Mustafa Akyol: Faith versus tradition in Islam

Translator: Maria Bianca Vega Reviewer: Ade Indarta

Beberapa minggu lalu,

A few weeks ago, I had a chance to go to Saudi Arabia.

saya berkesempatan pergi ke Arab Saudi.

And the first thing I wanted to do as a Muslim

Pertama yang saya lakukan sebagai seorang Muslim

was to go to Mecca and visit the Kaaba,

adalah pergi ke Mekah dan mengunjungi Ka'bah,

the holiest shrine of Islam.

tempat paling suci agama Islam.

And I did that; I put on my ritualistic dress,

Saya melakukannya, memakai pakaian ritual saya;

saya pergi ke masjid suci;

I went to the holy mosque,

I did my prayers,

Saya berdoa;

I observed all the rituals.

Saya lakukan semua ritual.

Namun,

And meanwhile, besides all the spirituality,

di samping semua spiritualitas,

there was one mundane detail in the Kaaba

ada satu detail sepele dalam Ka'bah

that was pretty interesting for me:

yang lumayan menarik bagi saya.

there was no separation of sexes.

Tidak ada pemisahan jenis kelamin.

In other words, men and women were worshiping all together.

Dengan kata lain, pria dan wanita

beribadah bersama-sama.

Mereka bersama-sama saat melakukan thawaf,

They were together while doing tawāf, the circular walk around the Kaaba.

berjalan mengelilingi Ka'bah.

They were together while praying.

Mereka bersama waktu bersembayang.

And if you wonder why this is interesting at all,

Jika Anda bertanya-tanya mengapa ini menarik,

Anda harus melihat tempat lain di Arab Saudi,

you have to see the rest of Saudi Arabia,

because this a country which is strictly divided between the sexes.

karena di negara ini

semuanya benar-benar dibagi antara dua jenis kelamin.

In other words:

Dengan kata lain,

as men, you are simply not supposed to be in the same physical space

sebagai pria, Anda tidak diperbolehkan untuk

berada dalam ruang fisik yang sama dengan wanita.

with women.

And I noticed this in a very funny way.

Saya merasa ini lucu.

I left the Kaaba to eat something in downtown Mecca.

Saya keluar dari Ka'bah

untuk makan di pusat kota Mekah.

I headed to the nearest Burger King restaurant.

Saya pergi ke restoran Burger King terdekat.

Saya pergi ke sana --

And I went there -- I noticed that there was a male section,

Saya perhatikan ada area untuk pria,

which is carefully separated from the female section.

yang dengan hati-hati terpisah dari area wanita.

I had to pay, order and eat in the male section.

Saya harus membayar, memesan, dan makan di area pria.

"It's funny," I said to myself,

"Ini lucu," pikir saya,

"You can mingle with the opposite sex at the holy Kaaba,

"Anda dapat bercampur dengan lawan jenis di Ka'bah yang suci,

but not at the Burger King?"

tetapi tidak di Burger King."

(Laughter)

Sangat ironis.

Quite, quite ironic.

Ironis, dan ini juga, saya pikir, menjawab semuanya.

Ironic, and it's also, I think, quite telling,

because the Kaaba and the rituals around it

Karena Ka'bah dan ritual di sekitarnya

are relics from the earliest phase of Islam,

adalah peninggalan dari tahap awal Islam,

that of prophet Muhammad.

zaman nabi Muhammad.

And if there was a big emphasis at the time to separate men from women,

Jika ada perintah pada waktu itu

untuk memisahkan pria dan wanita,

the rituals around the Kaaba could have been designed accordingly.

ritual di sekitar Ka'bah pasti didesain sesuai itu.

But apparently, that was not an issue at the time.

Tetapi sepertinya tidak ada masalah itu pada waktu itu.

Jadi ritual menjadi seperti sekarang ini.

So the rituals came that way.

This is also, I think, confirmed by the fact

Ini juga, saya pikir, dikonfirmasi

oleh fakta bahwa pengasingan perempuan

that the seclusion of women in creating a divided society

yang menciptakan masyarakat yang terbagi

is something that you also do not find in the Koran --

adalah sesuatu yang Anda tidak temukan dalam Qur'an,

inti dari Islam --

the very core of Islam, the divine core of Islam --

inti ilahi Islam

that all Muslims, equally myself, believe.

yang diyakini oleh semua Muslim, dan juga saya.

