Listening to shame | Brené Brown | TED

Translator: Ayudia Triwardhani Reviewer: Ade Indarta

Saya mau bercerita sedikit tentang ceramah TEDxHouston saya

I'm going to tell you a little bit about my TEDxHouston Talk.

I woke up the morning after I gave that talk

Sehari setelah ceramah itu,

saya bangun dengan perasaan rapuh terparah dalam hidup saya

with the worst vulnerability hangover of my life.

And I actually didn't leave my house for about three days.

Dan saya tidak keluar dari rumah selama tiga hari

Pertama kali saya keluar rumah adalah untuk makan siang bersama teman

The first time I left was to meet a friend for lunch.

Dan saat saya masuk, dia sudah ada di meja.

And when I walked in, she was already at the table.

Saya duduk, dan dia bilang

I sat down, and she said, "God, you look like hell."

"Ya Tuhan, kamu kelihatan buruk sekali."

I said, "Thanks. I feel really --

Saya bilang, "Terima kasih. Aku merasa sangat-

I'm not functioning."

Aku tidak berfungsi."

And she said, "What's going on?"

Dan dia bilang, "Apa yang terjadi?"

And I said, "I just told 500 people

Dan saya berkata,

"Aku baru saja memberitahu 500 orang

that I became a researcher to avoid vulnerability.

bahwa aku menjadi peneliti, untuk menghindari kerapuhan

And that when being vulnerable emerged from my data,

Dan saat kerapuhan muncul dari dataku,

sebagai bagian yang sangat penting untuk hidup sepenuh hati,

as absolutely essential to whole-hearted living,

I told these 500 people that I had a breakdown.

aku berkata kepada 500 orang ini, bahwa aku mengalami kejatuhan mental

I had a slide that said 'Breakdown.'

Ada tulisan "Breakdown" di presentasiku

At what point did I think that was a good idea?"

Kenapa juga aku pikir ini ide baik?

(Laughter)

(Tertawa)

And she said, "I saw your talk live-streamed.

Dan dia berkata, "Aku menonton ceramahmu.

It was not really you.

Itu bukan kamu.

It was a little different than what you usually do.

Agak berbeda dengan yang biasa kamu lakukan.

But it was great."

Tapi itu bagus."

And I said,

Dan saya berkata,

"This can't happen.

"Ini tidak bisa terjadi.

YouTube, they're putting this thing on YouTube.

YouTube, mereka menayangkannya di Youtube

And we're going to be talking about 600, 700 people."

Dan yang kita bicarakan adalah 600, 700 orang.

(Laughter)

(Tertawa)

And she said, "Well, I think it's too late."

Dan dia bilang, "Hmm, sepertinya sudah telat."

And I said, "Let me ask you something."

Dan saya berkata, "Aku ingin bertanya padamu."

Dan dia bilang, "Ya?"

And she said, "Yeah."

I said, "Do you remember when we were in college,

Dan saya berkata, "Kamu ingat saat kita kuliah,

really wild and kind of dumb?"

saat kita liar dan bodoh?"

Dan dia berkata, "Iya."

She said, "Yeah."

I said, "Remember when we'd leave a really bad message

Dan saya bilang, "Ingat kita pernah meninggalkan pesan buruk

on our ex-boyfriend's answering machine?

di mesin penjawab mantan pacar kita?

Lalu kita masuk ke kamar asramanya

Then we'd have to break into his dorm room and then erase the tape?"

Lalu menghapus pesan itu?"

(Laughter)

(Tertawa)

Dan dia berkata, "Hmm... tidak."

And she goes, "Uh... no."

(Laughter)

(Tertawa)

Of course, the only thing I could say at that point was,

Dan tentu saja, yang bisa saya katakan saat itu hanyalah

"Yeah, me neither.

"Ya, aku juga tidak.

Itu...Ya, aku juga tidak ingat."

Yeah -- me neither."

And I'm thinking to myself,

Dan saya berpikir sendiri,

"Brene, apa yang kamu lakukan? Apa yang kamu lakukan?

"Brené, what are you doing?

Why did you bring this up?

Kenapa kamu membahas ini? Apa kamu sudah gila?

Have you lost your mind?

Your sisters would be perfect for this."

Saudara kamu lebih cocok untuk ini."

(Laughter)

So I looked back up and she said,

Lalu saya menatapnya dan dia berkata,

"Are you really going to try to break in and steal the video

"Apakah kamu benar-benar mau mendobrak masuk

dan mencuri video itu

before they put it on YouTube?"

sebelum mereka menaruhnya di YouTube?"

