The voices in my head | Eleanor Longden

Translator: Laksmi Wijayanti Reviewer: Muhammad Fathi Rayyan

The day I left home for the first time

Hari ketika saya meninggalkan rumah untuk pertama kalinya

to go to university was a bright day

untuk pergi ke universitas adalah hari yang cerah,

brimming with hope and optimism.

penuh dengan harapan dan optimisme,

I'd done well at school. Expectations for me were high,

Saya memiliki prestasi yang baik di sekolah, dan banyak yang memiliki harapan tinggi terhadap saya.

and I gleefully entered the student life

Maka dengan gembira saya memasuki kehidupan seorang mahasiswa

of lectures, parties and traffic cone theft.

yang penuh dengan kuliah, pesta dan pencurian kerucut lalu lintas.

Now appearances, of course, can be deceptive,

Tapi penampilan, tentunya, bisa menipu,

and to an extent, this feisty, energetic persona

dan sampai batasan tertentu, semangat dari

of lecture-going and traffic cone stealing was a veneer,

mengikuti kuliah-kuliah dan mencuri kerucut lalu lintas ini hanyalah tampak luarnya saja,

albeit a very well-crafted and convincing one.

namun dirancang dengan sangat baik dan sangat meyakinkan.

Underneath, I was actually deeply unhappy, insecure

Padahal dari dalam, sebenarnya saya sangat tidak bahagia, gamang

and fundamentally frightened --

dan pada dasarnya saya merasa takut --

frightened of other people, of the future, of failure

takut akan orang lain, takut akan masa depan, akan kegagalan,

and of the emptiness that I felt was within me.

dan kehampaan yang saya rasakan.

But I was skilled at hiding it, and from the outside

Tapi saya pandai menyembunyikannya, dan dari luar

appeared to be someone with everything to hope for

saya tampak seperti seseorang yang memiliki segalanya yang diinginkan

and aspire to.

dan dicita-citakan banyak orang.

This fantasy of invulnerability was so complete

Sebegitu sempurnanya ketangguhan palsu ini

that I even deceived myself,

sampai-sampai saya sendiri pun tertipu,

and as the first semester ended and the second began,

dan dengan berakhirnya semester pertama dan dimulainya semester kedua,

there was no way that anyone could have predicted

tidak ada satu orang pun yang mengira

what was just about to happen.

apa yang akan segera terjadi.

I was leaving a seminar when it started,

Hal itu bermula saat saya sedang meninggalkan sebuah seminar,

humming to myself, fumbling with my bag

sambil bersenandung, membenahi tas

just as I'd done a hundred times before,

hal-hal yang biasa saya lakukan sebelumnya.

when suddenly I heard a voice calmly observe,

Tiba-tiba saya mendengar sebuah suara yang dengan tenangnya berkomentar,

"She is leaving the room."

"Dia sedang meninggalkan ruangan."

I looked around, and there was no one there,

Saya melihat sekeliling, dan tidak ada siapa-siapa di sekitar,

but the clarity and decisiveness of the comment

tapi kejernihan dan ketegasan suara itu

was unmistakable.

terasa sangat nyata.

Shaken, I left my books on the stairs and hurried home,

Saya terguncang dan lekas-lekas meninggalkan buku-buku di tangga serta bergegas pulang.

and there it was again.

Kemudian suara itu muncul lagi.

"She is opening the door."

"Dia sedang membuka pintu."

This was the beginning. The voice had arrived.

Ini baru permulaan. Suara-suara itu telah muncul.

And the voice persisted,

Dan suara itu bertahan selama

days and then weeks of it, on and on,

berhari-hari, berminggu-minggu, terus menerus,

narrating everything I did in the third person.

mengkomentari segala hal yang saya lakukan dari sisi orang ketiga.

"She is going to the library."

"Dia pergi ke perpustakaan."

"She is going to a lecture."

"Dia pergi kuliah."

