Why domestic violence victims don't leave | Leslie Morgan Steiner | TED

Translator: Joseph Geni Reviewer: Morton Bast

Translator: Antonius Yudi Sendjaja Reviewer: Johan Santoso

I'm here today to talk about a disturbing question,

Hari ini saya berada di sini untuk bertanya sesuatu yang meresahkan

which has an equally disturbing answer.

dengan jawaban yang juga meresahkan.

My topic is the secrets of domestic violence,

Tema saya adalah rahasia dari kekerasan dalam rumah tangga

and the question I'm going to tackle

dan pertanyaan yang ingin saya jawab

is the one question everyone always asks:

adalah satu hal yang selalu ditanyakan:

Why does she stay?

Mengapa dia tidak pergi?

Why would anyone stay with a man who beats her?

Mengapa dia tetap tinggal dengan pria yang memukulnya?

I'm not a psychiatrist, a social worker

Saya bukan psikiater, pekerja sosial,

or an expert in domestic violence.

atau ahli dalam kekerasan rumah tangga.

I'm just one woman with a story to tell.

Saya hanyalah seorang wanita dengan sebuah kisah.

I was 22. I had just graduated from Harvard College.

Usia saya 22 tahun dan saya baru lulus dari Harvard.

I had moved to New York City for my first job

Saya pindah ke New York karena pekerjaan pertama saya

as a writer and editor at Seventeen magazine.

sebagai penulis dan penyunting di majalah Seventeen.

I had my first apartment,

Saya mendapat apartemen pertama saya,

my first little green American Express card,

kartu kredit American Express hijau kecil saya,

and I had a very big secret.

dan saya memiliki rahasia besar.

My secret was that I had this gun

Rahasia itu adalah saya memiliki senjata

loaded with hollow-point bullets pointed at my head

berisi peluru tajam yang diarahkan ke kepala saya

by the man who I thought was my soulmate,

oleh pria yang saya pikir adalah belahan jiwa saya

many, many times.

berkali-kali.

The man who I loved more than anybody on Earth

Pria yang paling saya cintai di dunia

held a gun to my head and threatened to kill me

mengarahkan senjatanya ke kepala saya dan mengancam akan membunuh saya

more times than I can even remember.

berulang kali.

I'm here to tell you the story of crazy love,

Saya di sini untuk berbicara tentang kegilaan cinta,

a psychological trap disguised as love,

jebakan psikologis yang tersamar sebagai cinta,

one that millions of women and even a few men

di mana jutaan wanita dan bahkan beberapa orang pria

fall into every year.

terperangkap ke dalamnya setiap tahun.

It may even be your story.

Mungkin Anda memiliki kisah yang sama.

I don't look like a typical domestic violence survivor.

Saya tidak tampak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga.

I have a B.A. in English from Harvard College,

Saya memiliki gelar sarjana sastra Inggris dari Harvard

an MBA in marketing from Wharton Business School.

dan MBA dalam pemasaran dari Sekolah Bisnis Wharton.

I've spent most of my career working for Fortune 500 companies

Saya sudah bekerja di perusahaan anggota Fortune 500

including Johnson & Johnson, Leo Burnett and The Washington Post.

termasuk Johnson & Johnson, Leo Burnett, dan The Washington Post.

I've been married for almost 20 years to my second husband

Saya sudah menikah selama hampir 20 tahun dengan suami kedua saya

and we have three kids together.

dan memiliki tiga orang anak.

My dog is a black lab, and I drive a Honda Odyssey minivan.

Saya memiliki anjing Labrador hitam dan mengendarai Honda Odyssey.

(Laughter)

(Tawa)

So my first message for you is that domestic violence

Jadi pesan saya adalah bahwa kekerasaan dalam rumah tangga

happens to everyone --

terjadi pada siapa saja --

all races, all religions, all income and education levels.

semua ras, agama, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan,

It's everywhere.

dan di mana-mana.

And my second message is that everyone thinks

Dan pesan kedua saya adalah jika semua orang berpikir

domestic violence happens to women,

bahwa kekerasan dalam rumah tangga hanya terjadi pada wanita,

that it's a women's issue.

bahwa itu adalah masalah kaum wanita.

Not exactly.

itu tidak sepenuhnya benar.

