Janine di Giovanni: What I saw in the war

Translator: Joseph Geni Reviewer: Morton Bast

Translator: Antonius Yudi Sendjaja Reviewer: Dewi Barnas

This is how war starts.

Beginilah perang bermula.

One day you're living your ordinary life,

Suatu hari, Anda menjalani hidup seperti biasa,

you're planning to go to a party,

Anda berencana pergi ke sebuah pesta,

you're taking your children to school,

Anda mengantar anak-anak Anda ke sekolah,

you're making a dentist appointment.

Anda membuat janji dengan dokter gigi.

The next thing, the telephones go out,

Berikutnya, telepon terputus

the TVs go out, there's armed men on the street,

TV terputus, dan ada orang-orang bersenjata di jalanan,

there's roadblocks.

jalan-jalan diblokir.

Your life as you know it goes into suspended animation.

Hidup yang Anda tahu selama ini terhenti.

It stops.

Semuanya berhenti.

I'm going to steal a story from a friend of mine,

Saya akan mencuri sebuah kisah dari seorang sahabat saya

a Bosnian friend, about what happened to her,

dari Bosnia, tentang apa yang terjadi padanya,

because I think it will illustrate for you exactly what it feels like.

karena menurut saya kisahnya akan menggambarkan pada Anda seperti apa rasanya.

She was walking to work one day in April, 1992,

Dia berangkat kerja suatu hari di bulan April 1992,

in a miniskirt and high heels. She worked in a bank.

mengenakan rok mini dan sepatu hak tinggi. Dia bekerja di sebuah bank.

She was a young mother. She was someone who liked to party.

Dia adalah seorang ibu muda. Dia senang pergi berpesta.

Great person.

Orang yang hebat.

And suddenly she sees a tank

Dan tiba-tiba dia melihat sebuah tank

ambling down the main road of Sarajevo

berjalan perlahan di jalan utama Sarajevo

knocking everything out of its path.

menghancurkan semua yang ada di depannya.

She thinks she's dreaming, but she's not.

Dia berpikir dia sedang bermimpi, namun tidak.

And she runs as any of us would have done

Dan dia berlari secepat mungkin

and takes cover, and she hides behind a trash bin,

dan berlindung, dia bersembunyi di balik tempat sampah

in her high heels and her miniskirt.

dengan sepatu hak tinggi dan rok mininya

And as she's hiding there, she's feeling ridiculous,

Sementara dia bersembunyi di sana, dia merasa konyol.

but she's seeing this tank go by with soldiers

Namun dia melihat tank dan tentara di jalanan

and people all over the place and chaos

dan banyak orang dan kekacauan di mana-mana

and she thinks, "I feel like Alice in Wonderland

dan dia berpikir, "Saya merasa seperti Alice in Wonderland

going down the rabbit hole,

yang masuk ke lubang kelinci,

down, down, down into chaos,

terus turun dan turun ke bawah, menuju kekacauan,

and my life will never be the same again."

dan hidup saya tidak akan pernah menjadi sama lagi."

A few weeks later, my friend was in a crowd of people

Beberapa minggu kemudian, sahabat saya ada di antara kerumunan orang

pushing with her infant son in her arms

menyodorkan bayinya untuk diberikan

to give him to a stranger on a bus,

kepada seorang asing di atas bus,

which was one of the last buses leaving Sarajevo

yang merupakan salah satu bus terakhir yang meninggalkan Sarajevo

to take children out so they could be safe.

untuk membawa anak-anak ke tempat yang aman.

And she remembers struggling with her mother to the front,

Dan dia ingat saat dia berjuang bersama ibunya ke depan kerumunan orang itu,

crowds and crowds of people, "Take my child! Take my child!"

"Bawa anakku! Bawa anakku!"

and passing her son to someone through a window.

lalu memberikan anaknya pada seseorang melalui jendela.

And she didn't see him for years.

Dan dia tidak melihat anaknya lagi selama bertahun-tahun.

