On being wrong | Kathryn Schulz

Translator: Hari Kristopo Reviewer: Antonius Yudi Sendjaja

So it's 1995,

Waktu itu tahun 1995,

I'm in college,

saya masih kuliah,

and a friend and I go on a road trip

dan saya beserta teman saya melakukan perjalanan

from Providence, Rhode Island

dari Providence, di Rhode Island

to Portland, Oregon.

ke Portland, di Oregon.

And you know, we're young and unemployed,

Dan Anda tahu, waktu itu kami masih muda dan tidak memiliki pekerjaan,

so we do the whole thing on back roads

jadi kami melakukannya melalui jalan-jalan kecil

through state parks

melalui taman-taman nasional

and national forests --

dan hutan-hutan nasional --

basically the longest route we can possibly take.

pada dasarnya, kami mengambil rute terpanjang yang mungkin.

And somewhere in the middle of South Dakota,

Dan di suatu tempat di tengah Dakota Utara,

I turn to my friend

saya menengok ke teman saya

and I ask her a question

dan menanyakan satu pertanyaan

that's been bothering me

yang cukup mengganggu saya

for 2,000 miles.

sepanjang 2.000 mil

"What's up with the Chinese character I keep seeing by the side of the road?"

"Apa arti karakter Bahasa Cina yang selalu saya lihat pada rambu di sisi jalan?"

My friend looks at me totally blankly.

Teman saya melihat saya dengan tatapan kosong.

There's actually a gentleman in the front row

Sebenarnya ada satu pria di barisan depan ini

who's doing a perfect imitation of her look.

yang memiliki ekspresi yang sama seperti dia.

(Laughter)

(Tertawa)

And I'm like, "You know,

Dan saya tegaskan lagi, "kau tahu,

all the signs we keep seeing

semua rambu lalu lintas yang selalu kita lihat

with the Chinese character on them."

dengan karakter Bahasa Cina yang tertera di sana."

She just stares at me for a few moments,

Dia hanya menatap saya untuk beberapa saat,

and then she cracks up,

dan kemudian dia tertawa,

because she figures out what I'm talking about.

karena dia tahu apa yang saya bicarakan.

And what I'm talking about is this.

Dan yang saya bicarakan adalah ini

(Laughter)

(Tertawa)

Right, the famous Chinese character for picnic area.

Benar, karakter Bahasa Cina yang terkenal untuk area piknik.

(Laughter)

(Tertawa)

I've spent the last five years of my life

Saya menghabiskan lima tahun terakhir ini

thinking about situations

untuk memikirkan situasi-situasi

exactly like this --

yang serupa seperti ini --

why we sometimes misunderstand

mengapa kita seringkali salah paham

the signs around us,

dengan tanda-tanda di sekitar kita

and how we behave when that happens,

dan bagaimana kita bersikap saat hal itu terjadi,

and what all of this can tell us about human nature.

serta bagaimana semua ini dapat memberikan informasi tentang sifat dasar manusia.

In other words, as you heard Chris say,

Dengan kata lain, seperti apa yang telah telah Anda dengar dari Chris,

I've spent the last five years

saya telah menghabiskan lima tahun terakhir ini

thinking about being wrong.

berpikir tentang melakukan kesalahan.

This might strike you as a strange career move,

Mungkin Anda berpikir bahwa ini adalah keputusan karir yang aneh,

but it actually has one great advantage:

namun sebenarnya hal ini memiliki satu keuntungan besar:

no job competition.

tidak ada persaingan kerja.

(Laughter)

(Tertawa)

In fact, most of us do everything we can

Kenyataannya, kebanyakan dari kita melakukan apapun yang kita bisa

to avoid thinking about being wrong,

untuk menghindari berpikir tentang melakukan kesalahan

or at least to avoid thinking about the possibility

atau paling tidak menghindari berpikir tentang kemungkinan

that we ourselves are wrong.

kita melakukan kesalahan.

We get it in the abstract.

Kita sudah memiliki gambaran umum mengenai hal ini.

We all know everybody in this room makes mistakes.

