What really matters at the end of life | BJ Miller | TED

Translator: Hendra Irawan Reviewer: Made Pramana

Well, we all need a reason to wake up.

Kita semua butuh alasan untuk bangkit.

For me, it just took 11,000 volts.

Bagi saya, alasan itu cukup 11.000 volt.

Saya tahu Anda sungkan untuk bertanya,

I know you're too polite to ask,

so I will tell you.

jadi saya yang akan bercerita.

One night, sophomore year of college,

Suatu malam, tahun kedua kuliah,

just back from Thanksgiving holiday,

setelah hari libur Thanksgiving,

a few of my friends and I were horsing around,

saya dan beberapa teman bersenda gurau,

and we decided to climb atop a parked commuter train.

lalu kami memutuskan untuk memanjat sebuah kereta yang sedang berhenti.

It was just sitting there, with the wires that run overhead.

Kereta itu tidak bergerak, dengan kabel-kabel di atasnya.

Somehow, that seemed like a great idea at the time.

Entahlah, memanjat kereta tampak seperti ide bagus saat itu.

We'd certainly done stupider things.

Kami pernah melakukan hal yang lebih bodoh.

I scurried up the ladder on the back,

Aku bergegas naik lewat tangga belakang,

and when I stood up,

dan ketika aku berdiri,

the electrical current entered my arm,

tegangan listrik mengalir lewat tanganku,

blew down and out my feet, and that was that.

melesat menuju kakiku, dan begitulah terjadinya.

Would you believe that watch still works?

Percayakah Anda jam tangan saya saat itu masih berfungsi?

Takes a licking!

Tetap berdetik!

(Laughter)

(Suara tawa)

My father wears it now in solidarity.

Ayah saya sekarang memakainya untuk solidaritas.

That night began my formal relationship with death -- my death --

Malam itu mengawali hubungan formal saya dengan kematian -- kematian saya --

and it also began my long run as a patient.

dan juga mengawali perjalanan panjang saya sebagai seorang pasien.

It's a good word.

Sebuah kata yang tepat.

It means one who suffers.

Pasien artinya orang yang menderita.

So I guess we're all patients.

Saya kira kita semua adalah pasien.

Now, the American health care system

Sistem jaminan kesehatan Amerika

has more than its fair share of dysfunction --

punya banyak kekurangan --

to match its brilliance, to be sure.

dan juga kelebihan, tentu saja.

I'm a physician now, a hospice and palliative medicine doc,

Saya sekarang adalah seorang dokter pasien terminal dan paliatif,

so I've seen care from both sides.

jadi saya tahu perawatan dari kedua sisi.

And believe me: almost everyone who goes into healthcare

Percayalah saya: hampir semua orang yang bekerja dalam layanan kesehatan

really means well -- I mean, truly.

bermaksud baik -- sungguh.

But we who work in it are also unwitting agents

Namun kami yang bekerja di dalamnya juga tidak peka

for a system that too often does not serve.

terhadap sistem yang seringnya tidak melayani.

Why?

Mengapa?

Well, there's actually a pretty easy answer to that question,

Sebenarnya ada jawaban sederhana untuk pertanyaan itu,

and it explains a lot:

dan jawaban itu menjelaskan banyak hal:

because healthcare was designed with diseases, not people, at its center.

karena layanan kesehatan dirancang dengan penyakit, bukan orang, sebagai pusatnya.

Which is to say, of course, it was badly designed.

Dengan kata lain, tentu saja, itu dirancang dengan buruk.

And nowhere are the effects of bad design more heartbreaking

Dampak rancangan yang buruk tak bisa lebih menyayat hati

or the opportunity for good design more compelling

atau peluang untuk rancangan yang bagus tak bisa lebih menarik

than at the end of life,

saat akhir hidup,

where things are so distilled and concentrated.

saat semua hal terasa sangat kuat dan pekat.

There are no do-overs.

Tidak ada yang bisa diulang kembali.