The siege went on for three and a half years,

Pengepungan itu berlangsung selama tiga setengah tahun,

and it was a siege without water,

tanpa air bersih,

without power, without electricity, without heat, without food,

tanpa listrik, tanpa pemanas, tanpa makanan,

in the middle of Europe, in the middle of the 20th century.

di tengah-tengah Eropa, di tengah-tengah abad ke-20.

I had the honor of being one of those reporters

Saya mendapat kehormatan menjadi salah satu reporter

that lived through that siege,

yang dapat hidup di tengah pengepungan itu,

and I say I have the honor and the privilege of being there

dan saya mengatakan bahwa saya mendapat kehormatan berada di sana

because it's taught me everything,

karena pengalaman itu mengajarkan saya banyak hal,

not just about being a reporter, but about being a human being.

bukan hanya tentang menjadi seorang reporter, namun juga tentang menjadi seorang manusia.

I learned about compassion.

Saya belajar tentang kasih sayang,

I learned about ordinary people who could be heroes.

tentang orang-orang biasa yang bisa menjadi pahlawan.

I learned about sharing. I learned about camaraderie.

Saya belajar tentang saling berbagi, tentang ikatan persahabatan.

Most of all, I learned about love.

Dan yang paling penting, saya belajar tentang cinta kasih.

Even in the midst of terrible destruction and death and chaos,

Bahkan di tengah kehancuran, kematian, dan kekacauan

I learned how ordinary people could help their neighbors,

saya belajar bagaimana orang-orang biasa bisa membantu para tetangga mereka,

share food, raise their children,

saling berbagi makanan, membesarkan anak-anak mereka,

drag someone who's being sniped at from the middle of the road

menyeret seseorang yang tertembak dari tengah jalan,

even though you yourself were endangering your life,

walaupun itu membahayakan hidup mereka sendiri,

helping people get into taxis who were injured

membantu orang-orang yang terluka mendapatkan taksi

to try to take them to hospitals.

untuk membawa mereka ke rumah sakit.

I learned so much about myself.

Saya belajar banyak mengenai diri saya sendiri.

Martha Gellhorn, who's one of my heroes, once said,

Martha Gellhorn, yang merupakan salah satu pahlawan saya

"You can only love one war. The rest is responsibility."

pernah berkata, "Anda hanya bisa mencintai satu perang. Sisanya adalah tanggung jawab."

I went on to cover many, many, many wars after that,

Saya meliput banyak, banyak sekali peperangan setelah itu,

so many that I lost count,

sampai saya tidak ingat jumlahnya.

but there was nothing like Sarajevo.

namun tidak ada yang seperti Sarajevo.

Last April, I went back to a very strange --

Bulan April yang lalu, saya kembali ke --

what I called a deranged high school reunion.

apa yang saya sebut reuni SMA gila -- sangat aneh.

What it was, was the 20th anniversary of the siege,

Yaitu peringatan 20 tahun pengepungan,

the beginning of the siege of Sarajevo,

awal dari pengepungan Sarajevo,

and I don't like the word "anniversary," because it sounds like a party,

dan saya tidak suka kata "peringatan," karena terdengar seperti sebuah perayaan,

and this was not a party.

tapi itu bukan sebuah perayaan.

It was a very somber gathering of the reporters

Itu adalah pertemuan suram para wartawan

that worked there during the war, humanitarian aid workers,

yang bekerja disana semasa perang, juga para pekerja kemanusiaan,

and of course the brave and courageous people of Sarajevo themselves.

dan tentu saja para penduduk Sarajevo yang berani dan tabah.