Saya pikir ini bukanlah suatu kebetulan

And I think it's not an accident

that you don't find this idea in the very origin of Islam,

bahwa Anda tidak memukan ide ini

dalam asal muasal Islam.

because many scholars who study the history of Islamic thought --

Karena banyak pemikir

yang mempelajari sejarah pemikiran Islam --

Muslim scholars or Westerners --

pemikir Islam dan Barat --

think that, actually, the practice of dividing men and women physically

berpikir bahwa nyatanya praktik

memisah pria dan wanita secara fisik

came as a later development in Islam,

datang pada perkembangan selanjutnya dalam Islam,

as Muslims adopted some preexisting cultures

waktu Muslim mengadopsi

budaya yang telah ada dan tradisi dari Timur Tengah.

and traditions of the Middle East.

Seclusion of women was actually a Byzantine and Persian practice,

Pengasingan wanita sebenarnya

praktik Bizantium dan Persia,

dan Muslim mengadopsinya

and Muslims adopted it and made it a part of their religion.

dan membuatnya bagian dari agama mereka.

Actually, this is just one example of a much larger phenomenon.

Sebenarnya ini hanyalah satu contoh

dari fenomena yang jauh lebih besar.

What we call today Islamic law, and especially Islamic culture --

Yang kita sebut Hukum Islam, dan tepatnya kebudayaan Islam --

dan ada banyak kebudayaan Islam sebenarnya;

and there are many Islamic cultures, actually;

kebudayaan yang ada di Arab Saudi sangat berbeda

the one in Saudi Arabia is much different

dengan kebudayaan di tempat asal saya di Istanbul atau Turki.

from where I come from in Istanbul or Turkey.

But still, if you're going to speak about a Muslim culture,

Tapi tetap saja,

jika Anda berbicara tentang budaya Islam,

this has a core: the divine message which began the religion.

budaya ini memiliki inti, pesan ilahi,

yang dimulai dari agama,

But then many traditions, perceptions, practices were added on top of it.

tetapi lalu banyak tradisi, persepsi,

banyak praktik ditambahkan di atasnya.

And these were traditions of the Middle East medieval traditions.

Dan itu adalah tradisi Timur Tengah -- tradisi Abad Pertengahan.

There are two important messages, or two lessons,

Ada dua pesan penting, atau dua pelajaran,

untuk diambil dari realitas itu.

to take from that reality.

First of all, Muslims --

Pertama-tama, Muslim --

pious, conservative, believing Muslims who want to be loyal to their religion --

Muslim yang soleh, konservatif, dan percaya, yang setia terhadap agamanya --

seharusnya tidak terikat pada budaya mereka,

should not cling onto everything in their culture,

thinking that that's divinely mandated.

berpikir bahwa itu adalah mandat ilahi.

Mungkin beberapa adalah tradisi yang jelek

Maybe some things are bad traditions and they need to be changed.

dan perlu diubah.

On the other hand, the Westerners who look at Islamic culture

Di sisi lain, Barat

yang melihat kebudayaan Islam

and see some troubling aspects

dan melihat beberapa aspek yang mengganggu

should not readily conclude that this is what Islam ordains.

seharusnya tidak langsung memutuskan bahwa itu adalah Islam.

Maybe it's a Middle Eastern culture that became confused with Islam.

Mungkin ini adalah kebudayaan Timur Tengah

yang dicampuradukkan dengan Islam.

Ada praktik yang dinamakan penyunatan wanita.

There is a practice called female circumcision.

Ini adalah sesuatu yang sangat buruk.

It's something terrible, horrible.

It is basically an operation to deprive women of sexual pleasure.

Pada dasarnya adalah operasi

untuk menghilangkan kenikmatan seksual perempuan.

And Westerners --

Orang Barat, Eropa atau Amerika,

Europeans or Americans -- who didn't know about this before,

yang tidak tahu ini sebelumnya

[saw] this practice

melihat praktik ini

within some of the Muslim communities who migrated from North Africa.

dalam beberapa komunitas Muslim

yang telah bermigrasi dari Afrika Utara.

And they've thought,

Mereka berpikir, "Oh, betapa buruknya agama itu

"Oh, what a horrible religion that is, which ordains something like that."

yang memerintahkan sesuatu seperti itu."