My purpose today is to reach out across disciplines

Tujuan saya hari ini adalah untuk menyapa disiplin ilmu lain

and invite design thinking into this big conversation.

dan mengajak untuk melibatkan pemikiran akan desain dalam hal ini.

That is, to bring intention and creativity

Bersama membawa niat dan kreativitas

to the experience of dying.

ke dalam pengalaman menjadi sekarat.

We have a monumental opportunity in front of us,

Kita punya kesempatan besar akan itu,

before one of the few universal issues

terhadap salah satu isu universal

as individuals as well as a civil society:

baik sebagai individu maupun masyarakat:

to rethink and redesign how it is we die.

untuk memikirkan dan merancang ulang bagaimana cara kita meninggal dunia.

So let's begin at the end.

Mari kita mulai dari ujung akhir.

For most people, the scariest thing about death isn't being dead,

Hal yang paling ditakuti kebanyakan orang dari kematian bukanlah kematiannya,

it's dying, suffering.

tapi menjadi sekarat, penderitaannya.

It's a key distinction.

Itu adalah perbedaan utamanya.

To get underneath this, it can be very helpful

Untuk memahami ini, sangatlah perlu

to tease out suffering which is necessary as it is,

untuk memisahkan penderitaan yang bagaimanapun kita alami,

from suffering we can change.

dengan penderitaan yang dapat kita ubah.

The former is a natural, essential part of life, part of the deal,

Jenis yang pertama bersifat alami, bagian dari kehidupan, tak terpisahkan,

and to this we are called to make space, adjust, grow.

dan terhadapnya kita harus menerima, menyesuaikan diri, bertumbuh.

It can be really good to realize forces larger than ourselves.

Sangatlah penting untuk menyadari bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kita.

They bring proportionality,

Mereka menjadi penyeimbang,

like a cosmic right-sizing.

penyeimbang berskala kosmis.

After my limbs were gone,

Setelah kehilangan kaki,

that loss, for example, became fact, fixed --

kehilangan itu, contohnya, menjadi sebuah fakta, bersifat tetap --

necessarily part of my life,

bagian tak terpisahkan dari hidup saya,

and I learned that I could no more reject this fact than reject myself.

dan saya sadar bahwa saya tidak bisa menolak fakta ini dibanding menolak diri.

It took me a while, but I learned it eventually.

Butuh waktu untuk itu, Tapi pada akhirnya saya paham.

Now, another great thing about necessary suffering

Sekarang, hal besar lain tentang penderitaan alami

is that it is the very thing

adalah bahwa itulah

that unites caregiver and care receiver --

yang menyatukan pengasuh dengan pasien --

human beings.

sebagai manusia.

This, we are finally realizing, is where healing happens.

Inilah, akhirnya kita sadari, di mana proses penyembuhan berlangsung.

Yes, compassion -- literally, as we learned yesterday --

Ya, belas kasih -- secara harfiah, seperti yang kita pelajari kemarin --

suffering together.

adalah menderita bersama.

Now, on the systems side, on the other hand,

Sekarang, melihat pada sistem, di sisi lain,

so much of the suffering is unnecessary, invented.

banyak penderitaan yang tidak perlu dibuat.

It serves no good purpose.

Itu tidak memberikan manfaat apapun.

But the good news is, since this brand of suffering is made up,

Tapi berita baiknya adalah, karena penderitaan ini adalah buatan,

well, we can change it.

kita bisa mengubahnya.

How we die is indeed something we can affect.

Cara kita mati adalah sesuatu yang bisa kita ubah.

Making the system sensitive to this fundamental distinction

Memastikan sistem mengerti akan perbedaan mendasar ini

between necessary and unnecessary suffering

antara penderitaan alami dan penderitaan buatan

gives us our first of three design cues for the day.

adalah petunjuk pertama dari tiga petunjuk desain kita hari ini.

After all, our role as caregivers, as people who care,

Lagipula, peran kita sebagai pengasuh, sebagai orang yang merawat,

is to relieve suffering -- not add to the pile.

adalah untuk meringankan penderitaan -- bukan menambahnya.

