Connected, but alone? | Sherry Turkle

Translator: Intan Kumalasari Reviewer: Anastha Eka Susanti

Just a moment ago,

Beberapa saat lalu,

my daughter Rebecca texted me for good luck.

anak saya, Rebecca, mengirim sms mendoakan saya.

Her text said,

SMS-nya mengatakan,

"Mom, you will rock."

"Ibu akan tampil keren."

I love this.

Saya suka ini.

Getting that text

Menerima SMS itu

was like getting a hug.

seperti mendapat pelukan.

And so there you have it.

Begitulah adanya.

I embody

Saya menjelma jadi

the central paradox.

paradoks utamanya.

I'm a woman

Saya seorang perempuan

who loves getting texts

yang suka menerima SMS,

who's going to tell you

yang akan memberi tahu Anda

that too many of them can be a problem.

bahwa terlalu banyak SMS malah bisa jadi masalah.

Actually that reminder of my daughter

Sebenarnya ingatan pada anak saya

brings me to the beginning of my story.

membawa saya pada awal dari cerita ini.

1996, when I gave my first TEDTalk,

1996, pertama kali saya menyampaikan TEDTalk,

Rebecca was five years old

Rebecca masih berumur lima tahun

and she was sitting right there

dan dia duduk di sana,

in the front row.

di baris paling depan.

I had just written a book

Saya baru saja menulis buku

that celebrated our life on the internet

yang merayakan hidup kita di internet

and I was about to be on the cover

dan foto saya akan jadi sampul

of Wired magazine.

majalah Wired.

In those heady days,

Pada masa yang hebat itu,

we were experimenting

kita bereksperimen

with chat rooms and online virtual communities.

dengan ruang obrolan dan komunitas dunia maya.

We were exploring different aspects of ourselves.

Kita menjelajah aspek-aspek diri kita yang berbeda.

And then we unplugged.

Kemudian kita memutuskan koneksi.

I was excited.

Saya sangat bersemangat.

And, as a psychologist, what excited me most

Dan, sebagai psikolog, yang paling menyemangati

was the idea

adalah gagasan

that we would use what we learned in the virtual world

bahwa kita akan menggunakan pelajaran dari di dunia maya

about ourselves, about our identity,

tentang diri kita, tentang identitas kita,

to live better lives in the real world.

untuk hidup lebih baik di dunia nyata.

Now fast-forward to 2012.

Sekarang percepat waktu ke 2012.

I'm back here on the TED stage again.

Saya kembali ke panggung TED lagi.

My daughter's 20. She's a college student.

Anak saya sudah 20 tahun. Dia mahasiswa.

She sleeps with her cellphone,

Dia tidur dengan ponselnya,

so do I.

begitu juga saya.

And I've just written a new book,

Dan saya baru saja menulis buku baru,

but this time it's not one

tapi kali ini bukan buku

that will get me on the cover

yang akan menempatkan saya pada sampul

of Wired magazine.

majalah Wired.

So what happened?

Jadi, apa yang terjadi?

I'm still excited by technology,

Saya masih bersemangat dengan teknologi,

but I believe,

tapi saya percaya,

and I'm here to make the case,

dan saya di sini untuk menegaskan,

that we're letting it take us places

bahwa kita membiarkannya mengantar kita ke

that we don't want to go.

tempat yang tidak diinginkan.

Over the past 15 years,

Selama 15 tahun terakhir,

I've studied technologies of mobile communication

saya mempelajari teknologi komunikasi bergerak

and I've interviewed hundreds and hundreds of people,

dan mewawancarai beratus-ratus orang,

young and old,

muda maupun tua,

about their plugged in lives.

tentang hidup yang terkoneksi.

And what I've found

Dan saya menemukan

is that our little devices,

bahwa gawai kecil kita,

those little devices in our pockets,

gawai kecil dalam kantong kita itu,

are so psychologically powerful

sangat kuat secara psikologis

that they don't only change what we do,

hingga mereka tidak hanya mengubah kelakuan kita,

they change who we are.

mereka juga mengubah identitas kita.

Some of the things we do now with our devices

Hal-hal yang kini kita lakukan dengan gawai

are things that, only a few years ago,

adalah hal-hal yang, hanya beberapa tahun lalu,

we would have found odd

akan kita anggap janggal

or disturbing,

atau mengganggu,

but they've quickly come to seem familiar,

tapi dengan cepat menjadi tampak akrab,

just how we do things.

seperti sudah semestinya.