It was neutral, impassive and even, after a while,

Suara tersebut terdengar netral, tenang, dan bahkan anehnya,

strangely companionate and reassuring,

setelah beberapa waktu ia terasa seperti teman yang menenteramkan,

although I did notice that its calm exterior sometimes slipped

walaupun terkadang tidak selalu terdengar tenang

and that it occasionally mirrored my own unexpressed emotion.

dan sesekali ia menyuarakan emosi terpendam saya sendiri.

So, for example, if I was angry and had to hide it,

Misalnya, jika saya marah dan harus menutupinya,

which I often did, being very adept at concealing how I really felt,

yang memang sering saya lakukan, karena saya sangat mahir menyembunyikan perasaan,

then the voice would sound frustrated.

maka suara itu akan terdengar gusar.

Otherwise, it was neither sinister nor disturbing,

Namun terlepas dari itu, suara tersebut tidak menyeramkan maupun mengganggu,

although even at that point it was clear

meskipun pada saat itu pun sudah jelas

that it had something to communicate to me

bahwa ia mengkomunikasikan sesuatu kepada saya,

about my emotions, particularly emotions

yaitu perasaan saya, khususnya perasaan

which were remote and inaccessible.

yang jauh terpendam.

Now it was then that I made a fatal mistake,

Ketika itulah saya melakukan sebuah kesalahan yang fatal,

in that I told a friend about the voice, and she was horrified.

Saya memberitahu seorang teman mengenai suara itu, dan ia sangat ketakutan.

A subtle conditioning process had begun,

Dan dimulailah proses pengkondisian yang samar,

the implication that normal people don't hear voices

yang mengimplikasikan bahwa manusia normal tidak mendengar suara itu,

and the fact that I did meant that something was very seriously wrong.

dan jika saya mendengarnya berarti ada sesuatu yang sangat salah di dalam diri saya.

Such fear and mistrust was infectious.

Ketakutan dan ketidakpercayaan sangatlah menular.

Suddenly the voice didn't seem quite so benign anymore,

Tiba-tiba suara tersebut tidak lagi terasa jinak dan bersahabat,

and when she insisted that I seek medical attention,

dan saat teman saya bersikeras agar saya berobat,

I duly complied, and which proved to be

saya menurut, dan ternyata ini merupakan

mistake number two.

kesalahan nomor dua.

I spent some time telling the college G.P.

Saya bercerita panjang lebar kepada dokter umum di universitas

about what I perceived to be the real problem:

mengenai apa yang menurut saya adalah masalah sebenarnya:

keresahan, kurang percaya diri, ketakutan akan masa depan,

anxiety, low self-worth, fears about the future,

and was met with bored indifference

dan malah ditanggapi dengan keacuhan

until I mentioned the voice,

sampai akhirnya saya menyinggung tentang suara itu.

upon which he dropped his pen, swung round

Beliau menjatuhkan penanya, menoleh ke arah saya

and began to question me with a show of real interest.

dan mulai menunjukkan ketertarikannya dengan pertanyaan-pertanyaan.

And to be fair, I was desperate for interest and help,

Dan sejujurnya, saat itu saya sedang sangat ingin diperhatikan dan ditolong,

and I began to tell him about my strange commentator.

lalu saya mulai bercerita tentang komentator saya yang aneh.

And I always wish, at this point, the voice had said,

Saya selalu berharap bahwa saat itu, suara tersebut berkata,

"Dia sedang menggali kuburannya sendiri."

"She is digging her own grave."

I was referred to a psychiatrist, who likewise

Saya dirujuk ke seorang psikiater, yang juga

took a grim view of the voice's presence,

berpikiran buruk akan adanya suara tersebut,

subsequently interpreting everything I said

dan karenanya, beliau mengartikan setiap perkataan saya

sebagai kegilaan yang terselubung.

through a lens of latent insanity.