Tetapi sebenarnya jika Anda melihat sunat wanita,

But when you look at female circumcision,

Anda melihat bahwa itu tidak ada hubungannya dengan Islam,

you see that it has nothing to do with Islam;

itu hanya praktik dari Afrika Utara,

it's just a North African practice which predates Islam.

jauh sebelum Islam.

It was there for thousands of years.

Praktik itu telah ada di sana selama ribuan tahun.

And, quite tellingly, some Muslims do practice it --

Beberapa Muslim mempraktikkannya.

Muslim di Afrika Utara, bukan di tempat lain.

the Muslims in North Africa, not in other places.

But also the non-Muslim communities of North Africa --

Juga komunitas non-Muslim di Afrika Utara --

Animisme, dan juga beberapa orang Kristen

the animists, some Christians and even a Jewish tribe in North Africa --

dan bahkan suku Yahudi di Afrika Utara

diketahui mempraktikkan sunat wanita.

are known to practice female circumcision.

So what might look like a problem within Islamic faith

Jadi yang mungkin terlihat seperti masalah

di dalam agama Islam

might turn out to be a tradition that Muslims have subscribed to.

mungkin hanyalah sebuah tradisi

yang diikuti oleh para Muslim.

The same thing can be said for honor killings,

Hal yang sama tentang pembunuhan demi kehormatan,

which is a recurrent theme in the Western media --

tema yang sering muncul di media Barat --

and which is, of course, a horrible tradition.

dan yang pastinya adalah tradisi yang buruk.

And we see, truly, in some Muslim communities, that tradition.

Kita lihat bahwa tradisi itu dalam beberapa komunitas Muslim.

Tetapi dalam komunitas non-Muslim di Timur Tengah,

But in the non-Muslim communities of the Middle East,

seperti beberapa komunitas Kristen, komunitas Timur,

such as some Christian communities, Eastern communities,

Anda melihat praktik yang sama.

you see the same practice.

We had a tragic case of an honor killing

Kita menemui kasus tragis pembunuhan demi kehormatan

di dalam komunitas Armenia di Turki

within Turkey's Armenian community just a few months ago.

beberapa bukan lalu.

Now, these are things about general culture,

Sekarang ini semua hal-hal tentang kebudayaan umum,

but I'm also very much interested in political culture

tetapi saya juga sangat tertarik dengan budaya politik

and whether liberty and democracy is appreciated,

dan apakah kebebasan dan demokrasi dihargai,

or whether there's an authoritarian political culture

atau apakah ada budaya politik otoriter

in which the state is supposed to impose things on the citizens.

di mana negara diharuskan memaksakan hal-hal terhadap warganya.

Bukanlah rahasia

And it is no secret

that many Islamic movements in the Middle East

bahwa banyak gerakan Islam di Timur Tengah

yang condong otoriter,

tend to be authoritarian,

and some of the so-called "Islamic regimes,"

dan beberapa yang disebut "rezim Islam"

such as Saudi Arabia, Iran and the worst case, the Taliban in Afghanistan,

seperti Arab Saudi, Iran

dan yang terburuk, Taliban di Afghanistan,

they are pretty authoritarian -- no doubt about that.

mereka sangat otoriter -- tidak ada keraguan tentang itu.

Contohnya, di Arab Saudi

For example, in Saudi Arabia,

there is a phenomenon called the religious police.

ada fenomena yang dinamakan polisi agama.

And the religious police imposes the supposed Islamic way of life

Polisi agama ini memaksakan

cara hidup Islam yang seharusnya

on every citizen, by force --

kepada semua warga negara, dengan paksaan --

like, women are forced to cover their heads --

seperti wanita dipaksa menutupi kepala mereka --

memakai jilbab, penutup kepala Islam.

wear the hijab, the Islamic head cover.

Itu sangatlah otoriter,

Now that is pretty authoritarian,

dan itu adalah sesuatu yang saya sangat kritis.

and that's something I'm very much critical of.

Tetapi waktu saya sadar

But when I realized that the non-Muslim,

bahwa non-Muslim,

or the non-Islamic-minded actors in the same geography

atau mereka yang tidak berpikir secara Islami di daerah yang sama,

terkadang berperilaku serupa,

sometimes behaved similarly,

I realized that the problem maybe lies

saya sadar bahwa masalahnya mungkin

in the political culture of the whole region, not just Islam.

terletak di kebudayaan politik dari seluruh daerah, bukan hanya Islam.