Kita semua tahu bahwa setiap orang di ruangan ini melakukan kesalahan.

The human species, in general, is fallible -- okay fine.

Semua manusia, secara umum, dapat melakukan kesalahan --- baiklah.

But when it comes down to me, right now,

Namun menurut saya sekarang ini

to all the beliefs I hold,

berdasarkan semua kepercayaan yang saya pegang,

here in the present tense,

di sini dan pada saat ini

suddenly all of this abstract appreciation of fallibility

secara tiba-tiba, semua apresiasi abstrak mengenai melakukan kesalahan

goes out the window --

dibuang melalui jendela --

and I can't actually think of anything I'm wrong about.

dan saya tidak bisa berpikir mengenai segala kesalahan yang telah saya lakukan.

And the thing is, the present tense is where we live.

Dan yang terpenting adalah, kita hidup pada saat ini.

We go to meetings in the present tense;

Kita pergi ke pertemuan-pertemuan pada saat ini;

we go on family vacations in the present tense;

kita pergi berwisata bersama keluarga pada saat ini;

we go to the polls and vote in the present tense.

kita memberikan suara dalam pemilihan umum pada saat ini;

So effectively, we all kind of wind up traveling through life,

Jadi, secara efektif, kita seperti terjebak untuk berkelana melalui kehidupan,

trapped in this little bubble

terperangkap dalam gelembung kecil

of feeling very right about everything.

dari perasaan selalu benar dalam segala hal.

I think this is a problem.

Saya rasa ini adalah suatu masalah

I think it's a problem for each of us as individuals,

Saya rasa ini masalah dari kita semua secara individual,

in our personal and professional lives,

dalam kehidupan pribadi dan profesional kita,

and I think it's a problem for all of us collectively as a culture.

dan saya rasa ini adalah masalah kita bersama sebagai suatu budaya.

So what I want to do today

Jadi, apa yang ingin saya lakukan hari ini

is, first of all, talk about why we get stuck

adalah, yang pertama, berbicara mengenai mengapa kita terperangkap

inside this feeling of being right.

dalam perasaan selalu benar ini.

And second, why it's such a problem.

Dan yang kedua adalah mengapa itu menjadi suatu masalah.

And finally, I want to convince you

Dan pada akhirnya, saya ingin meyakinkan Anda

that it is possible

bahwa sangat mungkin

to step outside of that feeling

untuk melangkah keluar dari perasaan itu,

and that if you can do so,

dan jika Anda bisa melakukannya

it is the single greatest

maka hal itu akan menjadi satu

moral, intellectual and creative leap you can make.

lompatan moral, intelektual dan kreatif terbesar yang bisa Anda lakukan.

So why do we get stuck

Jadi, mengapa kita terperangkap

in this feeling of being right?

dalam perasaan selalu benar ini?

One reason, actually, has to do with a feeling of being wrong.

Salah satu alasan sebenarnya berkaitan dengan perasaan melakukan kesalahan.

So let me ask you guys something --

Jadi saya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda --

or actually, let me ask you guys something, because you're right here:

atau sebenarnya, biarkan saya bertanya sesuatu, karena Anda ada di sini:

How does it feel -- emotionally --

Bagaimana rasanya -- secara emosional --

how does it feel to be wrong?

bagaimana rasanya saat melakukan kesalahan?

Dreadful. Thumbs down.

Sangat buruk. Merasa ditolak.

Embarrassing. Okay, wonderful, great.

Memalukan. Baik, sangat bagus.

Dreadful, thumbs down, embarrassing --

Sangat buruk, merasa ditolak, memalukan --

thank you, these are great answers,

terima kasih, ini adalah jawaban-jawaban yang sangat bagus,

but they're answers to a different question.

tapi itu adalah jawaban-jawaban untuk pertanyaan yang berbeda

You guys are answering the question:

Anda menjawab pertanyaan:

How does it feel to realize you're wrong?

Bagaimana rasanya saat Anda menyadari bahwa Anda melakukan kesalahan?

(Laughter)

(Tertawa)

Realizing you're wrong can feel like all of that and a lot of other things, right?

