Success, failure and the drive to keep creating | Elizabeth Gilbert

Translator: Aditia Dwiperdana Reviewer: Dewi Barnas

So, a few years ago I was at JFK Airport

Beberapa tahun yang lalu, saya berada di Bandara JFK

about to get on a flight,

menunggu keberangkatan pesawat saya

when I was approached by two women

ketika saya disapa oleh dua wanita

who I do not think would be insulted

yang saya rasa tidak akan tersinggung

to hear themselves described

kalau saya menggambarkan mereka

as tiny old tough-talking Italian-American broads.

sebagai perempuan tua Italia-Amerika yang nyaring.

The taller one, who is like up here,

Wanita yang lebih tinggi, kira-kira setinggi ini,

she comes marching up to me, and she goes,

mendatangi saya dan berkata,

"Honey, I gotta ask you something.

"Manis, aku ingin bertanya.

You got something to do with that whole

Apa kamu ada hubungannya dengan

'Eat, Pray, Love' thing that's been going on lately?"

'Eat, Pray, Love' yang sedang terkenal itu?"

And I said, "Yes, I did."

Saya jawab, "Ya."

And she smacks her friend and she goes,

Dia menepuk temannya dan berkata,

"See, I told you, I said, that's that girl.

"Tuh kan, aku sudah bilang, dia perempuan itu.

That's that girl who wrote that book

Dia perempuan yang menulis buku

based on that movie."

berdasarkan film itu."

(Laughter)

(Tertawa)

So that's who I am.

Jadi itulah siapa saya.

And believe me, I'm extremely grateful to be that person,

Dan percayalah, saya sangat bersyukur menjadi orang itu,

karena "Eat, Pray, Love"

because that whole "Eat, Pray, Love" thing

sungguh-sungguh satu keberhasilan besar bagi saya.

was a huge break for me.

But it also left me in a really tricky position

Tapi ia juga menempatkan saya pada posisi yang sulit

moving forward as an author

untuk terus maju sebagai penulis,

trying to figure out how in the world

mencari tahu entah bagaimana

I was ever going to write a book again

saya akan bisa menulis buku lagi

that would ever please anybody,

yang bisa memuaskan semua orang,

because I knew well in advance

karena dari awal saya sudah tahu

that all of those people who had adored "Eat, Pray, Love"

bahwa semua orang yang menyukai "Eat, Pray, Love"

were going to be incredibly disappointed

akan sangat kecewa dengan apapun yang saya tulis berikutnya,

in whatever I wrote next

because it wasn't going to be "Eat, Pray, Love,"

karena bukan "Eat, Pray, Love,"

and all of those people who had hated "Eat, Pray, Love"

dan semua orang yang membenci "Eat, Pray, Love"

were going to be incredibly disappointed

akan sangat kecewa dengan apapun yang saya tulis berikutnya

in whatever I wrote next

because it would provide evidence that I still lived.

karena itu artinya saya masih hidup.

So I knew that I had no way to win,

Jadi saya tahu bahwa saya tidak bisa menang,

and knowing that I had no way to win

dan mengetahui bahwa saya tidak bisa menang

made me seriously consider for a while

sejenak membuat saya benar-benar mempertimbangkan

just quitting the game

untuk berhenti menulis sama sekali

and moving to the country to raise corgis.

dan pindah ke pedesaan untuk memelihara anjing.

But if I had done that, if I had given up writing,

Tapi seandainya saya berhenti menulis,

I would have lost my beloved vocation,

saya akan kehilangan pekerjaan kesayangan saya,

so I knew that the task was that I had to find

jadi saya tahu saya harus menemukan

some way to gin up the inspiration

suatu cara untuk menemukan inspirasi

to write the next book

untuk menulis buku berikutnya

regardless of its inevitable negative outcome.

meskipun hasil buruk yang tak bisa dihindari.