Over 85 percent of abusers are men, and domestic abuse

Lebih dari 85 persen pelaku adalah pria, dan kekerasan dalam rumah tangga

happens only in intimate, interdependent, long-term relationships,

hanya terjadi pada hubungan jangka panjang yang intim dan saling tergantung.

in other words, in families,

Dengan kata lain, ada di dalam keluarga

the last place we would want or expect to find violence,

tempat yang paling tidak kita perkirakan,

which is one reason domestic abuse is so confusing.

yang merupakan salah satu alasan kekerasan dalam rumah tangga sangat membingungkan.

I would have told you myself that I was the last person on Earth

Dulu saya akan berkata bahwa saya adalah orang terakhir di muka Bumi

who would stay with a man who beats me,

yang akan tinggal dengan pria yang memukul saya,

but in fact I was a very typical victim because of my age.

namun pada kenyataannya orang seusia saya biasa menjadi korban.

I was 22, and in the United States,

Saya berusia 22 tahun dan di Amerika Serikat

women ages 16 to 24 are three times as likely

kemungkinan wanita berusia 16 hingga 24 tahun

to be domestic violence victims

menjadi korban 3 kali lebih besar

as women of other ages,

dibandingkan wanita usia lainnya

and over 500 women and girls this age

dan lebih dari 500 wanita di Amerika Serikat di usia ini

are killed every year by abusive partners,

terbunuh setiap tahunnya karena siksaan dari

boyfriends, and husbands in the United States.

orang tua, kekasih, atau suaminya.

I was also a very typical victim because I knew nothing

Orang seperti saya juga biasa menjadi korban karena saya tidak tahu apa-apa

about domestic violence, its warning signs or its patterns.

tentang kekerasan dalam rumah tangga, gejala, dan polanya.

I met Conor on a cold, rainy January night.

Saya bertemu Conor pada suatu malam yang dingin.

He sat next to me on the New York City subway,

Dia duduk di sebelah saya dalam kereta bawah tanah New York

and he started chatting me up.

dan mulai mengajak bicara.

He told me two things.

Dia mengatakan dua hal.

One was that he, too, had just graduated from an Ivy League school,

Yang pertama adalah dia juga baru lulus dari sekolah Ivy League

and that he worked at a very impressive Wall Street bank.

dan dia bekerja di sebuah bank yang bagus di Wall Street.

But what made the biggest impression on me that first meeting

Namun yang paling mengesankan saya akan pertemuan pertama itu

was that he was smart and funny

adalah dia cerdas dan lucu

and he looked like a farm boy.

dan dia terlihat seperti anak desa.

He had these big cheeks, these big apple cheeks

Dia memiliki pipi yang besar seperti apel

and this wheat-blond hair,

dengan rambut pirang

and he seemed so sweet.

dan tampak sangat manis.

One of the smartest things Conor did, from the very beginning,

Salah satu hal paling cerdik yang dilakukannya dari awal

was to create the illusion that I was the dominant partner in the relationship.

adalah menciptakan khayalan bahwa saya adalah orang yang berkuasa.

He did this especially at the beginning

Dia melakukannya pada awal hubungan kami

by idolizing me.

dengan mengidolakan saya.

We started dating, and he loved everything about me,

Kami mulai berkencan dan dia menyukai segala hal tentang saya,

that I was smart, that I'd gone to Harvard,

bahwa saya cerdas dan akan masuk ke Harvard,

that I was passionate about helping teenage girls, and my job.

bahwa saya sangat bersemangat dalam menolong gadis remaja dan dalam pekerjaan.

He wanted to know everything about my family

Dia ingin tahu segala hal tentang keluarga,

and my childhood and my hopes and dreams.

tentang masa kecil, impian, dan harapan saya.

Conor believed in me, as a writer and a woman,

Conor mempercayai saya, sebagai seorang penulis dan wanita

in a way that no one else ever had.

dengan cara yang berbeda dengan orang lain.

And he also created a magical atmosphere of trust between us

Dan dia juga menciptakan rasa saling percaya di antara kami

by confessing his secret,

dengan mengakui rahasianya

which was that, as a very young boy starting at age four,

yaitu, bahwa sejak usia empat tahun, dia berulang kali

he had been savagely and repeatedly physically abused

mengalami kekerasan fisik yang parah

by his stepfather,

dari ayah tirinya,

and the abuse had gotten so bad that he had had to drop out of school in eighth grade,

begitu parahnya sehingga dia harus keluar dari sekolah di kelas 8,

even though he was very smart,

walaupun dia sangat cerdas,

and he'd spent almost 20 years rebuilding his life.

dan dia menghabiskan hampir 20 tahun untuk membangun kembali hidupnya.