So just to take some quick examples:

Mari lihat contoh yang mudah:

People text or do email

Orang-orang mengirim SMS atau surel

during corporate board meetings.

selama rapat perusahaan.

They text and shop and go on Facebook

Mereka ber-SMS, berbelanja, dan masuk ke Facebook

during classes, during presentations,

selama kelas, selama presentasi,

actually during all meetings.

benar-benar sepanjang seluruh rapat.

People talk to me about the important new skill

Orang-orang menyampaikan pentingnya keahlian baru

of making eye contact

melakukan kontak mata

while you're texting.

sambil ber-SMS.

(Laughter)

(Tawa)

People explain to me

Orang-orang menjelaskan pada saya

that it's hard, but that it can be done.

bahwa itu sulit, tapi bisa dilakukan.

Parents text and do email

Orangtua mengirim SMS dan surel

at breakfast and at dinner

saat sarapan maupun makan malam

while their children complain

sementara anak-anak mereka mengeluh

about not having their parents' full attention.

tak mendapat perhatian penuh orangtuanya.

But then these same children

Akan tetapi anak-anak ini pun

deny each other their full attention.

tidak saling memberi perhatian penuh.

This is a recent shot

Ini adalah gambar terakhir

of my daughter and her friends

dari anak saya dan teman-temannya

being together

sedang bersama-sama

while not being together.

sambil tidak bersama-sama.

And we even text at funerals.

Kita bahkan ber-SMS saat pemakaman.

I study this.

Saya mempelajari ini.

We remove ourselves

Kita melepas diri

from our grief or from our revery

dari duka atau lamunan kita

and we go into our phones.

dan beralih ke ponsel kita.

Why does this matter?

Kenapa ini penting?

It matters to me

Ini penting bagi saya

because I think we're setting ourselves up for trouble --

sebab saya pikir kita sedang membangun masalah --

trouble certainly

tentunya masalah

in how we relate to each other,

dalam berhubungan dengan satu sama lain,

but also trouble

tapi juga masalah

in how we relate to ourselves

dalam berhubungan dengan diri sendiri

and our capacity for self-reflection.

dan kapasitas kita untuk merefleksikan diri.

We're getting used to a new way

Kita mulai terbiasa dengan keadaan baru

of being alone together.

yakni sendirian saat bersama-sama.

People want to be with each other,

Orang-orang ingin saling berdampingan,

but also elsewhere --

tapi juga ada di tempat lain --

connected to all the different places they want to be.

terhubung dengan tempat-tempat berbeda yang mereka inginkan.

People want to customize their lives.

Orang ingin memodifikasi hidupnya.

They want to go in and out of all the places they are

Mereka ingin datang dan pergi dari tempatnya berada

because the thing that matters most to them

karena hal yang terpenting bagi mereka

is control over where they put their attention.

adalah mengendalikan titik perhatiannya sendiri.

So you want to go to that board meeting,

Jadi Anda ingin datang ke pertemuan,

but you only want to pay attention

tapi hanya ingin memperhatikan

to the bits that interest you.

penggalan yang menarik bagi Anda.

And some people think that's a good thing.

Dan sebagian orang berpikir itu adalah hal yang baik.

But you can end up

Tapi bisa jadi Anda malah

hiding from each other,

saling bersembunyi dari satu sama lain,

even as we're all constantly connected to each other.

bahkan ketika kita terus terhubung satu sama lain.

A 50-year-old business man

Seorang wirausahawan berumur 50 tahun

lamented to me

mengeluh pada saya

that he feels he doesn't have colleagues anymore at work.

bahwa dia merasa tidak lagi memiliki rekan dalam bekerja

When he goes to work, he doesn't stop by to talk to anybody,

Ketika bekerja, dia tak mampir berbincang dengan siapa pun,

he doesn't call.

dia tidak menelpon.

And he says he doesn't want to interrupt his colleagues

Dan katanya, dia tak ingin mengganggu rekannya

because, he says, "They're too busy on their email."

karena, katanya, "Mereka terlalu sibuk dengan surel."

But then he stops himself

Namun kemudian dia berhenti

and he says, "You know, I'm not telling you the truth.

dan bilang, "Saya tidak berkata jujur.

I'm the one who doesn't want to be interrupted.

Sayalah yang tidak ingin diganggu.