In other words, I had to find a way to make sure

Dengan kata lain, saya harus memastikan

that my creativity survived its own success.

kreativitas saya bertahan dari kesuksesannya sendiri.

And I did, in the end, find that inspiration,

Dan akhirnya saya menemukan inspirasi itu,

but I found it in the most unlikely

tapi saya menemukannya

and unexpected place.

di tempat yang paling tak terduga.

I found it in lessons that I had learned earlier in life

Saya menemukannya dalam pelajaran hidup saya sebelumnya

about how creativity can survive its own failure.

tentang bagaimana kreativitas bisa bertahan dari kegagalannya sendiri.

So just to back up and explain,

Saya akan mundur sedikit untuk menjelaskan.

the only thing I have ever wanted to be

Satu-satunya yang saya ingin saya lakukan

for my whole life was a writer.

sepanjang hidup saya adalah menjadi penulis.

I wrote all through childhood, all through adolescence,

Saya menulis sejak kecil hingga remaja,

by the time I was a teenager I was sending

waktu remaja saya mengirim

my very bad stories to The New Yorker,

cerita-cerita jelek saya ke The New Yorker

hoping to be discovered.

dan berharap untuk ditemukan.

After college, I got a job as a diner waitress,

Setelah lulus kuliah, saya bekerja sebagai pelayan restoran,

kept working, kept writing,

bekerja dan menulis,

kept trying really hard to get published,

terus berusaha agar tulisan saya bisa diterbitkan,

and failing at it.

dan gagal mencapainya.

I failed at getting published

Tulisan saya tidak diterbitkan

for almost six years.

sampai hampir enam tahun lamanya.

So for almost six years, every single day,

Dan selama hampir enam tahun, setiap hari,

I had nothing but rejection letters

saya hanya mendapat surat penolakan

waiting for me in my mailbox.

di kotak surat saya.

And it was devastating every single time,

Dan setiap kali selalu terasa menyakitkan,

and every single time, I had to ask myself

dan setiap kali, saya bertanya-tanya

if I should just quit while I was behind

apakah sebaiknya saya berhenti saat masih tertinggal,

and give up and spare myself this pain.

menyerah dan menghindari rasa sakit ini.

But then I would find my resolve,

Tapi saya lalu menemukan ketetapan hati selalu dengan cara yang sama,

and always in the same way,

by saying, "I'm not going to quit,

dengan berkata, "Saya tidak akan berhenti,

I'm going home."

saya akan pulang."

And you have to understand that for me,

Anda perlu tahu, bahwa bagi saya,

going home did not mean returning to my family's farm.

pulang bukan berarti kembali ke peternakan keluarga saya.

For me, going home

Bagi saya, pulang berarti

meant returning to the work of writing

kembali ke kegiatan menulis

because writing was my home,

karena menulis adalah rumah saya

because I loved writing more than I hated failing at writing,

karena saya mencintai menulis lebih daripada saya membenci kegagalan menulis

which is to say that I loved writing

yang berarti saya mencintai menulis

more than I loved my own ego,

lebih daripada ego saya sendiri,

which is ultimately to say

yang berarti

that I loved writing more than I loved myself.

saya mencintai menulis lebih daripada diri saya sendiri.

And that's how I pushed through it.

Dan begitulah cara saya melewatinya.

But the weird thing is that 20 years later,

Tapi anehnya, 20 tahun kemudian,

during the crazy ride of "Eat, Pray, Love,"

dalam eforia "Eat, Pray, Love,"

I found myself identifying all over again

saya menemukan diri saya kembali

with that unpublished young diner waitress

menjadi pelayan restoran yang tulisannya belum diterbitkan,

who I used to be, thinking about her constantly,

diri saya yang dulu, saya terus memikirkannya

and feeling like I was her again,

dan merasa seperti saya kembali menjadi orang itu,

which made no rational sense whatsoever

yang sama sekali tidak masuk akal karena kehidupan saya saat ini sangat berbeda.

because our lives could not have been more different.