Menyadari bahwa Anda melakukan kesalahan bisa terasa seperti itu, benar?

I mean it can be devastating, it can be revelatory,

Maksud saya, bisa saja itu terasa merusak atau menyingkap sesuatu,

it can actually be quite funny,

bahkan bisa juga menjadi hal yang cukup lucu,

like my stupid Chinese character mistake.

seperti kesalahan bodoh yang saya lakukan dengan karakter Bahasa Cina.

But just being wrong

Namun hanya dengan melakukan kesalahan

doesn't feel like anything.

Anda tidak akan merasakan apapun.

I'll give you an analogy.

Saya akan memberi sebuah perumpamaan.

Do you remember that Loony Tunes cartoon

Apakah Anda ingat film kartun Looney Tunes

where there's this pathetic coyote

di mana ada serigala yang menyedihkan ini,

who's always chasing and never catching a roadrunner?

yang selalu mengejar dan tidak pernah menangkap roadrunner?

In pretty much every episode of this cartoon,

Hampir pada setiap episode kartun ini,

there's a moment where the coyote is chasing the roadrunner

ada suatu kejadian di mana sang serigala mengejar roadrunner

and the roadrunner runs off a cliff,

dan roadrunner berlari melewati tebing itu,

which is fine -- he's a bird, he can fly.

di mana itu bukan masalah, karena dia adalah burung yang bisa terbang.

But the thing is, the coyote runs off the cliff right after him.

Namun yang menarik adalah serigala ini juga berlari untuk mengejarnya.

And what's funny --

Dan lucunya --

at least if you're six years old --

paling tidak jika Anda sudah berumur 6 tahun --

is that the coyote's totally fine too.

adalah sang serigala itu merasa baik-baik saja.

He just keeps running --

Dia tetap berlari --

right up until the moment that he looks down

sampai tepat suatu saat di mana dia melihat ke bawah

and realizes that he's in mid-air.

dan menyadari bahwa dia tidak lagi berpijak di tanah.

That's when he falls.

Dan saat itulah dia jatuh

When we're wrong about something --

Saat kita melakukan suatu kesalahan --

not when we realize it, but before that --

bukan saat kita menyadarinya, namun sebelum itu --

we're like that coyote

kita seperti serigala itu

after he's gone off the cliff and before he looks down.

sesaat setelah dia melewati tebing itu dan sebelum dia melihat ke bawah

You know, we're already wrong,

Anda tahu, kita sudah melakukan kesalahan

we're already in trouble,

kita sudah ada dalam masalah,

but we feel like we're on solid ground.

namun kita merasa bahwa kita masih berdiri dan memijak tanah.

So I should actually correct something I said a moment ago.

Jadi sebaiknya saya memperbaiki apa yang telah saya katakan tadi

It does feel like something to be wrong;

bahwa tidak terasa ada sesuatu yang salah

it feels like being right.

namun terasa seperti sesuatu yang benar.

(Laughter)

(Tertawa)

So this is one reason, a structural reason,

Jadi ini adalah salah satu alasan, alasan yang mendasar,

why we get stuck inside this feeling of rightness.

mengapa kita terjebak didalam perasaan selalu benar.

I call this error blindness.

Saya menyebut ini sebagai buta akan kesalahan.

Most of the time,

Seringkali,

we don't have any kind of internal cue

kita tidak memiliki petunjuk internal apapun

to let us know that we're wrong about something,

yang memberi tahu bahwa kita melakukan suatu kesalahan

until it's too late.

sampai hal itu terlambat.

But there's a second reason that we get stuck inside this feeling as well --

Namun ada alasan kedua mengapa kita terperangkap dalam perasaan ini juga --

and this one is cultural.

dan alasan ini terkait dengan budaya.

Think back for a moment to elementary school.

Berpikirlah kembali pada saat kita ada di Sekolah Dasar.

You're sitting there in class,

Anda duduk di dalam kelas,

and your teacher is handing back quiz papers,

dan guru Anda membagikan kembali kertas ujian,

and one of them looks like this.

dan salah satu dari kertas itu nampak seperti ini.

