Jane Fonda: Life's third act

Translator: Damaarti Setyoningrum Reviewer: Antonius Yudi Sendjaja

Banyak revolusi telah terjadi

There have been many revolutions over the last century,

selama abad terakhir,

but perhaps none as significant as the longevity revolution.

tapi mungkin tidak ada yang lebih penting

daripada revolusi penambahan usia.

We are living on average today 34 years longer

Rata-rata saat ini kita hidup

34 tahun lebih lama daripada kakek buyut kita.

than our great-grandparents did -- think about that.

Coba pikirkan itu.

That's an entire second adult lifetime

Itu berarti seluruh waktu hidup kedua seorang dewasa.

that's been added to our lifespan.

telah ditambahkan pada usia kita.

And yet, for the most part,

Akan tetapi dalam banyak hal

our culture has not come to terms with what this means.

budaya kita belum memahami arti dari hal ini.

We're still living with the old paradigm

Kita masih hidup dengan paradigma lama

of age as an arch.

bahwa usia berbentuk seperti kurva.

That's the metaphor, the old metaphor.

Itulah metaforanya, metafora kuno.

You're born, you peak at midlife

Anda lahir, mencapai puncak saat paruh baya

and decline into decrepitude.

dan menurun di usia tua.

(Laughter)

(Tawa)

Age as pathology.

Usia sebagai ilmu penyakit.

Tapi banyak orang saat ini --

But many people today -- philosophers, artists, doctors, scientists --

filsuf, seniman, doktor, ilmuwan --

are taking a new look at what I call "the third act" --

mulai memiliki cara pandang pada apa yang saya sebut aksi ketiga,

tiga dekade terakhir dalam hidup.

the last three decades of life.

They realize that this is actually a developmental stage of life

Mereka sadar bahwa ini adalah tahap perkembangan hidup

with its own significance,

dengan maknanya sendiri --

yang berbeda dari kehidupan paruh baya

as different from midlife as adolescence is from childhood.

seperti masa remaja berbeda dari masa kanak-kanak.

And they are asking -- we should all be asking:

Dan mereka menanyakan -- seharusnya kita semua menanyakan

bagaimana kita bisa menggunakan waktu ini?

How do we use this time?

How do we live it successfully?

Bagaimana kita bisa menggunakannya dengan sukses?

What is the appropriate new metaphor for aging?

Apa metafora baru yang sesuai

untuk penuaan?

I've spent the last year researching and writing about this subject.

Saya menghabiskan setahun terakhir untuk meneliti dan menulis tentang hal ini

dan saya menemukan

And I have come to find that a more appropriate metaphor for aging

metafora yang lebih sesuai untuk penuaan

is a staircase --

adalah anak tangga --

peningkatan ke atas dari jiwa seseorang

the upward ascension of the human spirit,

bringing us into wisdom, wholeness, and authenticity.

membawa kita pada kebijaksanaan, kepenuhan

dan kesejatian.

Age not at all as pathology.

Usia bukanlah ilmu penyakit;

usia adalah potensi.

Age as potential.

And guess what?

Dan coba tebak?

This potential is not for the lucky few.

Potensi ini bukan hanya untuk sebagian orang.

It turns out, most people over 50

Ternyata,

kebanyakan orang di atas 50 tahun

feel better, are less stressed, less hostile, less anxious.

merasa lebih baik, berkurang stressnya,

lebih ramah dan lebih tenang.

Kita cenderung melihat kesamaan

We tend to see commonalities more than differences.

ketimbang perbedaan.

Some of the studies even say we're happier.

Beberapa kajian bahkan mengatakan

kita lebih bahagia.

(Laughter)

This is not what I expected, trust me.

Percayalah, ini bukanlah hal yang saya kira.

Saya lahir di garis keturunan yang penuh dengan depresi.

I come from a long line of depressives.