And the thing that struck me the most,

Dan yang paling menyentuh saya,

that broke my heart,

yang menghancurkan hati saya,

was walking down the main street of Sarajevo,

adalah saat berjalan di jalan utama Sarajevo,

where my friend Aida saw the tank coming 20 years ago,

dimana sahabat saya Aida melihat tank itu 20 tahun yang lalu,

and in that road were more than 12,000 red chairs,

dan di jalan itu ada lebih dari 12.000 kursi kosong

empty,

berwarna merah,

and every single one of them symbolized

dan setiap kursi itu melambangkan

a person who had died during the siege,

seseorang yang tewas selama pengepungan,

just in Sarajevo, not in all of Bosnia,

di Sarajevo saja, bukan di seluruh Bosnia.

and it stretched from one end of the city

Dan kursi itu membentang dari ujung kota

to a large part of it,

hingga sebagian besar jalanan kota itu,

and the saddest for me were the tiny little chairs

dan yang paling memilukan bagi saya adalah kursi-kursi kecil

for the children.

untuk anak-anak.

I now cover Syria,

Kini saya meliput Suriah,

and I started reporting it because I believed that

dan mulai melaporkannya karena saya percaya

it needs to be done.

bahwa ini perlu.

I believe a story there has to be told.

Saya yakin kisah di Suriah harus diceritakan.

I see, again, a template of the war in Bosnia.

Saya melihat kembali, perang yang terjadi di Bosnia.

And when I first arrived in Damascus,

Dan saat pertama kali tiba di Damaskus,

I saw this strange moment where people

saya melihat saat-saat aneh ketika orang-orang

didn't seem to believe that war was going to descend,

tampak tidak percaya bahwa perang akan segera terjadi,

and it was exactly the same in Bosnia

persis seperti yang terjadi di Bosnia

and nearly every other country I've seen where war comes.

dan di hampir semua negara dimana saya melihat perang terjadi.

People don't want to believe it's coming,

Orang-orang tidak ingin percaya akan ada perang,

so they don't leave, they don't leave before they can.

jadi mereka tidak pergi, sebelum mereka tidak bisa pergi.

They don't get their money out.

Mereka tidak menarik uang mereka.

They stay because you want to stay in your home.

Mereka tetap tinggal karena kita ingin tetap tinggal di rumah.

And then war and chaos descend.

Lalu perang dan kekacauan terjadi.

Rwanda is a place that haunts me a lot.

Rwanda adalah tempat yang begitu menghantui saya.

In 1994, I briefly left Sarajevo to go report the genocide in Rwanda.

Pada tahun 1994, saya baru saja meninggalkan Sarajevo untuk meliput pembantaian di Rwanda.

Between April and August, 1994,

Di antara bulan April dan Agustus 1994,

one million people were slaughtered.

satu juta orang terbunuh.

Now if those 12,000 chairs freaked me out

Kalau 12.000 kursi itu membuat saya takut

with the sheer number,

akan jumlahnya yang begitu besar,

I want you just for a second to think of a million people.

saya ingin Anda berpikir sejenak tentang 1 juta orang.

And to give you some example, I remember

Dan sebagai contoh, saya ingat sedang berdiri

standing and looking down a road as far as I could see,

dan melihat ke jalanan dimana sejauh mata memandang,

at least a mile, and there were bodies piled twice my height

saya hanya melihat tumpukan mayat setinggi 2 kali tinggi badan saya,

sepanjang setidaknya 1 mil.

of the dead.

And that was just a small percentage of the dead.

Dan itu hanyalah sebagian kecil dari mereka yang tewas.

And there were mothers holding their children

Di sana ada para ibu yang memeluk anak-anak mereka

who had been caught in their last death throes.

yang sedang sekarat.

So we learn a lot from war,

Jadi kita belajar banyak dari perang,

and I mention Rwanda

dan saya menyebutkan Rwanda,

because it is one place, like South Africa,

karena itu adalah sebuah tempat, seperti Afrika Selatan

where nearly 20 years on, there is healing.

di mana selama 20 tahun terakhir sedang dalam pemulihan.

Fifty-six percent of the parliamentarians are women,

56 persen dari anggota DPR di sana adalah wanita,

which is fantastic,

sesuatu yang sangat luar biasa,

and there's also within the national constitution now,

dan ada aturan dalam Undang-Undang Dasar mereka sekarang,

you're actually not allowed to say Hutu or Tutsi.

yang melarang menyebut Hutu atau Tutsi.

