Lakshmi Pratury: The lost art of letter-writing

Translator: Taibah Istiqamah Reviewer: Ahmad Zakky Habibie

So I thought, "I will talk about death."

Jadi saya berpikr, "Saya akan bicara kematian."

Seemed to be the passion today.

Sepertinya menjadi semangat hari ini.

Actually, it's not about death.

Sebenarnya, ini bukan tentang kematian.

It's inevitable, terrible, but really what I want to talk about is,

Ini tak terhindarkan, menakutkan, tapi sebenarnya yang ingin saya bicarakan adalah,

I'm just fascinated by the legacy people leave when they die.

Saya kagum dengan warisan yang ditinggalkan orang ketika mereka meninggal.

That's what I want to talk about.

Itulah yang ingin saya bicarakan.

So Art Buchwald left his legacy of humor with a video

Jadi Art Buchwald meninggalkan warisan humor dengan sebuah video

that appeared soon after he died, saying,

yang muncul segera setelah dia meninggal, berkata

"Hi! I'm Art Buchwald, and I just died."

"Hai! Saya Art Buchwald, dan saya baru saja meninggal."

And Mike, who I met at Galapagos, a trip which I won at TED,

Dan Mike, yang saya temui di Galapagos, perjalanan yang saya menangkan lewat TED,

is leaving notes on cyberspace where he is chronicling

meninggalkan catatan di dunia maya di mana dia merunut

his journey through cancer.

perjalanannya melalui kanker.

And my father left me a legacy of his handwriting

Dan ayah saya meninggalkan sebuah warisan dari tulisan tangannya

through letters and a notebook.

melalui surat-surat dan sebuah buku tulis.

In the last two years of his life, when he was sick,

Dua tahun terakhir kehidupannya, ketika dia sedang sakit,

he filled a notebook with his thoughts about me.

dia mengisi sebuah buku tulis dengan pikiran-pikirannya tentang saya.

He wrote about my strengths, weaknesses,

Dia menulis tentang kekuatan saya, kelemahan,

and gentle suggestions for improvement,

dan saran-saran halus untuk perbaikan,

quoting specific incidents, and held a mirror to my life.

mengutip insiden-insiden khusus, dan memegangkan cermin pada kehidupan saya.

After he died, I realized that no one writes to me anymore.

Setelah dia meninggal, saya sadar tidak ada lagi seorangpun yang menulis pada saya.

Handwriting is a disappearing art.

Tulisan tangan adalah seni yang menghilang.

I'm all for email and thinking while typing,

Saya lebih suka e-mail, dan berpikir sementara mengetik,

but why give up old habits for new?

tapi mengapa menghentikan kebiasaan lama untuk yang baru?

Why can't we have letter writing and email exchange in our lives?

Kenapa tidak tetap menulis surat dan juga bertukar email dalam hidup kita?

There are times when I want to trade all those years

Ada saatnya di mana saya ingin menukar tahun-tahun kemarin

that I was too busy to sit with my dad and chat with him,

saat saya terlalu sibuk untuk bisa duduk dengan ayah dan bercakap-cakap dengan beliau,

and trade all those years for one hug.

dan menukar semua tahun itu untuk satu pelukan.

But too late.

Namun sudah terlambat.

But that's when I take out his letters and I read them,

Tapi ketika saya mengeluarkan surat-surat beliau dan membacanya,

and the paper that touched his hand is in mine,

dan kertas yang menyentuh tangan beliau di tangan saya,

and I feel connected to him.

dan saya merasa terhubung dengan beliau.

So maybe we all need to leave our children

Jadi mungkin kita semua perlu meninggalkan anak-anak kita

with a value legacy, and not a financial one.

dengan sebuah warisan bernilai, dan bukan yang berhubungan dengan keuangan.

A value for things with a personal touch --

Sebuah nilai dari barang dengan sentuhan pribadi --

an autographed book, a soul-searching letter.

sebuah buku tandatangan, sebuah surat pencarian jiwa.

If a fraction of this powerful TED audience

Jika sedikit saja dari audiens TED yang kuat ini

could be inspired to buy a beautiful paper --

dapat terinspirasi untuk membeli kertas yang cantik --

John, it'll be a recycled one -- and write a beautiful letter

John, yang daur ulang ya -- dan menulis sebuah surat yang indah

to someone they love, we actually may start a revolution

untuk seseorang yang mereka cintai, kita benar-benar mungkin akan memulai sebuah revolusi

where our children may go to penmanship classes.

di mana anak-anak kita mungkin akan les menulis indah.

So what do I plan to leave for my son?

Jadi apa yang saya rencanakan untuk tinggalkan pada anak saya?

I collect autographed books, and those of you authors

Saya mengumpulkan buku tandatangan, dan Anda para penulis

in the audience know I hound you for them --

dalam audiens tahu bahwa saya merongrong Anda untuk ini --

and CDs too, Tracy.

dan CD juga, Tracy.

I plan to publish my own notebook.

Saya berencana menerbitkan buku catatan saya sendiri.

As I witnessed my father's body being swallowed by fire,

Saat saya menyaksikan tubuh ayah saya ditelan api,

I sat by his funeral pyre and wrote.

Saya duduk di samping arang kremasi beliau dan menulis.

I have no idea how I'm going to do it,

Saya sama sekali tidak tahu bagaimana saya akan melakukannya,

but I am committed to compiling his thoughts and mine

tapi saya berkomitmen mengumpulkan pemikirannya dan pemikiran saya

into a book, and leave that published book for my son.

ke dalam sebuah buku, dan meninggalkan buku yang diterbitkan untuk anak saya.

I'd like to end with a few verses of what I wrote

Saya akan mengakhiri dengan beberapa bait dari apa yang saya tulis

at my father's cremation.

saat kremasi ayah saya.

And those linguists, please pardon the grammar,

Dan para linguis, mohon maafkan grammarnya,

because I've not looked at it in the last 10 years.

karena saya tidak melihatnya dalam sepuluh tahun terakhir.

I took it out for the first time to come here.

Saya mengeluarkannya pertama kali untuk pergi ke sini.

"Picture in a frame, ashes in a bottle,

"Gambar dalam bingkai, debu dalam botol,

boundless energy confined in the bottle,

energi tak terbatas terpenjara di dalam botol

forcing me to deal with reality,

memaksaku menghadapi kenyataan,

forcing me to deal with being grown up.

memaksaku menghadapi kedewasaan.

I hear you and I know that you would want me to be strong,

Aku mendengarmu dan aku tahu kamu pasti ingin aku kuat,

but right now, I am being sucked down, surrounded

tapi saat ini, aku tenggelam, terkepung,

and suffocated by these raging emotional waters,

dan mati lemas oleh air emosi yang bergolak ini,

craving to cleanse my soul, trying to emerge

Mendamba untuk membersihkan jiwaku, mencoba bangkit

on a firm footing one more time, to keep on fighting and flourishing

di atas kaki yang kukuh sekali lagi, untuk terus berjuang dan berkembang

just as you taught me.

seperti yang kau ajarkan padaku.

Your encouraging whispers in my whirlpool of despair,

Bisikanmu yang menguatkan dalam pusaran keputusasaan,

holding me and heaving me to shores of sanity,

menahanku dan menggulungkanku ke pantai kesadaran,

to live again and to love again."

untuk hidup lagi dan untuk mencintai lagi."

Thank you.

Terima kasih.