(Laughter)

Dan saya berkata, "Aku hanya mempertimbangkannya sedikit."

And I said, "I'm just thinking about it a little bit."

(Laughter)

(Tertawa)

She said, "You're like the worst vulnerability role model ever."

Dia bilang, "Kamu adalah panutan kerapuhan terburuk sepanjang masa."

(Tertawa)

(Laughter)

Then I looked at her and I said something

Lalu saya menatapnya, dan bilang sesuatu yang rasanya agak dramatis

that at the time felt a little dramatic,

but ended up being more prophetic than dramatic.

tapi berakhir seperti ramalan, bukan dramatis

Saya berkata,

"If 500 turns into 1,000

"Jika 500 menjadi 1.000

or 2,000,

atau 2.000,

my life is over."

hidupku berakhir."

(Laughter)

(Tertawa)

I had no contingency plan for four million.

Saya tidak punya rencana cadangan untuk empat juta.

(Laughter)

(Tertawa)

And my life did end when that happened.

Dan hidup saya benar-benar berakhir saat itu terjadi.

And maybe the hardest part about my life ending

Dan mungkin yang paling sulit dari berakhirnya hidup saya

is that I learned something hard about myself,

adalah saya belajar sesuatu yang penting tentang diri saya,

and that was that,

dan ini adalah,

as much as I would be frustrated

seberat apapun saya frustasi

about not being able to get my work out to the world,

karena tidak mampu mengenalkan pekerjaan saya ke dunia

there was a part of me that was working very hard

ada bagian dari diri saya yang bekerja sangat keras

to engineer staying small,

untuk tetap sederhana,

staying right under the radar.

tetap bersembunyi di bawah radar.

But I want to talk about what I've learned.

Tapi saya ingin bicara tentang yang saya pelajari

There's two things that I've learned in the last year.

Ada dua hal yang saya pelajari tahun lalu.

The first is:

Yang pertama adalah

vulnerability is not weakness.

kerapuhan bukanlah kelemahan.

And that myth is profoundly dangerous.

Dan mitos tersebut

sangatlah berbahaya.

Saya mau bertanya dengan jujur --

Let me ask you honestly --

dan saya peringatkan dulu,

and I'll give you this warning,

I'm trained as a therapist,

saya terlatih sebagai terapis,

so I can out-wait you uncomfortably --

dan saya bisa menunggu Anda sampai Anda tidak nyaman --

so if you could just raise your hand that would be awesome --

jadi, lebih baik Anda langsung mengangkat tangan --

how many of you honestly,

Jujur, berapa banyak dari Anda

saat berpikir melakukan sesuatu yang rentan,

when you're thinking about doing or saying something vulnerable

atau mengatakan sesuatu yang rapuh

think, "God, vulnerability is weakness."

Anda berpikir "Rapuh itu lemah. Ini adalah kelemahan."

How many of you think of vulnerability and weakness synonymously?

Siapa dari Anda yang berpikir bahwa rapuh dan lemah itu sama?

The majority of people.

Mayoritas begitu.

Sekarang saya ingin bertanya ini:

Now let me ask you this question:

This past week at TED,

Seminggu terakhir ini di TED,

how many of you, when you saw vulnerability up here,

Berapa dari Anda, yang melihat kerapuhan di panggung ini

thought it was pure courage?

berpikir itu adalah keberanian?

Vulnerability is not weakness.

Kerapuhan bukanlah kelemahan.

I define vulnerability as emotional risk,

Saya mendefinisikan kerapuhan

sebagai risiko emosional,

exposure, uncertainty.

penampakan, ketidakpastian.

It fuels our daily lives.

Ini mengisi kehidupan sehari-hari kita.

And I've come to the belief --

Dan saya jadi percaya --

this is my 12th year doing this research --

ini tahun ke-12 saya meneliti ini --

that vulnerability is our most accurate measurement of courage --

bahwa kerapuhan

adalah pengukuran yang paling akurat

untuk keberanian --

to be vulnerable, to let ourselves be seen,

menjadi rapuh, membiarkan diri kita dapat terlihat,

to be honest.

menjadi jujur.

One of the weird things that's happened is, after the TED explosion,

Salah satu hal aneh yang terjadi adalah

setelah ledakan TED

I got a lot of offers to speak all over the country --

Saya banyak mendapat tawaran, untuk bicara di seluruh negeri,

everyone from schools and parent meetings

semuanya dari sekolah dan pertemuan orangtua,

to Fortune 500 companies.

sampai perusahaan Fortune 500.

