There's no shame in taking care of your mental health | Sangu Delle

Translator: Abe Felisa Reviewer: Lisa Widjaja

Last year ...

Tahun lalu ...

was hell.

adalah neraka.

(Laughter)

(Tawa)

It was my first time eating Nigerian "jollof."

Itu pertama kalinya saya makan jollof Nigeria (sejenis hidangan nasi).

(Laughter)

(Tawa)

Actually, in all seriousness,

Sebenarnya, di tengah segala kesungguhan hidup,

I was going through a lot of personal turmoil.

saya mengalami tekanan batin yang dahsyat.

Faced with enormous stress,

Menghadapi stres berat,

I suffered an anxiety attack.

saya mengalami serangan kecemasan.

On some days, I could do no work.

Kadang-kadang, saya tak dapat bekerja sama sekali.

On other days,

Di lain waktu,

I just wanted to lay in my bed and cry.

saya hanya ingin berbaring di ranjang dan menangis.

My doctor asked if I'd like to speak with a mental health professional

Dokter saya bertanya jika saya mau bertemu dengan profesional untuk kesehatan jiwa

about my stress and anxiety.

untuk mengatasi stres dan kecemasan.

Mental health?

Kesehatan jiwa?

I clammed up and violently shook my head in protest.

Saya bungkam dan menggelengkan kepala bertubi-tubi untuk menunjukan protes.

I felt a profound sense of a shame.

Ada perasaan malu yang mendalam.

I felt the weight of stigma.

Saya merasakan beban stigma.

I have a loving, supportive family

Saya mempunyai keluarga yang penuh kasih, suportif,

and incredibly loyal friends,

juga teman-teman yang sangat setia,

yet I could not entertain the idea of speaking to anyone

tapi tak terbayangkan olehku untuk berbicara pada seseorang

about my feeling of pain.

tentang penderitaan saya.

I felt suffocated by the rigid architecture

Saya merasa terkekang oleh budaya yang sangat menonjolkan

of our African masculinity.

maskulinitas Afrika.

"People have real problems, Sangu.

"Orang-orang punya masalah sungguhan, Sangu.

Get over yourself!"

Sudahlah!"

The first time I heard "mental health,"

Pertama kali saya mendengar "kesehatan jiwa,"

I was a boarding school student fresh off the boat from Ghana,

saya adalah murid sekolah asrama yang baru datang dari Ghana,

at the Peddie School in New Jersey.

di Peddie School, New Jersey.

I had just gone through the brutal experience

Saya baru saja mengalami trauma

of losing seven loved ones in the same month.

dari kematian tujuh orang terkasih di bulan yang sama.

The school nurse,

Suster di sekolah,

concerned about what I'd gone through -- God bless her soul --

khawatir dengan apa yang saya alami -- Tuhan berkati jiwanya --

she inquired about my mental health.

ia menanyakan tentang kesehatan jiwa saya.

"Is she mental?" I thought.

"Apakah dia waras?" pikir saya.

Does she not know I'm an African man?

Apa dia tidak tahu saya pria Afrika?

(Laughter)

(Tawa)

Like Okonkwo in "Things Fall Apart,"

Seperti Okonkwo di film "Things Fall Apart,"

we African men neither process nor express our emotions.

kami pria Afrika tidak memproses atau mengekspresikan emosi kami.

We deal with our problems.

Kami mengatasi masalah kami.

(Applause)

(Tepuk tangan)

We deal with our problems.

Kami mengatasi masalah kami.

I called my brother and laughed about "Oyibo" people -- white people --

Saya berkata ke adik laki-laki saya dan menertawakan orang "Oyibo" --kulit putih--

and their strange diseases --

dan penyakit aneh mereka --

depression, ADD and those "weird things."

depresi, ADD, dan segala "yang aneh-aneh."

Growing up in West Africa,

Di Afrika Barat,

when people used the term "mental," what came to mind was a madman

saat orang menggunakan istilah "kejiwaan," yang terpikirkan adalah orang gila

with dirty, dread-locked hair,

dengan rambut gimbal kotor,

bumbling around half-naked on the streets.

mengigau dan setengah telanjang di jalanan.

We all know this man.

Kita semua pernah melihat orang ini.

Our parents warned us about him.

Orang tua kami memperingatkan kami tentang dia.