Which is why that Ivy League degree

Karena itulah gelar Ivy League,

and the Wall Street job and his bright shiny future

pekerjaan di Wall Street, dan masa depan yang cerah

meant so much to him.

sangat berharga baginya.

If you had told me

Jika Anda mengatakan

that this smart, funny, sensitive man who adored me

bahwa pria cerdas, lucu, dan sensitif yang mencintai saya ini

would one day dictate whether or not I wore makeup,

suatu hari akan mendikte apakah saya harus berdandan,

how short my skirts were,

seberapa pendek rok saya,

where I lived, what jobs I took,

di mana saya hidup, pekerjaan apa yang saya ambil,

who my friends were and where I spent Christmas,

siapa saja teman-teman saya, dan di mana saya menghabiskan libur natal,

I would have laughed at you,

saya akan menertawai Anda,

because there was not a hint of violence or control

karena tidak ada tanda-tanda bahwa Conor akan mengawasi,

or anger in Conor at the beginning.

marah, dan melakukan kekerasan pada awalnya.

I didn't know that the first stage

Saya tidak tahu itulah awal dari

in any domestic violence relationship

kekerasan dalam rumah tangga

is to seduce and charm the victim.

dengan menggoda dan mempesona si korban.

I also didn't know that the second step is to isolate the victim.

Saya juga tahu bahwa itu adalah langkah kedua untuk mengucilkan si korban.

Now, Conor did not come home one day and announce,

Suatu hari Conor tidak pulang ke rumah dan mengumumkan

"You know, hey, all this Romeo and Juliet stuff has been great,

"Kau tahu, semua kisah Romeo dan Juliet ini hebat

but I need to move into the next phase

namun saya harus melangkah ke tahap berikutnya

where I isolate you and I abuse you" — (Laughter) —

yaitu mengucilkan dan melakukan kekerasan" (Tawa)

"so I need to get you out of this apartment

"jadi saya harus mengajakmu pergi dari apartemen ini

where the neighbors can hear you scream

di mana para tetangga dapat mendengar teriakanmu

and out of this city where you have friends and family

dan pergi dari kota ini di mana ada sahabat, keluarga,

and coworkers who can see the bruises."

dan rekan kerja yang dapat melihat luka-luka itu."

Instead, Conor came home one Friday evening

Namun, suatu Jumat malam Conor pulang

and he told me that he had quit his job that day,

dan mengatakan bahwa dia sudah berhenti dari pekerjaannya,

his dream job,

pekerjaan impiannya,

and he said that he had quit his job because of me,

dan dia berkata bahwa dia berhenti karena saya,

because I had made him feel so safe and loved

karena saya membuatnya merasa begitu aman dan dicintai

that he didn't need to prove himself on Wall Street anymore,

sehingga dia tidak perlu membuktikan dirinya lagi di Wall Street,

and he just wanted to get out of the city

dan bahwa dia ingin pergi dari kota ini

and away from his abusive, dysfunctional family,

dan menjauh dari keluarganya yang hancur dan suka menyiksa

and move to a tiny town in New England

dan pindah ke sebuah kota kecil di New England

where he could start his life over with me by his side.

di mana dia dapat memulai hidup baru bersama saya di sisinya.

Now, the last thing I wanted to do was leave New York,

Hal yang paling tidak ingin saya lakukan adalah meninggalkan New York

and my dream job,

dan pekerjaan impian saya,

but I thought you made sacrifices for your soulmate,

namun saya rasa Anda harus berkorban untuk belahan jiwa Anda,

so I agreed, and I quit my job,

sehingga saya setuju dan keluar dari pekerjaan saya,

and Conor and I left Manhattan together.

lalu saya dan Conor meninggalkan Manhattan.

I had no idea I was falling into crazy love,

Saya tidak tahu bahwa saya sudah jatuh ke dalam kegilaan cinta

that I was walking headfirst into a carefully laid

bahwa saya telah memimpin langkah menuju jebakan fisik, keuangan,

physical, financial and psychological trap.

dan psikologis yang sudah dipersiapkan dengan hati-hati.

The next step in the domestic violence pattern

Langkah berikutnya dalam pola kekerasan dalam rumah tangga

is to introduce the threat of violence

adalah mengenalkan ancaman kekerasan

and see how she reacts.

dan melihat tanggapannya.

And here's where those guns come in.

Di sinilah senjata itu muncul.