And so many of the calls went like this,

Dan kebanyakan panggilan seperti ini,

"Dr. Brown, we loved your TED talk.

"Hei, Dr. Brown. Kami suka TEDTalk Anda.

We'd like you to come in and speak.

Kami ingin ajak Anda kemari untuk bicara.

We'd appreciate it

Kami sangat menghargai

if you wouldn't mention vulnerability or shame."

kalau Anda tidak menyebut kerapuhan dan rasa malu.

(Laughter)

(Tertawa)

What would you like for me to talk about?

Anda ingin saya bicara apa?

Ada tiga jawaban utama.

There's three big answers.

This is mostly, to be honest with you, from the business sector:

Ini sebagian besar, jujur, dari sektor bisnis:

innovation, creativity and change.

inovasi, kreativitas

dan perubahan.

(Laughter)

So let me go on the record and say,

Biarkan saya melanjutkan cerita, dan bilang

vulnerability is the birthplace of innovation, creativity and change.

kerapuhan adalah tempat lahirnya

inovasi, kreativitas, dan perubahan.

(Applause)

(Tepuk tangan)

To create is to make something that has never existed before.

Menciptakan adalah menghasilkan sesuatu

yang tidak pernah ada sebelumnya.

There's nothing more vulnerable than that.

Tidak ada yang lebih rapuh dari itu.

Adaptability to change is all about vulnerability.

Kemampuan beradaptasi untuk berubah

adalah kerapuhan.

Dan hal yang kedua,

The second thing,

in addition to really finally understanding

selain benar-benar memahami

the relationship between vulnerability and courage,

hubungan antara kerapuhan dan keberanian,

the second thing I learned, is this:

hal yang kedua yang saya pelajari adalah ini.

We have to talk about shame.

Kita harus berbicara tentang rasa malu.

And I'm going to be really honest with you.

Dan saya akan sangat jujur dengan Anda.

When I became a "vulnerability researcher"

Ketika saya menjadi "peneliti kerapuhan"

and that became the focus because of the TED talk --

dan ini menjadi fokus perhatian karena TEDTalk --

and I'm not kidding.

dan saya tidak bercanda.

I'll give you an example.

Saya akan memberikan sebuah contoh.

About three months ago, I was in a sporting goods store

Tiga bulan yang lalu, saya ke toko barang olahraga

membeli kacamata pelindung dan pelindung lutut

buying goggles and shin guards

and all the things that parents buy at the sporting goods store.

dan barang lain yang dibeli orang tua di toko olahraga.

Kira-kira dari tigapuluh meter, ini yang saya dengar:

About from a hundred feet away, this is what I hear:

"Vulnerability TED! Vulnerability TED!"

"Kerapuhan TED! Kerapuhan TED!"

(Laughter)

(Tertawa)

(Laughter ends)

I'm a fifth-generation Texan.

Saya generasi ke-5 dari keluarga Texas.

Our family motto is "Lock and load."

Moto keluarga kami adalah siap siaga (Lock and Load).

I am not a natural vulnerability researcher.

Saya bukan peneliti kerapuhan alami.

So I'm like,

Jadi saya hanya terus berjalan,

just keep walking, she's on my six.

dia di arah jam 6 saya.

(Laughter)

(Tertawa)

And then I hear, "Vulnerability TED!"

Lalu saya mendengar, "Kerapuhan TED!"

I turn around, I go, "Hi."

Saya menoleh dan berkata, "Hai."

She's right here and she said,

Dia berada di sini dan berkata,

"You're the shame researcher who had the breakdown."

"Anda adalah peneliti rasa malu yang kejatuhan mental."

(Laughter)

(Tertawa)

At this point, parents are, like, pulling their children close.

Pada saat itu

orangtua di sekitar saya langsung menarik anak-anaknya.

(Laughter)

"Look away."

"Jangan lihat."

And I'm so worn out at this point in my life,

Dan saya sangat lelah pada saat itu,

saya menatapnya dan benar-benar berkata,

I look at her and I actually say,

"It was a fricking spiritual awakening."

"Itu sebenarnya kebangkitan spiritual ya!"

(Laughter)

(Tertawa)

(Applause)

(Tepuk tangan)

And she looks back and does this,

Dan dia menatap kembali dan melakukan ini,

"Saya tahu."

"I know."

(Laughter)

And she said,

Dan dia berkata,

"Kami nonton TEDTalk Anda di klub buku saya.

"We watched your TED talk in my book club.