You're not allowed to identify anyone by ethnicity,

Anda dilarang mengidentifikasi siapa pun berdasarkan etnis mereka,

which is, of course, what started the slaughter in the first place.

yang mana, tentu saja, adalah asal-muasal dari pembantaian itu.

And an aid worker friend of mine told me the most beautiful story,

Dan seorang pekerja kemanusiaan teman saya menceritakan kisah yang paling indah,

or I find it beautiful.

atau yang saya anggap indah.

There was a group of children, mixed Hutus and Tutsis,

Ada sekelompok anak-anak, dari suku Hutu dan Tutsi,

and a group of women who were adopting them,

dan sekelompok wanita yang akan mengadopsi mereka,

and they lined up and one was just given to the next.

dan mereka sama-sama mengantri, dimana setiap anak diberikan pada wanita berikutnya.

There was no kind of compensation for, you're a Tutsi,

Tidak ada rasa ingin balas dendam, karena kamu seorang Tutsi

you're a Hutu, you might have killed my mother,

atau seorang Hutu, mungkin kamu telah membunuh ibu saya,

you might have killed my father.

membunuh ayah saya.

They were just brought together in this kind of reconciliation,

Mereka dikumpulkan bersama dalam proses perdamaian ini,

and I find this remarkable.

dan menurut saya ini luar biasa.

So when people ask me how I continue to cover war,

Jadi ketika orang-orang bertanya bagaimana saya bisa terus meliput perang,

and why I continue to do it,

dan mengapa saya terus melakukannya,

this is why.

inilah alasannya.

When I go back to Syria, next week in fact,

Saat saya kembali ke Suriah minggu depan,

what I see is incredibly heroic people,

saya melihat orang-orang yang sangat heroik,

some of them fighting for democracy,

beberapa dari mereka berjuang demi demokrasi,

for things we take for granted every single day.

untuk hal-hal yang kita kita anggap remeh setiap harinya.

And that's pretty much why I do it.

Dan itulah mengapa saya melakukannya.

In 2004, I had a little baby boy,

Pada tahun 2004, saya dikaruniai seorang bayi laki-laki

and I call him my miracle child,

dan saya menyebutnya anak ajaib

because after seeing so much death

karena setelah melihat begitu banyak kematian,

and destruction and chaos and darkness in my life,

kehancuran, kekacauan, dan kegelapan dalam hidup saya,

this ray of hope was born.

sinar harapan ini lahir.

And I called him Luca, which means "The bringer of light,"

Dan saya menamainya Luca, yang berarti, "Pembawa cahaya,"

because he does bring light to my life.

karena dia membawa cahaya ke dalam hidup saya.

But I'm talking about him because when he was four months old,

Saya menceritakan tentang Luca karena saat dia berusia empat bulan,

my foreign editor forced me to go back to Baghdad

editor luar negeri saya memaksa saya kembali ke Baghdad

where I had been reporting all throughout the Saddam regime

dimana saya meliput selama rezim Saddam Hussein,

and during the fall of Baghdad and afterwards,

dan selama dan sesudah kejatuhan Baghdad,

and I remember getting on the plane in tears,

dan saya ingat saat itu saya naik pesawat berlinang air mata

crying to be separated from my son,

karena harus berpisah dengan putra saya,

and while I was there,

dan selama saya berada di sana,

a quite famous Iraqi politician who was a friend of mine

seorang politikus Irak yang cukup terkenal yang juga sahabat saya

said to me, "What are you doing here?

berkata, "Apa yang kamu lakukan di sini?

Why aren't you home with Luca?"

Mengapa kamu tidak di rumah bersama Luca?"

And I said, "Well, I have to see." It was 2004

Dan saya berkata, "Saya harus melihatnya." Saat itu tahun 2004,

which was the beginning of the incredibly bloody time in Iraq,

awal dari masa yang sangat berdarah di Irak.

"I have to see, I have to see what is happening here.

