The art of choosing | Sheena Iyengar | TED

Translator: Judge Pau Reviewer: Ade Indarta

Today, I'm going to take you

Hari ini, saya akan bawa Anda

around the world in 18 minutes.

keliling dunia dalam 18 menit

My base of operations is in the U.S.,

Pusat operasi saya di Amerika

but let's start at the other end of the map,

Tapi mari kita mulai dari belahan dunia yang lain

in Kyoto, Japan,

di Kyoto, Jepang,

where I was living with a Japanese family

saya tinggal dengan sebuah keluarga Jepang

while I was doing part of my dissertational research

waktu itu saya sedang menyelesaikan disertasi saya

15 years ago.

15 tahun yang lalu.

I knew even then that I would encounter

Waktu itu saya tahu akan mengalami

cultural differences and misunderstandings,

kesulitan karena beda budaya dan bahasa,

but they popped up when I least expected it.

tapi kesulitan itu muncul di saat yang tidak disangka-sangka.

On my first day,

Hari pertama saya di sana,

I went to a restaurant,

saya pergi ke rumah makan

and I ordered a cup of green tea with sugar.

dan memesan secangkir teh hijau manis.

After a pause, the waiter said,

Setelah tertegun beberapa saat, pelayannya berkata,

"One does not put sugar in green tea."

"Biasanya teh hijau tidak pakai gula."

"I know," I said. "I'm aware of this custom.

"Saya tahu." jawab saya. "Saya tahu tentang kebiasaan itu.

But I really like my tea sweet."

Tapi saya sedang ingin yang manis."

In response, he gave me an even more courteous version

Kemudian dia menjawab dengan nada yang jauh lebih formal

of the same explanation.

tapi intinya sama saja.

"One does not put sugar

"Biasanya, gula tidak dicampurkan

in green tea."

ke dalam teh hijau."

"I understand," I said,

"Iya, saya tahu." Kata saya

"that the Japanese do not put sugar in their green tea,

"orang Jepang tidak mencampur gula dengan teh hijau.

but I'd like to put some sugar

tapi saya mau mencampurkan gula

in my green tea."

ke teh hijau saya."

(Laughter)

(Suara tawa)

Surprised by my insistence,

Kaget dengan kengototan saya,

the waiter took up the issue with the manager.

pelayan itu berkonsultasi dengan manajernya.

Pretty soon,

Selang beberapa saat,

a lengthy discussion ensued,

terjadi diskusi panjang,

and finally the manager came over to me and said,

sebelum akhirnya sang manajer datang dan memberitahu,

"I am very sorry. We do not have sugar."

"Maaf sekali. Kami tidak punya gula."

(Laughter)

(Suara tawa)

Well, since I couldn't have my tea the way I wanted it,

Karena saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan,

I ordered a cup of coffee,

saya ganti pesan kopi saja,

which the waiter brought over promptly.

yang langsung disediakan si pelayan.

Resting on the saucer

Lengkap dengan tatakannya

were two packets of sugar.

di mana tersedia dua bungkus kecil gula.

My failure to procure myself

Kegagalan saya memesan

a cup of sweet, green tea

secangkir teh hijau manis

was not due to a simple misunderstanding.

bukan karena kesalahpahaman yang sederhana.

This was due to a fundamental difference

Tapi karena perbedaan mendasar

in our ideas about choice.

tentang konsep pilihan di antara kami

From my American perspective,

Dari sudut pandang orang Amerika,

when a paying customer makes a reasonable request

ketika pelanggan meminta sesuatu yang masuk akal

based on her preferences,

berdasarkan seleranya,

she has every right to have that request met.

dia berhak mendapatkan apa yang diinginkannya.

The American way, to quote Burger King,

Cara Amerika, mengutip Burger King.

is to "have it your way,"

"Terserah Anda saja."

because, as Starbucks says,

karena, mengutip Starbucks,

"happiness is in your choices."

"kebahagiaan itu pilihan Anda."

(Laughter)

(Suara tawa)

But from the Japanese perspective,

Tapi dari sudut pandang orang Jepang,

it's their duty to protect those who don't know any better --

adalah kewajiban mereka untuk meluruskan selera yang jelek --

(Laughter)

(Suara tawa)

in this case, the ignorant gaijin --

dalam hal ini, melindungi gaijin udik ini --

from making the wrong choice.

dari pilihan yang salah.

Let's face it: the way I wanted my tea

Kalau mau jujur : apa yang saya minta

was inappropriate according to cultural standards,

memang di luar kebiasaan budaya pada umumnya,

and they were doing their best to help me save face.

dan mereka mati-matian menyelamatkan muka saya.

Americans tend to believe

Orang Amerika cenderung meyakini

that they've reached some sort of pinnacle

bahwa mereka telah mencapai puncak tertinggi

in the way they practice choice.

dalam mengamalkan pilihan.

They think that choice, as seen through the American lens

Mereka pikir konsep pilihan dari kacamata Amerika ini

best fulfills an innate and universal

adalah yang paling cocok menjawab kebutuhan

desire for choice in all humans.

yang wajar dan universal bagi semua orang.

Unfortunately,

Sayangnya,

these beliefs are based on assumptions

keyakinan ini didasarkan pada sejumlah asumsi

that don't always hold true

yang tidak selalu benar

in many countries, in many cultures.

di banyak negara, di banyak budaya.