Lalu kami membaca buku Anda,

Then we read your book and we renamed ourselves

dan kami mengganti nama kami menjadi

'The Breakdown Babes.'"

'Wanita Muda yang Jatuh Mentalnya.'"

(Laughter)

And she said, "Our tagline is:

Dan dia berkata, "Slogan kami adalah:

'We're falling apart and it feels fantastic.'"

'Kami hancur berantakan dan rasanya luar biasa.'"

(Laughter)

(Tertawa)

You can only imagine what it's like for me in a faculty meeting.

Anda hanya dapat membayangkan

bagaimana rasanya saat saya berada di rapat fakultas

(Sighs)

So when I became Vulnerability TED,

Jadi, ketika saya menjadi Kerapuhan TED,

like an action figure --

seperti aksi figur --

Like Ninja Barbie, but I'm Vulnerability TED --

seperti Ninja Barbie, tapi saya adalah Kerapuhan TED --

I thought, I'm going to leave that shame stuff behind,

Saya pikir, saya akan melupakan tentang rasa malu itu,

because I spent six years studying shame

karena saya sudah mempelajari rasa malu selama 6 tahun

before I started writing and talking about vulnerability.

sebelum saya mulai menulis dan berbicara tentang kerapuhan.

And I thought, thank God, because shame is this horrible topic,

Dan saya pikir, puji syukur, karena rasa malu adalah topik yang buruk,

no one wants to talk about it.

tidak ada yang mau membicarakannya,

It's the best way to shut people down on an airplane.

Cara terbaik untuk membuat orang diam saat di pesawat

"What do you do?" "I study shame." "Oh."

"Apa pekerjaanmu?"

"Saya meneliti rasa malu." "Oh."

(Laughter)

(Tertawa)

And I see you.

Dan saya melihat Anda.

(Laughter)

(Tertawa)

But in surviving this last year,

Tapi untuk bisa bertahan tahun lalu,

saya teringat dengan aturan utamanya --

I was reminded of a cardinal rule --

not a research rule,

bukan aturan riset,

but a moral imperative from my upbringing --

tetapi perintah moral dari didikan saya

"you've got to dance with the one who brung ya".

Anda harus menari, dengan orang yang mengajak Anda.

Dan saya tidak mendalami kerapuhan,

And I did not learn about vulnerability

and courage and creativity and innovation

dan keberanian dan kreativitas dan inovasi

from studying vulnerability.

dengan mempelajari kerapuhan.

I learned about these things from studying shame.

Saya belajar tentang ini semua

dengan mempelajari rasa malu.

And so I want to walk you in to shame.

Jadi, saya ingin menuntun Anda

ke rasa malu.

Jungian analysts call shame the swampland of the soul.

Analis Jung menyebut rasa malu sebagai

daerah rawa dalam jiwa.

And we're going to walk in.

Dan kita akan melangkah masuk.

And the purpose is not to walk in

Dan tujuannya bukan untuk melangkah masuk

and construct a home and live there.

dan membangun rumah dan tinggal di sana.

It is to put on some galoshes --

Tujuannya untuk memakai sepatu karet

and walk through and find our way around.

dan berjalan melaluinya dan menemukan jalan yang benar.

Begini alasannya.

Here's why.

We heard the most compelling call ever to have a conversation in this country,

Kita dengar bahwa cara paling meyakinkan

untuk memulai percakapan di negara ini,

and I think globally, around race, right?

dan saya pikir secara global,

di sekitar ras, bukan?

Ya kan? Kita mendengar itu.

Yes? We heard that.

Yes?

Betul?

Cannot have that conversation without shame.

Tidak mungkin membicarakan itu tanpa rasa malu.

Because you cannot talk about race without talking about privilege.

Karena tidak mungkin membicarakan ras

tanpa membahas tentang hak istimewa

And when people start talking about privilege,

Dan ketika orang mulai membicarakan hak istimewa

they get paralyzed by shame.

mereka lumpuh karena rasa malu

We heard a brilliant simple solution to not killing people in surgery,

Kami mendengar solusi sederhana yang brilian

untuk tidak membunuh orang dalam operasi,

which is, have a checklist.

yaitu dengan memiliki sebuah daftar.

You can't fix that problem without addressing shame,

Anda tidak dapat memperbaiki masalahnya tanpa mengatasi rasa malu,

because when they teach those folks how to suture,

karena ketika mereka mengajari orang-orang caranya menjahit

they also teach them how to stitch their self-worth

mereka juga mengajarkan caranya menjahit harga diri mereka

to being all-powerful.

untuk menjadi sangat berkuasa.