This is not mine, by the way.

Asal tahu saja, ini bukan milik saya.

(Laughter)

(Tertawa)

So there you are in grade school,

Jadi Anda berada di sekolah dasar

and you know exactly what to think

dan Anda tahu pasti tentang apa yang Anda pikirkan

about the kid who got this paper.

mengenai anak yang mendapatkan kertas ujian ini.

It's the dumb kid, the troublemaker,

Ini adalah anak yang bodoh, pembuat masalah,

the one who never does his homework.

anak yang tidak pernah mengerjakan PRnya.

So by the time you are nine years old,

Jadi, pada waktu Anda berusia 9 tahun

you've already learned, first of all,

Anda sudah belajar, bahwa yang pertama,

that people who get stuff wrong

orang yang melakukan kesalahan

are lazy, irresponsible dimwits --

adalah orang yang malas, seorang bodoh yang tidak bertanggung jawab ---

and second of all,

dan yang kedua,

that the way to succeed in life

cara untuk sukses dalam kehidupan

is to never make any mistakes.

adalah dengan tidak pernah melakukan kesalahan.

We learn these really bad lessons really well.

Kita telah belajar mengenai pelajaran yang buruk ini dengan sangat baik.

And a lot of us --

Dan banyak dari kita ---

and I suspect, especially a lot of us in this room --

dan saya menduga, banyak dari kita di ruangan ini ---

deal with them by just becoming

mengatasi hal itu dengan menjadi

perfect little A students,

siswa sempurna yang selalu mendapatkan nilai A,

perfectionists, over-achievers.

perfeksionis, selalu ingin mencapai lebih.

Right,

Benarkah,

Mr. CFO, astrophysicist, ultra-marathoner?

Tuan. Kepala pejabat keuangan, ahli-ahli astrofisika, atlet ultra-maraton?

(Laughter)

(Tertawa)

You're all CFO, astrophysicists, ultra-marathoners, it turns out.

Ternyata Anda adalah kepala pejabat keuangan, ahli astrofisika dan atlet ultra-maraton.

Okay, so fine.

Baiklah, kalau begitu.

Except that then we freak out

Kecuali bahwa kemudian kita ketakutan

at the possibility that we've gotten something wrong.

pada kemungkinan kita akan melakukan kesalahan.

Because according to this,

Karena berdasarkan hal ini

getting something wrong

melakukan kesalahan

means there's something wrong with us.

berarti ada yang salah dengan diri kita.

So we just insist that we're right,

Jadi kita berpura-pura merasa benar,

because it makes us feel smart and responsible

karena hal itu membuat kita merasa pintar dan bertanggung jawab

and virtuous and safe.

berbudi luhur dan aman.

So let me tell you a story.

Jadi ijinkan saya menceritakan sesuatu.

A couple of years ago,

Beberapa tahun yang lalu

a woman comes into Beth Israel Deaconess Medical Center for a surgery.

seorang wanita datang ke rumah sakit Beth Israel Deaconess untuk menjalani operasi.

Beth Israel's in Boston.

Beth Israel berada di Boston.

It's the teaching hospital for Harvard --

Tempat ini merupakan rumah sakit praktek untuk Harvard --

one of the best hospitals in the country.

dan merupakan salah satu rumah sakit terbaik di negara ini.

So this woman comes in and she's taken into the operating room.

Jadi, wanita ini datang dan dia dibawa ke ruang operasi

She's anesthetized, the surgeon does his thing --

Dia dibius, dan dokter bedah melakukan pekerjaannya --

stitches her back up, sends her out to the recovery room.

menjahit lukanya kembali dan mengirimnya kembali ke ruang perawatan.

Everything seems to have gone fine.

Segala sesuatunya nampak berjalan dengan baik.

And she wakes up, and she looks down at herself,

Saat dia bangun dan melihat dirinya sendiri,

and she says, "Why is the wrong side of my body in bandages?"

dia berkata, "mengapa bagian tubuh saya yang salah, yang diperban?"