For example, I was part of a student TV station

Misalnya, saya adalah bagian dari stasiun TV untuk para pelajar

that broadcast news bulletins around the campus,

yang menyiarkan wacana sekitar kampus,

and during an appointment which was running very late,

dan pada sebuah sesi pertemuan yang sudah sangat terlambat,

I said, "I'm sorry, doctor, I've got to go.

saya berkata, "Maaf dokter, saya harus pergi.

I'm reading the news at six."

Saya harus membaca berita jam enam."

Now it's down on my medical records that Eleanor

Kemudian di catatan medis saya akan tertulis bahwa Eleanor sekarang

berkhayal ia adalah seorang pembaca berita.

has delusions that she's a television news broadcaster.

It was at this point that events began

Pada saat itulah serentetan kejadian mulai

to rapidly overtake me.

menimpa saya bertubi-tubi.

A hospital admission followed, the first of many,

Saya dimasukkan ke rumah sakit untuk pertama kalinya dari banyak kali yang akan menyusul kemudian,

a diagnosis of schizophrenia came next,

kemudian saya didiagnosa dengan skizofrenia,

and then, worst of all, a toxic, tormenting sense

lalu, yang paling parah adalah ketidakberdayaan, rasa malu, dan keputusasaan

of hopelessness, humiliation and despair

yang meracuni dan menyiksa saya, menghantui

about myself and my prospects.

akan diri saya dan masa depan saya.

But having been encouraged to see the voice

Namun anjuran untuk menganggap suara tersebut

not as an experience but as a symptom,

sebagai sebuah gejala, bukannya sebuah pengalaman,

my fear and resistance towards it intensified.

malah memperparah rasa takut dan penolakan saya.

Now essentially, this represented taking

Pada dasarnya, ini berarti bersikap agresif

an aggressive stance towards my own mind,

terhadap pikiran saya sendiri,

a kind of psychic civil war,

semacam sebuah perang batin,

and in turn this caused the number of voices to increase

dan ini menyebabkan kuantitas suara tersebut bertambah

and grow progressively hostile and menacing.

dan berangsur-angsur menjadi tidak bersahabat dan mengancam.

Helplessly and hopelessly, I began to retreat

Saya merasa tidak berdaya, dan perlahan-lahan saya mulai tenggelam

into this nightmarish inner world

di dalam sebuah dunia batin yang menyiksa

in which the voices were destined to become

dimana suara-suara tersebut telah ditakdirkan untuk menjadi

both my persecutors and my only perceived companions.

penuntut sekaligus satu-satunya teman saya.

They told me, for example, that if I proved myself worthy

Contohnya, mereka berkata kepada saya jika saya membuktikan bahwa saya pantas

of their help, then they could change my life

menerima bantuan mereka, maka mereka bisa mengembalikan hidup saya

back to how it had been,

seperti semula,

and a series of increasingly bizarre tasks was set,

dan saya pun disuruh melakukan serentetan tugas yang aneh,

a kind of labor of Hercules.

seperti layaknya Hercules.

It started off quite small, for example,

Awalnya tugasnya cukup sederhana. Misalnya,

pull out three strands of hair,

cabut tiga helai rambutmu,

but gradually it grew more extreme,

namun lambat laun menjadi semakin ekstrem,

culminating in commands to harm myself,

dimana saya disuruh untuk menyakiti diri saya sendiri,

and a particularly dramatic instruction:

dan ada sebuah instruksi yang sangat dramatis:

"You see that tutor over there?

"Kau lihat tutor yang di sana?

You see that glass of water?

Kau lihat gelas air itu?

Well, you have to go over and pour it over him in front of the other students."

Kau harus ke sana dan menumpahkan air itu ke atas beliau di hadapan mahasiswa-mahasiswa lainnya."

Which I actually did, and which needless to say

Dan saya benar-benar melakukannya. Tentu ini

did not endear me to the faculty.

tidak membuat saya disukai oleh para dosen.