And all-powerful folks don't need checklists.

Dan orang yang berkuasa tidak membutuhkan daftar.

And I had to write down the name of this TED Fellow

Dan saya harus menulis nama TED Fellow ini

so I didn't mess it up here.

supaya saya tidak salah sebut di sini

Myshkin Ingawale,

Myshkin Ingawale,

Semoga saya benar menyebutnya.

I hope I did right by you.

(Applause)

(Tepuk tangan)

I saw the TED Fellows my first day here.

Saya lihat TED Fellows ini di hari pertama di sini.

And he got up and he explained how he was driven to create

Dan dia berdiri dan menjelaskan

bagaimana dia terdorong untuk menciptakan

some technology to help test for anemia,

teknologi untuk membantu menguji anemia

because people were dying unnecessarily.

karena orang-orang meninggal tanpa sebab.

Dan dia berkata, "Saya lihat ada kebutuhan ini.

And he said, "I saw this need.

So you know what I did? I made it."

Jadi apa yang saya lakukan? Saya membuatnya."

And everybody just burst into applause, and they were like "Yes!"

Dan semua orang bertepuk tangan, dan mereka bilang, "Ya!"

Dan dia berkata, "Dan itu tidak berhasil.

And he said, "And it didn't work.

(Laughter)

Selanjutnya saya membuatnya 32 kali lagi setelahnya.

And then I made it 32 more times,

and then it worked."

dan akhirnya itu berhasil."

You know what the big secret about TED is?

Anda tahu apa rahasia besar di balik TED?

Saya tidak sabar untuk memberi tahu tentang ini

I can't wait to tell people this.

I guess I'm doing it right now.

Saya rasa saya melakukannya sekarang.

(Laughter)

(Tertawa)

This is like the failure conference.

Ini seperti konferensi kegagalan.

(Laughter)

(tertawa)

No, it is.

Tidak, ini benar.

(Applause)

(Tepuk tangan)

You know why this place is amazing?

Anda tahu kenapa tempat ini begitu menakjubkan?

Because very few people here are afraid to fail.

Karena sedikit orang di sini yang takut gagal

Dan tidak seorangpun yang naik ke panggung

And no one who gets on the stage, so far that I've seen, has not failed.

sejauh yang saya lihat, yang belum gagal.

I've failed miserably, many times.

Saya pernah gagal besar. Berkali-kali.

I don't think the world understands that,

Saya rasa dunia tidak paham hal itu

because of shame.

dikarenakan rasa malu.

There's a great quote that saved me this past year

Ada satu kutipan bagus yang menyelamatkan saya satu tahun ini

by Theodore Roosevelt.

oleh Theodore Roosevelt.

A lot of people refer to it as the "Man in the Arena" quote.

Banyak orang menyebutnya sebagai kutipan "Manusia di Arena".

And it goes like this:

Dan kutipan ini berbunyi:

"It is not the critic who counts.

"Bukan pengkritik yang diperhitungkan.

It is not the man who sits and points out

Bukan seseorang yang duduk

dan menunjukkan bagaimana orang itu bisa lebih baik

how the doer of deeds could have done things better

and how he falls and stumbles.

dan bagaimana dia jatuh dan tersandung.

The credit goes to the man in the arena

Pujian ini diberikan untuk seseorang di arena

whose face is marred with dust and blood and sweat.

yang wajahnya rusak karena debu dan darah dan keringat.

But when he's in the arena,

Tetapi ketika dia berada di arena, hasil terbaiknya

at best, he wins,

dia menang

dan seburuk-buruknya dia kalah,

and at worst, he loses,

but when he fails, when he loses,

tetapi ketika dia gagal, ketika dia kalah,

he does so daring greatly."

dia melakukannya dengan sangat berani."

And that's what this conference, to me, is about.

Dan itulah makna konferensi ini menurut saya

Life is about daring greatly, about being in the arena.

Itulah makna kehidupan, tentang keberanian,

tentang ada di dalam arena.

When you walk up to that arena and you put your hand on the door,

Ketika Anda berjalan ke arena itu

dan saat tangan Anda di pintu, dan berpikir

and you think, "I'm going in and I'm going to try this,"

"Saya akan masuk dan mencoba ini,"

rasa malu adalah makhluk imajiner

shame is the gremlin

who says, "Uh, uh.

yang berkata, "Oh, oh.

You're not good enough.

Kamu tidak cukup bagus.

You never finished that MBA. Your wife left you.