As soon as we moved to New England -- you know,

Segera setelah kami pindah ke New England -- Anda tahu --

that place where Connor was supposed to feel so safe --

tempat di mana Conor seharusnya mereasa aman --

he bought three guns.

dia membeli tiga senjata.

He kept one in the glove compartment of our car.

Dia menyimpan satu senjata di tempat sarung tangan dalam mobil kami.

He kept one under the pillows on our bed,

Satu senjata di bawah bantal di tempat tidur

and the third one he kept in his pocket at all times.

dan menyimpan yang ketiga di sakunya setiap saat.

And he said that he needed those guns

Dan dia berkata bahwa dia memerlukan senjata itu

because of the trauma he'd experienced as a young boy.

karena trauma yang dirasakannya saat masih kecil.

He needed them to feel protected.

Dia memerlukannya agar merasa aman.

But those guns were really a message for me,

Namun senjata itu sebenarnya adalah pesan bagi saya,

and even though he hadn't raised a hand to me,

dan walaupun dia tidak menyentuh saya,

my life was already in grave danger every minute of every day.

hidup saya sudah berada dalam bahaya setiap saat.

Conor first physically attacked me

Conor pertama kali menyerang saya secara fisik

five days before our wedding.

lima hari sebelum hari pernikahan kami.

It was 7 a.m. I still had on my nightgown.

Saat itu jam 7 pagi dan saya masih memakai gaun malam saya.

I was working on my computer trying to finish a freelance writing assignment,

Saya sedang bekerja untuk menyelesaikan tugas penulisan lepas

and I got frustrated,

dan saat itu saya merasa frustrasi.

and Conor used my anger as an excuse

Lalu Conor menggunakan kemarahan saya sebagai alasan

to put both of his hands around my neck

untuk menaruh kedua tangannya di leher saya

and to squeeze so tightly that I could not breathe or scream,

dan mencekik saya begitu erat sampai saya tidak dapat bernafas atau berteriak

and he used the chokehold

dan sambil mencekik saya

to hit my head repeatedly against the wall.

dia menghantamkan kepala saya ke dinding berkali-kali.

Five days later, the ten bruises on my neck had just faded,

Lima hari kemudian, sepuluh luka di leher saya baru saja sembuh

and I put on my mother's wedding dress,

dan saya mengenakan pakaian pengantin ibu saya

and I married him.

dan menikahinya

Despite what had happened,

Saya yakin kami akan hidup bahagia selamanya

I was sure we were going to live happily ever after,

walaupun apa yang sudah terjadi

because I loved him, and he loved me so much.

karena saya mencintainya dan dia juga begitu mencintai saya.

And he was very, very sorry.

Dia begitu menyesal

He had just been really stressed out by the wedding

dan merasa tertekan karena kami akan menikah

and by becoming a family with me.

dan kami akan menjadi satu keluarga.

It was an isolated incident,

Itu adalah peristiwa satu-satunya

and he was never going to hurt me again.

dan dia tidak akan melukai saya lagi.

It happened twice more on the honeymoon.

Dia mengulanginya kembali dua kali selama bulan madu

The first time, I was driving to find a secret beach

Yang pertama, saya sedang mengemudi ke pantai rahasia

and I got lost,

dan saya tersesat,

and he punched me in the side of my head so hard

lalu dia memukul sisi kepala saya dengan sangat keras

that the other side of my head repeatedly hit

sampai sisi kepala saya yang lain menghantam

the driver's side window.

jendela kaca mobil berulang kali.

And then a few days later, driving home from our honeymoon,

Lalu beberapa hari kemudian, saat kami kembali dari berbulan madu,

he got frustrated by traffic,

dia menjadi frustrasi karena lalu lintas

and he threw a cold Big Mac in my face.

dan dia melempar Big Mac dingin ke wajah saya.

Conor proceeded to beat me once or twice a week

Conor terus memukuli saya satu atau dua kali setiap minggu

for the next two and a half years of our marriage.

selama dua setengah tahun pernikahan kami.

I was mistaken in thinking that I was unique

Saya salah karena berpikir bahwa saya adalah orang satu-satunya

and alone in this situation.

dan sendirian dalam situasi ini.

One in three American women

Satu dari tiga wanita di Amerika

experiences domestic violence or stalking at some point in her life,

pernah mengalami kekerasan atau ancaman di dalam hidupnya

and the CDC reports that 15 million children

dan laporan dari CDC mengatakan bahwa ada 15 juta anak-anak

are abused every year, 15 million.

mengalami kekerasan setiap tahunnya.