Well the wrong side of her body is in bandages

Baiklah, bagian tubuhnya yang salah diperban

because the surgeon has performed a major operation

karena sang dokter bedah melakukan operasi

on her left leg instead of her right one.

pada kaki kirinya, dan bukan pada kaki kanannya.

When the vice president for health care quality at Beth Israel

Saat wakil presiden untuk perawatan kesehatan di Beth Israel

spoke about this incident,

berbicara mengenai insiden ini,

he said something very interesting.

dia mengatakan suatu hal yang sangat menarik.

He said, "For whatever reason,

Dia berkata " Untuk alasan apapun,

the surgeon simply felt

sang dokter bedah merasa

that he was on the correct side of the patient."

dia berada pada bagian yang benar dari pasien itu."

(Laughter)

(Tertawa)

The point of this story

Inti dari cerita ini

is that trusting too much in the feeling

adalah mempercayai terlalu banyak perasaan

of being on the correct side of anything

berada di bagian yang benar dari segala sesuatu

can be very dangerous.

dapat menjadi sangat berbahaya.

This internal sense of rightness

Perasaan internal untuk selalu merasa benar ini

that we all experience so often

yang sering kita alami

is not a reliable guide

bukanlah suatu panduan yang dapat diandalkan

to what is actually going on in the external world.

terhadap apa yang sesungguhnya terjadi di dunia nyata.

And when we act like it is,

Dan saat kita bertindak seperti ini,

and we stop entertaining the possibility that we could be wrong,

dan kita berhenti memikirkan kemungkinan bahwa kita bisa saja salah,

well that's when we end up doing things

akan menyebabkan kita akhirnya melakukan hal

like dumping 200 million gallons of oil into the Gulf of Mexico,

seperti membuang 200 juta galon minyak di Teluk Meksiko,

or torpedoing the global economy.

atau mengacaukan perekonomian global.

So this is a huge practical problem.

Jadi ini adalah masalah praktis yang cukup besar.

But it's also a huge social problem.

Namun ini juga adalah masalah sosial yang besar.

Think for a moment about what it means to feel right.

Pikirkanlah untuk beberapa saat tentang arti merasa benar.

It means that you think that your beliefs

Hal ini berarti bahwa Anda berpikir bahwa kepercayaan Anda

just perfectly reflect reality.

dengan sangat sempurna mencerminkan kenyataan.

And when you feel that way,

Dan saat Anda merasa seperti itu

you've got a problem to solve,

Anda memiliki suatu masalah untuk dipecahkan,

which is, how are you going to explain

yaitu, bagaimana Anda akan menjelaskan

all of those people who disagree with you?

semua orang yang tidak setuju dengan Anda?

It turns out, most of us explain those people the same way,

Ternyata, kebanyakan kita menjelaskan orang-orang tersebut dengan cara yang sama,

by resorting to a series of unfortunate assumptions.

yaitu dengan mengaitkan pada serangkaian asumsi yang tidak masuk akal.

The first thing we usually do when someone disagrees with us

Hal pertama yang biasa kita lakukan saat ada orang yang tidak setuju dengan kita

is we just assume they're ignorant.

adalah kita mengasumsikan mereka sebagai orang yang tidak tahu apa-apa.

They don't have access to the same information that we do,

Mereka tidak memiliki akses yang sama pada informasi yang kita punya,

and when we generously share that information with them,

dan kita dengan baik hati membagikan informasi itu kepada mereka,

they're going to see the light and come on over to our team.

mereka akan melihat cahaya kebenaran itu dan bergabung dengan kelompok kita.

When that doesn't work,

Saat hal itu tidak berhasil,

when it turns out those people have all the same facts that we do

saat ternyata orang-orang itu juga memiliki fakta-fakta yang kita miliki

and they still disagree with us,

dan mereka masih tidak sependapat dengan kita,

then we move on to a second assumption,

kita bergerak pada asumsi kedua,

which is that they're idiots.

yaitu bahwa mereka idiot.