True to the tenets of palliative care,

Sesuai prinsip perawatan paliatif,

I function as something of a reflective advocate,

saya berperan sebagai penasihat reflektif,

as much as prescribing physician.

dan sebagai dokter pemberi resep.

Quick aside: palliative care -- a very important field but poorly understood --

Secara singkat: perawatan paliatif -- bidang penting namun kurang dipahami --

while it includes, it is not limited to end of life care.

termasuk, namun tidak terbatas pada perawatan di akhir hayat.

It is not limited to hospice.

Tidak terbatas pada pasien terminal.

It's simply about comfort and living well at any stage.

Tetapi tentang kenyamanan dan hidup yang baik di setiap tahap.

So please know that you don't have to be dying anytime soon

Ketahuilah bahwa Anda tak perlu menjadi sekarat dalam waktu dekat

to benefit from palliative care.

untuk mendapat perawatan paliatif.

Now, let me introduce you to Frank.

Sekarang, saya perkenalkan Frank.

Sort of makes this point.

Untuk menjelaskan hal ini.

I've been seeing Frank now for years.

Saya mengenal Frank sudah bertahun-tahun.

He's living with advancing prostate cancer on top of long-standing HIV.

Dia hidup dengan kanker prostat stadium lanjut dengan HIV yang berkepanjangan.

Kami merawat nyeri tulang dan rasa lelahnya,

We work on his bone pain and his fatigue,

but most of the time we spend thinking out loud together about his life --

tapi kami juga sering menghabiskan waktu memikirkan tentang hidupnya --

really, about our lives.

sungguh, tentang hidup kami.

In this way, Frank grieves.

Dalam hal ini, Frank berduka.

In this way, he keeps up with his losses as they roll in,

Dalam hal ini, dia terus berjuang melawan rasa kehilangan yang terus menghampiri,

so that he's ready to take in the next moment.

agar dia siap untuk menghadapi momen berikutnya.

Loss is one thing, but regret, quite another.

Kehilangan adalah satu hal, tapi penyesalan, adalah hal lain.

Frank has always been an adventurer --

Frank selalu menjadi seorang petualang --

he looks like something out of a Norman Rockwell painting --

Dia bagaikan sesuatu dari lukisan Norman Rockwell --

and no fan of regret.

dan tidak suka menyesali sesuatu.

So it wasn't surprising when he came into clinic one day,

Jadi tidak mengejutkan ketika satu hari dia datang ke klinik

saying he wanted to raft down the Colorado River.

mengatakan bahwa dia ingin arung jeram di Sungai Colorado.

Was this a good idea?

Apakah itu ide yang baik?

With all the risks to his safety and his health, some would say no.

Dengan semua risiko akan keselamatan dan kesehatannya, sebagian akan bilang tidak.

Many did, but he went for it, while he still could.

Banyak yang begitu, tapi dia tetap pergi, selagi dia masih bisa.

It was a glorious, marvelous trip:

Itu sangat luar biasa, perjalanan yang menakjubkan:

freezing water, blistering dry heat, scorpions, snakes,

air yang sangat dingin, cuaca terik, kalajengking, ular,

wildlife howling off the flaming walls of the Grand Canyon --

satwa liar melolong dari dinding menyala Grand Canyon --

all the glorious side of the world beyond our control.

Semua keagungan dunia di luar kendali kita.

Frank's decision, while maybe dramatic,

Keputusan Frank, walau agak dramatis,

is exactly the kind so many of us would make,

adalah jenis keputusan yang tentu akan kita ambil

if we only had the support to figure out what is best for ourselves over time.

jika saja kita punya dukungan untuk mengetahui apa yang terbaik bagi kita.

So much of what we're talking about today is a shift in perspective.

Yang kita diskusikan hari ini kebanyakan tentang pergeseran perspektif.

After my accident, when I went back to college,

Setelah kecelakaan, saat saya kembali kuliah,

I changed my major to art history.

Saya mengubah prodi saya ke sejarah seni.

