A call to men | Tony Porter

Translator: Antonius Yudi Sendjaja Reviewer: Anti Antono

I grew up in New York City,

Saya besar di New York

between Harlem and the Bronx.

di antara Harlem dan the Bronx.

Growing up as a boy, we were taught

Tumbuh sebagai anak laki-laki, kami diajarkan

that men had to be tough, had to be strong,

bahwa laki-laki harus kuat, tangguh,

had to be courageous, dominating --

berani, berkuasa --

no pain, no emotions,

tanpa rasa sakit, tanpa emosi,

with the exception of anger --

kecuali kemarahan --

and definitely no fear;

dan sudah pasti tanpa rasa takut --

that men are in charge,

bahwa laki-laki berkuasa;

which means women are not;

yang berarti perempuan tidak;

that men lead,

bahwa laki-laki adalah pemimpin

and you should just follow and do what we say;

dan Anda harus mengikuti dan melakukan apa yang kami katakan;

that men are superior; women are inferior;

bahwa laki-laki lebih tinggi, perempuan lebih rendah;

that men are strong; women are weak;

bahwa laki-laki kuat; perempuan lemah;

that women are of less value,

bahwa perempuan lebih tidak berharga --

property of men,

milik para laki-laki --

and objects,

dan objek,

particularly sexual objects.

khususnya objek seksual.

I've later come to know that to be

Belakangan saya memahami bahwa ini adalah

the collective socialization of men,

proses sosialisasi kolektif laki-laki,

better known

atau yang lebih sering disebut

as the "man box."

"kotak laki-laki."

See this man box has in it

Lihatlah, kotak laki-laki ini memiliki

all the ingredients

semua bahan-bahan

of how we define what it means to be a man.

tentang bagaimana kita menegaskan apa artinya menjadi seorang laki-laki.

Now I also want to say, without a doubt,

Saya juga ingin mengatakan, tanpa ragu,

there are some wonderful, wonderful,

ada beberapa hal

absolutely wonderful things

yang benar-benar indah

about being a man.

tentang menjadi laki-laki.

But at the same time,

Namun pada saat yang sama,

there's some stuff

ada beberapa hal

that's just straight up twisted,

yang sungguh tidak benar.

and we really need to begin

Dan kita benar-benar harus mulai

to challenge, look at it

meragukan, melihatnya

and really get in the process

dan benar-benar memulai proses

of deconstructing, redefining,

membongkar dan menjelaskan kembali

what we come to know as manhood.

apa yang telah kita tahu sebagai dunia laki-laki.

This is my two at home, Kendall and Jay.

Ini adalah kedua anak saya, Kendall and Jay.

They're 11 and 12.

Usia mereka 11 dan 12 tahun.

Kendall's 15 months older than Jay.

Kendall 15 bulan lebih tua dari Jay.

There was a period of time when my wife -- her name is Tammie -- and I,

Ada saat di mana istri saya, namanya Tammie, dan saya,

we just got real busy and whip, bam, boom:

kami benar-benar sibuk hingga jungkir balik:

Kendall and Jay.

Kendall dan Jay.

(Laughter)

(Tawa)

And when they were about five and six,

Dan saat mereka berusia lima dan enam tahun,

four and five,

empat dan lima,

Jay could come to me,

Jay datang kepada saya,

come to me crying.

sambil menangis.

It didn't matter what she was crying about,

Tidak masalah mengapa dia menangis,

she could get on my knee, she could snot my sleeve up,

dia bisa naik ke lutut saya, membuang ingus di lengan baju saya,

just cry, cry it out.

menangislah sepuasnya.

Daddy's got you. That's all that's important.

Ayah bersamamu. Itulah yang penting.

Now Kendall on the other hand --

Di sisi lain Kendall --

and like I said, he's only 15 months older than her --

dan seperti yang saya katakan, dia hanya 15 bulan lebih tua --

he'd come to me crying,

datang kepada saya sambil menangis

it's like as soon as I would hear him cry,

sepertinya begitu saya mendengar Kendall menangis

a clock would go off.

jam mulai berdetik.

I would give the boy probably about 30 seconds,

Saya akan memberinya sekitar 30 detik,

which means, by the time he got to me,

yang berarti, saat dia sampai

I was already saying things like, "Why are you crying?

saya telah mengatakan hal-hal seperti, "Mengapa kamu menangis?

Hold your head up. Look at me.

Tegakkan kepalamu. Lihat ayah.

Explain to me what's wrong.

Katakan ada masalah apa.

Tell me what's wrong. I can't understand you.

