengan benar saat itu juga,

but this game rewarded process.

namun permainan ini menghargai proses.

And we got more effort,

Dan kami mendapat lebih banyak usaha,

lebih banyak strategi,

more strategies,

more engagement over longer periods of time,

lebih banyak keterlibatan selama jangka waktu yang lama,

and more perseverance when they hit really, really hard problems.

dan lebih banyak ketekunan

ketika mereka menghadapi masalah yang sangat sulit.

Hanya kata-kata "masih" atau "belum",

Just the words "yet" or "not yet," we're finding,

kami menemukan,

give kids greater confidence,

memberi anak-anak kepercayaan diri yang lebih,

give them a path into the future that creates greater persistence.

memberi mereka jalan menuju masa depan

yang menghasilkan kegigihan yang lebih kuat

And we can actually change students' mindsets.

dan kita sebenarnya bisa mengubah cara berpikir siswa.

In one study, we taught them

Dalam sebuah penelitian, kami mengajarkan mereka

that every time they push out of their comfort zone

bahwa setiap kali mereka keluar dari zona nyaman

to learn something new and difficult,

untuk belajar sesuatu yang baru dan sulit,

sel-sel neuron dalam otak mereka

the neurons in their brain can form new, stronger connections,

dapat membentuk jaringan baru yang lebih kuat

and over time, they can get smarter.

dan sejalan dengan waktu mereka menjadi lebih pandai.

Look what happened: In this study,

Lihat apa yang terjadi: pada penelitian ini,

students who were not taught this growth mindset

para siswa yang tidak diajari cara berpikir berkembang

continued to show declining grades over this difficult school transition,

tetap menunjukan penurunan nilai terhadap transisi sekolah yang sulit,

tetapi mereka yang diajarkan pelajaran cara berpikir ini,

but those who were taught this lesson showed a sharp rebound in their grades.

menunjukkan peningkatan yang melambung

We have shown this now, this kind of improvement,

Kami telah menunjukkannya saat ini,

perkembangan semacam ini,

with thousands and thousands of kids, especially struggling students.

melalui ribuan anak-anak,

khususnya para siswa yang mengalami kesulitan.

Mari kita berbicara mengenai kesetaraan.

So let's talk about equality.

In our country, there are groups of students

Di negara kami, ada kelompok murid

who chronically underperform,

yang kurang berprestasi,

for example, children in inner cities,

contohnya, anak-anak di dalam kota,

or children on Native American reservations.

atau yang ada dalam perlindungan suku asli Amerika.

And they've done so poorly for so long

Dan prestasi yang kurang ini terjadi sudah sangat lama

that many people think it's inevitable.

sehingga banyak orang berpikir hal ini tidak bisa dihindari.

But when educators create growth mindset classrooms

Namun jika para pendidik

menciptakan ruang kelas dengan cara pikir berkembang

steeped in yet,

yang berakar pada "masih belum",

equality happens.

kesetaraan terjadi.

And here are just a few examples.

Dan berikut adalah beberapa contoh.

Dalam satu tahun,

In one year, a kindergarten class in Harlem, New York

sebuah kelas TK di Harlem, New York

scored in the 95th percentile

mencapai angka 95 persen

on the national achievement test.

pada Tes Prestasi Nasional.

Many of those kids could not hold a pencil

Banyak dari anak-anak tersebut tidak dapat memegang pensil

ketika masuk sekolah.

when they arrived at school.

In one year,

Dalam satu tahun,

fourth-grade students in the South Bronx, way behind,

siswa-siswa kelas empat di Bronx Selatan,

yang tertinggal jauh,

became the number one fourth-grade class in the state of New York

menjadi kelas empat nomer satu di negara bagian New York

on the state math test.

pada tes matematika.

Dalam satu sampai satu setengah tahun,

In a year, to a year and a half,

Native American students in a school on a reservation

Siswa bersuku asli Amerika

yang bersekolah di tempat perlindungan,

went from the bottom of their district to the top,

beranjak dari level bawah wilayah mereka ke atas,

and that district included affluent sections of Seattle.

dan wilayah tersebut termasuk bagian wilayah makmur di Seattle.

So the Native kids outdid the Microsoft kids.

Jadi anak-anak suku asli itu mengalahkan anak-anak Microsoft.

This happened because the meaning of effort and difficulty were transformed.

Hal ini terjadi karena arti sebuah usaha dan tantangan

Before, effort and difficulty

Sebelumnya, usaha dan tantangan membuat mereka merasa bodoh,

made them feel dumb, made them feel like giving up,

membuat mereka merasa putus asa,

but now, effort and difficulty,

Namun sekarang, usaha dan tantangan,

that's when their neurons are making new connections,

itulah saat neuron mereka membangun sebuah jaringan baru,

stronger connections.

jaringan yang makin kuat.

That's when they're getting smarter.

Saat itulah mereka menjadi semakin cerdas.

I received a letter recently from a 13-year-old boy.

Saya mendapat sebuah surat dari anak laki-laki usia 13 tahun.

He said, "Dear Professor Dweck,

Ia berkata, "Salam Profesor Dweck,

I appreciate that your writing is based on solid scientific research,

Saya menghargai bahwa tulisan anda

berdasarkan pada penelitian ilmiah murni,

oleh karena itu saya memutuskan untuk mempraktekannya.

and that's why I decided to put it into practice.

Saya memberi usaha lebih lagi untuk tugas sekolah,

I put more effort into my schoolwork,

untuk hubungan saya dengan keluarga,

into my relationship with my family,

dan hubungan saya dengan teman-teman di sekolah,

and into my relationship with kids at school,

and I experienced great improvement in all of those areas.

dan saya mengalami perkembangan luar biasa

di area-area tersebut.

I now realize I've wasted most of my life."

Sekarang saya menyadari

bahwa saya telah menyia-nyiakan sebagian besar waktu di hidup saya."

Let's not waste any more lives,

Mari kita tidak menyia-nyiakan lagi kehidupan lainnya,

karena begitu kita tahu

because once we know

that abilities are capable of such growth,

bahwa kemampuan dapat begitu berkembang,

it becomes a basic human right for children, all children,

hal ini menjadi hak asasi dasar manusia untuk anak-anak,

semua anak, untuk hidup di tempat yang menciptakan perkembangan,

to live in places that create that growth,

to live in places filled with "yet".

untuk hidup di tempat dipenuhi dengan konsep "masih belum".

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)