Studying visual art, I figured I'd learn something about how to see --

Dengan mempelajari seni visual, saya pikir saya akan memahami bagaimana melihat --

a really potent lesson for a kid who couldn't change

sebuah pelajaran berharga untuk seorang anak yang tidak bisa mengubah

so much of what he was seeing.

apapun yang sedang ia lihat.

Perspective, that kind of alchemy we humans get to play with,

Perspektif, sejenis alkimia yang manusia harus berurusan dengannya,

turning anguish into a flower.

mengubah amarah menjadi bunga.

Flash forward: now I work at an amazing place in San Francisco

Singkat cerita: sekarang saya bekerja di tempat yang luar biasa di San Fracisco

called the Zen Hospice Project,

bernama Zen Hospice Project,

where we have a little ritual that helps with this shift in perspective.

di mana kami memiliki ritual kecil yang membantu pergeseran perspektif ini.

When one of our residents dies,

Ketika salah satu penghuni kami wafat,

the mortuary men come, and as we're wheeling the body out through the garden,

petugas jenazah datang, dan selagi kami membawa jenazahnya melewati taman,

heading for the gate, we pause.

untuk menuju pintu gerbang, kami berhenti.

Anyone who wants --

Siapapun yang ingin --

fellow residents, family, nurses, volunteers,

sesama penghuni, keluarga, perawat, relawan,

the hearse drivers too, now --

bahkan pengemudi mobil jenazah --

shares a story or a song or silence,

berbagi cerita, lagu, atau keheningan,

as we sprinkle the body with flower petals.

selagi kami menaburi jenazah dengan bunga-bungaan.

It takes a few minutes;

Itu memakan waktu beberapa menit;

it's a sweet, simple parting image to usher in grief with warmth,

gambaran perpisahan sederhana nan indah untuk meringankan duka dengan kehangatan,

rather than repugnance.

daripada kebencian.

Contrast that with the typical experience in the hospital setting,

Bandingkan itu dengan pengalaman serupa di lingkungan rumah sakit,

much like this -- floodlit room lined with tubes and beeping machines

kurang lebih seperti ini -- ruangan terang dengan selang dan bunyi-bunyi mesin

and blinking lights that don't stop even when the patient's life has.

dan cahaya berkedip yang tak juga berhenti meskipun pasien telah tiada.

Cleaning crew swoops in, the body's whisked away,

Petugas kebersihan masuk, jenasah dibawa pergi,

and it all feels as though that person had never really existed.

dan semua itu rasanya seakan orang tersebut tak pernah ada.

Well-intended, of course, in the name of sterility,

Niatnya baik, tentu saja, demi kesterilan lingkungan.

but hospitals tend to assault our senses,

Tapi rumah sakit cenderung membuat kita tidak nyaman,

and the most we might hope for within those walls is numbness --

dan yang paling bisa kita harapkan dalam dinding rumah sakit adalah rasa kebas --

anesthetic, literally the opposite of aesthetic.

anestesi, secara harfiah adalah lawan dari estetika.

I revere hospitals for what they can do; I am alive because of them.

Saya menghargai yang rumah sakit lakukan; saya tetap hidup karenanya.

But we ask too much of our hospitals.

Tapi kita terlalu menuntut rumah sakit terlalu banyak.

They are places for acute trauma and treatable illness.

Mereka adalah tempat bagi trauma akut dan penyakit yang bisa disembuhkan.

They are no place to live and die; that's not what they were designed for.

Tempat itu bukan untuk hidup dan mati; mereka tidak dirancang untuk itu.

Now mind you -- I am not giving up on the notion

Tolong diingat -- saya bukannya pasrah

that our institutions can become more humane.

bahwa institusi kita bisa lebih manusiawi.

Beauty can be found anywhere.

Keindahan bisa ditemukan di mana saja.

I spent a few months in a burn unit

Saya berbulan-bulan berada di unit luka bakar

at St. Barnabas Hospital in Livingston, New Jersey,

di Rumah Sakit St. Barnabas di Livingston, New Jersey,

where I got really great care at every turn,

di mana saya mendapat perawatan yang sangat baik di setiap tahap,

including good palliative care for my pain.

juga perawatan paliatif untuk rasa sakit saya.