I think I should want to,

Saya pikir, seharusnya saya ingin,

but actually I'd rather just do things on my Blackberry."

tapi saya lebih memilih bekerja dengan Blackberry saya."

Across the generations,

Melintas generasi,

I see that people can't get enough of each other,

saya lihat orang-orang sangat menikmati hubungan mereka,

if and only if

jika dan hanya jika

they can have each other at a distance,

ada jarak di antara mereka,

in amounts they can control.

dalam tingkat yang bisa mereka kendalikan.

I call it the Goldilocks effect:

Saya menyebutnya efek Goldilocks:

not too close, not too far,

tak terlalu dekat, tak terlau jauh,

just right.

tapi pas.

But what might feel just right

Namun yang terasa pas

for that middle-aged executive

untuk eksekutif setengah baya

can be a problem for an adolescent

bisa bermasalah bagi remaja

who needs to develop face-to-face relationships.

yang perlu membangun hubungan tatap muka.

An 18-year-old boy

Seorang anak usia 18 tahun

who uses texting for almost everything

yang menggunakan SMS hampir untuk segala hal

says to me wistfully,

berkata dengan sedih kepada saya,

"Someday, someday,

"Suatu hari nanti,

but certainly not now,

tapi tentunya tidak sekarang,

I'd like to learn how to have a conversation."

saya ingin belajar bercakap-cakap."

When I ask people

Ketika saya tanya orang-orang,

"What's wrong with having a conversation?"

"Apa yang salah dengan bercakap-cakap?"

People say, "I'll tell you what's wrong with having a conversation.

Mereka bilang, "Saya akan beritahu Anda apa yang salah dengan percakapan.

It takes place in real time

Hal itu terjadi secara aktual

and you can't control what you're going to say."

dan Anda tak bisa mengendalikan perkataan Anda."

So that's the bottom line.

Jadi ini yang harus digarisbawahi.

Texting, email, posting,

SMS, surel, posting,

all of these things

semua hal itu

let us present the self as we want to be.

mengizinkan kita menyajikan diri seperti yg kita inginkan.

We get to edit,

Kita bisa mengubah,

and that means we get to delete,

dan itu artinya kita bisa menghilangkan,

and that means we get to retouch,

juga bisa meretus,

the face, the voice,

wajah, suara,

the flesh, the body --

fisik, badan --

not too little, not too much,

tak terlalu sedikit, tak terlalu banyak,

just right.

tapi pas.

Human relationships

Hubungan manusia

are rich and they're messy

amatlah kaya dan kacau

and they're demanding.

dan menuntut banyak.

And we clean them up with technology.

Dan kita mensterilkannya dengan teknologi.

And when we do,

Dan ketika melakukannya,

one of the things that can happen

salah satu hal yang bisa terjadi

is that we sacrifice conversation

adalah kita mengorbankan percakapan

for mere connection.

untuk keterhubungan belaka.

We short-change ourselves.

Kita mengelabui diri kita.

And over time,

Dan dari waktu ke waktu,

we seem to forget this,

sepertinya kita melupakan ini

or we seem to stop caring.

atau berhenti mempedulikannya.

I was caught off guard

Saya tersentak

when Stephen Colbert

ketika Stephen Colbert

asked me a profound question,

melontarkan pertanyaan yang dalam,

a profound question.

pertanyaan yang dalam.

He said, "Don't all those little tweets,

Tanyanya, "Tidakkah semua twit singkat,

don't all those little sips

semua penggalan kecil

of online communication,

dalam komunikasi daring,

add up to one big gulp

menghimpun jadi sebongkah besar

of real conversation?"

percakapan nyata?"

My answer was no,

Jawab saya, tidak,

they don't add up.

tidak begitu.

Connecting in sips may work

Penggalan keterhubungan bisa berhasil

for gathering discrete bits of information,

untuk mengumpulkan informasi yang terpisah-pisah.

they may work for saying, "I'm thinking about you,"

Bisa untuk menyampaikan, "Aku sedang memikirkanmu,"

or even for saying, "I love you," --

atau bahkan, "Aku cinta kamu," --

I mean, look at how I felt

maksud saya, lihat bagaimana perasaan saya

when I got that text from my daughter --

saat menerima SMS dari anak saya --

but they don't really work

tapi tidak berfungsi dengan baik

for learning about each other,

untuk mengenal satu sama lain,

for really coming to know and understand each other.

untuk benar-benar kenal dan mengerti satu sama lain.