She had failed constantly.

Dia terus menerus gagal.

I had succeeded beyond my wildest expectation.

sedangkan saya mencapai sukses melebihi harapan.

We had nothing in common.

Kami tidak punya kesamaan.

Why did I suddenly feel like I was her all over again?

Tapi kenapa saya tiba-tiba merasa seperti kembali menjadi orang itu?

And it was only when I was trying to unthread that

Dan saat saya berusaha memahami semua ini

that I finally began to comprehend

akhirnya saya mengerti

the strange and unlikely psychological connection

hubungan psikologis yang aneh dan mungkin

in our lives between the way we experience great failure

dalam cara kita menghadapi kegagalan besar

and the way we experience great success.

dan cara kita menghadapi sukses besar.

So think of it like this:

Kira-kira seperti ini:

Dalam sebagian besar hidup kita, kita berada

For most of your life, you live out your existence

here in the middle of the chain of human experience

di tengah-tengah pada rantai pengalaman manusia

where everything is normal and reassuring and regular,

di mana semuanya normal dan teratur,

but failure catapults you abruptly way out over here

tapi kegagalan melempar kita sangat jauh sampai ke sini

into the blinding darkness of disappointment.

ke dalam kegelapan dan kekecewaan yang membutakan.

Success catapults you just as abruptly but just as far

Kesuksesan juga melempar kita sama jauhnya

way out over here

ke arah sebaliknya

into the equally blinding glare

kedalam cahaya terang yang juga membutakan

of fame and recognition and praise.

dalam bentuk ketenaran dan pujian.

And one of these fates

Kedua kondisi tersebut

is objectively seen by the world as bad,

dilihat dunia secara objektif sebagai kondisi yang buruk dan kondisi yang baik,

and the other one is objectively seen by the world as good,

but your subconscious is completely incapable

tapi alam bawah sadar kita sama sekali tidak mampu

of discerning the difference between bad and good.

membedakan antara yang baik dan buruk.

The only thing that it is capable of feeling

Satu-satunya yang bisa dirasakannya

is the absolute value of this emotional equation,

adalah nilai mutlak dari persamaan emosi ini,

the exact distance that you have been flung

yaitu jarak riil emosi kita terlempar

from yourself.

dari kondisi normal.

And there's a real equal danger in both cases

Dan keduanya sama-sama berbahaya

of getting lost out there

dan dapat menyesatkan kita

in the hinterlands of the psyche.

di kedalaman psikis kita.

But in both cases, it turns out that there is

Tapi pada kedua kondisi tersebut,

also the same remedy for self-restoration,

ada cara pemulihan diri yang sama

and that is that you have got to find your way back home again

yaitu dengan menemukan jalan pulang

as swiftly and smoothly as you can,

secepat dan semulus mungkin,

dan jika Anda bertanya-tanya dimana "rumah" Anda, ini petunjuknya:

and if you're wondering what your home is,

here's a hint:

Your home is whatever in this world you love

Rumah Anda adalah apapun itu yang Anda cintai lebih dari

more than you love yourself.

diri Anda sendiri di dunia ini.

So that might be creativity, it might be family,

Bisa jadi kreativitas, bisa jadi keluarga,

it might be invention, adventure,

bisa jadi penemuan, petualangan,

faith, service, it might be raising corgis,

kepercayaan, pelayanan, bisa jadi memelihara anjing,

I don't know, your home is that thing

intinya, rumah Anda adalah sesuatu

to which you can dedicate your energies

kemana Anda bisa mencurahkan semua energi

with such singular devotion

dengan kesetiaan tunggal

that the ultimate results become inconsequential.

yang hasil akhirnya tidak jadi masalah.

Untuk saya, rumah saya adalah menulis.

For me, that home has always been writing.