At times they don't even hold true

Kadang-kadang keyakinan ini juga salah

at America's own borders.

bahkan bagi orang Amerika sendiri.

I'd like to discuss some of these assumptions

Saya akan diskusikan beberapa asumsi yang ada

and the problems associated with them.

dan masalah-masalah yang timbul sebagai akibatnya.

As I do so, I hope you'll start thinking

Dengan ini, saya harap Anda mulai merenungkan

about some of your own assumptions

asumsi-asumsi yang pernah Anda sendiri

and how they were shaped by your backgrounds.

dan bagaimana asumsi itu dibentuk oleh latar belakang Anda.

First assumption:

Asumsi pertama:

if a choice affects you,

kalau pilihan itu berdampak pada Anda,

then you should be the one to make it.

maka Anda sendiri yang harus memilih.

This is the only way to ensure

Ini satu-satunya cara untuk memastikan

that your preferences and interests

agar selera dan kepentingan Anda

will be most fully accounted for.

benar-benar diperhatikan.

It is essential for success.

Ini penting kalau mau berhasil.

In America, the primary locus of choice

Di Amerika, titik berat utama sebuah pilihan

is the individual.

ada pada individu itu sendiri

People must choose for themselves, sometimes sticking to their guns,

Orang harus memilih untuk dirinya sendiri, kadang sampai bersikukuh,

regardless of what other people want or recommend.

tidak peduli apa yang orang lain inginkan atau sarankan.

It's called "being true to yourself."

Namanya "Jujur pada diri sendiri."

But do all individuals benefit

Tapi apa benar semua orang

from taking such an approach to choice?

cocok dengan gaya memilih seperti ini?

Mark Lepper and I did a series of studies

Mark Lepper dan saya pernah melakukan penelitian

in which we sought the answer to this very question.

untuk menemukan jawaban dari pertanyaan ini.

In one study,

Pada satu penelitian,

which we ran in Japantown, San Francisco,

yang kami lakukan di Japantown, San Francisco,

we brought seven- to nine-year-old Anglo- and Asian-American children

kami kumpulkan anak-anak keturunan Amerika dan Asia berumur 7-8

into the laboratory,

di sebuah laboratorium,

and we divided them up into three groups.

lalu kami bagi mereka jadi tiga kelompok.

The first group came in,

Pada kelompok pertama,

and they were greeted by Miss Smith,

setelah disapa oleh nona Smith,

who showed them six big piles of anagram puzzles.

mereka mendapat 6 tumpuk permainan menyusun kata.

The kids got to choose which pile of anagrams they would like to do,

Anak-anak itu diberitahu mereka boleh memilih tumpukan yang mana saja.

and they even got to choose which marker

Bahkan mereka boleh memilih spidol apa yang dipakai

they would write their answers with.

untuk menuliskan jawaban mereka.

When the second group of children came in,

Saat kelompok kedua yang datang kemudian,

they were brought to the same room, shown the same anagrams,

mereka dibawa ke ruang yang sama, ditunjukkan permainan yang sama,

but this time Miss Smith told them

tapi kali ini nona Smith memerintahkan mereka

which anagrams to do

untuk mengerjakan tumpukan yang mana

and which markers to write their answers with.

dan spidol yang mana yang harus dipakai,

Now when the third group came in,

Ketika tiba giliran kelompok ketiga

they were told that their anagrams and their markers

mereka diberitahu tumpukan permainan dan spidolnya

had been chosen by their mothers.

sudah dipilihkan ibu mereka masing-masing.

(Laughter)

(Suara tawa)

In reality,

Yang anak-anak itu tidak ketahui

the kids who were told what to do,

Anak-anak yang diperintah

whether by Miss Smith or their mothers,

baik oleh nona Smith maupun ibu mereka masing-masing,

were actually given the very same activity,

sebetulnya melakukan permainan yang persis sama,

which their counterparts in the first group

dengan yang dipilih secara bebas

had freely chosen.

oleh kelompok pertama.

With this procedure, we were able to ensure

Dengan prosedur ini, kita bisa memastikan

that the kids across the three groups

semua anak-anak dalam tiap kelompok

all did the same activity,

mengerjakan permainan yang sama,

making it easier for us to compare performance.

sehingga mudah untuk membandingkan kinerja mereka.

Such small differences in the way we administered the activity

Variasi yang begitu sederhana dari cara kita melakukan ini

yielded striking differences

menghasilkan perbedaan yang mengejutkan

in how well they performed.

dalam kinerja mereka.

Anglo-Americans,

Anak-anak keturunan Amerika,

they did two and a half times more anagrams

menyelesaikan dua setengah kali lebih banyak permainan

when they got to choose them,

ketika mereka boleh memilih sendiri,

as compared to when it was

dibandingkan ketika permainannya

chosen for them by Miss Smith or their mothers.

dipilihkan oleh nona Smith atau Ibu mereka masing-masing.

It didn't matter who did the choosing,

Jadi tidak berpengaruh siapa yang memilihkan,

if the task was dictated by another,

kalau pekerjaan didiktekan kepada mereka

their performance suffered.

kinerja mereka menurun.