In effect, a vicious cycle of fear, avoidance,

Akhirnya, sebuah lingkaran setan yang penuh dengan ketakutan, pengasingan,

mistrust and misunderstanding had been established,

ketidakpercayaan dan kesalahpahaman telah terbentuk,

and this was a battle in which I felt powerless

dan ini adalah sebuah pertarungan di mana saya merasa tidak berdaya

and incapable of establishing any kind of peace or reconciliation.

dan tidak mampu mendapatkan ketenangan maupun rekonsiliasi.

Two years later, and the deterioration was dramatic.

Dua tahun kemudian, kondisi saya semakin memburuk.

By now, I had the whole frenzied repertoire:

Sekarang, tidak ada lagi ketenangan di sekitar saya:

terrifying voices, grotesque visions,

semuanya berisi suara-suara yang mengerikan, pemandangan menakutkan,

bizarre, intractable delusions.

delusi ganjil yang tidak pernah hilang.

My mental health status had been a catalyst

Status kesehatan mental saya sangatlah kacau balau,

for discrimination, verbal abuse,

penuh dengan diskriminasi, pelecehan secara verbal,

and physical and sexual assault,

serta pelecehan fisik dan seksual.

and I'd been told by my psychiatrist,

Dan psikiater saya berkata,

"Eleanor, you'd be better off with cancer,

"Eleanor, terkena kanker pun masih lebih baik dari ini,

because cancer is easier to cure than schizophrenia."

karena kanker lebih mudah diobati daripada skizofrenia."

I'd been diagnosed, drugged and discarded,

Saya telah didiagnosa, dibius, dan dibuang,

and was by now so tormented by the voices

dan sekarang saya sangat tersiksa oleh suara-suara tersebut

that I attempted to drill a hole in my head

sampai-sampai saya mencoba mengebor kepala saya untuk membuat lubang

in order to get them out.

agar suara-suara itu bisa keluar.

Now looking back on the wreckage and despair of those years,

Sekarang saat saya menengok kembali keruntuhan dan kerapuhan di tahun-tahun tersebut,

it seems to me now as if someone died in that place,

saya merasa seakan-akan seseorang telah mati di sana,

and yet, someone else was saved.

dan seseorang yang lain telah diselamatkan.

A broken and haunted person began that journey,

Seseorang yang telah hancur dan dihantui memulai perjalanan tersebut,

but the person who emerged was a survivor

namun yang menyelesaikannya adalah seorang yang tangguh,

and would ultimately grow into the person

dan pada akhirnya ia akan menjadi

I was destined to be.

citra diri saya yang sesungguhnya.

Many people have harmed me in my life,

Banyak orang yang menyakiti saya di hidup saya,

and I remember them all,

dan saya mengingat kesemuanya,

but the memories grow pale and faint

namun ingatan tersebut menjadi semakin pudar dan samar

in comparison with the people who've helped me.

apabila saya membandingkannya dengan memori dari para penolong saya.

The fellow survivors, the fellow voice-hearers,

Sesama pejuang yang tangguh, orang-orang yang juga mendengar suara-suara,

the comrades and collaborators;

kawan-kawan saya

the mother who never gave up on me,

ibu saya yang tidak pernah menyerah dan putus asa akan saya,

who knew that one day I would come back to her

yang tahu bahwa pada akhirnya saya akan kembali ke sisi beliau

and was willing to wait for me for as long as it took;

yang telah dengan setia menanti saya selama mungkin;

the doctor who only worked with me for a brief time

dokter yang hanya sebentar menangani saya,

but who reinforced his belief that recovery

namun telah menunjukkan kepada saya bahwa penyembuhan

was not only possible but inevitable,

tidaklah mustahil, bahkan tidak dapat dihindari,

and during a devastating period of relapse

dan selama beberapa waktu di saat "penyakit" saya kambuh,

told my terrified family, "Don't give up hope.

beliau memberitahu keluarga saya yang ketakutan, "Jangan menyerah.

I believe that Eleanor can get through this.

Saya percaya Eleanor dapat melalui hal ini.

Sometimes, you know, it snows as late as May,

Anda tahu, terkadang salju bisa turun di bulan Mei,

but summer always comes eventually."

tapi musim panas pada akhirnya selalu datang."