And we use conversations with each other

Dan kita menggunakan percakapan dengan sesama

to learn how to have conversations

untuk belajar bercakap-cakap

with ourselves.

dengan diri sendiri.

So a flight from conversation

Jadi menghindari percakapan

can really matter

bisa menjadi masalah

because it can compromise

karena dapat merusak

our capacity for self-reflection.

kapasitas kita untuk merefleksikan diri.

For kids growing up,

Bagi anak yang sedang tumbuh,

that skill is the bedrock of development.

kemampuan itu adalah dasar perkembangan.

Over and over I hear,

Saya terus-terusan mendengar,

"I would rather text than talk."

"Saya memilih SMS daripada berbicara."

And what I'm seeing

Dan saya melihat bahwa

is that people get so used to being short-changed

orang-orang terbiasa dikelabui

out of real conversation,

dari percakapan nyata,

so used to getting by with less,

terbiasa mendapatkan yang kurang layak,

that they've become almost willing

hingga mereka hampir bersedia

to dispense with people altogether.

meninggalkan manusia sama sekali.

So for example,

Contohnya,

many people share with me this wish,

banyak orang berbagi harapan ini,

that some day a more advanced version of Siri,

bahwa suatu saat versi canggih dari Siri,

the digital assistant on Apple's iPhone,

asisten digital pada iPhone,

will be more like a best friend,

akan lebih seperti sahabat,

someone who will listen

seseorang yang akan mendengar

when others won't.

ketika yang lain tidak.

I believe this wish

Saya percaya harapan ini

reflects a painful truth

mencerminkan kebenaran yang menyakitkan

that I've learned in the past 15 years.

dari yang saya pelajari selama 15 tahun.

That feeling that no one is listening to me

Perasaan bahwa kita tak didengar

is very important

sangatlah penting

in our relationships with technology.

dalam hubungan kita dengan teknologi.

That's why it's so appealing

Karena itu, sangatlah menarik

to have a Facebook page

untuk memiliki laman Facebook

or a Twitter feed --

atau linimasa Twitter --

so many automatic listeners.

begitu banyak pendengar otomatis.

And the feeling that no one is listening to me

Dan perasaan tak didengar itu

make us want to spend time

membuat kita ingin menghabiskan waktu

with machines that seem to care about us.

dengan mesin yang terlihat peduli tentang kita.

We're developing robots,

Kita mengembangkan robot,

they call them sociable robots,

disebut dengan robot supel,

that are specifically designed to be companions --

yang khusus didesain menjadi pendamping --

to the elderly,

kaum lanjut usia,

to our children,

anak-anak kita,

to us.

dan kita.

Have we so lost confidence

Sudahkah kepercayaan diri kita hilang

that we will be there for each other?

bahwa kita akan selalu ada untuk sesama?

During my research

Selama penelitian,

I worked in nursing homes,

saya bekerja di panti wreda,

and I brought in these sociable robots

dan membawa robot-robot supel ini

that were designed to give the elderly

yang didesain untuk memberi manula

the feeling that they were understood.

perasaan bahwa mereka dimengerti.

And one day I came in

Suatu hari saya datang

and a woman who had lost a child

dan perempuan yang kehilangan anaknya

was talking to a robot

sedang berbicara pada robot

in the shape of a baby seal.

berbentuk bayi singa laut.

It seemed to be looking in her eyes.

Robot itu seperti sedang menatap matanya.

It seemed to be following the conversation.

Seperti sedang mengikuti percakapan.

It comforted her.

Ini membuatnya nyaman.

And many people found this amazing.

Dan banyak orang memandang ini menakjubkan.

But that woman was trying to make sense of her life

Tapi perempuan itu sedang mencoba memahami hidupnya

with a machine that had no experience

bersama mesin yang tak punya pengalaman

of the arc of a human life.

tentang lengkung kehidupan manusia.

That robot put on a great show.

Robot itu pandai berpura-pura.

And we're vulnerable.

Dan kita rapuh.

People experience pretend empathy

Orang-orang mengalami empati palsu

as though it were the real thing.

seolah-olah hal itu nyata.

So during that moment

Maka selama momen

when that woman

ketika perempuan itu

was experiencing that pretend empathy,

mengalami empati palsu,

I was thinking, "That robot can't empathize.

saya berpikir, "Robot itu tidak bisa berempati.

It doesn't face death.

Tidak menghadapi kematian.