And one night, it began to snow outside.

Dan satu malam, di luar mulai turun salju.

I remember my nurses complaining about driving through it.

Saya ingat para perawat mengeluh karena harus melewatinya.

And there was no window in my room,

Dan di ruangan saya tidak ada jendela,

but it was great to just imagine it coming down all sticky.

tapi cukuplah menyenangkan membayangkan salju yang turun dan menempel.

Next day, one of my nurses smuggled in a snowball for me.

Esoknya, seorang perawat menyelundupkan sebuah bola salju untuk saya.

She brought it in to the unit.

Ia membawanya ke ruang perawatan.

I cannot tell you the rapture I felt holding that in my hand,

Tak bisa saya katakan kegembiraan yang saya rasakan saat menggenggamnya,

and the coldness dripping onto my burning skin;

dan rasa dingin yang menetes ke kulit saya yang terluka bakar;

the miracle of it all,

betapa ajaib semua itu,

the fascination as I watched it melt and turn into water.

kekaguman saat saya melihat ia meleleh dan berubah menjadi air.

In that moment,

Di momen itu,

just being any part of this planet in this universe mattered more to me

menjadi bagian apapun dari planet ini di semesta ini lebih penting bagi saya

than whether I lived or died.

ketimbang apakah saya hidup atau mati.

That little snowball packed all the inspiration I needed

Bola salju kecil itu memuat semua inspirasi yang saya butuhkan

to both try to live and be OK if I did not.

untuk berjuang tetap hidup dan menerima kalaupun saya tidak.

In a hospital, that's a stolen moment.

Di rumah sakit, itu adalah momen berharga.

In my work over the years, I've known many people

Di pekerjaanku selama ini, saya mengenal banyak orang

who were ready to go, ready to die.

yang sudah siap pergi, siap mati.

Not because they had found some final peace or transcendence,

Bukan karena mereka telah menemukan kedamaian sejati atau pencerahan,

but because they were so repulsed by what their lives had become --

tapi karena mereka begitu jijik dengan kehidupan yang mereka jalani --

in a word, cut off, or ugly.

dengan kata lain, tersisihkan, atau jelek.

There are already record numbers of us living with chronic and terminal illness,

Sudah banyak di antara kita yang hidup dengan penyakit kronis dan terminal,

and into ever older age.

dan usia yang semakin menua.

And we are nowhere near ready or prepared for this silver tsunami.

Kita sama sekali tidak siap dengan gelombang usia tua ini.

We need an infrastructure dynamic enough to handle

Kita butuh infrastruktur yang cukup dinamis untuk menangani

these seismic shifts in our population.

pergeseran seismik dalam populasi kita.

Now is the time to create something new, something vital.

Sekaranglah waktunya untuk membuat sesuatu yang baru dan vital.

I know we can because we have to.

Saya tahu kita bisa karena kita harus.

The alternative is just unacceptable.

Pilihan lain sangatlah tak bisa diterima.

And the key ingredients are known:

Dan resep utamanya sudah kita ketahui:

policy, education and training,

kebijakan, pendidikan dan pelatihan,

systems, bricks and mortar.

sistem, bangunan gedung.

We have tons of input for designers of all stripes to work with.

Kita punya banyak input bagi desainer di segala bidang untuk bekerja.

We know, for example, from research

Kita tahu, misalnya, dari penelitian

what's most important to people who are closer to death:

apa yang paling penting bagi orang yang sebentar lagi akan meninggal:

comfort; feeling unburdened and unburdening to those they love;

rasa nyaman; tidak terbebani dan tidak membebani yang mereka cintai;

existential peace; and a sense of wonderment and spirituality.

kedamaian eksistensial: serta kekaguman dan spiritualitas.

Over Zen Hospice's nearly 30 years,

Di Zen Hospice selama hampir 30 tahun,

we've learned much more from our residents in subtle detail.

kami belajar banyak dari penghuni kami tentang detail kecil.