So actually, I was in very good company.

Jadi sebenarnya, saya memiliki banyak teman.

Back to my question:

Kembali ke pertanyaan saya:

Why did I stay?

Mengapa saya tidak pergi?

The answer is easy.

Jawabannya mudah.

I didn't know he was abusing me.

Saya tidak tahu dia melakukan kekerasan.

Even though he held those loaded guns to my head,

Walaupun dia mengarahkan senjatanya ke kepala saya,

pushed me down stairs,

mendorong saya jatuh dari tangga,

threatened to kill our dog,

mengancam untuk membunuh anjing kami,

pulled the key out of the car ignition as I drove down the highway,

menarik kunci mobil saat saya berkendara di jalan raya,

poured coffee grinds on my head

menuang gilingan kopi ke kepala saya

as I dressed for a job interview,

saat saya bersiap-siap pergi untuk wawancara kerja,

I never once thought of myself as a battered wife.

saya tidak pernah berpikir bahwa saya mengalami kekerasan.

Instead, I was a very strong woman

Namun, saya adalah seorang wanita perkasa

in love with a deeply troubled man,

yang mencintai seorang pria bermasalah,

and I was the only person on Earth

dan sayalah satu-satunya orang di muka Bumi ini

who could help Conor face his demons.

yang dapat membantu Conor menghadapi iblis itu.

The other question everybody asks is,

Pertanyaan lain yang ditanyakkan semua orang adalah,

why doesn't she just leave?

mengapa dia tidak pergi?

Why didn't I walk out? I could have left any time.

Mengapa saya tidak keluar? Saya bisa keluar kapan saja.

To me, this is the saddest and most painful question that people ask,

Bagi saya, ini adalah pertanyaan paling menyakitkan dna menyedihkan

because we victims know something you usually don't:

karena kami, para korban, mengetahui sesuatu yang biasanya tidak Anda ketahui:

It's incredibly dangerous to leave an abuser.

Meninggalkan seorang penyiksa itu sangat berbahaya

Because the final step in the domestic violence pattern

karena langkah terakhir dari pola kekerasan dalam rumah tangga

is kill her.

adalah membunuh.

Over 70 percent of domestic violence murders

Lebih dari 70 persen pembunuhan dalam kekerasan rumah tangga itu

happen after the victim has ended the relationship,

terjadi setelah si korban mengakhiri hubungan

after she's gotten out,

dan keluar

because then the abuser has nothing left to lose.

karena si penyiksa merasa saat itu sudah tidak ada ruginya.

Other outcomes include long-term stalking,

Hasil lainnya adalah si penyiksa menguntit dalam jangka panjang

even after the abuser remarries;

walaupun setelah dia menikah kembali,

denial of financial resources;

penyangkalan akan sumber-sumber keuangan

and manipulation of the family court system

dan pengubahan sistem pengadilan keluarga

to terrify the victim and her children,

untuk menakuti si korban dan anak-anaknya

who are regularly forced by family court judges

yang terus menerus dipaksa oleh para hakim

to spend unsupervised time

untuk menghabiskan waktu dengan pria

with the man who beat their mother.

yang memukuli ibu mereka tanpa pengawasan.

And still we ask, why doesn't she just leave?

Lalu kita masih bertanya, mengapa dia tidak pergi?

I was able to leave,

Saya sanggup pergi

because of one final, sadistic beating

karena satu pukulan terakhir yang sadis

that broke through my denial.

yang menghancurkan penyangkalan saya.

I realized that the man who I loved so much

Saya menyadari bahwa pria yang sangat saya cintai

was going to kill me if I let him.

akan membunuh saya jika saya mengijinkannya.

So I broke the silence.

Jadi saya tidak lagi bungkam.

I told everyone:

Saya mengatakan kepada semua orang:

the police, my neighbors,

polisi, para tetangga,

my friends and family, total strangers,

para sahabat, keluarga saya, dan orang asing,

and I'm here today because you all helped me.

dan saya bisa berada di sini karena Anda membantu saya.

We tend to stereotype victims

Kita cenderung mengklisekan para korban

as grisly headlines,

sebagai tajuk berita menyeramkan,

self-destructive women, damaged goods.

wanita yang menghancurkan dirinya sendiri, barang rusak.

The question, "Why does she stay?"