Katakan pada ayah. Ayah tidak paham.

Why are you crying?"

Mengapa kamu menangis?"

And out of my own frustration

Dan karena rasa frustrasi saya sendiri

of my role and responsibility

akan tugas dan tanggung jawab saya

of building him up as a man

untuk mendidiknya sebagai seorang laki-laki

to fit into these guidelines

agar sesuai dengan petunjuk-petunjuk ini

and these structures that are defining this man box,

dan kerangka-kerangka dari kotak laki-laki ini.

I would find myself saying things like,

Saya akan mengatakan hal-hal seperti,

"Just go in your room.

"Masuk ke kamarmu.

Just go on, go on in your room.

Masuklah, masuklah ke kamarmu.

Sit down,

Duduk,

get yourself together

tenangkan pikiranmu

and come back and talk to me

lalu kembali dan bicaralah pada ayah

when you can talk to me like a --" what?

saat kamu bisa berbicara seperti seorang ... " Apa?

(Audience: Man.)

(Penonton: Laki-laki.)

Like a man.

"seorang laki-laki."

And he's five years old.

Dan usianya baru lima tahun.

And as I grow in life,

Dan saat saya menjadi lebih dewasa,

I would say to myself,

saya akan berkata kepada diri saya sendiri,

"My God, what's wrong with me?

"Ya Tuhan, ada apa dengan diri saya?

What am I doing? Why would I do this?"

Apa yang saya lakukan? Mengapa saya melakukannya?

And I think back.

Dan saya berpikir kembali.

I think back to my father.

Saya berpikir tentang ayah saya.

There was a time in my life

Ada saat-saat dalam kehidupan saya

where we had a very troubled experience in our family.

saat kami mengalami hal-hal buruk dalam keluarga kami.

My brother, Henry, he died tragically

Saudara saya, Henry, meninggal dengan tragis

when we were teenagers.

saat kami masih remaja.

We lived in New York City, as I said.

Kami tinggal di New York, seperti yang telah saya katakan.

We lived in the Bronx at the time,

Saat itu kami tinggal di Bronx.

and the burial was in a place called Long Island,

Dan penguburannya dilakukan di sebuah tempat bernama Long Island,

it was about two hours outside of the city.

yang berjarak sekitar dua jam di luar kota.

And as we were preparing

Dan saat kami bersiap-siap

to come back from the burial,

kembali dari penguburan itu.

the cars stopped at the bathroom

Mobil kami berhenti di kamar mandi

to let folks take care of themselves

agar orang-orang dapat menenangkan diri

before the long ride back to the city.

sebelum perjalanan panjang kembali ke kota.

And the limousine empties out.

Dan orang-orang keluar dari limousine.

My mother, my sister, my auntie, they all get out,

Ibu saya, saudari saya, bibi saya, semuanya keluar,

but my father and I stayed in the limousine,

namun ayah dan saya tetap di dalam mobil.

and no sooner than the women got out,

Dan segera setelah para wanita keluar,

he burst out crying.

ayah mulai menangis.

He didn't want cry in front of me,

Dia tidak ingin menangis di depan saya.

but he knew he wasn't going to make it back to the city,

Namun dia tahu dia tidak akan tahan hingga kembali ke kota,

and it was better me than to allow himself

dan lebih baik baginya daripada jika ayah

to express these feelings and emotions in front of the women.

mengekspresikan perasaan dan emosi ini di depan para wanita.

And this is a man

Dan ini adalah pria

who, 10 minutes ago,

yang, 10 menit yang lalu

had just put his teenage son

baru saja menguburkan putranya

in the ground --

yang masih remaja --

something I just can't even imagine.

sesuatu yang tidak dapat saya bayangkan.

The thing that sticks with me the most

Hal yang paling saya ingat

is that he was apologizing to me

adalah ayah minta maaf kepada saya

for crying in front of me,

karena menangis di depan saya.

and at the same time, he was also giving me props,

Dan pada saat yang sama, ayah juga membiarkan saya bersandar,

lifting me up,

menyanjung saya,

for not crying.

karena tidak menangis.

I come to also look at this

Lalu saya juga melihat hal ini

as this fear that we have as men,

sebagai ketakutan yang kita miliki sebagai laki-laki

this fear that just has us paralyzed,

ketakutan yang melumpuhkan kita,

holding us hostage

membuat kita menjadi tahanan

to this man box.

dalam kotak laki-laki ini.