"Mommy, mommy, why is he mad?"

"Ibu, ibu, mengapa dia gila?"

"Drugs!

"Narkoba!

If you even look at drugs, you end up like him."

Jika kamu melirik narkoba, kamu akan jadi seperti dia."

(Laughter)

(Tawa)

Come down with pneumonia,

Terjangkit pneumonia (radang paru-paru),

and your mother will rush you to the nearest hospital

ibu Anda akan melarikan Anda ke rumah sakit terdekat

for medical treatment.

untuk perawatan medis.

But dare to declare depression,

Tapi jika berani menyatakan depresi,

and your local pastor will be driving out demons

pendeta setempat akan mengadakan pengusiran iblis

and blaming witches in your village.

dan menyalahkan dukun di desa Anda.

According to the World Health Organization,

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),

mental health is about being able to cope

kesehatan jiwa adalah tentang kemampuan untuk mengatasi

with the normal stressors of life;

tekanan kehidupan sehari-hari;

to work productively and fruitfully;

sehingga manusia dapat bekerja produktif dan berhasil;

and to be able to make a contribution to your community.

dan mampu berkontribusi di masyarakat.

Mental health includes our emotional, psychological and social well-being.

Kesehatan jiwa termasuk kesejahteraan emosi, psikologi, dan sosial.

Globally, 75 percent of all mental illness cases

Secara global, 75% dari kasus kejiwaan

can be found in low-income countries.

dapat ditemukan di negara berpendapatan rendah.

Walaupun demikian, kebanyakan pemerintah Afrika

Yet most African governments

invest less than one percent of their health care budget

berinvestasi kurang dari satu persen dari anggaran perawatan kesehatan

in mental health.

untuk kesehatan jiwa.

Even worse,

Yang lebih buruk lagi,

we have a severe shortage of psychiatrists in Africa.

kami sangat kekurangan tenaga psikiater di Afrika.

Nigeria, for example, is estimated to have 200 --

Nigeria, contohnya, diperkirakan ada 200--

in a country of almost 200 million.

di negara yang penduduknya hampir 200 juta.

In all of Africa,

Di seluruh Afrika,

90 percent of our people lack access to treatment.

90 persen dari populasi tidak memiliki akses perawatan.

As a result,

Akibatnya,

we suffer in solitude,

kami menderita dalam keterpencilan,

silenced by stigma.

bungkam karena stigma.

We as Africans often respond to mental health with distance,

Kami orang Afrika sering menanggapi kesehatan jiwa dengan menjauh,

ignorance,

ketidakpedulian,

guilt,

rasa bersalah,

fear

rasa takut,

and anger.

dan amarah.

In a study conducted by Arboleda-Flórez,

Di suatu penelitian yang diadakan oleh Arboleda-Flórez,

directly asking, "What is the cause of mental illness?"

secara langsung menanyakan, "Apa penyebab penyakit jiwa?"

34 percent of Nigerian respondents cited drug misuse;

34 persen responden dari Nigeria menuding penyalahgunaan narkoba;

19 percent said divine wrath and the will of God --

19 persen mengatakan amarah ilahi dan kehendak Tuhan --

(Laughter)

(Tawa)

12 percent,

12 persen,

witchcraft and spiritual possession.

ilmu sihir dan kerasukan roh.

But few cited other known causes of mental illness,

Tapi sedikit yang menyebutkan hal lain yang menyebabkan penyakit jiwa,

like genetics,

seperti genetik,

socioeconomic status,

status sosial ekonomi,

war,

perang,

conflict

konflik,

or the loss of a loved one.

atau kehilangan orang terkasih.

The stigmatization against mental illness

Stigma terhadap penyakit kejiwaan

often results in the ostracizing and demonizing of sufferers.

sering mengakibatkan penderita dikucilkan dan dikutuk.

Photojournalist Robin Hammond has documented some of these abuses ...

Fotojurnalis, Robin Hammond, men- dokumentasi beberapa penyiksaan tersebut

in Uganda,

di Uganda,

in Somalia,

di Somalia,

and here in Nigeria.

dan di sini, di Nigeria.

For me,

Bagi saya,

the stigma is personal.

stigma ini sangat personal.