Pertanyaan, "Mengapa dia tidak pergi?"

is code for some people for, "It's her fault for staying,"

bagi beberapa orang merupakan sandi bagi, "Itu salahmu karena tidak pergi,"

as if victims intentionally choose to fall in love with men

seperti jika si korban sengaja memilih untuk mencintai pria

intent upon destroying us.

yang ingin menghancurkan dirinya.

But since publishing "Crazy Love,"

Namun sejak menerbitkan "Crazy Love,"

I have heard hundreds of stories from men and women

saya telah mendengar ratusan kisah dari pria dan wanita

who also got out,

yang juga keluar,

who learned an invaluable life lesson from what happened,

yang belajar pelajaran hidup tidak ternilai dari apa yang terjadi,

and who rebuilt lives -- joyous, happy lives --

dan yang membangun kembali hidupnya -- hidup bahagia --

as employees, wives and mothers,

sebagai pegawai, istri, dan ibu,

lives completely free of violence, like me.

dan seutuhnya bebas dari kekerasan, seperti saya.

Because it turns out that I'm actually a very typical domestic violence victim

Karena ternyata biasanya korban kekerasan dalam rumah tangga dan yang berhasil selamat

and a typical domestic violence survivor.

adalah orang-orang seperti saya.

I remarried a kind and gentle man,

Saya menikah kembali dengan pria yang baik dan lembut,

and we have those three kids.

dan kami memiliki tiga orang anak.

I have that black lab, and I have that minivan.

Saya memiliki laboratorium hitam dan juga minivan.

What I will never have again,

Yang tidak akan pernah saya alami lagi,

ever,

selamanya

is a loaded gun held to my head

adalah senjata yang diarahkan ke kepala saya

by someone who says that he loves me.

oleh seseorang yang mengatakan kalau dia mencintai saya.

Right now, maybe you're thinking,

Sekarang, mungkin Anda berpikir,

"Wow, this is fascinating,"

"Wow, ini luar biasa,"

or, "Wow, how stupid was she,"

atau," Wow, dulu dia bodoh sekali,"

but this whole time, I've actually been talking about you.

namun selama presentasi inik saya sebenarnya membicarakan Anda.

I promise you there are several people

Saya yakin ada beberapa orang

listening to me right now

yang sedang mendengarkan saya saat ini

who are currently being abused

yang sedang mengalami penyiksaan

or who were abused as children

atau pernah mengalami penyiksaan sewaktu kecil

or who are abusers themselves.

atau si pelaku penyiksaan itu sendiri.

Abuse could be affecting your daughter,

Penyiksaan dapat terjadi pada putri Anda,

your sister, your best friend right now.

saudara perempuan Anda, atau sahabat terbaik Anda.

I was able to end my own crazy love story

Saya dapat mengakhiri kisah gila saya sendiri

by breaking the silence.

dengan tidak lagi bungkam.

I'm still breaking the silence today.

Saya masih membuka mulut hingga sekarang.

It's my way of helping other victims,

Itulah cara saya untuk membantu para korban lainnya,

and it's my final request of you.

dan saya mohon kepada Anda

Talk about what you heard here.

untuk membicarakan apa yang Anda dengar di sini.

Abuse thrives only in silence.

Penyiksaan dapat berkembang hanya dalam kebungkaman.

You have the power to end domestic violence

Anda dapat mengakhiri kekerasan dalam rumah tangga

simply by shining a spotlight on it.

hanya dengan menyorotinya.

We victims need everyone.

Kami, para korban, memerlukan semua orang

We need every one of you to understand

agar dapat mengerti

the secrets of domestic violence.

rahasia dari kekerasan dalam rumah tangga.

Show abuse the light of day by talking about it

Berikan terang pada penyiksaan itu dengan membicarakannya

with your children, your coworkers,

dengan anak-anak, rekan kerja,

your friends and family.

sahabat, dan keluarga Anda.

Recast survivors as wonderful, lovable people

Anggap mereka yang berhasil selamat sebagai orang-orang yang

with full futures.

luar biasa, menyenangkan, dan memiliki masa depan.

Recognize the early signs of violence

Mengenali gejala awal dari kekerasan

and conscientiously intervene,

lalu dengan sadar melakukan sesuatu,

deescalate it, show victims a safe way out.

mengurangi, dan menunjukkan jalan keluar yang aman bagi para korban.

Together we can make our beds,

Bersama kita dapat membuat tempat tidur,

our dinner tables and our families

meja makan, dan keluarga kita

the safe and peaceful oases they should be.

menjadi tempat yang aman dan damai.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)