In fact, some of the kids were visibly embarrassed

Bahkan, beberapa anak secara fisik menunjukkan rasa malu

when they were told that their mothers had been consulted.

ketika diberitahu ibu mereka yang memilihkan.

(Laughter)

(Suara tawa)

One girl named Mary said,

Seorang gadis bernama Mary berkata,

"You asked my mother?"

"Anda bertanya ke ibu saya?"

(Laughter)

(Suara tawa)

In contrast,

Sebaliknya,

Asian-American children

Anak-anak keturunan Asia

performed best when they believed

kinerjanya paling baik ketika mereka yakin

their mothers had made the choice,

ibu mereka yang memilihkan,

second best when they chose for themselves,

kinerjanya agak turun ketika mereka bebas memilih,

and least well when it had been chosen by Miss Smith.

dan paling parah ketika dipilihkan oleh nona Smith.

A girl named Natsumi

Seorang gadis bernama Natsumi

even approached Miss Smith as she was leaving the room

bahkan menghampiri nona Smith waktu pulang

and tugged on her skirt and asked,

menarik roknya dan berkata

"Could you please tell my mommy

"Bisa tolong beritahu mami nanti

I did it just like she said?"

kalau saya sudah kerjakan persis yang diminta?"

The first-generation children were strongly influenced

Generasi pertama anak-anak imigran

by their immigrant parents'

sangat dipengaruhi konsep memilih

approach to choice.

orang tua mereka.

For them, choice was not just a way

Bagi mereka, pilihan itu bukan sekadar cara

of defining and asserting

menyatakan dan menegaskan

their individuality,

siapa mereka,

but a way to create community and harmony

tapi usaha menjadi bagian dari komunitas dan keselarasan

by deferring to the choices

dengan tunduk pada pilihan

of people whom they trusted and respected.

orang-orang yang mereka percayai dan hormati.

If they had a concept of being true to one's self,

Bahkan ketika berusaha jujur pada diri sendiri,

then that self, most likely,

diri yang dimaksud, hampir selalu

[was] composed, not of an individual,

terdiri dari, bukan individu

but of a collective.

tapi kolektif.

Success was just as much about pleasing key figures

Keberhasilan juga tentang memuaskan orang-orang dekat mereka

as it was about satisfying

selain untuk memuaskan

one's own preferences.

diri mereka sendiri.

Or, you could say that

Atau, dengan kata lain

the individual's preferences were shaped

selera orang per orang dibentuk

by the preferences of specific others.

oleh selera orang-orang tertentu lainnya.

The assumption then that we do best

Jadi asumsi bahwa kinerja seseorang itu terbaik

when the individual self chooses

ketika orang itu bebas memilih

only holds

hanya berlaku

when that self

jika orang itu

is clearly divided from others.

tidak punya orang dekat.

When, in contrast,

Di mana sebaliknya,

two or more individuals

ketika dua atau lebih orang

see their choices and their outcomes

merasa bahwa pilihan dan hasil pilihannya

as intimately connected,

dengan kuat saling mempengaruhi,

then they may amplify one another's success

mereka bisa mempengaruhi keberhasilan masing-masing

by turning choosing

kalau mereka memilih

into a collective act.

secara kolektif.

To insist that they choose independently

Memaksa mereka memilih dengan seleranya sendiri,

might actually compromise

bisa merusak

both their performance

baik kinerja

and their relationships.

maupun hubungan mereka.

Yet that is exactly what

Padahal justru itulah

the American paradigm demands.

yang dituntut paradigma orang Amerika.

It leaves little room for interdependence

Paradigma itu nyaris tidak peduli akan hubungan dengan orang lain

or an acknowledgment of individual fallibility.

atau kenyataan bahwa orang bisa salah.

It requires that everyone treat choice

Paradigma itu menganggap pilihan

as a private and self-defining act.

sebagai tindakan pribadi dan merupakan ciri diri.

People that have grown up in such a paradigm

Mereka yang tumbuh dengan paradigma itu

might find it motivating,

mungkin terpacu oleh paradigma itu.

but it is a mistake to assume

Tapi adalah salah kalau kita berasumsi

that everyone thrives under the pressure

bahwa tekanan ketika harus memilih sendiri

of choosing alone.

itu hal yang wajar buat semua orang.

The second assumption which informs the American view of choice

Asumsi kedua yang menggambarkan opini orang Amerika tentang pilihan

goes something like this.

bunyinya kurang lebih seperti ini.

The more choices you have,

Makin banyak pilihan,

the more likely you are

makin besar peluang orang

to make the best choice.

menemukan pilihan terbaik

So bring it on, Walmart, with 100,000 different products,

Jadi ayo Walmart pamerkan 100.000 macam produkmu,

and Amazon, with 27 million books

silakan Amazon dengan 27 juta bukunya

and Match.com with -- what is it? --

dan Match.com yang -- berapa sekarang ? --

15 million date possibilities now.

15 juta calon kencan.

You will surely find the perfect match.

Tidak mungkin tidak ada yang tidak cocok.

Let's test this assumption

Mari kita uji asumsi ini

by heading over to Eastern Europe.

dengan menuju ke Eropa timur.