Fourteen minutes is not enough time

Empat belas menit tidaklah cukup

to fully credit those good and generous people

untuk menyebutkan kesemua orang yang sangat baik hati tersebut satu per satu,

who fought with me and for me

yang telah berjuang bersama saya dan untuk saya,

and who waited to welcome me back

dan telah menanti untuk menyambut saya kembali

from that agonized, lonely place.

dari tempat yang sepi dan penuh penderitaan.

But together, they forged a blend of courage,

Namun mereka bersama-sama membentuk suatu keberanian,

creativity, integrity, and an unshakeable belief

kreativitas, inegritas, dan keyakinan yang kokoh

that my shattered self could become healed and whole.

bahwa citra diri saya yang telah hancur dapat disembuhkan dan disatukan kembali.

I used to say that these people saved me,

Saya dulu sering berkata bahwa orang-orang inilah yang menyelamatkan saya,

but what I now know is they did something

namun yang saya sadari sekarang adalah bahwa mereka melakukan sesuatu

even more important in that they empowered me

yang jauh lebih penting, yaitu menguatkan saya

to save myself,

untuk menyelamatkan diri saya sendiri,

and crucially, they helped me to understand something

dan yang paling penting adalah mereka membantu saya mengerti satu hal

which I'd always suspected:

yang telah saya duga sebelumnya:

that my voices were a meaningful response

bahwa suara-suara tersebut adalah respon yang penuh arti

to traumatic life events, particularly childhood events,

atas kejadian-kejadian traumatis di hidup saya, terutama di masa kecil saya,

and as such were not my enemies

dan itu bukanlah musuh saya,

but a source of insight into solvable emotional problems.

namun yang memberitahu saya akan adanya masalah emosional yang dapat diatasi.

Now, at first, this was very difficult to believe,

Nah, awalnya, ini bukanlah sesuatu yang mudah dipercaya,

not least because the voices appeared so hostile

salah satunya karena mereka tampak tidak bersahabat

and menacing, so in this respect, a vital first step

dan penuh ancaman, maka langkah pertama yang paling penting

was learning to separate out a metaphorical meaning

adalah belajar untuk memisahkan arti metafor

from what I'd previously interpreted to be a literal truth.

dari apa yang sebelumnya saya anggap sebagai kebenaran secara harafiah.

So for example, voices which threatened to attack my home

Misalnya, saya belajar untuk mengartikan suara-suara yang mengancam

I learned to interpret as my own sense of fear

akan menyerang rumah saya sebagai ketakutan dan

and insecurity in the world, rather than an actual, objective danger.

ketidakamanan diri saya sendiri di dunia ini, dan bukannya bahaya yang sebenarnya.

Now at first, I would have believed them.

Nah, awalnya saya akan mempercayai mereka.

I remember, for example, sitting up one night

Contohnya, saya ingat suatu malam saya duduk

on guard outside my parents' room to protect them

berjaga-jaga di luar kamar orang tua saya untuk melindungi mereka

from what I thought was a genuine threat from the voices.

dari apa yang saya kira merupakan ancaman sungguhan dari suara-suara tersebut.

Because I'd had such a bad problem with self-injury

Karena saya pernah menyakiti diri saya sendiri sebelumnya,

that most of the cutlery in the house had been hidden,

kebanyakan benda tajam di dalam rumah telah disembunyikan,

so I ended up arming myself with a plastic fork,

karenanya saya harus mempersenjatai diri saya dengan garpu plastik,

kind of like picnic ware, and sort of sat outside the room

semacam peralatan piknik, dan saya duduk di luar kamar

menggenggam garpu tersebut dan menunggu untuk menyergap apabila terjadi sesuatu.

clutching it and waiting to spring into action should anything happen.

It was like, "Don't mess with me.

Jadi semacam ini, "Jangan macam-macam dengan saya.

I've got a plastic fork, don't you know?"