I can remember speaking

Saya ingat saya pernah berkata

to a 12-year-old boy, a football player,

kepada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, pemain bola

and I asked him, I said,

dan saya bertanya

"How would you feel if,

"Bagaimana perasaanmu jika

in front of all the players,

di depan seluruh pemain lainnya

your coach told you you were playing like a girl?"

pelatihmu berkata kamu bermain seperti anak perempuan?"

Now I expected him to say something like,

Saya menduga dia akan menjawab

I'd be sad; I'd be mad; I'd be angry, or something like that.

Saya akan merasa sedih, marah, gusar, atau sejenisnya.

No, the boy said to me --

Tidak, anak ini berkata --

the boy said to me,

anak ini berkata kepada saya,

"It would destroy me."

"Itu akan membuatku hancur."

And I said to myself,

Dan saya berkata kepada diri saya sendiri,

"God, if it would destroy him

"Ya Tuhan, jika dia merasa hancur

to be called a girl,

saat dikatakan seperti anak perempuan,

what are we then teaching him

lantas apa yang kita ajarkan kepadanya

about girls?"

tentang perempuan?"

(Applause)

(Tepuk tangan)

It took me back to a time

Hal itu membawa saya kembali

when I was about 12 years old.

saat saya berusia 12 tahun.

I grew up in tenement buildings in the inner city.

Saya tumbuh di rumah petak di tengah kota.

At this time we're living in the Bronx,

Saat itu kami tinggal di Bronx

and in the building next to where I lived there was a guy named Johnny.

Dan di rumah sebelah tempat saya tinggal ada seorang pria bernama Johnny.

He was about 16 years old,

Usianya sekitar 16 tahun,

and we were all about 12 years old -- younger guys.

dan kami semua sektiar 12 tahun -- lebih muda.

And he was hanging out with all us younger guys.

Dan dia bergaul dengan anak-anak yang lebih muda seperti kita.

And this guy, he was up to a lot of no good.

Dan dia adalah orang yang tidak baik.

He was the kind of kid who parents would have to wonder,

Dia adalah jenis anak-anak yang akan membuat para orang tua bingung,

"What is this 16-year-old boy doing with these 12-year-old boys?"

"Apa yang dilakukan anak berumur 16 tahun ini dengan anak-anak lain berumur 12 tahun itu?"

And he did spend a lot of time up to no good.

Dan dia banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak baik.

He was a troubled kid.

Dia adalah anak yang bermasalah.

His mother had died from a heroin overdose.

Ibunya meninggal karena overdosis heroin.

He was being raised by his grandmother.

Dia dibesarkan oleh neneknya.

His father wasn't on the set.

Ayahnya tidak bersamanya.

His grandmother had two jobs.

Neneknya memiliki dua pekerjaan.

He was home alone a lot.

Dia sering berada di rumah sendirian.

But I've got to tell you, we young guys,

Namun saya harus memberi tahu Anda, kami anak-anak muda

we looked up to this dude, man.

kami segan pada orang ini.

He was cool. He was fine.

Dia mengagumkan, baik.

That's what the sisters said, "He was fine."

Itulah yang dikatakan gadis-gadis, "Dia baik."

He was having sex.

Dia berhubungan seks.

We all looked up to him.

Kami semua segan padanya.

So one day, I'm out in front of the house doing something --

Suatu hari, saya berada di depan rumah sedang melakukan sesuatu --

just playing around, doing something -- I don't know what.

hanya bermain-main, mengerjakan sesuatu -- saya tidak tahu apa.

He looks out his window; he calls me upstairs; he said, "Hey Anthony."

Dia melihat keluar dari jendelanya, memanggil saya ke atas, dia berkata, "Hey, Anthony."

They called me Anthony growing up as a kid.

Mereka memanggil saya Anthony saat saya kecil.

"Hey Anthony, come on upstairs."

"Hey Anthony, naiklah ke atas."

Johnny call, you go.

Johnny memanggil, Anda harus pergi.

So I run right upstairs.

Jadi saya naik ke atas.

As he opens the door, he says to me, "Do you want some?"

Saat dia membuka pintu, dia berkata, "Apa kamu mau?"

Now I immediately knew what he meant.

Saya segera tahu apa yang dimaksudnya.

Because for me growing up at that time,

Karena pada waktu itu bagi saya yang sedang tumbuh

and our relationship with this man box,

dan hubungan kami dengan kotak laki-laki ini,

"Do you want some?" meant one of two things:

apa kamu mau berarti salah satu dari dua hal,

sex or drugs --

seks atau obat-obatan --

and we weren't doing drugs.

dan kami tidak menggunakan obat-obatan.