Let me give you an example: in Turkey, where I come from,

Izinkan saya memberi contoh: di Turki tempat asal saya,

which is a very hyper-secular republic,

yang adalah republik yang sangat sekuler,

until very recently, we used to have what I call "secularism police,"

sampai baru-baru ini

kami dulu punya apa yang saya sebut polisi sekulerisme,

yang menjaga universitas

which would guard the universities against veiled students.

dari pelajar yang memakai jilbab.

In other words, they would force students to uncover their heads.

Dengan kata lain, mereka akan memaksa pelajar

untuk membuka jilbab mereka.

And I think forcing people to uncover their head

Saya pikir memaksa orang untuk tidak membuka jilbab

is as tyrannical as forcing them to cover it.

sama tiraninya dengan memaksa mereka untuk menggunakannya.

Ini seharusnya adalah keputusan warga sendiri.

It should be the citizen's decision.

But when I saw that, I said,

Waktu saya melihat itu, saya berkata,

"Maybe the problem is just an authoritarian culture in the region,

"Mungkin masalahnya

adalah kebudayaan otoriter di daerah tersebut,

and some Muslims have been influenced by that.

dan beberapa Muslim terpengaruh oleh itu."

Tetapi orang yang sekuler dapat dipengaruhi olehnya.

But the secular-minded people can be influenced by that.

Maybe it's a problem of the political culture,

Mungkin masalahnya ada di kebudayaan politik,

dan kita harus berpikir tentang

and we have to think about how to change that political culture."

bagaimana mengubah kebudayaan politik tersebut.

Now, these are some of the questions I had in mind a few years ago

Ini adalah beberapa dari pertanyaan-pertanyaan

yang saya pikirkan beberapa tahun lalu

when I sat down to write a book.

waktu saya duduk untuk menulis buku.

I said, "Well, I will do research

Saya berpikir, "Saya akan melakukan riset

tentang bagaimana Islam menjadi agama yang kita ketahui sekarang,

about how Islam actually came to be what it is today,

dan apa saja jalan yang diambil

and what roads were taken and what roads could have been taken."

dan juga jalan yang bisa diambil."

Judul buku tersebut, "Islam Without Extremes: A Muslim Case for Liberty."

The name of the book is "Islam Without Extremes: A Muslim Case for Liberty."

And as the subtitle suggests,

Seperti yang tertulis di judulnya,

I looked at Islamic tradition and the history of Islamic thought

saya menjelajahi tradisi Islam dan sejarah pemikiran Islam

from the perspective of individual liberty,

dari pandangan kebebasan pribadi,

and I tried to find what are the strengths with regard to individual liberty.

dan mencoba untuk mencari unsur-unsur positif

kebebasan tersebut.

And there are strengths in Islamic tradition.

Ada unsur-unsur positif di dalam tradisi Islam.

Sebetulnya Islam, sebagai agama monotheis,

Islam, actually, as a monotheistic religion,

which defined man as a responsible agent by itself,

yang mendefinisikan manusia sebagai penanggung jawab dirinya sendiri,

created the idea of the individual in the Middle East,

telah menciptakan kesadaran individu di Timur Tengah

dan menyelamatkannya dari komunitarianisme, kebersamaan

and saved it from the communitarianism, the collectivism of the tribe.

berlebih dalam kesukuan.

You can derive many ideas from that.

Kita dapat mengembangkan banyak ide dari sana.

But besides that, I also saw problems within Islamic tradition.

Selain itu, saya juga melihat masalah dalam tradisi Islam.

But one thing was curious:

Tetapi satu hal mengesankan:

most of those problems turn out to be problems that emerged later,

kebanyakan masalah ternyata timbul di masa-masa setelahnya,

not from the very divine core of Islam, the Koran,

bukan dari sumber Islam sendiri, Qur'an,

but from, again, traditions and mentalities,

tetapi, sekali lagi, dari tradisi dan pola pikir,

atau interpretasi Qur'an

or the interpretations of the Koran that Muslims made in the Middle Ages.

yang dilakukan oleh Muslim pada Abad Pertengahan.

Contohnya, di dalam Qur'an sendiri

The Koran, for example, doesn't condone stoning.

hukuman lempar batu tidak disarankan.

There is no punishment for apostasy.

Tidak ada hukuman untuk kemurtadan.

There is no punishment for personal sins like drinking.