Saya punya garpu plastik, tahu?"

Strategic.

Strategi yang bagus, bukan?

But a later response, and much more useful,

Tapi respon yang datang setelahnya, dan yang sangatlah berguna,

would be to try and deconstruct the message behind the words,

akan mencoba dan menganalisis ulang arti di balik kata-kata tersebut,

so when the voices warned me not to leave the house,

jadi saat suara-suara tersebut memperingatkan saya untuk tidak meninggalkan rumah,

then I would thank them for drawing my attention

kemudian saya akan berterima kasih karena mereka telah menunjukkan betapa

to how unsafe I felt --

saya merasa tidak aman --

because if I was aware of it, then I could do something positive about it --

karena jika saya telah menyadari hal ini, saya dapat melakukan sesuatu yang positif akan hal itu --

but go on to reassure both them and myself

namun saya akan terus menenangkan diri saya sendiri dan suara-suara itu,

that we were safe and didn't need to feel frightened anymore.

bahwa kami telah aman dan tidak perlu merasa takut lagi.

I would set boundaries for the voices,

Saya akan menetapkan batasan bagi mereka,

and try to interact with them in a way that was assertive

dan mencoba untuk berinteraksi dengan mereka dengan tegas

namun juga dengan hormat, perlahan-lahan menjadi proses

yet respectful, establishing a slow process

of communication and collaboration

komunikasi dan kolaborasi

in which we could learn to work together and support one another.

dimana kami dapat belajar untuk bekerja sama dan menyokong satu sama lain.

Throughout all of this, what I would ultimately realize

Dan kemudian, saya akan menyadari pada akhirnya

was that each voice was closely related

bahwa setiap suara tersebut berhubungan sangat dekat

to aspects of myself, and that each of them

dengan setiap aspek diri saya, dan masing-masing

carried overwhelming emotions that I'd never had

memiliki luapan emosi yang tidak pernah

sempat saya proses atau atasi,

an opportunity to process or resolve,

memories of sexual trauma and abuse,

kenangan akan trauma dan pelecehan seksual,

of anger, shame, guilt, low self-worth.

kenangan akan kemarahan, rasa malu, rasa bersalah, dan rendah diri.

The voices took the place of this pain

Mereka menggantikan rasa sakit yang ada

and gave words to it,

dan menyuarakannya,

and possibly one of the greatest revelations

dan mungkin salah satu pengilhaman yang paling luar biasa

was when I realized that the most hostile and aggressive voices

adalah saat saya menyadari bahwa suara-suara yang paling tidak bersahabat dan agresive

actually represented the parts of me

sebenarnya mewakili sisi dari diri saya

that had been hurt most profoundly,

yang paling merasa tersakiti,

and as such, it was these voices

dan karenanya, suara-suara itulah

that needed to be shown the greatest compassion and care.

yang paling perlu diperhatikan dan dikasihi.

It was armed with this knowledge that ultimately

Suara tersebut disertai dengan pengetahuan dimana akhirnya

I would gather together my shattered self,

saya akan mengumpulkan serpihan-serpihan diri saya yang tercecer,

each fragment represented by a different voice,

setiap serpihan mewakili suara-suara yang berbeda.

gradually withdraw from all my medication,

Perlahan saya akan melepaskan pengobatan saya

and return to psychiatry, only this time from the other side.

dan kembali bergumul dengan kejiwaan, namun kali saya berada di sisi lainnya.

Ten years after the voice first came, I finally graduated,

10 tahun setelah suara pertama muncul, saya akhirnya lulus,

this time with the highest degree in psychology

dengan gelar tertinggi di bidang psikologi

the university had ever given, and one year later,

yang pernah diberikan oleh universitas, dan setahun kemudian,

the highest masters, which shall we say

saya mendapat gelar tertinggi di tingkat pasca-sarjana, dan

isn't bad for a madwoman.

itu bukanlah hal yang buruk untuk seorang wanita gila, iya kan?