Now my box, my card,

Kini kotak saya, kartu,

my man box card,

kartu kotak laki-laki saya

was immediately in jeopardy.

dalam sekejap berada dalam bahaya.

Two things: One, I never had sex.

Dua hal. Pertama, saya belum pernah berhubungan seks.

We don't talk about that as men.

Sebagai laki-laki, kami tidak membicarakannya.

You only tell your dearest, closest friend, sworn to secrecy for life,

Anda hanya memberi tahu teman terdekat, yang disumpah merahasiakannya seumur hidup,

the first time you had sex.

saat pertama Anda berhubungan seks.

For everybody else, we go around like we've been having sex since we were two.

Bagi orang lain, kami berbuat seolah-olah telah berhubungan seks sejak usia dua tahun.

There ain't no first time.

Tidak ada kali pertama.

(Laughter)

(Tawa)

The other thing I couldn't tell him is that I didn't want any.

Hal lain yang tidak dapat saya katakan adalah saya tidak ingin melakukannya.

That's even worse. We're supposed to always be on the prowl.

Hal itu lebih buruk. Kami harus selalu bertingkah seperti sedang mencari mangsa.

Women are objects,

Perempuan adalah objek,

especially sexual objects.

khususnya objek seksual.

Anyway, so I couldn't tell him any of that.

Jadi saya tidak dapat mengatakan semua hal itu.

So, like my mother would say, make a long story short,

Jadi, seperti yang dikatakan ibu saya, buatlah cerita panjang menjadi singkat.

I just simply said to Johnny, "Yes."

Saya hanya berkata kepada Johnny, "Ya."

He told me to go in his room.

Dia menyuruh saya masuk ke kamarnya.

I go in his room. On his bed is a girl from the neighborhood named Sheila.

Saya masuk ke kamarnya. Di atas tempat tidurnya ada seorang gadis bernama Sheila.

She's 16 years old.

Usianya 16 tahun.

She's nude.

Dia tidak mengenakan apa-apa.

She's what I know today to be mentally ill,

Sekarang saya tahu kalau dia itu jiwanya terganggu

higher-functioning at times than others.

tapi terkadang bisa berfungsi lebih baik dari orang sakit jiwa lainnya.

We had a whole choice of inappropriate names for her.

Kami punya banyak pilihan sebutan yang tidak pantas untuknya.

Anyway, Johnny had just gotten through having sex with her.

Johnny baru saja berhubungan seks dengannya.

Well actually, he raped her, but he would say he had sex with her.

Sebenarnya, dia memperkosanya, namun dia akan berkata dia berhubungan seks.

Because, while Sheila never said no,

Karena, walaupun Sheila tidak pernah berkata tidak,

she also never said yes.

dia juga tidak pernah berkata iya.

So he was offering me the opportunity to do the same.

Jadi dia menawarkan saya kesempatan untuk melakukan hal yang sama.

So when I go in the room, I close the door.

Jadi saat saya masuk ke kamarnya, saya menutup pintu.

Folks, I'm petrified.

Saya langsung membatu.

I stand with my back to the door so Johnny can't bust in the room

Punggung saya menempel di pintu supaya Johnny tidak dapat mendobrak masuk

and see that I'm not doing anything,

dan melihat bahwa saya tidak melakukan apapun.

and I stand there long enough that I could have actually done something.

Dan saya berdiri cukup lama sehingga sebenarnya saya bisa saja melakukan sesuatu.

So now I'm no longer trying to figure out what I'm going to do;

Kini saya tidak lagi mencoba berpikir apa yang akan saya lakukan.

I'm trying to figure out how I'm going to get out of this room.

Saya mencoba berpikir bagaimana saya akan keluar dari kamar ini.

So in my 12 years of wisdom,

Jadi, dengan kearifan anak 12 tahun,

I zip my pants down,

saya menurunkan retsleting celana saya,

I walk out into the room,

saya berjalan keluar.

and lo and behold to me,

Dan lihatlah saya,

while I was in the room with Sheila,

saat saya berada di kamar dengan Sheila,

Johnny was back at the window calling guys up.

Johnny kembali ke jendela dan memanggil orang-orang lain.

So now there's a living room full of guys.

Sehingga sekarang ruang tengah itu penuh dengan pria.

It was like the waiting room in the doctor's office.

Seperti ruang tunggu di tempat praktek dokter.