(Laughter)

(Tertawa)

They have all the right pieces of the puzzle,

Mereka memiliki semua bagian yang benar dari teka-teki,

and they are too moronic to put them together correctly.

dan mereka terlalu bodoh untuk menyusunnya secara benar.

And when that doesn't work,

Dan saat hal itu tidak berhasil,

when it turns out that people who disagree with us

saat ternyata orang-orang yang tidak setuju dengan kita

have all the same facts we do

nemiliki semua fakta seperti yang kita miliki,

and are actually pretty smart,

dan sesungguhnya cukup cerdas,

then we move on to a third assumption:

maka kita bergerak pada asumsi yang ketiga

they know the truth,

yaitu mereka mengerti kebenarannya,

and they are deliberately distorting it

dan mereka dengan sengaja mengacaukannya

for their own malevolent purposes.

untuk tujuan jahat mereka.

So this is a catastrophe.

Jadi ini adalah suatu kekacauan.

This attachment to our own rightness

Ketergantungan kita pada perasaan paling benar

keeps us from preventing mistakes

membuat kita tidak bisa mencegah kesalahan

when we absolutely need to

saat kita benar-benar harus melakukannya

and causes us to treat each other terribly.

dan menyebabkan kita memperlakukan orang lain dengan buruk.

But to me, what's most baffling

Namun untuk saya, hal yang paling mengherankan

and most tragic about this

dan yang paling tragis mengenai hal ini

is that it misses the whole point of being human.

adalah kita kehilangan bagian penting dari menjadi manusia.

It's like we want to imagine

Hal ini seperti kita ingin membayangkan

that our minds are just these perfectly translucent windows

bahwa pikiran kita adalah seperti jendela tembus pandang sempurna

and we just gaze out of them

dan kita hanya perlu memandangnya

and describe the world as it unfolds.

dan menggambarkan dunia saat jendela itu terbuka.

And we want everybody else to gaze out of the same window

Dan kita ingin semua orang melihat melalui jendela yang sama.

and see the exact same thing.

dan melihat hal yang sama persis.

That is not true,

Hal ini tidak benar

and if it were, life would be incredibly boring.

Dan walaupun benar, maka kehidupan akan menjadi sangat membosankan.

The miracle of your mind

Keajaiban pikiran Anda

isn't that you can see the world as it is.

bukan berarti Anda dapat melihat dunia apa adanya.

It's that you can see the world as it isn't.

Keajaiban itu adalah saat Anda dapat melihat dunia tidak dengan semestinya.

We can remember the past,

Kita dapat mengingat masa lalu

and we can think about the future,

dan memikirkan tentang masa depan,

and we can imagine what it's like

dan kita dapat membayangkan seperti apa rasanya

to be some other person in some other place.

menjadi orang lain di tempat yang lain.

And we all do this a little differently,

Dan setiap orang melakukan hal ini dengan berbeda,

which is why we can all look up at the same night sky

di mana kita semua bisa melihat langit malam yang sama

and see this

dan melihat hal ini

and also this

dan juga ini

and also this.

dan juga ini

And yeah, it is also why we get things wrong.

Dan benar, inilah mengapa seringkali kita salah.

1,200 years before Descartes said his famous thing

1.200 tahun sebelum Descartes mengatakan prinsipnya yang terkenal

about "I think therefore I am,"

mengenai "saya berpikir maka saya ada,"

this guy, St. Augustine, sat down

orang ini, Santo Agustinus, duduk

and wrote "Fallor ergo sum" --

dan menulis "Fallor ergo sum" --

"I err therefore I am."

"Saya melakukan kesalahan, karena itu saya ada."

Augustine understood

Agustinus mengerti

that our capacity to screw up,

bahwa kapasitas kita untuk membuat kesalahan

it's not some kind of embarrassing defect

bukanlah suatu cacat yang memalukan

in the human system,

dalam sistem kehidupan manusia

something we can eradicate or overcome.

ini adalah sesuatu yang bisa kita atasi.

It's totally fundamental to who we are.

Hal ini sangat mendasar bagi siapa kita sesungguhnya.