In fact, one of the voices actually dictated the answers

Malah, salah satu suara tersebut sebenarnya mendiktekan jawabannya

during the exam, which technically possibly counts as cheating.

di saat ujian, yang secara teknis mungkin termasuk mencontek.

(Tawa)

(Laughter)

And to be honest, sometimes I quite enjoyed their attention as well.

Dan sejujurnya, terkadang saya cukup menikmati perhatian mereka juga.

As Oscar Wilde has said, the only thing worse

Seperti yang dikatakan Oscar Wilde: menjadi topik pembicaraan orang-orang

tidak lebih buruk daripada tidak dibicarakan sama sekali.

than being talked about is not being talked about.

It also makes you very good at eavesdropping,

Dan ini juga membuat anda menjadi sangat peka dalam mencuri dengar

karena anda dimampukan untuk mendengarkan dua percakapan sekaligus.

because you can listen to two conversations simultaneously.

So it's not all bad.

Jadi tidak semuanya buruk.

I worked in mental health services,

Saya bekerja di institusi-institusi kejiwaan,

I spoke at conferences,

berceramah di banyak konferensi,

I published book chapters and academic articles,

menerbitkan buku-buku dan artikel-artikel akademis,

and I argued, and continue to do so,

dan saya terus bersikeras

the relevance of the following concept:

akan relevansi dari konsep berikut ini:

that an important question in psychiatry

bahwa pertanyaan yang penting di bidang ilmu kejiwaan

shouldn't be what's wrong with you

bukanlah, "Apa yang salah dalam dirimu?"

but rather what's happened to you.

tapi seharusnya "Apa yang telah terjadi padamu?"

And all the while, I listened to my voices,

Sementara itu, saya mendengarkan suara-suara saya.

with whom I'd finally learned to live with peace and respect

Saya akhirnya belajar untuk berdamai dengan mereka, dan belajar untuk menghormati mereka,

and which in turn reflected a growing sense

dan malah mereka semakin terasa seperti refleksi

of compassion, acceptance and respect towards myself.

rasa sayang, penerimaan, dan penghormatan terhadap diri saya sendiri.

And I remember the most moving and extraordinary moment

Dan saya ingat saat yang paling mengharukan dan luar biasa

when supporting another young woman who was terrorized by her voices,

saat saya menyokong seorang wanita lain yang merasa diteror oleh suara-suaranya,

and becoming fully aware, for the very first time,

dan saya mulai benar-benar menyadari, untuk pertama kalinya,

that I no longer felt that way myself

betapa saya tidak lagi merasa demikian

but was finally able to help someone else who was.

tapi akhirnya saya mampu menolong orang lain yang mengalami hal yang sama.

I'm now very proud to be a part of Intervoice,

Sekarang saya merasa sangat bangga menjadi bagian dari Intervoice (Antarsuara),

the organizational body of the International Hearing Voices Movement,

badan organisasi International Hearing Voices Movement (Gerakan Internasional dari Pendengaran Suara-suara),

an initiative inspired by the work of Professor Marius Romme

gagasan yang diinspirasi oleh hasil karya Profesor Marius Romme

and Dr. Sandra Escher,

dan Dr. Sandra Escher,

which locates voice hearing as a survival strategy,

yang menempatkan pendengaran suara-suara tersebut sebagai strategi untuk bertahan,

a sane reaction to insane circumstances,

reaksi normal atas kondisi-kondisi yang abnormal,

not as an aberrant symptom of schizophrenia to be endured,

bukannya gejala skizofrenia yang menyimpang yang harus dialami,

but a complex, significant and meaningful experience

tapi merupakan pengalaman yang kompleks, penting dan penuh arti

to be explored.

yang perlu dieksplorasi.

Together, we envisage and enact a society

Kita bersama-sama mewujudkan masyarakat

that understands and respects voice hearing,

yang mengerti dan menghormati hal ini,

supports the needs of individuals who hear voices,

menyokong kebutuhan mereka yang mendengar suara-suara,

and which values them as full citizens.

dan menerima individu-individu tersebut sebagai bagian dari masyarakat.