Kamu tidak pernah menamatkan MBA. Istrimu meninggalkanmu.

I know your dad really wasn't in Luxembourg,

Aku tahu Ayahmu bukan di Luxembourg,

dia di Sing Sing (penjara di New York).

he was in Sing Sing.

I know those things that happened to you growing up.

Aku tahu segala hal yang terjadi saat kamu tumbuh dewasa.

I know you don't think

Aku tahu kamu pikir kamu tidak cukup cantik

that you're pretty, smart, talented or powerful enough.

atau cukup cerdas atau cukup berbakat atau cukup berkuasa.

I know your dad never paid attention, even when you made CFO."

Aku tahu ayahmu tidak pernah peduli, bahkan ketika kamu menjadi CFO."

Shame is that thing.

Rasa malu merupakan itu semua.

And if we can quiet it down and walk in

Dan jika kita bisa melenyapkannya dan berjalan masuk

and say, "I'm going to do this,"

dan berkata, "Saya akan melakukan ini,"

we look up and the critic that we see pointing and laughing,

Kita lihat sekitar, dan 99% kritikus yang kita lihat

99 percent of the time is who?

tertawa dan menunjuk itu siapa?

Us.

Kita.

Shame drives two big tapes --

Rasa malu mendorong dua kalimat --

"never good enough" --

"tidak cukup bagus"

and, if you can talk it out of that one,

dan jika kita bisa membahasnya,

"who do you think you are?"

"kamu pikir kamu ini siapa?"

Hal yang perlu dipahami tentang rasa malu adalah ini bukan rasa bersalah.

The thing to understand about shame is, it's not guilt.

Shame is a focus on self, guilt is a focus on behavior.

Rasa malu berfokus pada diri, rasa bersalah fokus pada sikap

Shame is "I am bad."

Rasa malu adalah "Aku buruk."

Guilt is "I did something bad."

Rasa bersalah, "Aku melakukan sesuatu yang buruk."

How many of you,

Berapa banyak dari Anda,

jika Anda melakukan hal yang menyakitkan kepada saya,

if you did something that was hurtful to me,

would be willing to say, "I'm sorry. I made a mistake?"

bersedia untuk berkata, "Maaf saya berbuat salah?"

Berapa banyak dari Anda yang bersedia mengatakannya?

How many of you would be willing to say that?

Guilt: I'm sorry. I made a mistake.

Rasa bersalah: Maaf, saya melakukan kesalahan.

Shame: I'm sorry. I am a mistake.

Rasa malu: Maaf, saya adalah kesalahan.

There's a huge difference between shame and guilt.

Ada perbedaan besar antara rasa malu dan rasa bersalah.

And here's what you need to know.

Dan ini yang Anda perlu tahu.

Shame is highly, highly correlated

Rasa malu sangat berhubungan

with addiction, depression, violence, aggression,

dengan kecanduan, depresi, kekerasan, agresi,

bullying, suicide, eating disorders.

penindasan, bunuh diri, gangguan makan.

And here's what you even need to know more.

Dan ini yang Anda perlu lebih banyak tahu

Guilt, inversely correlated with those things.

Rasa bersalah, berbanding terbalik dengan itu semua.

The ability to hold something we've done or failed to do

Kemampuan untuk menyimpan sesuatu yang sudah kita lakukan

atau gagal untuk dilakukan

up against who we want to be is incredibly adaptive.

melawan kita mau jadi siapa, sangatlah adaptif

Ini tidak nyaman, tapi adaptif.

It's uncomfortable, but it's adaptive.

The other thing you need to know about shame

Hal lain yang harus Anda tahu tentang rasa malu

is it's absolutely organized by gender.

adalah sangat diatur berdasarkan gender.

If shame washes over me and washes over Chris,

Jika rasa malu mencuci saya dan Chris,

hal yang sama akan terasa.

it's going to feel the same.

Everyone sitting in here knows the warm wash of shame.

Semua orang yang duduk di sini tahu rasa hangat dari rasa malu.

We're pretty sure that the only people who don't experience shame

Kita yakin bahwa satu-satunya yang tidak mengalami rasa malu

are people who have no capacity for connection or empathy.

adalah orang yang tidak memiliki kapasitas untuk koneksi atau empati.

Yang artinya, ya, saya punya sedikit rasa malu;

Which means, yes, I have a little shame;

tidak, saya sosiopat.

no, I'm a sociopath.

So I would opt for, yes, you have a little shame.

Jadi saya akan memilih, ya, Anda memiliki sedikit rasa malu.