Saat usia saya mendekati akhir 40an

As I was approaching my late 40s,

saat saya bangun di pagi hari

when I would wake up in the morning,

enam hal pertama yang saya pikirkan semuanya negatif.

my first six thoughts would all be negative.

Dan saya menjadi takut.

And I got scared.

I thought, "Oh my gosh. I'm going to become a crotchety old lady."

Saya berpikir, ya Tuhan.

Saya akan menjadi wanita tua yang menyebalkan.

But now that I am actually smack-dab in the middle of my own third act,

Tapi sekarang saya berada di tengah aksi ketiga saya,

Saya menyadari tidak pernah sebahagia ini.

I realize I've never been happier.

Saya memiliki kekuatan penuh pada hidup saya

I have such a powerful feeling of well-being.

And I've discovered

dan saya menemukan

that when you're inside oldness,

saat Anda berada di dalam usia tua

as opposed to looking at it from the outside,

bertentangan dengan jika melihatnya dari luar,

ketakutan mereda.

fear subsides.

You realize you're still yourself --

Anda sadar, Anda masih menjadi diri sendiri --

maybe even more so.

bahkan mungkin lebih.

Picasso once said, "It takes a long time to become young."

Picasso pernah berkata, "Butuh waktu yang lama untuk menjadi muda."

(Laughter)

(Tawa)

I don't want to romanticize aging.

Saya tidak mau meromantisir penuaan.

Obviously, there's no guarantee

Tapi jelas, tidak ada jaminan

that it can be a time of fruition and growth.

bahwa itu bisa menjadi waktu untuk tumbuh dan berbuah.

Sebagian dari itu adalah karena keberuntungan.

Some of it is a matter of luck.

Sebagian, sudah jelas, karena keturunan.

Some of it, obviously, is genetic.

One third of it, in fact, is genetic.

Sebenarnya sepertiga dari hal itu adalah keturunan.

Tidak banyak yang bisa kita lakukan akan hal itu.

And there isn't much we can do about that.

But that means that two-thirds of how well we do in the third act,

Tapi itu berarti bahwa dua pertiga

dari seberapa baik kita pada aksi ketiga hidup,

bisa kita usahakan.

we can do something about.

Kita akan bicara tentang apa yang bisa kita lakukan

We're going to discuss what we can do

to make these added years really successful,

untuk menjadikan tahun tambahan ini menjadi sukses

and use them to make a difference.

dan menggunakan itu untuk membuat perbedaan.

Sekarang saya akan mencoba menjelaskan tentang tangga,

Now, let me say something about the staircase,

yang tampaknya metafora yang aneh tentang orang tua

which may seem like an odd metaphor for seniors,

melihat kenyataan bahwa banyak orang tua sulit menaikinya.

given the fact that many seniors are challenged by stairs.

(Tawa)

(Laughter)

Myself included.

Termasuk saya sendiri.

Seperti yang Anda tahu,

As you may know, the entire world operates on a universal law:

seluruh dunia bekerja menggunakan hukum universal:

entropi, hukum kedua dari termodinamika.

entropy, the second law of thermodynamics.

Entropy means that everything in the world -- everything --

Entropi berarti bahwa semua yang ada di dunia, semuanya,

is in a state of decline and decay --

sedang menurun dan menjadi rusak,

sebuah busur.

the arch.

There's only one exception to this universal law,

Hanya ada satu pengecualian dalam hukum universal ini,

yaitu jiwa manusia,

and that is the human spirit,

yang bisa terus berkembang ke atas --

which can continue to evolve upwards, the staircase,

layaknya tangga --

bringing us into wholeness, authenticity, and wisdom.

membawa kita pada kepenuhan,

kesejatian dan kebijaksanaan.

And here's an example of what I mean.

Dan ini adalah contoh dari yang saya maksudkan.

Peningkatan ke atas ini

This upward ascension

bisa terjadi bahkan saat menghadapi tantangan fisik ekstrim.

can happen even in the face of extreme physical challenges.

About three years ago, I read an article in the New York Times.