And they asked me how was it,

Dan mereka bertanya bagaimana rasanya.

and I say to them, "It was good,"

Dan saya berkata, "Enak."

and I zip my pants up in front of them,

Dan saya menarik retsleting celana saya di depan mereka,

and I head for the door.

dan menuju ke pintu.

Now I say this all with remorse,

Kini saya mengatakan hal ini dengan penuh penyesalan

and I was feeling a tremendous amount of remorse at that time,

dan saya benar-benar menyesal pada saat itu,

but I was conflicted, because, while I was feeling remorse, I was excited,

namun ada pertentangan, karena, walaupun saya menyesal, saya merasa senang

because I didn't get caught.

karena saya tidak ketahuan,

But I knew I felt bad about what was happening.

namun saya tahu saya merasa bersalah dengan apa yang terjadi.

This fear, getting outside the man box,

Ketakutan untuk keluar dari kotak laki-laki ini

totally enveloped me.

benar-benar menyelubungi saya.

It was way more important to me,

Bagi saya yang lebih penting adalah

about me and my man box card

saya dan kartu kotak laki-laki saya

than about Sheila

daripada Sheila

and what was happening to her.

dan apa yang terjadi padanya.

See collectively, we as men

Jadi bersama-sama, kita sebagai laki-laki

are taught to have less value in women,

diajari bahwa perempuan memiliki nilai yang lebih rendah,

to view them as property and the objects of men.

memandang mereka sebagai milik dan objek para laki-laki.

We see that as an equation that equals violence against women.

Kita melihatnya sebagai hal yang sama dengan kekerasan terhadap perempuan.

We as men, good men,

Kita sebagai laki-laki yang baik

the large majority of men,

kebanyakan laki-laki

we operate on the foundation

kita bekerja atas dasar

of this whole collective socialization.

sosialisasi kolektif ini.

We kind of see ourselves separate, but we're very much a part of it.

Kita merasa diri kita tidak seperti itu, namun kita tetaplah bagian dari itu.

You see, we have to come to understand

Anda lihat, kita harus mulai memahami

that less value, property and objectification is the foundation

bahwa nilai yang lebih rendah, hak milik, dan menjadikan objek adalah dasarnya

and the violence can't happen without it.

dan kekerasan tidak dapat terjadi tanpa hal-hal itu.

So we're very much a part of the solution

Jadi kita adalah bagian dari jalan keluar

as well as the problem.

sekaligus masalahnya.

The center for disease control says

Pusat pengendalian penyakit mengatakan

that men's violence against women is at epidemic proportions,

bahwa kekerasan laki-laki terhadap perempuan seperti wabah penyakit

is the number one health concern for women

adalah masalah kesehatan nomor satu bagi wanita

in this country and abroad.

di negara ini dan di luar negeri.

So quickly, I'd like to just say,

Jadi secara singkat, saya ingin mengatakan

this is the love of my life, my daughter Jay.

ini cinta seumur hidup saya, putri saya Jay.

The world I envision for her --

Dunia yang saya impikan baginya,

how do I want men to be acting and behaving?

bagaimana saya ingin laki-laki untuk bertingkah laku?

I need you on board. I need you with me.

Saya ingin Anda ikut serta, saya ingin Anda bersama saya.

I need you working with me and me working with you

Saya ingin kita saling bekerja sama

on how we raise our sons

dalam mendidik putra kita

and teach them to be men --

dan mengajari mereka bagaimana cara menjadi laki-laki --

that it's okay to not be dominating,

bahwa tidak masalah untuk tidak menguasai,

that it's okay to have feelings and emotions,

bahwa tidak masalah untuk memiliki perasaan dan emosi,

that it's okay to promote equality,

bahwa tidak masalah untuk mendukung kesetaraan,

that it's okay to have women who are just friends and that's it,

bahwa tidak masalah menganggap perempuan hanya sebagai teman,

that it's okay to be whole,

bahwa tidak masalah untuk menjadi utuh,

that my liberation as a man

bahwa kebebasan saya sebagai seorang laki-laki

is tied to your liberation as a woman. (Applause)

terikat pada kebebasan Anda sebagai wanita.

I remember asking a nine-year-old boy,

Saya ingat pernah bertanya kepada seorang anak laki-laki

I asked a nine-year-old boy,

yang berusia 9 tahun

"What would life be like for you,

"Bagaimana hidupmu

if you didn't have to adhere to this man box?"

jika kamu tidak perlu mematuhi kotak laki-laki ini?"

He said to me, "I would be free."

Dia berkata kepada saya, "Saya akan bebas."

Thank you folks.

Terima kasih, teman-teman.

(Applause)

(Tepuk tangan)