Little things aren't so little.

Hal-hal kecil tidaklah kecil.

Take Janette.

Misalnya Janette.

She finds it harder to breathe one day to the next due to ALS.

Ia kesulitan bernafas pada suatu hari karena ALS.

Well, guess what?

Coba tebak?

She wants to start smoking again --

Ia ingin mulai merokok lagi --

and French cigarettes, if you please.

dan rokok Perancis, kalau bisa.

Not out of some self-destructive bent,

Bukan karena ingin merusak diri sendiri,

but to feel her lungs filled while she has them.

tapi untuk merasakan paru-parunya terisi selagi ia memilikinya.

Priorities change.

Prioritas berubah.

Or Kate -- she just wants to know

Atau Kate -- ia hanya ingin tahu

her dog Austin is lying at the foot of her bed,

anjingnya Austin berbaring di kaki ranjangnya,

his cold muzzle against her dry skin,

moncongnya menempel di kulitnya yang kering,

instead of more chemotherapy coursing through her veins --

daripada menambah kemoterapi melalui pembuluh darahnya --

she's done that.

Ia sudah melakukannya.

Sensuous, aesthetic gratification, where in a moment, in an instant,

Sensasi, gratifikasi estetik, di satu momen, dalam sekejap,

we are rewarded for just being.

kita dianugerahi hanya untuk ada.

So much of it comes down to loving our time by way of the senses,

Sebagian besar dari itu datang dari menghargai waktu kita dengan indera,

by way of the body -- the very thing doing the living and the dying.

dari tubuh -- tepatnya sesuatu yang mengalami hidup dan mati.

Probably the most poignant room

Mungkin ruangan yang paling pilu

in the Zen Hospice guest house is our kitchen,

di rumah tamu Zen Hospice adalah dapur kami,

which is a little strange when you realize

yang sedikit aneh jika Anda sadari

that so many of our residents can eat very little, if anything at all.

bahwa kebanyakan penghuni kami hanya makan sedikit, itupun kalau bisa.

But we realize we are providing sustenance on several levels:

Tapi kami menyadari bahwa kami memberikan makanan di beberapa level:

smell, a symbolic plane.

aroma, secara simbolis.

Seriously, with all the heavy-duty stuff happening under our roof,

Sungguh, dengan semua beban kerja di tempat kami,

one of the most tried and true interventions we know of,

salah satu intervensi yang kami tahu terbukti dan bekerja,

is to bake cookies.

adalah memanggang kue.

As long as we have our senses --

Sepanjang kita memiliki indera --

even just one --

walaupun hanya satu --

we have at least the possibility of accessing

kita paling tidak punya peluang untuk merasakan

what makes us feel human, connected.

apa yang membuat kita merasa menjadi manusia, terhubung.

Imagine the ripples of this notion

Bayangkan riak akan hal ini

for the millions of people living and dying with dementia.

bagi jutaan orang yang hidup dan menderita dengan demensia.

Primal sensorial delights that say the things we don't have words for,

Sensasi inderawi yang mengatakan hal-hal yang kita tak mampu ungkapkan dengan kata,

impulses that make us stay present --

dorongan yang membuat kita merasa hadir --

no need for a past or a future.

tanpa perlu masa lalu atau masa depan.

So, if teasing unnecessary suffering out of the system was our first design cue,

Jika memisahkan penderitaan buatan dari sistem adalah petunjuk desain pertama

then tending to dignity by way of the senses,

maka menjaga kemuliaan melalui indera,

by way of the body -- the aesthetic realm --

melalui tubuh -- dunia estetika --

is design cue number two.

adalah petunjuk desain nomor dua.

Now this gets us quickly to the third and final bit for today;

Sekarang ini akan membawa kita ke petunjuk ketiga dan terakhir untuk hari ini;

namely, we need to lift our sights, to set our sights on well-being,

yaitu, kita perlu mengalihkan pandangan, mengalihkannya ke kesejahteraan,

so that life and health and healthcare

agar hidup dan kesehatan dan pelayanan kesehatan

can become about making life more wonderful,

dapat menjadi tentang membuat hidup yang lebih indah,

rather than just less horrible.

bukan membuatnya tidak begitu mengerikan.