It doesn't know life."

Tidak tahu tentang kehidupan."

And as that woman took comfort

Dan saat perempuan itu merasa tenang

in her robot companion,

ditemani robotnya,

I didn't find it amazing;

saya tidak menganggapnya hebat;

I found it one of the most wrenching, complicated moments

saya menganggapnya sebagai momen yang rumit dan memilukan

in my 15 years of work.

dalam 15 tahun karier saya.

But when I stepped back,

Tapi ketika saya berhenti,

I felt myself

saya merasa berada

at the cold, hard center

pada pusat yang dingin dan keras

of a perfect storm.

dalam suatu badai besar.

We expect more from technology

Kita berharap lebih banyak dari teknologi,

and less from each other.

tapi lebih sedikit dari satu sama lain.

And I ask myself,

Saya bertanya pada diri sendiri,

"Why have things come to this?"

"Mengapa jadi begini?"

And I believe it's because

Saya percaya ini karena

technology appeals to us most

teknologi menarik perhatian kita

where we are most vulnerable.

pada titik terapuh manusia.

And we are vulnerable.

Dan kita memang rapuh.

We're lonely,

Kita kesepian,

but we're afraid of intimacy.

tapi takut akan keintiman.

And so from social networks to sociable robots,

Maka dari jejaring sosial ke robot yang supel,

we're designing technologies

kita mendesain teknologi

that will give us the illusion of companionship

yang akan memberikan kita ilusi pertemanan

without the demands of friendship.

tanpa tuntutan nyata persahabatan.

We turn to technology to help us feel connected

Kita beralih ke teknologi yang membantu kita merasa terhubung

in ways we can comfortably control.

dengan cara yang bisa dikendalikan dengan nyaman.

But we're not so comfortable.

Namun kita tidak sepenuhnya nyaman.

We are not so much in control.

Tidak juga berada dalam kendali.

These days, those phones in our pockets

Dewasa ini, ponsel dalam saku kita

are changing our minds and hearts

sedang mengubah pikiran dan hati kita

because they offer us

karena mereka memberikan kita

three gratifying fantasies.

tiga fantasi yang memuaskan.

One, that we can put our attention

Satu, kita dapat memusatkan perhatian

wherever we want it to be;

sesuai keinginan;

two, that we will always be heard;

dua, kita akan selalu didengar;

and three, that we will never have to be alone.

dan tiga, kita tak akan pernah sendirian.

And that third idea,

Dan ide ketiga itu,

that we will never have to be alone,

bahwa kita tak akan sendirian,

is central to changing our psyches.

adalah pusat perubahan jiwa kita.

Because the moment that people are alone,

Karena saat orang-orang sendirian,

even for a few seconds,

bahkan untuk beberapa saat,

they become anxious, they panic, they fidget,

mereka menjadi cemas, panik, gelisah,

they reach for a device.

dan beralih ke gawainya.

Just think of people at a checkout line

Bayangkan orang-orang yang mengantre

or at a red light.

atau menunggu lampu lalu lintas.

Being alone feels like a problem that needs to be solved.

Sendirian terasa seperti masalah yang perlu diselesaikan.

And so people try to solve it by connecting.

Dan orang mencoba menyelesaikannya dengan menghubungkan diri.

But here, connection

Namun, keterhubungan ini

is more like a symptom than a cure.

lebih terlihat seperti gejala daripada obatnya.

It expresses, but it doesn't solve,

Mengungkapkan, tapi tidak menyelesaikan,

an underlying problem.

masalah pokoknya.

But more than a symptom,

Lebih dari gejala,

constant connection is changing

keterhubungan tanpa henti mengubah

the way people think of themselves.

cara orang berpikir tentang diri sendiri.

It's shaping a new way of being.

Hal itu membentuk cara baru untuk hidup.

The best way to describe it is,

Cara terbaik untuk menggambarkannya,

I share therefore I am.

saya ada karena berbagi.

We use technology to define ourselves

Kita menggunakan teknologi untuk mendefinisikan diri

by sharing our thoughts and feelings

lewat berbagi pikiran dan perasaan

even as we're having them.

bahkan ketika sedang mengalaminya.

So before it was:

Maka, jika sebelumnya:

I have a feeling,

saya merasakan sesuatu,

I want to make a call.

saya ingin menelepon.

Now it's: I want to have a feeling,

Kini: Saya ingin merasakan sesuatu,

I need to send a text.

saya perlu mengirim SMS.