Because, unlike God,

Karena, tidak seperti Tuhan,

we don't really know what's going on out there.

kita tidak benar-benar tahu apa yang terjadi di luar sana,

And unlike all of the other animals,

Dan tidak seperti binatang yang lain,

we are obsessed with trying to figure it out.

kita terobsesi dengan perasaan ingin tahu.

To me, this obsession

Bagi saya, obsesi ini

is the source and root

adalah sumber dan akar

of all of our productivity and creativity.

dari produktivitas dan kreatifitas.

Last year, for various reasons,

Pada tahun lalu, karena berbagai alasan,

I found myself listening to a lot of episodes

saya mendapati diri saya mendengar banyak episode

of the Public Radio show This American Life.

dari suatu acara Radio, yaitu "This American Life."

And so I'm listening and I'm listening,

Dan saya tetap mendengarkan

and at some point, I start feeling

pada titik tertentu, saya merasa

like all the stories are about being wrong.

seperti semua cerita ini adalah tentang berbuat kesalahan.

And my first thought was,

dan pemikiran pertama saya adalah

"I've lost it.

"Saya kehilangan hal ini."

I've become the crazy wrongness lady.

Saya telah menjadi wanita gila yang berbuat banyak kesalahan.

I just imagined it everywhere,"

Saya membayangkannya di mana saja saya berada.

which has happened.

di mana hal ini telah terjadi.

But a couple of months later,

Namun beberapa bulan kemudian

I actually had a chance to interview Ira Glass, who's the host of the show.

Saya memiliki kesempatan untuk mewawancarai Ira Glass, pembawa acara tersebut.

And I mentioned this to him,

Dan saya menyebutkan hal ini kepadanya,

and he was like, "No actually, that's true.

dan dia berkata "Tidak, sesungguhnya semua hal itu benar-benar terjadi.

In fact," he says,

bahkan sesungguhnya," dia berkata

"as a staff, we joke

"sebagai staf, kami bercanda

that every single episode of our show

bahwa dalam setiap episode acara kami

has the same crypto-theme.

kami memiliki satu tema misterius

And the crypto-theme is:

dan tema misterius itu adalah:

'I thought this one thing was going to happen

"Saya kira hal ini akan terjadi

and something else happened instead.'

dan yang terjadi adalah hal yang lain.."

And the thing is," says Ira Glass, "we need this.

Dan hal yang penting adalah", kata Ira Glass, "kami membutuhkan hal ini.

We need these moments

Kami membutuhkan momen-momen seperti ini

of surprise and reversal and wrongness

momen yang penuh kejutan, kebalikan dan kesalahan

to make these stories work."

untuk membuat cerita-cerita ini menarik."

And for the rest of us, audience members,

dan bagi kita yang berada di sini, para pemirsa

as listeners, as readers,

sebagai pendengar, sebagai pembaca

we eat this stuff up.

kita menyukai hal-hal seperti ini.

We love things like plot twists

Kita menyukai hal-hal seperti alur cerita yang dipelintir

and red herrings and surprise endings.

dan pengalih perhatian serta akhir cerita yang mengejutkan.

When it comes to our stories,

Saat berbicara mengenai cerita kita,

we love being wrong.

kita suka melakukan kesalahan.

But, you know, our stories are like this

Namun, Anda tahu, cerita kita adalah seperti ini,

because our lives are like this.

karena kehidupan kita seperti ini.

We think this one thing is going to happen

Kita berpikir hal ini akan terjadi

and something else happens instead.

dan yang terjadi adalah hal yang lain.

George Bush thought he was going to invade Iraq,

George Bush mengira dia akan menginvasi Irak,

find a bunch of weapons of mass destruction,

menemukan banyak senjata penghancur massal,

liberate the people and bring democracy to the Middle East.

membebaskan orang-orang dan membawa demokrasi ke Timur Tengah.

And something else happened instead.

Dan yang terjadi adalah hal yang lain.