"Saya harus melihat, saya harus melihat apa yang terjadi di sini.

I have to report it."

Saya harus melaporkannya."

And he said, "Go home,

Lalu dia berkata, "Pulanglah,

because if you miss his first tooth,

karena jika kamu tidak melihat gigi pertamanya,

if you miss his first step, you'll never forgive yourself.

atau kali pertama dia berjalan, kamu akan menyesal.

But there will always be another war."

Namun perang akan selalu ada."

And there, sadly, will always be wars.

Dan sayangnya, di sana selalu akan ada perang.

And I am deluding myself if I think, as a journalist,

Dan saya menipu diri sendiri jika berpikir, sebagai seorang jurnalis,

as a reporter, as a writer,

sebagai seorang wartawan, sebagai penulis,

what I do can stop them. I can't.

yang saya lakukan dapat menghentikan perang. Tidak.

I'm not Kofi Annan. He can't stop a war.

Saya bukan Kofi Annan. Dia tidak dapat menghentikan perang.

He tried to negotiate Syria and couldn't do it.

Dia mencoba berunding dengan Suriah dan tidak berhasil.

I'm not a U.N. conflict resolution person.

Saya bukan spesialis resolusi konflik PBB.

I'm not even a humanitarian aid doctor,

Saya bahkan bukan dokter pekerja kemanusiaan,

and I can't tell you the times of how helpless I've felt

dan saya tidak tahu betapa sering saya merasa tidak berdaya

to have people dying in front of me, and I couldn't save them.

melihat orang-orang sekarat di depan saya, dan saya tidak dapat menyelamatkan mereka.

All I am is a witness.

Saya hanyalah seorang saksi.

My role is to bring a voice to people who are voiceless.

Peran saya adalah membawa suara dari orang-orang yang tidak mampu bersuara.

A colleague of mine described it as to shine a light

Seorang rekan saya menggambarkannya sebagai memberikan sinar

in the darkest corners of the world.

di sudut dunia yang paling gelap.

And that's what I try to do.

Dan itulah yang saya coba lakukan.

I'm not always successful,

Saya tidak selalu berhasil,

and sometimes it's incredibly frustrating,

dan terkadang ini sangat membuat frustrasi,

because you feel like you're writing into a void,

karena saya merasa seperti menulis dalam kekosongan

or you feel like no one cares.

atau sepertinya tidak ada yang peduli.

Who cares about Syria? Who cares about Bosnia?

Siapa yang peduli dengan Suriah? Dengan Bosnia?

Who cares about the Congo,

Siapa yang peduli dengan Kongo,

the Ivory Coast, Liberia, Sierra Leone,

Pantai Gading, Liberia, Sierra Leone,

all of these strings of places that

sederetan tempat-tempat yang

I will remember for the rest of my life?

akan selalu saya ingat seumur hidup saya?

But my métier is to bear witness

Namun keahlian saya adalah untuk memberi kesaksian

and that is the crux, the heart of the matter,

dan itulah intinya, yang paling penting

for us reporters who do this.

bagi kami, para wartawan yang melakukan ini.

And all I can really do is hope,

Dan yang dapat saya lakukan hanyalah berharap,

not to policymakers or politicians,

bukan berharap kepada para politisi,

because as much as I'd like to have faith

karena meski saya sangat ingin untuk percaya

that they read my words and do something,

bahwa mereka membaca tulisan saya dan mengambil tindakan,

I don't delude myself.

saya tidak menipu diri.

But what I do hope is that if you remember anything I said

Namun saya berharap bahwa jika Anda mengingat yang saya katakan

or any of my stories tomorrow morning over breakfast,

atau mengingat kisah saya besok pagi saat Anda menikmati sarapan,

if you can remember the story of Sarajevo,

jika Anda dapat mengingat kisah Sarajevo,

or the story of Rwanda,

atau kisah Rwanda,

then I've done my job.

maka saya telah berhasil.

Thank you very much.

Terima kasih banyak.

(Applause)

(Tepuk tangan)