Here, I interviewed people

Di sana, saya mewawancarai beberapa orang

who were residents of formerly communist countries,

yang dulu hidup di negara-negara komunis,

who had all faced the challenge

yang semuanya menghadapi tantangan

of transitioning to a more

ketika pindah ke masyarakat

democratic and capitalistic society.

yang lebih demokratis dan kapitalis.

One of the most interesting revelations

Salah satu pencerahan paling menarik

came not from an answer to a question,

datang bukan dari sesi tanya jawabnya,

but from a simple gesture of hospitality.

tapi justru muncul waktu basa basi.

When the participants arrived for their interview,

Ketika peserta datang untuk diwawancara

I offered them a set of drinks:

saya tawarkan satu set minuman,

Coke, Diet Coke, Sprite --

Coke, Diet Coke, Sprite --

seven, to be exact.

semuanya ada tujuh macam

During the very first session,

Selama sesi pertama,

which was run in Russia,

yang dilakukan di Rusia

one of the participants made a comment

salah satu peserta memberikan komentar

that really caught me off guard.

yang benar-benar mengena.

"Oh, but it doesn't matter.

"Oh, yang mana sajalah.

It's all just soda. That's just one choice."

Semuanya soda. Cuma satu pilihan."

(Murmuring)

(Berguman)

I was so struck by this comment that from then on,

Saya begitu terkesan dengan komentar itu hingga sejak itu

I started to offer all the participants

saya mulai menawarkan hal yang sama ke semua peserta

those seven sodas,

ketujuh macam soda itu.

and I asked them, "How many choices are these?"

Saya bertanya, "Ada berapa macam minuman semuanya?"

Again and again,

Berulang kali,

they perceived these seven different sodas,

mereka menganggap ketujuh macam soda ini,

not as seven choices, but as one choice:

bukan sebagai tujuh pilihan, tapi satu:

soda or no soda.

soda dan bukan soda.

When I put out juice and water

Ketika saya tambahkan jus dan air

in addition to these seven sodas,

selain ketujuh soda itu,

now they perceived it as only three choices --

sekarang mereka menganggapnya sebagai tiga pilihan --

juice, water and soda.

jus, air, dan soda.

Compare this to the die-hard devotion of many Americans,

Bandingkan ini dengan Orang Amerika yang jadi penggemar setia,

not just to a particular flavor of soda,

tidak hanya terhadap satu jenis soda,

but to a particular brand.

tapi terhadap satu merk.

You know, research shows repeatedly

Penelitian bolak-balik sudah membuktikan

that we can't actually tell the difference

bahwa kita tidak pernah bisa membedakan

between Coke and Pepsi.

Coke dan Pepsi.

Of course, you and I know

Tapi kita semua tahu

that Coke is the better choice.

Coke pilihan yang lebih baik.

(Laughter)

(Suara tawa)

For modern Americans who are exposed

Bagi orang Amerika modern yang punya

to more options and more ads associated with options

lebih banyak pilihan dan iklan tentang pilihan

than anyone else in the world,

dibanding orang lain di dunia ini,

choice is just as much about who they are

pilihan jadi cerminan kualitas diri

as it is about what the product is.

selain kualitas produk itu sendiri.

Combine this with the assumption that more choices are always better,

Ditambah asumsi bahwa makin banyak pilihan makin baik,

and you have a group of people for whom every little difference matters

lahirlah orang-orang yang sangat peduli pada perbedaan sekecil sekalipun

and so every choice matters.

alhasil, setiap macam pilihan jadi penting.

But for Eastern Europeans,

Tapi buat orang-orang Eropa Timur,

the sudden availability of all these

ketersediaan yang sekonyong-konyong

consumer products on the marketplace was a deluge.

dari begitu banyak pilihan produk di pasar, adalah berlebihan.

They were flooded with choice

Mereka dibanjiri pilihan

before they could protest that they didn't know how to swim.

sebelum sempat belajar berenang.

When asked, "What words and images

Ketika ditanya, "Kata dan gambar apa bagi Anda

do you associate with choice?"

yang melambangkan pilihan?"

Grzegorz from Warsaw said,

Grzegorz dari Warsaw bilang,

"Ah, for me it is fear.

"Ah, bagi saya, 'rasa takut'.

There are some dilemmas you see.

Memang ini dilema.

I am used to no choice."

Saya terbiasa hidup tanpa pilihan."

Bohdan from Kiev said,

Bohdan dari Kiev menjawab,

in response to how he felt about

ketika ditanya perasaannya tentang

the new consumer marketplace,

beragam barang di pasar yang baru,

"It is too much.

"Kebanyakan.

We do not need everything that is there."

Kami tidak butuh semua yang ada di sana."

A sociologist from

Seorang sosiolog dari

the Warsaw Survey Agency explained,

Agen survey Warsaw menjelaskan,

"The older generation jumped from nothing

"Generasi yang lebih tua loncat dari tanpa pilihan

to choice all around them.

jadi banyak pilihan.

They were never given a chance to learn

Mereka tidak sempat belajar bagaimana

how to react."

menghadapi semuanya."

And Tomasz, a young Polish man said,

Tomasz, pemuda dari Polandia berkata,

"I don't need twenty kinds of chewing gum.

"Saya tidak perlu 20 macam permen karet.

I don't mean to say that I want no choice,

Saya tidak bilang saya tidak mau ada pilihan,

but many of these choices are quite artificial."

tapi kebanyakan pilihan yang ada itu pilihan yang semu."