And Hosni Mubarak

Dan Hosni Mubarak

thought he was going to be the dictator of Egypt for the rest of his life,

mengira bahwa dia akan menjadi diktator Mesir untuk seumur hidupnya,

until he got too old or too sick

sampai dia menjadi terlalu tua atau terlalu sakit

and could pass the reigns of power onto his son.

dan dapat mewariskan kekuasaannya kepada anaknya.

And something else happened instead.

Dan yang terjadi adalah hal yang lain.

And maybe you thought

Dan mungkin Anda berpikir

you were going to grow up and marry your high school sweetheart

Anda akan menjadi dewasa dan menikah dengan kekasih Anda di SMA

and move back to your hometown and raise a bunch of kids together.

dan kembali ke kampung halaman serta membesarkan beberapa orang anak.

And something else happened instead.

Dan yang terjadi adalah hal yang lain.

And I have to tell you

Dan saya harus mengatakan kepada Anda

that I thought I was writing an incredibly nerdy book

bahwa saya berpikir bahwa saya akan menulis buku yang luar biasa aneh,

about a subject everybody hates

mengenai suatu masalah yang banyak dibenci semua orang

for an audience that would never materialize.

bagi pembaca yang tidak pernah terwujud.

And something else happened instead.

Dan yang terjadi adalah hal yang lain.

(Laughter)

(Tertawa)

I mean, this is life.

Maksud saya, inilah kehidupan.

For good and for ill,

Untuk masa-masa senang maupun susah,

we generate these incredible stories

kita menghasilkan cerita-cerita yang luar biasa ini

about the world around us,

mengenai dunia di sekitar kita,

and then the world turns around and astonishes us.

dan saat dunia berputar dan membuat kita takjub.

No offense, but this entire conference

Tidak bermaksud menyinggung, namun seluruh konferensi ini

is an unbelievable monument

adalah monumen yang luar biasa

to our capacity to get stuff wrong.

terhadap kapasitas kita untuk melakukan kesalahan.

We just spent an entire week

Kita menghabiskan satu minggu penuh

talking about innovations and advancements

berbicara mengenai inovasi dan kemajuan

and improvements,

dan perbaikan,

but you know why we need all of those innovations

namun Anda tahu mengapa kita membutuhkan inovasi-inovasi ini

and advancements and improvements?

dan kemajuan-kemajuan serta perbaikan-perbaikan?

Because half the stuff

Karena separuh dari semua hal

that's the most mind-boggling and world-altering --

yang menakjubkan bagi pikiran dan di luar dunia kita --

TED 1998 --

TED 1998 --

eh.

eh.

(Laughter)

(Tertawa)

Didn't really work out that way, did it?

Tidak terlalu berhasil, bukan.

(Laughter)

(Tertawa)

Where's my jet pack, Chris?

Mana jet punggung saya, Chris?

(Laughter)

(Tertawa)

(Applause)

(Tepuk tangan)

So here we are again.

Jadi kita kembali lagi.

And that's how it goes.

Dan seperti inilah hal ini berjalan.

We come up with another idea.

Kita memunculkan ide yang lain.

We tell another story.

Kita menceritakan kisah yang lain.

We hold another conference.

Kita mengadakan konferensi yang lain.

The theme of this one,

Tema dari yang satu ini,

as you guys have now heard seven million times,

seperti apa yang Anda sudah dengar sekarang sebanyak 7 juta kali,

is the rediscovery of wonder.

adalah penemuan kembali keajaiban.

And to me,

Dan bagi saya,

if you really want to rediscover wonder,

jika Anda ingin menemukan kembali keajaiban,

you need to step outside

maka Anda perlu melangkah keluar

of that tiny, terrified space of rightness

dari ruangan kebenaran yang kecil dan menakutkan itu

and look around at each other

dan melihat ke sekeliling

and look out at the vastness

serta mengamati bagaimana luasnya

and complexity and mystery

dan rumitnya serta misteriusnya

of the universe

alam semesta ini

and be able to say,

dan mampu berkata,

"Wow, I don't know.

"Wow, saya tidak tahu.

Maybe I'm wrong."

Mungkin saya salah."

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Thank you guys.

Terima kasih semuanya.

(Applause)

(Tepuk tangan)