Tidak ada hukuman untuk kebiasaan pribadi seperti minum-minum.

Hal-hal yang menjadi hukum Islam ini,

These things which make Islamic law,

the troubling aspects of Islamic law,

bagian yang bermasalah dari hukum Islam,

were developed into later interpretations of Islam.

dikembangkan masa-masa setelahnya sebagai interpretasi Islam yang baru.

Which means that Muslims can, today,

Berarti, para Muslim dapat

look at those things and say,

menunjuk masalah-masalah tersebut dan mengatakan,

"Well, the core of our religion is here to stay with us.

"Inti dari agama kami

akan tetap bersama kami.

It's our faith, and we will be loyal to it.

Inilah agama kami, dan kami akan tetap setia kepadanya."

But we can change how it was interpreted,

Tetapi kami dapat mengubah cara kami menginterpretasikannya,

because it was interpreted according to the time

karena sebelumnya diintepretasikan sesuai dengan zaman dan latar Abad Pertengahan.

and milieu in the Middle Ages.

Sekarang kami hidup di dunia yang berbeda

Now we're living in a different world,

dengan nilai-nilai dan sistem politik yang berbeda.

with different values and political systems."

Interpretasi tersebut memungkinkan dan masuk akal.

That interpretation is quite possible and feasible.

Now, if I were the only person thinking that way,

Jika saya sendiri yang berpendapat seperti itu,

we would be in trouble.

kita semua akan bermasalah.

But that's not the case at all.

Tetapi itu bukan yang terjadi.

Actually, from the 19th century on,

Sebetulnya dari zaman abad ke-19,

there's a whole revisionist, reformist -- whatever you call it -- tradition,

ada pandangan revisionis, reformis --

terserah bagaimana Anda menyebutnya --

tradisi,

a trend in Islamic thinking.

sebuah tren dalam pemikiran Islam.

These were intellectuals or statesmen

Mereka ini para cendekiawan dan negarawan

abad ke-19, dan juga ke-20,

of the 19th century, and later, 20th century,

which looked at Europe, basically,

yang memandang Eropa

and saw that Europe has many things to admire,

dan mendambakan

like science and technology.

ilmu pengetahuan dan teknologinya.

But not just that; also democracy, parliament,

Tetapi bukan itu saja; demokrasi dan parlemen juga,

ide tentang perwakilan,

the idea of representation,

the idea of equal citizenship.

kewarganegaraan yang sama rata.

These Muslim thinkers, intellectuals and statesmen of the 19th century,

Para cendekiawan, intelektual, dan negarawan Muslim

abad ke-19 melihat Eropa, dan mendambakan hal-hal itu.

looked at Europe, saw these things, and said,

Mereka bertanya "Mengapa kami tidak mempunyai hal-hal itu?"

"Why don't we have these things?"

Mereka melihat tradisi Islam,

And they looked back at Islamic tradition,

dan melihat permasalahannya,

and saw that there are problematic aspects,

but they're not the core of the religion, so maybe they can be re-understood,

bukan karena inti agama Islam, jadi mungkin saja dapat diinterpretasikan ulang,

dan Al-Qur'an dapat di baca ulang

and the Koran can be reread in the modern world.

di zaman modern ini.

That trend is generally called Islamic modernism,

Kecenderungan ini

dinamakan modernisme Islam,

and it was advanced by intellectuals and statesmen,

dan diajukan oleh para cendekiawan dan negarawan,

not just as an intellectual idea, though,

bukan hanya sebagai ide intelektual,

but also as a political program.

tetapi juga sebagai agenda politik.

And that's why, actually, in the 19th century,

Inilah mengapa di abad ke-19

the Ottoman Empire, which then covered the whole Middle East,

kekaisaran Ottoman, yang dulu menyelimuti Timur Tengah,

menggagas reformasi --

made very important reforms --

reforms like giving Christians and Jews an equal citizenship status,

reformasi seperti memberi kaum Kristiani dan Yahudi

kewarganegaraan yang sama rata,

menerima konstitusi,

accepting a constitution,

accepting a representative parliament,

menerima dewan perwakilan,

advancing the idea of freedom of religion.

mengajukan kebebasan dalam keyakinan.

That's why the Ottoman Empire, in its last decades,

Itulah mengapa kekaisaran Ottoman pada masa-masa akhirnya

turned into a proto-democracy, a constitutional monarchy,

menjadi proto-demokrasi,

kerajaan konstitusional.

and freedom was a very important political value at the time.