Kurang lebih tiga tahun yang lalu,

saya membaca artikel di New York Times

tentang seorang pria bernama Neil Selinger --

It was about a man named Neil Selinger --

seorang pensiunan pengacara berusia 57 tahun--

57 years old, a retired lawyer,

who had joined the writers' group at Sarah Lawrence,

yang bergabung dengan grup penulis di Sarah Lawrence

where he found his writer's voice.

dimana dia menemukan suara penulisannya.

Two years later,

Dua tahun kemudian,

he was diagnosed with ALS, commonly known as Lou Gehrig's disease.

dia didiagnosa menderita ALS, yang dikenal dengan penyakit Lou Gehrig's.

Penyakit yang mengerikan dan fatal.

It's a terrible disease. It's fatal.

It wastes the body, but the mind remains intact.

Penyakit yang melumpuhkan badan, tapi pikirannya tetap utuh.

In this article, Mr. Selinger wrote the following

Di dalam artikel ini, Bapak Selinger menulis

hal yang terjadi pada dirinya.

to describe what was happening to him.

Dan saya mengutip,

And I quote:

"As my muscles weakened,

"Walaupun otot saya melemah,

tulisan saya menjadi lebih kuat.

my writing became stronger.

As I slowly lost my speech,

Walaupun saya tidak bisa bicara lagi,

I gained my voice.

saya mendapatkan suara saya.

As I diminished, I grew.

Walaupun saya hilang, saya bertumbuh.

Walaupun saya kehilangan banyak,

As I lost so much,

tapi akhirnya saya mulai menemukan diri saya."

I finally started to find myself."

Bagi saya, Neil Selinger

Neil Selinger, to me,

is the embodiment of mounting the staircase

adalah contoh dari perumpamaan sebuah tangga

dalam aksi ketiganya.

in his third act.

Now we're all born with spirit, all of us,

Kita semua lahir dengan jiwa

tapi seringkali jiwa itu menjadi tertekan

but sometimes it gets tamped down beneath the challenges of life,

di bawah tantangan hidup,

violence, abuse, neglect.

kekerasan, penyiksaan, kelalaian.

Perhaps our parents suffered from depression.

Mungkin orang tua kita mengalami depresi.

Mungkin mereka tidak sanggup mencintai kita

Perhaps they weren't able to love us beyond how we performed in the world.

tanpa memandang bagaimana pencapaian kita di dunia ini.

Mungkin kita masih menderita

Perhaps we still suffer from a psychic pain, a wound.

karena luka batin, luka hati.

Mungkin kita merasa bahwa beberapa hubungan kita tidak berakhir dengan baik

Perhaps we feel that many of our relationships

have not had closure.

sehingga kita merasa tidak tuntas.

And so we can feel unfinished.

Perhaps the task of the third act

Mungkin tujuan dari aksi ketiga

adalah menyelesaikan tugas dalam menyelesaikan diri sendiri.

is to finish up the task of finishing ourselves.

For me, it began as I was approaching my third act, my 60th birthday.

Bagi saya, hal itu dimulai saat saya mendekati aksi ketiga saya,

pada ulang tahun saya yang ke-60.

How was I supposed to live it?

Bagaimana saya harus menjalaninya?

What was I supposed to accomplish in this final act?

Apa yang seharusnya saya capai dalam aksi terakhir saya?

And I realized that, in order to know where I was going,

Dan saya sadar, untuk tahu ke mana arah saya,

I had to know where I'd been.

saya harus tahu di mana saya pernah berada.

Jadi saya kembali

And so I went back and I studied my first two acts,

dan saya mempelajari dua aksi pertama saya,

mencoba melihat di mana saya berada sebelumnya,

trying to see who I was then,

who I really was, not who my parents or other people told me I was,

siapa saya sesungguhnya --

bukan bagaimana perkataan atau perlakuan orang tua dan orang lain

tentang diri saya.

or treated me like I was.