Shame feels the same for men and women,

Pria dan wanita merasakan rasa malu yang sama

but it's organized by gender.

tetapi rasa malu diatur berdasarkan gender.

Untuk wanita,

For women,

contoh terbaik yang dapat saya berikan

the best example I can give you is Enjoli, the commercial.

adalah Enjoli

sebuah iklan.

"I can put the wash on the line, pack the lunches, hand out the kisses

"Saya dapat menjemur pakaian,

membungkus makanan, memberikan ciuman

and be at work at five to nine.

dan berada di kantor dari jam 5 hingga jam 9.

Saya dapat membeli daging babi asap, menggorengnya di wajan

I can bring home the bacon, fry it up in the pan

and never let you forget you're a man."

dan tidak akan membiarkan lupa bahwa Anda adalah seorang pria.

For women, shame is, do it all,

Untuk wanita, rasa malu adalah mengerjakan semua,

do it perfectly

melakukannya dengan sempurna,

and never let them see you sweat.

dan jangan biarkan mereka melihat Anda berkeringat.

I don't know how much perfume that commercial sold,

Saya tidak tahu berapa banyak parfum yang dijual iklan tersebut,

but I guarantee you,

tapi saya jamin,

it moved a lot of antidepressants and anti-anxiety meds.

banyak obat anti-depresi dan penenang menjadi laku karena itu.

(Laughter)

(Tertawa)

Shame, for women, is this web

Rasa malu, untuk wanita, adalah jaringan ini

of unobtainable, conflicting, competing expectations

yang tidak dapat diperoleh, bertentangan,

bersaing dalam ekspektasi tentang siapa kita seharusnya.

about who we're supposed to be.

And it's a straight-jacket.

Dan ini sebuah jebakan.

For men,

Untuk pria,

shame is not a bunch of competing, conflicting expectations.

Rasa malu bukanlah persaingan, atau ekspektasi yang bertentangan.

Shame is one,

Rasa malu adalah satu,

do not be perceived as what?

tidak dianggap sebagai apa?

Weak.

Lemah.

I did not interview men for the first four years of my study.

Saya tidak mewawancarai pria selama empat tahun pertama studi saya.

It wasn't until a man looked at me after a book signing, and said,

Sampai seorang pria melihat saya, setelah penandatanganan buku

"I love what say about shame,

bilang, "Aku suka tulisan Anda tentang rasa malu.

I'm curious why you didn't mention men."

Saya penasaran kenapa tidak ada tentang pria

And I said, "I don't study men."

Dan saya berkata, "Saya tidak mempelajari pria."

And he said, "That's convenient."

Dan dia berkata, "Itu enak sekali ."

(Laughter)

(Tertawa)

And I said, "Why?"

Dan saya berkata, "Kenapa?"

And he said, "Because you say to reach out,

Dan dia berkata, "Karena Anda bilang kita harus menjangkau,

tell our story,

menceritakan kisah kita,

be vulnerable.

menjadi rapuh.

But you see those books you just signed for my wife and my three daughters?"

Tapi lihat buku yang baru saja Anda tanda tangani

untuk istri dan 3 anak perempuan saya?"

Saya berkata, "Iya."

I said, "Yeah."

"Mereka lebih suka saya mati di atas kuda putih saya

"They'd rather me die on top of my white horse

than watch me fall down.

daripada melihat saya jatuh.

When we reach out and be vulnerable,

Ketika kita menggapai dan menjadi rapuh

we get the shit beat out of us.

kita mendapatkan sial mengalahkan kita.

Dan jangan katakan pada saya

And don't tell me

it's from the guys and the coaches and the dads.

ini berasal dari para pria dan pelatih dan ayah,

karena para wanita di hidup saya lebih keras pada saya daripada orang lain."

Because the women in my life are harder on me than anyone else."

Jadi saya mulai mewawancarai pria

So I started interviewing men and asking questions.

dan mengajukan pertanyaan.

And what I learned is this:

Yang saya pelajari adalah ini:

Tunjukkan saya wanita yang dapat duduk dengan pria

You show me a woman who can actually sit with a man

in real vulnerability and fear,

dalam kondisi kerapuhan dan ketakutan nyata

I'll show you a woman who's done incredible work.

Saya akan tunjukkan wanita yang melakukan hal yang hebat.

You show me a man who can sit with a woman

Tunjukkan pada saya, pria yang dapat duduk dengan wanita

who's just had it,

yang sudah merasakan semuanya,

she can't do it all anymore,

dia tidak dapat melakukannya lagi,

dan respons pertamanya bukanlah,

and his first response is not,

"Saya sudah membereskan cucian piring,"

"I unloaded the dishwasher!"