Kebebasan sangatlah penting dalam politik saat itu.

Similarly, in the Arab world,

Tidak jauh beda, di dunia Arab

there was what the great Arab historian Albert Hourani defines

ada yang diterjemahkan oleh ahli sejarah Albert Hourani

sebagai Zaman Liberal.

as the Liberal Age.

He has a book, "Arabic Thought in the Liberal Age,"

Dia menulis buku "Pemikiran Arab di Zaman Liberal."

Zaman tersebut terjadi dalam kurun waktu

and the Liberal Age, he defines as 19th century and early 20th century.

abad ke-19 sampai permulaan abad ke-20.

Dapat dilihat kecenderungan ini sangat dominan

Quite notably, this was the dominant trend in the early 20th century

pada masa permulaan abad ke-20

among Islamic thinkers and statesmen and theologians.

di antara cendekiawan, negarawan Musli, dan juga ahli agama.

But there is a very curious pattern in the rest of the 20th century,

Tetapi ada sesuatu yang aneh

selanjutnya di abad ke-20,

because we see a sharp decline in this Islamic modernist line.

kami melihat penurunan yang hebat

dalam garis Islam modernis ini.

And in place of that,

Yang menggantikan adalah

what happens is that Islamism grows as an ideology which is authoritarian,

Islam berkembang

menjadi ideologi otoriter

which is quite strident,

yang keras

which is quite anti-Western,

dan anti-Barat,

dan ingin membentuk masyarakat

and which wants to shape society based on a utopian vision.

berdasarkan visi utopia.

So Islamism is the problematic idea

Jadi Islamisme merupakan persoalan

that really created a lot of problems in the 20th-century Islamic world.

yang telah membuat beberapa masalah

di dunia Islam pada abad ke-20.

And even the very extreme forms of Islamism

Bahkan beberapa macam Islam yang ekstrim

led to terrorism in the name of Islam --

akhirnya menjadi terorisme dengan nama Islam --

yang sebetulnya menurut saya adalah kontra Islam,

which is actually a practice that I think is against Islam,

but some, obviously, extremists, did not think that way.

tetapi tentunya tidak semua berpendapat sedemikian.

But there is a curious question:

Lalu timbul pertanyaan berikut:

If Islamic modernism was so popular in the 19th and early 20th centuries,

Jika modernisme Islam sangat terkenal

di abad ke-19 dan awal abad ke-20,

why did Islamism become so popular in the rest of the 20th century?

mengapa Islamisme menjadi sangat terkenal

seterusnya pada abad ke-20?

Dan pertanyaan ini, menurut saya,

And this is a question, I think, which needs to be discussed carefully.

perlu dibahas dengan saksama.

In my book, I went into that question as well.

Di buku saya, saya menjelaskan pertanyaan itu juga.

And actually, you don't need to be a rocket scientist to understand that.

Sebetulnya Anda tidak perlu menjadi ilmuan untuk mengerti penjelasannya.

Just look at the political history of the 20th century,

Anda lihat saja sejarah politik abad ke-20,

banyak sekali yang telah berubah.

and you see things have changed a lot.

Konteks telah berubah.

The contexts have changed.

In the 19th century,

Pada abad ke-19,

when Muslims were looking at Europe as an example,

sewaktu kaum Muslim melihat Eropa sebagai contoh,

they were independent; they were more self-confident.

mereka telah menjadi independen, dan lebih percaya diri.

In the early 20th century, with the fall of the Ottoman Empire,

Pada awal abad ke-20, dengan jatuhnya kekaisaran Ottoman,

the whole Middle East was colonized.

seluruh Timur Tengah telah dijajah.

And when you have colonialization, what do you have?

Jika ada penjajahan, apakah yang ada berikutnya?

You have anti-colonialization.

Tentunya gerakan antipenjajahan.

So Europe is not just an example now to emulate;

Jadi Eropa bukan saja contoh untuk ditiru;

it's an enemy to fight and to resist.

Eropa juga musuh yang layak dilawan dan ditolak.

So there's a very sharp decline in liberal ideas in the Muslim world,

Jadi ada penurunan drastis

dalam ide-ide liberal di dunia Muslim,

yang mencerminkan gerakan defensif,

and what you see is more of a defensive, rigid, reactionary strain,

kaku, pembangkang

which led to Arab socialism, Arab nationalism

yang menjadi sosialisme Arab, nasionalisme Arab,

and ultimately to the Islamist ideology.

dan akhirnya menjadi ideologi Islam.