In reality, many choices are between things

Memang kenyataannya pilihan sering muncul di antara

that are not that much different.

hal-hal yang tidak jauh berbeda.

The value of choice

Penting tidaknya pilihan

depends on our ability

tergantung kemampuan kita

to perceive differences

memaknai perbedaan

between the options.

di antara berbagai pilihan itu.

Americans train their whole lives

Orang Amerika berlatih seumur hidup

to play "spot the difference."

memainkan "cari perbedaannya."

They practice this from such an early age

Mereka sudah terbiasa dengan ini sejak kecil

that they've come to believe that everyone

sehingga mereka meyakini bahwa semua orang

must be born with this ability.

punya kemampuan ini.

In fact, though all humans share

Sebetulnya, meski semua orang punya

a basic need and desire for choice,

kebutuhan mendasar akan pilihan,

we don't all see choice in the same places

bentuk pilihan dan makna pilihan

or to the same extent.

tidak sama bagi semua orang.

When someone can't see how one choice

Ketika orang tidak mampu membedakan pilihan yang satu

is unlike another,

dengan pilihan yang lain,

or when there are too many choices to compare and contrast,

atau ketika terlalu banyak pilihan untuk dibedakan,

the process of choosing can be

proses pemilihan bisa jadi

confusing and frustrating.

membingungkan dan menyebalkan.

Instead of making better choices,

Bukannya jadi bisa memilih dengan baik,

we become overwhelmed by choice,

kita malah kewalahan dengan pilihan yang ada,

sometimes even afraid of it.

kadang malah jadi takut akan adanya pilihan.

Choice no longer offers opportunities,

Pilihan tidak lagi memberikan kesempatan,

but imposes constraints.

tapi malah mengekang.

It's not a marker of liberation,

Pilihan bukan lagi lambang kebebasan,

but of suffocation

tapi lambang keterikatan

by meaningless minutiae.

dalam tetek bengek tanpa arti.

In other words,

Dengan kata lain,

choice can develop into the very opposite

pilihan bisa memberikan dampak sebaliknya

of everything it represents

dari apa yang dimaksudkan

in America

oleh masyarakat Amerika

when it is thrust upon those

ketika dijejalkan pada mereka

who are insufficiently prepared for it.

yang belum siap menghadapinya.

But it is not only other people

Tapi ini tidak hanya bagi orang lain

in other places

di tempat lain

that are feeling the pressure

perasaan tertekan yang muncul ketika

of ever-increasing choice.

dihadapkan pada begitu banyak pilihan.

Americans themselves are discovering

Orang Amerika sendiri mulai menyadari

that unlimited choice

bahwa pilihan yang tanpa batas

seems more attractive in theory

lebih indah dalam teori

than in practice.

dari pada praktiknya.

We all have physical, mental

Kita semua punya keterbatasan fisik

and emotional (Laughter) limitations

mental, dan emosional.

that make it impossible for us

yang tidak memungkinkan kita

to process every single choice we encounter,

memproses tiap pilihan yang ditemui,

even in the grocery store,

bahkan di toko kelontong sekalipun,

let alone over the course of our entire lives.

apalagi dalam perjalanan hidup.

A number of my studies have shown

Beberapa penelitian saya menunjukkan

that when you give people 10 or more options

ketika kita berikan 10 atau lebih pilihan pada seseorang

when they're making a choice, they make poorer decisions,

ketika memilih, mereka sering salah pilih

whether it be health care, investment,

baik dalam hal kesehatan, investasi

other critical areas.

maupun bidang penting lainnya.

Yet still, many of us believe

Tapi tetap saja, banyak dari kita masih percaya

that we should make all our own choices

bahwa kita harus memilih untuk diri sendiri

and seek out even more of them.

dan menuntut lebih banyak lagi pilihan.

This brings me to the third,

Ini membawa kita pada asumsi ke tiga,

and perhaps most problematic, assumption:

dan mungkin asumsi paling bermasalah:

"You must never

"Anda tidak boleh

say no to choice."

menolak memilih."

To examine this, let's go back to the U.S.

Untuk meneliti ini, mari kita kembali ke Amerika

and then hop across the pond to France.

dan loncat melewati samudra ke Prancis.

Right outside Chicago,

Di pinggiran Chicago,

a young couple, Susan and Daniel Mitchell,

pasangan muda, Susan dan Daniel Mitchell

were about to have their first baby.

sedang menunggu kelahiran bayi pertama mereka.

They'd already picked out a name for her,

Mereka bahkan sudah menyiapkan nama,

Barbara, after her grandmother.

Barbara, seperti nama neneknya.

One night, when Susan was seven months pregnant,

Suatu malam, ketika usia kandungan Susan 7 bulan,

she started to experience contractions

dia merasakan kontraksi

and was rushed to the emergency room.

dan segera dilarikan ke rumah sakit.

The baby was delivered through a C-section,

Bayinya dilahirkan lewat operasi Caesar,

but Barbara suffered cerebral anoxia,

tapi Barbara mengalami cerebral anoxia,

a loss of oxygen to the brain.

kekurangan oksigen pada otak.

Unable to breathe on her own,

Karena tidak bisa bernapas sendiri,

she was put on a ventilator.

dia dimasukkan ke ventilator.