In 2009,

Di tahun 2009,

I received a frantic call in the middle of the night.

saya menerima telepon yang meresahkan di tengah malam.

My best friend in the world --

Teman saya yang paling baik --

a brilliant, philosophical, charming, hip young man --

seorang pria muda yang cerdas, filosofis, menarik, dan modern --

was diagnosed with schizophrenia.

terdiagnosa skizofrenia.

I witnessed some of the friends we'd grown up with recoil.

Saya melihat beberapa teman masa kecil mengingsut.

I heard the snickers.

Saya mendengar ledekan-ledekan.

I heard the whispers.

Saya mendengar bisikan-bisikan.

"Did you hear he has gone mad?"

"Kau dengar dia jadi gila?"

(Kru English) "He has gone crazy!"

"Dia sudah gila!"

Derogatory, demeaning commentary about his condition --

Komentar-komentar yang menhina dan merendahkan tentang kondisinya --

words we would never say about someone with cancer

kata-kata yang takkan kami lontarkan kepada seseorang yang mengidap kanker

or someone with malaria.

atau malaria.

Somehow, when it comes to mental illness,

Entah bagaimana, ketika bicara tentang penyakit jiwa,

our ignorance eviscerates all empathy.

ketidakpedulian kami melenyapkan seluruh empati.

I stood by his side as his community isolated him,

Saya berdiri di sisinya saat masyarakat mengucilkannya,

but our love never wavered.

tapi kasih kami tidak pernah goyah.

Tacitly, I became passionate about mental health.

Diam-diam, saya mulai tertarik dengan kesehatan jiwa.

Inspired by his plight,

Tersentuh oleh kondisi buruknya,

I helped found the mental health special interest alumni group

saya membantu membentuk kelompok alumni dengan minat kesehatan jiwa

at my college.

di kampus saya.

And during my tenure as a resident tutor in graduate school,

Dan selama masa pengabdian saya sebagai tutor di sekolah pascasarjana,

I supported many undergraduates with their mental health challenges.

saya membantu banyak sarjana mengatasi kesehatan mental mereka.

I saw African students struggle

Saya melihat banyak murid Afrika terkekang

and unable to speak to anyone.

dan tak bisa bicara kepada siapapun.

Even with this knowledge and with their stories in tow,

Bahkan dengan pengetahuan ini dan kisah mereka,

I, in turn, struggled,

saya juga terkekang

and could not speak to anyone when I faced my own anxiety,

dan tak dapat bicara kepada siapa pun saat menghadapi kecemasan saya sendiri,

so deep is our fear of being the madman.

sangat dalam ketakutan kami menjadi orang gila.

All of us --

Kita semua --

but we Africans especially --

khususnya kami orang Afrika --

need to realize that our mental struggles do not detract from our virility,

harus menyadari bahwa pergumulan jiwa tidak akan mengurangi kejantanan kami,

nor does our trauma taint our strength.

begitu juga trauma tak akan menodai kekuatan kami.

We need to see mental health as important as physical health.

Kami harus menyadari kesehatan jiwa sama pentingnya dengan kesehatan fisik.

We need to stop suffering in silence.

Kami harus berhenti menderita dalam kebisuan.

We must stop stigmatizing disease

Kami harus berhenti menstigmatisasi

and traumatizing the afflicted.

dan menyakiti orang yang tertimpa gangguan jiwa.

Talk to your friends.

Bicaralah kepada teman Anda.

Talk to your loved ones.

Bicaralah kepada orang terkasih.

Talk to health professionals.

Bicaralah kepada profesional kesehatan.

Be vulnerable.

Bukalah diri Anda.

Do so with the confidence

Lakukanlah itu dengan keyakinan

that you are not alone.

bahwa Anda tidak sendirian.

Speak up if you're struggling.

Bicaralah jika Anda terkekang.

Being honest about how we feel

Jujur akan perasaan kita

does not make us weak;

tidak menjadikan kita lemah;

it makes us human.

tapi menjadikan kita manusia.

It is time to end the stigma associated with mental illness.

Inilah waktunya untuk mengakhiri stigma yang melekat pada penyakit jiwa.

So the next time your hear "mental,"

Jadi lain kali Anda mendengar kata "kejiwaan"

do not just think of the madman.

jangan berpikiran tentang orang gila.

Think of me.

Ingatlah saya.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)