Amy Lockwood: Selling condoms in the Congo

Translator: Antonius Yudi Sendjaja Reviewer: handarmin -

I am a reformed marketer,

Saya adalah "tenaga pemasaranan metode baru,"

and I now work in international development.

yang kini bekerja dalam pengembangan internasional.

In October, I spent some time in the Democratic Republic of Congo,

Di bulan Oktober, saya tinggal beberapa saat di Republik Demokrasi Kongo,

which is the [second] largest country in Africa.

negara terbesar kedua di Afrika.

In fact, it's as large as Western Europe,

Sebenarnya, luasnya sama dengan Eropa Barat,

but it only has 300 miles of paved roads.

namun hanya memiliki 300 mil jalan aspal.

The DRC is a dangerous place.

Kongo adalah tempat yang berbahaya.

In the past 10 years, five million people have died

Dalam 10 tahun terakhir, 5 juta orang telah tewas

due to a war in the east.

dalam peperangan di daerah timur.

But war isn't the only reason

Namun perang bukan satu-satunya alasan

that life is difficult in the DRC.

akan sulitnya hidup di Kongo.

There are many health issues as well.

Ada juga banyak masalah kesehatan.

In fact, the HIV prevalence rate

Sebenarnya, persentase penyebaran HIV

is 1.3 percent among adults.

adalah 1,3 persen di antara orang dewasa.

This might not sound like a large number,

Angka ini tidak terlihat besar

but in a country with 76 million people,

namun dengan jumlah penduduk 76 juta orang

it means there are 930,000 that are infected.

artinya ada 930.000 orang yang terjangkit HIV.

And due to the poor infrastructure,

Dan karena prasarana yang buruk

only 25 percent of those

hanya 25 persen dari para penderita itu

are receiving the life-saving drugs that they need.

yang mendapat obat-obatan yang diperlukan.

Which is why, in part,

Itulah sebagian alasan mengapa

donor agencies provide condoms

lembaga donor menyediakan kondom

at low or no cost.

dengan murah atau gratis.

And so while I was in the DRC,

Sehingga saat saya berada di Kongo

I spent a lot of time talking to people about condoms,

saya banyak menghabiskan waktu berbicara tentang kondom,,

including Damien.

termasuk kepada Damien.

Damien runs a hotel outside of Kinshasa.

Damien mengelola hotel di luar Kinshasa.

It's a hotel that's only open until midnight,

Ini adalah hotel yang hanya buka hingga tengah malam,

so it's not a place that you stay.

sehingga bukan tempat untuk menginap.

But it is a place where sex workers and their clients come.

Namun tempat di mana para tunasusila dan pelanggannya datang.

Now Damien knows all about condoms,

Damien tahu tentang kondom

but he doesn't sell them.

namun dia tidak menjualnya.

He said there's just not in demand.

Dia berkata tidak ada yang memintanya.

It's not surprising,

Hal ini tidak mengejutkan

because only three percent of people in the DRC

karena hanya 3 persen orang Kongo

use condoms.

yang menggunakan kondom.

Joseph and Christine,

Joseph dan Christine,

who run a pharmacy where they sell a number of these condoms,

pemilik apotek yang menjual beberapa kondom ini,

said despite the fact that donor agencies provide them at low or no cost,

berkata walaupun lembaga donor menyediakannya dengan harga murah atau gratis,

and they have marketing campaigns that go along with them,

disertai dengan kampanye pemasaran,

their customers don't buy the branded versions.

namun pelanggan mereka tidak membeli merk ternama.

They like the generics.

Mereka menyukai kondom generik.

And as a marketer, I found that curious.

Dan sebagai tenaga pemasaaran, saya merasa heran.

And so I started to look at what the marketing looked like.

Lalu saya mulai melihat seperti apa pemasarannya.

And it turns out that there are three main messages

Dan ternyata ada tiga pesan utama

used by the donor agencies for these condoms:

yang digunakan oleh lembaga donor bagi kondom ini:

fear, financing and fidelity.

rasa takut, biaya, dan setia.

They name the condoms things like Vive, "to live"

Mereka memberi nama kondom itu dengan Vive, "hidup"

or Trust.

atau Trust ("Percaya")

They package it with the red ribbon

Mereka mengemasnya dengan pita merah

that reminds us of HIV,

yang mengingatkan akan HIV,

put it in boxes that remind you who paid for them,

dengan dalam kotak yang menunjukkan siapa yang menyumbangnya

show pictures of your wife or husband

menunjukkan foto istri atau suami Anda

and tell you to protect them

dan mengajak Anda untuk melindungi mereka

or to act prudently.

atau berhati hati.

Now these are not the kinds of things that someone is thinking about

Sebenarya ini bukanlah hal-hal yang ingin dipikirkan orang

just before they go get a condom.

sebelum mereka membeli kondom.

(Laughter)

(Tawa)

What is it that you think about

Apa yang Anda pikirkan

just before you get a condom?

sebelum membeli kondom?

Sex!

Seks!

And the private companies that sell condoms in these places,

Dan perusahaan swasta yang menjual kondom di tempat ini,

they understand this.

mengerti akan hal ini.

Their marketing is slightly different.

Pemasaran mereka sedikit berbeda.

The name might not be much different,

Namanya mungkin tidak jauh berbeda

but the imagery sure is.

namun gambarannya sangat berbeda.

Some brands are aspirational,

Jadi merk dagangnya sangat aspiratif,

and certainly the packaging is incredibly provocative.

dan kemasannya benar-benar provokatif.

And this made me think

Hal ini membuat saya berpikir

that perhaps the donor agencies had just missed out

mungkin lembaga donor melewatkan

on a key aspect of marketing:

aspek kunci dari pemasaran,

understanding who's the audience.

memahami siapa yang dituju.

And for donor agencies, unfortunately,

Dan sayangnya bagi lembaga donor,

the audience tends to be

pelanggan yang dituju cenderung

people that aren't even in the country they're working [in].

bukan orang yang tinggal di negara tempat mereka bekerja.

It's people back home,

Namun orang-orang di negara asal mereka,

people that support their work,

orang-orang yang mendukung tugas mereka,

people like these.

orang-orang seperti ini.

But if what we're really trying to do

Namun jika kita benar-benar ingin mencoba

is stop the spread of HIV,

menghentikan penyebaran HIV

we need to think about the customer,

kita harus memikirkan tentang pelanggannya,

the people whose behavior needs to change --

orang-orang yang ingin kita ubah perilakunya --

the couples,

para pasangan,

the young women, the young men --

para pria muda, para wanita muda --

whose lives depend on it.

yang hidupnya tergantung pada hal itu.

And so the lesson is this:

Lalu pelajaran dari hal ini:

it doesn't really matter what you're selling;

tidak peduli apa yang Anda jual

you just have to think about who is your customer,

Anda harus berpikir tentang siapa pelanggan Anda

and what are the messages

dan pesan apa

that are going to get them to change their behavior.

yang ingin kita sampaikan untuk mengubah perilaku mereka.

It might just save their lives.

Mungkin hal ini dapat menyelamatkan banyak nyawa.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)