Beneficence.

Kemurahan hari.

Here, this gets right at the distinction

Di sini, tepatnya yang membedakan

between a disease-centered and a patient- or human-centered model of care,

antara model pelayanan yang berpusat pada penyakit dan pada pasien/orang,

and here is where caring becomes a creative, generative,

di sinilah di mana pelayanan menjadi kreatif, generatif,

even playful act.

bahkan seperti bermain.

"Play" may sound like a funny word here.

"Bermain" mungkin kedengaran aneh di sini.

But it is also one of our highest forms of adaptation.

Tapi itu jugalah salah satu bentuk adaptasi terbaik kita.

Consider every major compulsory effort it takes to be human.

Pikirkan setiap usaha besar yang kita perlukan untuk menjadi manusiawi.

The need for food has birthed cuisine.

Kebutuhan akan pangan menghasilkan masakan.

The need for shelter has given rise to architecture.

Kebutuhan akan tempat tinggal melahirkan arsitektur.

The need for cover, fashion.

Kebutuhan akan pakaian, fashion.

And for being subjected to the clock,

Dan karena terikat dengan waktu,

well, we invented music.

kita menciptakan musik.

So, since dying is a necessary part of life,

Jadi, karena menjadi sakit adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan,

what might we create with this fact?

apa yang dapat kita lakukan terhadap kenyataan ini?

By "play" I am in no way suggesting we take a light approach to dying

Dengan "bermain" saya tidak bermaksud menganggap remeh menjadi sekarat

or that we mandate any particular way of dying.

atau mengharuskan cara tertentu untuk menderita.

There are mountains of sorrow that cannot move,

Ada banyak kesedihan yang tak bisa digoyahkan,

and one way or another, we will all kneel there.

dan dalam cara apapun, kita semua akan bertekuk lutut di sana.

Rather, I am asking that we make space --

Justru, yang saya maksud adalah agar kita memberi ruang --

physical, psychic room, to allow life to play itself all the way out --

ruang fisik dan mental, untuk mengizinkan kehidupan untuk bersenang-senang --

so that rather than just getting out of the way,

jadi ketimbang menghindarinya,

aging and dying can become a process of crescendo through to the end.

penuaan dan sakit keras/sekarat bisa menjadi proses menuju puncak penghujung.

We can't solve for death.

Kita tak bisa mengatasi kematian.

I know some of you are working on this.

Saya tahu beberapa dari Anda mencoba hal itu.

(Laughter)

(Suara tawa)

Meanwhile, we can --

Namun, kita bisa --

(Laughter)

(Suara tawa)

We can design towards it.

Kita bisa mendesain arah kematian.

Bagian tubuh saya mati lebih dulu,

Parts of me died early on,

and that's something we can all say one way or another.

dan itu hal yang bisa kita katakan entah dalam cara apapun.

I got to redesign my life around this fact,

Saya bisa mendesain ulang hidup saya berdasarkan ini,

and I tell you it has been a liberation

dan itu adalah sebuah pembebasan

to realize you can always find a shock of beauty or meaning

untuk sadar bahwa Anda selalu bisa menemukan keindahan atau makna,

in what life you have left,

di sisa kehidupan yang Anda miliki,

like that snowball lasting for a perfect moment,

seperti bola salju, bertahan untuk sebuah momen sempurna,

all the while melting away.

juga sambil meleleh.

If we love such moments ferociously,

Jika kita mencintai momen-momen itu dengan sungguh-sungguh,

then maybe we can learn to live well --

maka mungkin kita bisa belajar untuk hidup dengan baik --

not in spite of death,

bukan karena takut mati,

but because of it.

tapi justru karenanya.

Let death be what takes us,

Biarkanlah kematian membawa kita,

not lack of imagination.

bukannya kurangnya imajinasi.

Thank you.

Terima kasih

(Applause)

(Tepuk tangan)