Shake up your story | Raghava KK

Translator: Ade Indarta Reviewer: Antonius Yudi Sendjaja

Hi everyone.

Halo semua.

I'm an artist and a dad -- second time around.

Saya seorang seniman dan seorang ayah -- untuk kedua kalinya.

Thank you.

Terima kasih.

And I want to share with you my latest art project.

Saya ingin berbagi proyek seni terbaru saya.

It's a children's book for the iPad.

Ini adalah buku anak-anak untuk iPad.

It's a little quirky and silly.

Ini sedikit aneh dan konyol.

It's called "Pop-It,"

Ini disebut "Pop-It,"

And it's about the things little kids do with their parents.

Berisi tentang hal-hal yang dilakukan anak-anak dengan orang tua mereka.

(Music)

(Musik)

So this is about potty training --

Ini tentang latihan buang air besar --

as most of you, I hope, know.

seperti yang Anda sudah tahu, semoga.

You can tickle the rug.

Anda bisa menggelitik karpet.

You can make the baby poop.

Anda bisa membuat si bayi buang air besar.

You can do all those fun things.

Anda bisa melakukan semua hal-hal yang menyenangkan.

You can burst bubbles.

Anda bisa memecahkan gelembung.

You can draw, as everyone should.

Anda bisa menggambar, semua harusnya menggambar.

But you know, I have a problem with children's books:

Tapi saya punya masalah dengan buku anak-anak:

I think they're full of propaganda.

buku anak itu penuh propaganda.

At least an Indian trying to get one of these American books in Park Slope, forget it.

Bayangkan orang India mencoba membelikan buku-buku Amerika di Park Slope, lupakan saja.

It's not the way I was brought up.

Saya tidak dibesarkan seperti itu.

So I said, "I'm going to counter this with my own propaganda."

Jadi saya bilang, "Saya akan melawan ini dengan propaganda saya sendiri."

If you notice carefully,

Kalau Anda perhatikan dengan teliti,

it's a homosexual couple bringing up a child.

pasangan yang merawat si anak ini homoseks.

You don't like it?

Anda tidak suka?

Shake it, and you have a lesbian couple.

Goyangkan, dan Anda mendapat pasangan lesbi.

(Laughter)

(Suara tawa)

Shake it, and you have a heterosexual couple.

Goyangkan, dan Anda mendapat pasangan heteroseksual.

You know, I don't even believe in the concept of an ideal family.

Saya bahkan tidak percaya dengan konsep keluarga ideal.

I have to tell you about my childhood.

Saya ingin bercerita tentang masa kecil saya.

I went to this very proper Christian school

Saya belajar di sebuah sekolah Kristen

taught by nuns, fathers, brothers, sisters.

diajar oleh pastur, biarawan-biarawati Kristen.

Basically, I was brought up to be a good Samaritan,

Jadi saya dibesarkan menjadi seorang Samaria yang baik,

and I am.

dan saya memang seperti itu.

And I'd go at the end of the day to a traditional Hindu house,

Selepas sekolah saya pulang ke rumah Hindu tradisional,

which was probably the only Hindu house

yang mungkin satu-satunya rumah Hindu

in a predominantly Islamic neighborhood.

di lingkungan yang didominasi oleh keluarga Islam.

Basically, I celebrated every religious function.

Saya merayakan semua kegiatan keagamaan.

In fact, when there was a wedding in our neighborhood,

Bahkan, jika ada pernikahan di lingkungan saya,

all of us would paint our houses for the wedding.

kami ikut mengecat rumah kami untuk merayakannya.

I remember we cried profusely

Saya ingat menangis menjadi-jadi

when the little goats we played with in the summer

saat kambing kecil yang biasa bermain dengan kami

became biriani.

menjadi hidangan Biriani.

(Laughter)

(Suara tawa)

We all had to fast during Ramadan.

Kami semua berpuasa di bulan puasa.

It was a very beautiful time.

Itu masa yang sangat indah.

But I must say,

Tapi ada juga,

I'll never forget, when I was 13 years old, this happened.

saya tidak akan lupa, saat berumur 13 tahun, hal ini terjadi.