(Laughter)

tapi dia benar-benar mendengar --

But he really listens --

because that's all we need --

karena itulah yang kita butuhkan --

I'll show you a guy who's done a lot of work.

Saya akan tunjukkan pria yang telah melakukan banyak hal.

Shame is an epidemic in our culture.

Rasa malu adalah suatu epidemi dalam budaya kita.

And to get out from underneath it --

Dan untuk keluar dari dalam itu,

to find our way back to each other,

untuk menemukan jalan kembali ke satu sama lain,

we have to understand how it affects us

kita harus memahami bagaimana hal itu mempengaruhi kita

and how it affects the way we're parenting,

dan bagaimana hal itu mempengaruhi cara kita mengasuh anak,

the way we're working, the way we're looking at each other.

cara kita bekerja, cara kita menatap satu sama lain.

Very quickly, some research by Mahalik at Boston College.

Sebuah riset oleh Mahalik di Boston College.

Dia bertanya, apa yang harus dilakukan wanita

He asked, what do women need to do to conform to female norms?

untuk mematuhi norma-norma perempuan?

The top answers in this country:

Jawaban teratas di negara ini:

nice, thin, modest

baik, kurus, sederhana

and use all available resources for appearance.

dan menggunakan semua sumber daya yang ada untuk penampilan.

(Laughter)

Ketika dia menanyakan tentang pria,

When he asked about men,

what do men in this country need to do to conform with male norms,

apa yang harus dilakukan oleh pria di negara ini

untuk mematuhi norma-norma laki-laki,

the answers were:

jawabannya adalah:

always show emotional control,

selalu menunjukkan pengendalian emosi, pekerjaan adalah utama,

work is first,

mengejar status dan kekerasan.

pursue status and violence.

Jika kita akan menemukan jalan kembali ke satu sama lain,

If we're going to find our way back to each other,

we have to understand and know empathy,

kita harus memahami dan mengetahui empati,

because empathy's the antidote to shame.

karena empati merupakan penangkal rasa malu.

If you put shame in a Petri dish,

Jika Anda meletakkan rasa malu ke dalam cawan Petri,

it needs three things to grow exponentially:

dibutuhkan tiga hal untuk tumbuh secara eksponensial:

secrecy, silence and judgment.

kerahasiaan, kesunyian, dan penghakiman.

If you put the same amount in a Petri dish and douse it with empathy,

Jika Anda meletakkannya dalam jumlah sama di cawan Petri

it can't survive.

dan menyiramnya dengan empati,

dia tidak akan bertahan.

The two most powerful words when we're in struggle:

Dua kata yang paling kuat di saat kita sedang berjuang:

me too.

"Saya juga."

And so I'll leave you with this thought.

Dan saya akan meninggalkan Anda dengan gagasan ini.

Jika kita akan mencari jalan

If we're going to find our way back to each other,

kembali ke satu sama lain,

vulnerability is going to be that path.

kerapuhan adalah jalan tersebut.

Dan saya tahu betapa menggiurkannya untuk berdiri di luar arena,

And I know it's seductive to stand outside the arena,

because I think I did it my whole life,

karena saya rasa saya lakukan selama hidup

and think to myself,

dan berpikir dalam hati,

I'm going to go in there and kick some ass

saya akan masuk ke sana dan berjuang,

when I'm bulletproof and when I'm perfect.

saat saya tahan peluru dan saat saya sempurna.

And that is seductive.

Dan itu menggiurkan.

But the truth is, that never happens.

Tapi sebenarnya itu tidak pernah terjadi.

And even if you got as perfect as you could

Dan bahkan saat Anda sangat sempurna

dan setahan apapun Anda pada peluru,

and as bulletproof as you could possibly muster

when you got in there,

ketika Anda ke sana,

that's not what we want to see.

bukan itu yang ingin kami lihat.

We want you to go in.

Kami ingin Anda untuk masuk.

We want to be with you and across from you.

Kami ingin bersama Anda dan berada di seberang Anda.

Dan kami hanya ingin,

And we just want,

for ourselves and the people we care about

untuk diri kami dan orang yang kami sayangi

dan yang bekerja bersama kami,

and the people we work with,

to dare greatly.

untuk bersikap sangat berani.

So thank you all very much. I really appreciate it.

Terimakasih banyak. Saya sangat menghargainya.

(Applause)

(Tepuk tangan)