Two days later,

Dua hari kemudian,

the doctors gave the Mitchells

dokter memberikan keluarga Mitchell

a choice:

sebuah pilihan.

They could either remove Barbara

Mereka bisa melepaskan Barbara

off the life support,

dari mesin penunjang hidup,

in which case she would die within a matter of hours,

yang akan berakibat meninggalnya Barbara dalam hitungan jam,

or they could keep her on life support,

atau mereka bisa membiarkan hidupnya ditunjang mesin,

in which case she might still die

yang pada akhirnya dia mungkin akan meninggal juga

within a matter of days.

tapi dalam hitungan hari.

If she survived, she would remain

Kalau pun selamat, dia menjadi

in a permanent vegetative state,

lumpuh permanen secara keseluruhan,

never able to walk, talk

tidak bisa berjalan, berbicara

or interact with others.

atau berinteraksi dengan orang.

What do they do?

Apa yang harus mereka pilih?

What do any parent do?

Apa yang semua orang tua akan pilih?

In a study I conducted

Dalam penelitian yang saya lakukan

with Simona Botti and Kristina Orfali,

dengan Simona Botti dan Kristina Orfali,

American and French parents

pasangan orang tua Amerika dan Prancis

were interviewed.

yang diwawancarai.

They had all suffered

Semuanya pernah mengalami

the same tragedy.

tragedi yang sama.

In all cases, the life support was removed,

Dalam semua kasus, mesin penunjang hidupnya dilepaskan,

and the infants had died.

dan bayinya meninggal.

But there was a big difference.

Tapi ada perbedaan mencolok.

In France, the doctors decided whether and when

Di Prancis, para dokter yang memutuskan mengapa

the life support would be removed,

dan kapan mesin penunjang hidup dicabut,

while in the United States,

sementara di Amerika,

the final decision rested with the parents.

keputusan akhir ada pada orang tuanya.

We wondered:

Kami ingin tahu:

does this have an effect on how the parents

apakah hal ini berpengaruh terhadap cara para orang tua itu

cope with the loss of their loved one?

menghadapi hilangnya orang yang mereka cintai?

We found that it did.

Kami temukan, ternyata ada.

Even up to a year later,

Bahkan setelah setahun kemudian,

American parents

Orang tua Amerika

were more likely to express negative emotions,

masih memancarkan emosi yang negatif,

as compared to their French counterparts.

dibandingkan dengan para orang tua Prancis.

French parents were more likely to say things like,

Orang tua Prancis kebanyakan mengatakan hal seperti

"Noah was here for so little time,

"Kehadiran Noah begitu singkat,

but he taught us so much.

tapi dia mengajarkan kami begitu banyak hal.

He gave us a new perspective on life."

Dia memberikan padangan baru terhadap hidup."

American parents were more likely to say things like,

Para orang tua Amerika akan mengatakan hal seperti,

"What if? What if?"

"Andaikan... andai saja..."

Another parent complained,

Ada juga yang mengeluh,

"I feel as if they purposefully tortured me.

"Saya merasa kami sengaja disiksa.

How did they get me to do that?"

Bagaimana bisa mereka minta kami melakukan itu?"

And another parent said,

Pasangan lain menuturkan,

"I feel as if I've played a role

"Saya merasa ikut

in an execution."

mengeksekusi."

But when the American parents were asked

Tapi ketika para orang tua Amerika ditanya

if they would rather have had

apakah sebaiknya

the doctors make the decision,

dokter saja yang memutuskan,

they all said, "No."

semuanya bilang, "Tidak."

They could not imagine

Mereka tidak bisa membayangkan

turning that choice over to another,

menyerahkan keputusan itu ke orang lain,

even though having made that choice

meskipun dihadapkan dengan pilihan seperti itu

made them feel trapped,

membuat mereka merasa dijebak,

guilty, angry.

bersalah, marah.

In a number of cases

Dalam banyak kasus

they were even clinically depressed.

mereka bahkan mengalami depresi.

These parents could not contemplate

Para orang tua ini tidak bisa menerima

giving up the choice,

kalau harus menolak pilihan itu,

because to do so would have gone contrary

karena penolakan itu bertolak belakang

to everything they had been taught

dengan semua yang diajarkan pada mereka

and everything they had come to believe

dan semua yang mereka yakini

about the power

tentang kekuasaan

and purpose of choice.

dan makna sebuah pilihan.

In her essay, "The White Album,"

Dalam esainya, "The White Album."

Joan Didion writes,

Joan Didion menuliskan,

"We tell ourselves stories

"Kita mengarang cerita untuk diri kita sendiri

in order to live.

untuk tetap hidup.

We interpret what we see,

Kita menginterpretasi apa yang kita lihat

select the most workable

memilih yang paling layak

of the multiple choices.

dari pilihan-pilihan yang ada.

We live entirely by the imposition

Kita hidup sepenuhnya karena tuntutan

of a narrative line

sebuah jalan cerita

upon disparate images,

yang penuh warna,

by the idea with which we have learned to freeze

dengan sebuah ajaran yang kita pakai untuk mengabadikan

the shifting phantasmagoria,

rangkaian adegan yang merupakan

which is our actual experience."

pengalaman kita yang sesungguhnya."