Tapi siapa saya? Siapa orang tua saya --

But who was I?

Who were my parents -- not as parents, but as people?

bukan sebagai orang tua, tapi sebagai manusia?

Siapa kakek dan nenek saya?

Who were my grandparents?

How did they treat my parents?

Bagaimana mereka memperlakukan orang tua saya?

These kinds of things.

Hal-hal seperti ini,

saya temukan beberapa tahun setelahnya

I discovered, a couple of years later,

di mana proses yang telah saya lalui ini

that this process that I had gone through

dikenal oleh psikolog sebagai

is called by psychologists "doing a life review."

"melakukan tinjauan hidup."

And they say it can give new significance and clarity and meaning

Dan mereka berkata itu bisa memberikan makna,

kejelasan, dan arti baru

to a person's life.

dalam hidup seseorang.

You may discover, as I did,

Sama seperti saya, Anda akan menemukan

that a lot of things that you used to think were your fault,

bahwa banyak hal yang pernah Anda pikirkan adalah salah Anda,

banyak hal yang Anda sering pikir tentang diri Anda sendiri,

a lot of things you used to think about yourself,

sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Anda.

really had nothing to do with you.

Itu bukan salah Anda; Anda baik-baik saja.

It wasn't your fault; you're just fine.

Dan Anda mampu untuk kembali

And you're able to go back and forgive them.

dan memaafkan mereka

lalu memaafkan diri sendiri.

And forgive yourself.

Anda mampu untuk membebaskan diri Anda

You're able to free yourself

dari masa lalu Anda.

from your past.

Anda bisa berusaha untuk mengubah

You can work to change your relationship to your past.

hubungan dengan masa lalu Anda.

Kini, saat saya menulis tentang hal ini,

Now while I was writing about this,

saya menemukan buku berjudul "Seorang Pria mencari Arti Hidup"

I came upon a book called "Man's Search for Meaning"

karangan Viktor Frankl.

by Viktor Frankl.

Viktor Frankl adalah Psikiater Jerman

Viktor Frankl was a German psychiatrist

who'd spent five years in a Nazi concentration camp.

yang pernah hidup dalam barak konsentrasi Nazi selama lima tahun.

And he wrote that, while he was in the camp,

Dan dia menulis bahwa saat dia berada di sana

he could tell, should they ever be released,

dia bisa tahu, apakah mereka akan dilepaskan,

which of the people would be OK, and which would not.

mana dari mereka yang akan baik-baik saja

dan mana yang tidak.

Dia menuliskan hal ini:

And he wrote this:

"Semua hal dalam hidup Anda bisa diambil dari Anda

"Everything you have in life can be taken from you

kecuali satu hal,

except one thing:

kebebasan Anda untuk memilih

your freedom to choose how you will respond to the situation.

bagaimana Anda akan menanggapi

keadaan yang ada.

Ini adalah hal yang menentukan

This is what determines the quality of the life we've lived --

kualitas hidup yang selama ini kita jalani --

not whether we've been rich or poor,

bukan dari apakah kita kaya atau miskin,

terkenal atau tidak,

famous or unknown,

healthy or suffering.

sehat atau sakit.

What determines our quality of life is how we relate to these realities,

Apa yang menentukan kualitas hidup kita

adalah bagaimana kita terhubung dengan kenyataan ini,

what kind of meaning we assign them,

arti apa yang kita berikan padanya,

what kind of attitude we cling to about them,

perilaku apa yang kita lekatkan pada hal itu,

keadaan pikiran bagaimana yang bisa memicu hal itu."

what state of mind we allow them to trigger."

Mungkin tujuan utama dari aksi ketiga

Perhaps the central purpose of the third act

is to go back and to try, if appropriate,

adalah kembali dan mencoba, jika itu hal yang tepat,

to change our relationship to the past.

untuk mengubah hubungan kita

dengan masa lalu.