And when the colonial period ended,

Pada akhir masa penjajahan,

what you had in place of that was generally secular dictators,

sebagai penggantinya

pada umumnya, diktator sekuler,

yang menyatakan mereka adalah negara

which say they're a country,

but did not bring democracy to the country,

tetapi tidak membawa demokrasi kepada negara tersebut,

and established their own dictatorship.

dan mendirikan kediktatoran mereka sendiri.

And I think the West, at least some powers in the West,

Menurut saya beberapa negara berkuasa di Barat,

khususnya Amerika Serikat,

particularly the United States,

made the mistake of supporting those secular dictators,

melakukan kesalahan dengan mendukung diktator sekuler tersebut,

thinking that they were more helpful for their interests.

berpikir bahwa mereka bermanfaat bagi kepentingan mereka.

But the fact that those dictators suppressed democracy in their country

Tetapi kenyataannya diktator-diktator tersebut

menindas demokrasi di negaranya

and suppressed Islamic groups in their country

dan membungkam organisasi-organisasi Islam

actually made the Islamists much more strident.

dan malah menjadikan mereka lebih keras.

Jadi pada abad ke-20,

So in the 20th century,

you had this vicious cycle in the Arab world,

terjadilah siklus setan di dunia Arab

where you have a dictatorship suppressing its own people,

di mana ada seorang diktator menindas rakyatnya sendiri

including the Islamic pious,

termasuk kaum Muslim yang soleh,

and they're reacting in reactionary ways.

yang kemudian sangat reaksioner.

There was one country, though,

Tetapi ada satu negara

which was able to escape or stay away from that vicious cycle.

yang berhasil lolos

dari siklus setan tersebut.

And that's the country where I come from, Turkey.

Yaitu negara asal saya sendiri: Turki.

Turkey has never been colonized,

Turki tidak pernah dijajah,

dan tetap jadi negara merdeka setelah turunnya kekaisaran Ottoman.

so it remained as an independent nation after the fall of the Ottoman Empire.

Itulah yang harus diingat.

That's one thing to remember;

Mereka tidak mengalami semangat antipenjajahan

it did not share the same anti-colonial hype

yang ada di negara-negara lain di sekitarnya.

that you can find in some other countries in the region.

Secondly, and most importantly,

Kedua, dan juga terpenting,

Turkey became a democracy

Turki menjadi negara demokratis

earlier than any of the countries we are talking about.

lebih awal dari negara-negara lain yang telah dibahas tadi.

In 1950, Turkey had the first free and fair elections,

Tahun 1950, Turki mengadakan pemilihan umum pertama yang bebas dan adil,

yang mengakhiri rezim sekuler yang otokratis,

which ended the more autocratic secular regime,

which was in the beginning of Turkey.

dengan kata lain itulah awalnya Turki.

And the pious Muslims in Turkey

Kaum Muslim soleh di Turki

saw that they could change the political system by voting.

melihat bahwa mereka dapat mengubah sistem politik dengan cara pemilihan suara.

And they realized that democracy is something compatible with Islam,

Mereka sadar bahwa demokrasi adalah sesuai dengan Islam

sesuai dengan martabat mereka,

compatible with their values,

and they've been supportive of democracy.

dan mereka mendukung demokrasi.

That's an experience

Itulah pengalaman

that not every other Muslim nation in the Middle East had,

yang tidak dialami negara Islam lainnya di Timur Tengah

sampai belakangan ini.

until very recently.

Secondly, in the past two decades,

Kedua, pada masa kedua dekade silam ini,

thanks to globalization, thanks to the market economy,

dikarenakan oleh globalisasi dan ekonomi pasar,

thanks to the rise of a middle class,

dikarenakan oleh naiknya kelas-menengah,

we in Turkey see what I define as a rebirth of Islamic modernism.

kami di Turki melihat

apa yang saya namakan kebangkitan modernisme Islam.

Now, there's the more urban middle-class pious Muslims

Ada kaum Muslim soleh dari kelas-menengah yang lebih urban

yang melihat tradisi mereka

who, again, look at their tradition

dan melihat bahwa ada berbagai persoalan dalam tradisinya.

and see that there are some problems in the tradition,

Mereka mengerti semua itu perlu diubah, dipertanyakan dan direformasi.

and understand that they need to be changed and questioned and reformed.