The story Americans tell,

Cerita yang dikarang orang Amerika

the story upon which

cerita yang menjadi dasar

the American dream depends,

mimpi orang Amerika

is the story of limitless choice.

adalah cerita tentang pilihan tanpa batas.

This narrative

Jalan cerita ini

promises so much:

menjanjikan begitu banyak:

freedom, happiness,

kebebasan, kebahagiaan,

success.

kesuksesan.

It lays the world at your feet and says,

Menghamparkan dunia di bawah kaki kita dan berkata,

"You can have anything, everything."

"Kita bisa miliki apa saja, segalanya."

It's a great story,

Cerita yang bagus,

and it's understandable why they would be reluctant

sangat bisa dimengerti mengapa tidak ada yang mau

to revise it.

merevisinya.

But when you take a close look,

Tapi kalau dicermati lebih dekat,

you start to see the holes,

jalan ceritanya tidak sempurna,

and you start to see that the story

dan kita mulai menyadari bahwa ceritanya

can be told in many other ways.

bisa diceritakan dengan banyak cara.

Americans have so often tried to

Orang Amerika sering kali berusaha

disseminate their ideas of choice,

menyebarluaskan ide mereka tentang pilihan,

believing that they will be, or ought to be,

merasa mereka sepantasnya atau seharusnya

welcomed with open hearts and minds.

disambut dengan tangan dan pikiran terbuka.

But the history books and the daily news tell us

Tapi sejarah dan berita sehari-hari menunjukkan

it doesn't always work out that way.

hal itu tidak selalu benar.

The phantasmagoria,

Rangkaian adegan

the actual experience that we try to understand

pengalaman sesungguhnya yang coba kita pahami

and organize through narrative,

dan susun menjadi sebuah cerita,

varies from place to place.

berbeda di satu tempat ke tempat yang lain.

No single narrative serves the needs

Tidak ada cerita tunggal yang bisa memenuhi

of everyone everywhere.

kebutuhan semua orang di semua tempat.

Moreover, Americans themselves

Apalagi, orang Amerika sendiri

could benefit from incorporating

bisa jadi lebih baik kalau mereka menyertakan

new perspectives into their own narrative,

pandangan-pandangan baru ke jalan cerita mereka,

which has been driving their choices

yang sudah mendikte pilihan mereka

for so long.

begitu lama.

Robert Frost once said that,

Robert Frost pernah bilang,

"It is poetry that is lost in translation."

"Yang hilang dalam penerjemahan adalah sastra."

This suggests that

Ini artinya

whatever is beautiful and moving,

apapun yang indah dan mengharukan,

whatever gives us a new way to see,

apapun yang memberikan pandangan baru,

cannot be communicated to those

tidak bisa dikomunikasikan kepada mereka

who speak a different language.

yang berbicara dalam bahasa yang berbeda.

But Joseph Brodsky said that,

Sebaliknya, Joseph Brodsky berkata,

"It is poetry

"Yang didapat

that is gained in translation,"

dari penerjemahan adalah sastranya."

suggesting that translation

Arinya penerjemahan

can be a creative,

bisa ditempuh dengan cara

transformative act.

yang kreatif dan transformatif.

When it comes to choice,

Berbicara tentang pilihan,

we have far more to gain than to lose

lebih banyak yang bisa didapat ketimbang yang bisa hilang

by engaging in the many

kalau kita aktif

translations of the narratives.

menerjemahkan berbagai cerita.

Instead of replacing

Alih-alih mengganti

one story with another,

satu cerita dengan yang lain,

we can learn from and revel in

kita bisa belajar dari dan bermain dengan

the many versions that exist

semua versi yang ada

and the many that have yet to be written.

dan yang belum ditulis sekalipun.

No matter where we're from

Tidak peduli dari mana kita berasal

and what your narrative is,

dan apa jalan cerita kita,

we all have a responsibility

semuanya punya tanggung jawab

to open ourselves up to a wider array

untuk membuka diri dan menerima

of what choice can do,

berbagai akibat yang timbul dari pilihan

and what it can represent.

dan apa maknanya.

And this does not lead to

Ini tidak akan jadi

a paralyzing moral relativism.

relativisme moral yang mandul.

Rather, it teaches us when

Tapi, akan mengajarkan kita kapan

and how to act.

dan bagaimana bertindak.

It brings us that much closer

Yang akan membuat kita makin

to realizing the full potential of choice,

menyadari potensi sesungguhnya dari sebuah pilihan,

to inspiring the hope

menumbuhkan harapan

and achieving the freedom

dan melahirkan kebebasan

that choice promises

seperti yang kerap dijanjikan pilihan

but doesn't always deliver.

meski tidak selalu ditepati.

If we learn to speak to one another,

Kalau kita belajar berbicara satu dengan yang lain,

albeit through translation,

meski lewat penerjemahan,

then we can begin to see choice

maka kita akan bisa melihat pilihan

in all its strangeness,

dengan segala keanehannya,

complexity

kerumitannya,

and compelling beauty.

dan keindahannya

Thank you.

Terima kasih

(Applause)

(Tepuk tangan)

Bruno Giussani: Thank you.