So after the weird, disorienting success

Jadi setelah kesuksesan yang aneh dan membingungkan

that I went through with "Eat, Pray, Love,"

melalui "Eat, Pray, Love,"

I realized that all I had to do was exactly

saya menyadari yang perlu saya lakukan

the same thing that I used to have to do all the time

adalah yang sudah selalu saya lakukan

when I was an equally disoriented failure.

saat menghadapi kegagalan yang sama membingungkannya.

I had to get my ass back to work,

Saya harus kembali bekerja,

and that's what I did, and that's how, in 2010,

dan itulah yang saya lakukan, sehingga tahun 2010

I was able to publish the dreaded follow-up

saya bisa menerbitkan lanjutan dari

"Eat, Pray, Love."

to "Eat, Pray, Love."

And you know what happened with that book?

Dan Anda tahu apa yang terjadi?

It bombed, and I was fine.

Bukunya gagal, dan saya baik-baik saja.

Actually, I kind of felt bulletproof,

Malah, saya merasa lebih kuat,

because I knew that I had broken the spell

karena saya sudah mematahkan kutukan

and I had found my way back home

dan saya menemukan jalan kembali pulang

to writing for the sheer devotion of it.

untuk menulis hanya karena kecintaan saya akan menulis.

And I stayed in my home of writing after that,

Dan saya terus menulis setelah itu,

and I wrote another book that just came out last year

dan saya menulis buku yang baru terbit tahun lalu

and that one was really beautifully received,

yang diterima publik dengan baik,

which is very nice, but not my point.

-- bagus, tapi bukan itu maksud saya.

My point is that I'm writing another one now,

Intinya, saya sedang menulis buku lain sekarang,

and I'll write another book after that

dan saya akan menulis buku lain lagi setelahnya, dan seterusnya,

and another and another and another

and many of them will fail,

dan kebanyakan akan gagal, dan mungkin ada yang berhasil

and some of them might succeed,

but I will always be safe

tapi saya akan selalu aman

from the random hurricanes of outcome

dari badai pencapaian apapun yang akan melanda

as long as I never forget where I rightfully live.

selama saya tidak lupa akan rumah saya.

Saya tidak tahu dimana rumah Anda,

Look, I don't know where you rightfully live,

but I know that there's something in this world

tapi saya tahu ada sesuatu di dunia ini

that you love more than you love yourself.

yang Anda cintai lebih dari diri Anda sendiri.

Something worthy, by the way,

Sesuatu yang berharga,

so addiction and infatuation don't count,

bukan kecanduan atau kegilaan,

because we all know that those are not safe places to live. Right?

karena itu bukan tempat yang aman untuk ditinggali, kan?

Anda hanya harus menyadari

The only trick is that you've got to identify

the best, worthiest thing that you love most,

hal paling berharga yang paling Anda cintai

and then build your house right on top of it

dan membangun rumah Anda di atasnya,

dan jangan beranjak dari situ.

and don't budge from it.

And if you should someday, somehow

Dan jika suatu hari nanti Anda

get vaulted out of your home

terlempar keluar dari rumah Anda,

by either great failure or great success,

baik karena kegagalan atau kesuksesan besar,

then your job is to fight your way back to that home

maka Anda harus berjuang untuk kembali pulang

the only way that it has ever been done,

dengan satu-satunya cara yang paling ampuh

by putting your head down and performing

yaitu berkonsentrasi dan bekerja

with diligence and devotion

dengan rajin dan penuh pengabdian

and respect and reverence

dan penuh rasa hormat dan khidmat

whatever the task is that love

apapun pekerjaan yang

is calling forth from you next.

didorong dari rasa cinta itu.

You just do that, and keep doing that

Anda harus tetap melakukannya,

again and again and again,

terus dan terus dan terus

and I can absolutely promise you, from long personal experience

dan saya berjanji, berdasarkan pengalaman saya

in every direction, I can assure you

di setiap aspek kehidupan, saya jamin

that it's all going to be okay.

semuanya akan baik-baik saja.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)