The problem with this new regime

Masalah dari era baru

of "I share therefore I am"

"saya ada karena berbagi" ini

is that, if we don't have connection,

adalah, jika kita tidak terhubung,

we don't feel like ourselves.

kita tidak merasa seperti diri sendiri.

We almost don't feel ourselves.

Kita hampir tidak merasakan diri sendiri.

So what do we do? We connect more and more.

Jadi, apa yang kita lakukan? Kita terhubung lebih sering.

But in the process,

Namun dalam prosesnya,

we set ourselves up to be isolated.

kita mempersiapkan diri untuk diisolasi.

How do you get from connection to isolation?

Bagaimana bisa dari terhubung menjadi terisolasi?

You end up isolated

Anda jadi terisolasi

if you don't cultivate the capacity for solitude,

jika tidak mengolah kapasitas untuk menyendiri,

the ability to be separate,

kemampuan untuk terpisah,

to gather yourself.

sebelum menggabungkan bagian diri.

Solitude is where you find yourself

Kesendirian adalah tempat Anda menemukan diri sendiri

so that you can reach out to other people

hingga Anda dapat menjangkau orang lain

and form real attachments.

dan membentuk ikatan yang nyata.

When we don't have the capacity for solitude,

Ketika kita tak punya kapasitas untuk menyendiri,

we turn to other people in order to feel less anxious

kita beralih ke orang lain untuk mengurangi rasa cemas

or in order to feel alive.

atau agar merasa lebih hidup.

When this happens,

Ketika ini terjadi,

we're not able to appreciate who they are.

kita tak mampu menghargai siapa mereka.

It's as though we're using them

Seolah-olah kita menggunakan mereka

as spare parts

sebagai suku cadang

to support our fragile sense of self.

untuk menopang rasa rapuh kita.

We slip into thinking that always being connected

Kita terpeleset ke dalam pemikiran bahwa selalu terhubung

is going to make us feel less alone.

akan membuat kita merasa tidak sendirian.

But we're at risk,

Namun sebenarnya kita berisiko,

because actually it's the opposite that's true.

karena ini adalah kebalikan dari kenyataannya.

If we're not able to be alone,

Jika kita tak mampu sendiri,

we're going to be more lonely.

kita akan lebih kesepian.

And if we don't teach our children to be alone,

Dan jika kita tak mengajarkan anak-anak kita untuk menyendiri,

they're only going to know

mereka hanya akan tahu

how to be lonely.

bagimana menjadi kesepian.

When I spoke at TED in 1996,

Ketika saya berbicara di TED pada 1996,

reporting on my studies

melaporkan studi saya

of the early virtual communities,

tentang awal komunitas dunia maya,

I said, "Those who make the most

saya bilang, "Mereka yang memanfaatkan

of their lives on the screen

hidupnya di layar

come to it in a spirit of self-reflection."

menjalaninya dengan semangat refleksi diri."

And that's what I'm calling for here, now:

Itulah yang saya tekankan di sini, kini:

reflection and, more than that, a conversation

refleksi dan, lebih dari itu, percakapan

about where our current use of technology

tentang ke mana teknologi saat ini

may be taking us,

mungkin membawa kita,

what it might be costing us.

apa yang mungkin ia rugikan dari kita.

We're smitten with technology.

Kita terpincut oleh teknologi.

And we're afraid, like young lovers,

Dan kita takut, seperti kekasih muda,

that too much talking might spoil the romance.

bahwa terlalu banyak bicara mungkin merusak asmara.

But it's time to talk.

Tapi ini waktunya untuk bicara.

We grew up with digital technology

Kita tumbuh dengan teknologi digital,

and so we see it as all grown up.

maka kita melihatnya seperti sudah matang.

But it's not, it's early days.

Ternyata tidak, itu hanya masa awal.

There's plenty of time

Ada banyak waktu

for us to reconsider how we use it,

untuk kita menimbang lagi penggunaannya,

how we build it.

bagaimana kita membangunnya.

I'm not suggesting

Saya tidak menyarankan

that we turn away from our devices,

untuk meninggalkan gawai kita,

just that we develop a more self-aware relationship

tapi untuk mengembangkan hubungan yang lebih sadar diri

with them, with each other

dengannya, dengan sesama,

and with ourselves.

dan dengan diri sendiri.

I see some first steps.

Saya melihat beberapa langkah pertama.