Mereka melihat Eropa

And they look at Europe, and see an example, again, to follow.

dan sekali lagi mereka melihatnya sebagai contoh untuk ditiru.

They see an example, at least, to take some inspiration from.

Mereka melihat contoh, setidaknya untuk inspirasi.

Itulah mengapa proses E.U.

That's why the EU process, Turkey's effort to join the EU,

usaha Turki untuk bergabung dengan E.U.

didukung dari dalam Turki sendiri

has been supported inside Turkey by the Islamic pious,

oleh kaum Muslim soleh,

while some secular nationalists were against it.

sementara beberapa negara sekuler menantangnya.

Well, that process has been a little bit blurred

Prosesnya sendiri telah sedikit kabur

dikarenakan tidak semua orang Eropa menyambutnya --

by the fact that not all Europeans are that welcoming,

tetapi itu topik lain.

but that's another discussion.

But the pro-EU sentiment in Turkey in the past decade

Sentimen pro-E.U. di Turki selama dekade yang lampau

has become almost an Islamic cause and supported by the Islamic liberals

hampir telah menjadi gerakan Islam,

dan didukung oleh kaum Islam liberal

and the secular liberals as well, of course.

dan tentunya juga oleh para sekuler liberal.

And thanks to that,

Oleh karena itu,

Turkey has been able to reasonably create a success story

Turki dapat menghasilkan kesuksesan

in which Islam and the most pious understandings of Islam

di mana Islam dan dengan golongan islam yang paling soleh

have become part of the democratic game,

dapat menjadi bagian dari permainan demokratis ini,

and even contributes to the democratic and economic advance of the country.

bahkan berkontribusi dalam kemajuan

demokrasi dan ekonomi negaranya.

And this has been an inspiring example right now

Ini semua telah menjadi contoh yang menginspirasi

gerakan-gerakan Islam

for some of the Islamic movements

atau beberapa negara di dunia Islam.

or some of the countries in the Arab world.

You must have all seen the Arab Spring,

Anda semua tentunya telah melihat Bangkitnya Arab

which began in Tunis and in Egypt.

yang dimulai di Tunisia dan di Mesir.

Arab masses just revolted against their dictators.

Massa Arab

baru saja melawan diktatornya.

They were asking for democracy; they were asking for freedom.

Mereka meminta demokrasi; mereka meminta kebebasan.

Mereka juga bukan siluman Islamis

And they did not turn out to be the Islamist boogeyman

that the dictators were always using to justify their regime.

yang dimanfaatkan oleh para diktator

untuk menjustifikasi rezimnya.

Mereka berkata "kami menginginkan kebebasan, demokrasi."

They said, "We want freedom; we want democracy.

We are Muslim believers,

Kami Islam,

but we want to be living as free people in free societies."

tetapi kami ingin hidup bebas di masyarakat yang bebas."

Tentunya, ini jalan yang panjang.

Of course, this is a long road.

Demokrasi bukan hal yang dicapai dalam satu malam;

Democracy is not an overnight achievement; it's a process.

demokrasi adalah proses.

Tetapi era ini sangatlah menjanjikan

But this is a promising era in the Muslim world.

di dunia Muslim.

Saya percaya bahwa modernisme Islam

And I believe that the Islamic modernism which began in the 19th century,

yang dimulai pada abad ke-19,

but which had a setback in the 20th century

yang meskipun mengalami kemunduran pada abad ke-20

karena permasalahan politik dalam dunia Islam,

because of the political troubles of the Muslim world,

sedang mengalami kebangkitan.

is having a rebirth.

Menurut saya inti dari cerita ini

And I think the takeaway message from that would be that Islam,

Islam,

despite some of the skeptics in the West,

terlepas dari adanya para skeptik di Barat,

has the potential in itself

mempunyai potensi dengan sendirinya

to create its own way to democracy, create its own way to liberalism,

untuk mencapai demokrasi, untuk mencapai liberalisme,

create its own way to freedom.

mencapai jalannya sendiri menuju kebebasan.

They just should be allowed to work for that.

Mereka hanya perlu diberi kesempatan untuk menggapainya.

Terima kasih banyak.

Thanks so much.

(Applause)

(Tepuk tangan)