Bruno Giussani : Terima kasih

Sheena, there is a detail about your biography

Sheena, ada satu hal dalam biografi Anda

that we have not written in the program book.

yang luput dicantumkan dalam buku program kami.

But by now it's evident to everyone in this room. You're blind.

Tapi sekarang sudah jelas buat semua yang ada di sini. Anda tuna netra.

And I guess one of the questions on everybody's mind is:

Saya kira yang paling banyak ingin diketahui orang adalah:

How does that influence your study of choosing

Apakah hal itu berpengaruh dalam penelitian Anda tentang pilihan,

because that's an activity

karena biasanya itu kegiatan

that for most people is associated with visual inputs

yang membutuhkan masukan-masukan visual

like aesthetics and color and so on?

seperti estetika dan warna dan lain lain ?

Sheena Iyengar: Well, it's funny that you should ask that

Sheena Lyengar: Kebetulan ini ditanyakan,

because one of the things that's interesting about being blind

karena salah satu hal yang menarik sebagai tuna netra

is you actually get a different vantage point

adalah saya jadi punya sudut pandang yang unik

when you observe the way

ketika sedang meneliti

sighted people make choices.

orang dengan mata normal sedang memilih.

And as you just mentioned, there's lots of choices out there

Seperti Anda katakan, ada banyak sekali pilihan

that are very visual these days.

yang biasanya visual.

Yeah, I -- as you would expect --

Ya, saya -- seperti dugaan Anda --

get pretty frustrated by choices

kadang agak bingung dengan pilihan

like what nail polish to put on

seperti pewarna kuku apa sebaiknya yang dipakai,

because I have to rely on what other people suggest.

karena saya jadi tergantung saran orang lain.

And I can't decide.

Saya tidak bisa memutuskan.

And so one time I was in a beauty salon,

Contoh, pernah satu kali ketika saya di salon,

and I was trying to decide between two very light shades of pink.

dan saya harus memilih antara dua jenis warna merah jambu.

And one was called "Ballet Slippers."

Yang satu disebut "Ballet slippers"

And the other one was called "Adorable."

Yang lain disebut "Adorable".

(Laughter)

(Suara tawa)

And so I asked these two ladies,

Jadi saya tanya pada dua orang wanita ini.

and the one lady told me, "Well, you should definitely wear 'Ballet Slippers.'"

Yang satu bilang, "Sebaiknya pakai yang 'ballet slippers'".

"Well, what does it look like?"

"Memang seperti apa rupanya?"

"Well, it's a very elegant shade of pink."

"Itu jenis merah jambu yang sangat anggun."

"Okay, great."

"Baiklah, keren."

The other lady tells me to wear "Adorable."

Wanita satunya menyarankan saya pakai "Adorable".

"What does it look like?"

"Memangnya seperti apa rupanya?"

"It's a glamorous shade of pink."

"Itu jenis merah jambu yang glamor."

And so I asked them, "Well, how do I tell them apart?

Jadi saya tanya pada keduanya, "Lalu bagaimana membedakannya ?

What's different about them?"

Apa bedanya?"

And they said, "Well, one is elegant, the other one's glamorous."

Mereka menjawab, "Yang satu anggun yang satu glamor."

Okay, we got that.

Baik, apa lagi?

And the only thing they had consensus on:

Dua-duanya setuju:

well, if I could see them, I would

kalau saya bisa melihatnya,

clearly be able to tell them apart.

saya pasti tahu bedanya.

(Laughter)

(Suara tawa)

And what I wondered was whether they were being affected

Saya jadi penasaran, mereka terpengaruh namanya

by the name or the content of the color,

atau sungguh-sungguh karena warnanya.

so I decided to do a little experiment.

Jadi saya lakukan satu percobaan kecil.

So I brought these two bottles of nail polish into the laboratory,

Saya bawa kedua botol pewarna kuku itu ke laboratorium,

and I stripped the labels off.

saya sobek labelnya.

And I brought women into the laboratory,

Saya datangkan beberapa wanita ke laboratorium,

and I asked them, "Which one would you pick?"

dan saya tanya."Yang mana yang cocok dengan saya?"

50 percent of the women accused me of playing a trick,

Separuh dari wanita itu menuduh saya menjebak mereka,

of putting the same color nail polish

dengan memperlihatkan pewarna kuku yang warnanya sama

in both those bottles.

tapi dengan botol yang berbeda.

(Laughter)

(Suara tawa)

(Applause)

(Tepuk tangan)

At which point you start to wonder who the trick's really played on.

Sampai di situ saya jadi bingung siapa yang menjebak siapa ini.

Now, of the women that could tell them apart,

Wanita-wanita yang merasa bisa membedakan keduanya,

when the labels were off, they picked "Adorable,"

memilih "Adorable" ketika labelnya tidak ada,

and when the labels were on,

dan ketika labelnya dipasang lagi

they picked "Ballet Slippers."

mereka memilih "Ballet slippers."

So as far as I can tell,

Jadi tampaknya

a rose by any other name

mawar kalau diberi nama lain

probably does look different

mungkin akan kelihatan berbeda

and maybe even smells different.

bahkan mungkin baunya jadi beda juga.

BG: Thank you. Sheena Iyengar. Thank you Sheena.

BG: Terima kasih. Sheena Lyengar. Terima kasih, Sheena

(Applause)

(Tepuk tangan)