Start thinking of solitude

Mulailah berpikir tentang kesendirian

as a good thing.

sebagai hal yang baik.

Make room for it.

Buatlah ruang untuk itu.

Find ways to demonstrate this

Cari cara untuk menunjukkannya

as a value to your children.

sebagai nilai bagi anak-anak Anda.

Create sacred spaces at home --

Buatlah tempat nyaman di rumah --

the kitchen, the dining room --

di dapur, ruang makan --

and reclaim them for conversation.

dan rebut kembali mereka untuk bercakap-cakap.

Do the same thing at work.

Lakukanlah hal yang sama saat bekerja.

At work, we're so busy communicating

Kita terlalu sibuk berkomunikasi

that we often don't have time to think,

hingga tak punya waktu untuk berpikir,

we don't have time to talk,

tak punya waktu untuk berbincang

about the things that really matter.

tentang hal yang benar-benar berarti.

Change that.

Ubahlah itu.

Most important, we all really need to listen to each other,

Yang terpenting, kita amat perlu saling mendengarkan,

including to the boring bits.

termasuk akan hal kecil yang membosankan.

Because it's when we stumble

Karena saat tergagap

or hesitate or lose our words

atau ragu atau kehilangan kata-kata,

that we reveal ourselves to each other.

kita sedang mengungkapkan diri kita pada orang lain.

Technology is making a bid

Teknologi menawarkan untuk

to redefine human connection --

mendefinisikan kembali koneksi manusia --

how we care for each other,

bagaimana kita peduli pada sesama,

how we care for ourselves --

bagaimana kita peduli pada diri sendiri --

but it's also giving us the opportunity

tapi juga memberikan kita kesempatan

to affirm our values

untuk menguatkan nilai-nilai kita

and our direction.

dan tujuan kita.

I'm optimistic.

Saya optimistis.

We have everything we need to start.

Kita punya semua yang diperlukan untuk memulai.

We have each other.

Kita punya satu sama lain.

And we have the greatest chance of success

Dan kita memiliki kesempatan sukses terbesar

if we recognize our vulnerability.

jika kita mengenali kerapuhan kita.

That we listen

Bahwa kita mendengar

when technology says

ketika teknologi mengatakan

it will take something complicated

akan mengambil hal yang rumit

and promises something simpler.

dan menjanjikan yang lebih sederhana.

So in my work,

Jadi dalam profesi saya,

I hear that life is hard,

saya dengar bahwa hidup sangat berat,

relationships are filled with risk.

hubungan dipenuhi risiko.

And then there's technology --

Lalu muncullah teknologi --

simpler, hopeful,

lebih sederhana, penuh harap,

optimistic, ever-young.

optimistis, selalu baru.

It's like calling in the cavalry.

Seperti memanggil barisan berkuda.

An ad campaign promises

Sebuah iklan yang menjanjikan

that online and with avatars,

bahwa hubungan daring dan dengan avatar,

you can "Finally, love your friends

Anda bisa "akhirnya mencintai teman Anda,

love your body, love your life,

tubuh Anda, hidup Anda,

online and with avatars."

secara daring dan dengan avatar."

We're drawn to virtual romance,

Kita tertarik dengan romantisme maya,

to computer games that seem like worlds,

dengan permainan komputer yang mirip dunia,

to the idea that robots, robots,

dengan ide bahwa robot

will someday be our true companions.

suatu hari akan jadi sahabat nyata.

We spend an evening on the social network

Kita habiskan waktu semalaman di jejaring sosial

instead of going to the pub with friends.

alih-alih pergi ke bar dengan teman.

But our fantasies of substitution

Namun fantasi kita akan pengganti

have cost us.

telah merugikan kita.

Now we all need to focus

Sekarang kita semua perlu fokus

on the many, many ways

pada sangat banyak cara

technology can lead us back

di mana teknologi bisa mengembalikan kita

to our real lives, our own bodies,

ke kehidupan nyata, tubuh kita sendiri,

our own communities,

komunitas kita sendiri,

our own politics,

politik kita sendiri,

our own planet.

planet kita sendiri.

They need us.

Mereka perlu kita.

Let's talk about

Mari kita berbincang tentang

how we can use digital technology,

cara menggunakan teknologi digital,

the technology of our dreams,

teknologi impian kita,

to make this life

untuk membuat hidup ini

the life we can love.

menjadi hidup yang kita cintai.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)