It turns out that cognitive research shows

Ternyata penelitian kognitif menunjukkan

saat kita bisa melakukan ini,

when we are able to do this,

it manifests neurologically --

hal itu terwujud dalam sistem syaraf --

neural pathways are created in the brain.

jalur saraf yang tercipta di dalam otak.

You see, if you have, over time,

Anda lihat seiring dengan waktu,

reacted negatively to past events and people,

akan bereaksi secara negatif pada peristiwa dan orang di masa lalu,

jalur syaraf ditentukan oleh

neural pathways are laid down

by chemical and electrical signals that are sent through the brain.

sinyal kimia dan elektronik yang dikirim melalui otak.

Dan seiring dengan waktu, jalur syaraf ini menjadi terhubung

And over time, these neural pathways become hardwired.

dan menjadi norma --

They become the norm -- even if it's bad for us,

bahkan walau hal itu tidak baik untuk kita

because it causes us stress and anxiety.

karena itu membuat kita menjadi stress dan cemas.

Tapi bila,

If, however,

we can go back and alter our relationship,

kita bisa kembali dan mengubah hubungan kita,

re-vision our relationship to past people and events,

memvisikan kembali hubungan kita

pada peristiwa dan orang di masa lalu,

neural pathways can change.

jalur pikiran bisa berubah.

And if we can maintain the more positive feelings

Dan bila kita bisa mempertahankan

perasaan lebih positif tentang masa lalu,

about the past,

that becomes the new norm.

dan itu menjadi norma baru.

It's like resetting a thermostat.

Sama seperti mereset ulang alat pengatur panas.

Ini bukanlah tentang pengalaman

It's not having experiences

yang membuat kita menjadi bijaksana,

that makes us wise.

tapi bagaimana mencerminkan apa yang kita pernah alami

It's reflecting on the experiences that we've had that makes us wise

yang membuat kita bijaksana --

and that helps us become whole,

dan hal itu membantu kita menjadi utuh,

brings wisdom and authenticity.

menjadi semakin bijaksana dan tulus.

It helps us become what we might have been.

Itu membantu kita menjadi siapa kita sebenarnya.

Women start off whole, don't we?

Wanita selalu memulai dengan sempurna, kan?

I mean, as girls, we're feisty -- "Yeah? Who says?"

Maksudnya, sebagai perempuan, kita selalu penuh semangat -- "O ya, kata siapa?"

(Laughter)

Kita memiliki agensi.

We have agency.

We are the subjects of our own lives.

Kita adalah subjek dari hidup kita.

Tapi seringkali,

But very often,

many, if not most of us, when we hit puberty,

banyak, bila tidak semua, saat mencapai akil balik,

we start worrying about fitting in and being popular.

kita mulai khawatir akan bagaimana beradaptasi dan menjadi populer.

And we become the subjects and objects of other people's lives.

Dan kita menjadi subjek dan objek dari kehidupan orang.

Tapi sekarang, dalam aksi ketiga kita,

But now, in our third acts,

mungkin saja

it may be possible for us to circle back to where we started,

kita kembali ke tempat kita memulai

dan mengerti hal itu untuk pertama kalinya.

and know it for the first time.

Dan bila kita bisa melakukan itu,

And if we can do that,

it will not just be for ourselves.

itu bukan hanya untuk diri kita sendiri.

Older women are the largest demographic in the world.

Wanita yang lebih tua

adalah populasi terbesar di dunia.

Bila kita bisa kembali dan mendefinisikan diri kita sendiri

If we can go back and redefine ourselves

dan menjadi utuh,

and become whole,

hal ini akan menciptakan perubahan budaya di dunia,

this will create a cultural shift in the world,

and it will give an example to younger generations

dan ini akan memberikan contoh bagi generasi muda

sehingga mereka bisa memikirkan kembali jangka hidup mereka sendiri.

so that they can reconceive their own lifespan.

Thank you very much.

Terima kasih banyak.

(Applause)

(Tepuk tangan)