This type of society is not only possible,

Ini tidak hanya mungkin,

it's already on its way.

tapi sedang terjadi.

To paraphrase Chavez, once social change begins,

Seperti yang dikatakan Chavez, dengan kata lain: saat perubahan sosial dimulai,

it cannot be reversed.

hal ini tidak dapat diputarbalikkan.

You cannot humiliate the person who feels pride.

Anda tidak dapat merendahkan orang yang merasa kebangggaan,

You cannot oppress the people

Anda tidak dapat menginjak-injak orang-orang

who are not afraid anymore.

yang tidak lagi merasa takut.

For me, the achievements of the Hearing Voices Movement

Bagi saya, pencapaian dari Gerakan Pendengaran Suara-suara (Hearing Voices Movement)

are a reminder that empathy, fellowship,

adalah pengingat bahwa rasa empati, kesetiakawanan,

justice and respect are more than words;

keadilan, dan penghormatan lebih dari sekadar kata-kata;

they are convictions and beliefs,

mereka adalah keyakinan dan kepercayaan,

and that beliefs can change the world.

dan hal tersebut dapat mengubah dunia.

In the last 20 years, the Hearing Voices Movement

Dalam 20 tahun terakhir, kegerakan ini

has established hearing voices networks

telah mewujudkan terbentuknya jalinan dari hal serupa

in 26 countries across five continents,

di 26 negara di lima benua,

working together to promote dignity, solidarity

dan kami saling bekerja sama untuk memasyarakatkan harga diri dan solidaritas,

and empowerment for individuals in mental distress,

serta sokongan bagi mereka yang tertekan mentalnya,

to create a new language and practice of hope,

agar bahasa yang baru dan harapan dapat tercipta,

which, at its very center, lies an unshakable belief

dimana di pusat kesemuanya ini, ada rasa percaya yang tak tergoyahkan

in the power of the individual.

atas kekuatan masing-masing individu.

As Peter Levine has said, the human animal

Seperti yang dikatakan Peter Levine, binatang bernama manusia ini

is a unique being

merupakan makhluk unik

endowed with an instinctual capacity to heal

yang dianugerahkan dengan naluri untuk menyembuhkan

and the intellectual spirit to harness this innate capacity.

dan jiwa intelek untuk memanfaatkan kemampuan bawaan mereka ini.

In this respect, for members of society,

Dalam hal ini, sebagai bagian dari masyarakat,

there is no greater honor or privilege

tidak ada kehormatan yang lebih besar

than facilitating that process of healing for someone,

daripada memfasilitasi proses penyembuhan seseorang,

to bear witness, to reach out a hand,

menyaksikan, membantu,

to share the burden of someone's suffering,

membagi dan meringankan beban seseorang,

and to hold the hope for their recovery.

dan menyebarkan harapan bagi pemulihan mereka.

And likewise, for survivors of distress and adversity,

Demikian juga bagi mereka yang telah melalui tekanan dan kesulitan ini,

that we remember we don't have to live our lives

perlu diingat kita tidak tidak perlu menjalani hidup yang

forever defined by the damaging things that have happened to us.

terus menerus dibentuk dari hal-hal yang telah menghancurkan kita.

We are unique. We are irreplaceable.

Kita ini unik. Kita tidak tergantikan.

What lies within us can never be truly colonized,

Apa yang ada di dalam diri kita tidak akan pernah bisa ditaklukan,

contorted, or taken away.

dikucilkan, atau diambil.

The light never goes out.

Sinar itu tidak akan pernah padam.

As a very wonderful doctor once said to me,

Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang dokter yang luar biasa kepada saya,

"Don't tell me what other people have told you about yourself.

"Jangan beritahu saya akan apa yang telah dikatakan orang-orang mengenai dirimu sendiri,

Tell me about you."

tapi beritahu saya mengenai dirimu yang sebenarnya."

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)