Babri Masjid --

Masjid Babri --

one of the most beautiful mosques in India,

salah satu masjid terindah di India,

built by King Babur, I think, in the 16th century --

dibangun oleh Raja Babur, sekitar abad ke-16 --

was demolished by Hindu activists.

dihancurkan oleh aktivis Hindu.

This caused major riots in my city.

Ini menyebabkan kerusuhan besar di kota saya.

And for the first time,

Dan untuk pertama kalinya,

I was affected

saya merasakan pengaruh

by this communal unrest.

gejolak masyarakat ini.

My little five-year-old kid neighbor

Tetangga saya yang berusia lima tahun

comes running in,

datang berlari,

and he says, "Rags, Rags.

dan berkata, "Rags, Rags.

You know the Hindus are killing us Muslims. Be careful."

Orang-orang Hindu membunuhi orang Islam. Hati-hati."

I'm like, "Dude, I'm Hindu."

Saya menjawab, "Lho, aku ini Hindu."

(Laughter)

(Suara tawa)

He's like, "Huh!"

Dia terkejut, "Hah?"

You know, my work is inspired

Karya saya terinspirasi

by events such as this.

oleh peristiwa seperti ini.

Even in my gallery shows,

Bahkan dalam pameran galeri saya,

I try and revisit historic events

saya mencoba menghadirkan kembali peristiwa sejarah

like Babri Masjid,

seperti Masjid Babri,

distill only its emotional residue

memerasnya hingga tersisa emosinya saja

and image my own life.

dan gambaran dari kehidupan saya sendiri.

Imagine history being taught differently.

Bayangkan sejarah diajarkan dengan cara yang berbeda.

Remember that children's book

Masih ingat buku anak-anak tadi

where you shake and the sexuality of the parents change?

yang bisa kita goyang dan orientasi seksual orang tuanya berubah?

I have another idea.

Saya punya ide lain.

It's a children's book about Indian independence --

Buku anak-anak tentang kemerdekaan India --

very patriotic.

sangat patriotik.

But when you shake it, you get Pakistan's perspective.

Tapi kalau kita goyang, kita mendapat perspektif Pakistan.

Shake it again, and you get the British perspective.

Goyangkan lagi, dan kita mendapat perspektif Inggris.

(Applause)

(Tepuk tangan)

You have to separate fact from bias, right.

Kita harus memisahkan fakta dari prasangka, bukan?

Even my books on children

Bahkan buku anak-anak saya

have cute, fuzzy animals.

punya binatang-binatang berbulu yang lucu.

But they're playing geopolitics.

Tapi mereka memainkan lakon geopolitik.

They're playing out Israel-Palestine,

Mereka memainkan Israel-Palestina,

India-Pakistan.

India-Pakistan.

You know, I'm making a very important argument.

Saya punya argumen yang sangat penting.

And my argument [is]

Argumen saya adalah

that the only way for us to teach creativity

satu-satunya cara mengajarkan kreativitas

is by teaching children perspectives

adalah dengan mengajarkan perspektif

at the earliest stage.

pada usia dini.

After all, children's books are manuals on parenting,

Lagipula, buku anak-anak mengajarkan cara menjadi orang tua,

so you better give them children's books that teach them perspectives.

jadi lebih baik kita memberikan buku yang mengajarkan perspektif.

And conversely,

Dan sebaliknya,

only when you teach perspectives

hanya dengan mengajarkan perspektif

will a child be able to imagine

seorang anak akan bisa membayangkan

and put themselves in the shoes

dan menempatkan diri mereka

of someone who is different from them.

di posisi orang lain yang berbeda dari mereka.

I'm making an argument that art and creativity

Saya berpendapat bahwa seni dan kreativitas

are very essential tools in empathy.

adalah alat yang sangat penting bagi empati.

You know, I can't promise my child

Saya tidak bisa menjanjikan anak saya

a life without bias --

kehidupan tanpa keberpihakan --

we're all biased --

kita semua berpihak --

but I promise to bias my child with multiple perspectives.

tapi saya bisa menjanjikan anak saya melihat kehidupan dengan perspektif yang berbeda.

Thank you very much.

Terima kasih banyak.

(Applause)

(Tepuk tangan)