There's more to life than being happy | Emily Esfahani Smith | TED

Translator: Kevin Fernando Horas Reviewer: Made Pramana

I used to think

Saya dulu berpikir

the whole purpose of life was pursuing happiness.

bahwa tujuan hidup adalah mengejar kebahagiaan.

Everyone said the path to happiness was success,

Semua bilang jalan menuju bahagia adalah kesuksesan,

so I searched for that ideal job,

jadi saya mencari pekerjaan ideal,

that perfect boyfriend, that beautiful apartment.

pria idaman, apartemen indah.

But instead of ever feeling fulfilled,

Tapi alih-alih merasa puas,

I felt anxious and adrift.

saya cemas dan hilang arah.

And I wasn't alone; my friends -- they struggled with this, too.

Dan bukan hanya saya; teman saya -- mereka juga kesulitan dengan ini.

Eventually, I decided to go to graduate school for positive psychology

Akhirnya, saya putuskan mengambil kuliah S2 di bidang psikologi positif

to learn what truly makes people happy.

untuk mempelajari apa yang benar-benar membuat orang bahagia.

But what I discovered there changed my life.

Tapi hal yang saya temui mengubah hidup saya.

The data showed that chasing happiness can make people unhappy.

Menurut data, mengejar kebahagiaan dapat membuat orang tidak bahagia.

And what really struck me was this:

Dan yang menohok perhatian saya adalah ini:

the suicide rate has been rising around the world,

tingkat bunuh diri kian meningkat di dunia,

and it recently reached a 30-year high in America.

dan hal ini tengah mencapai puncaknya dalam kurun 30 tahun di Amerika.

Even though life is getting objectively better

Walau hidup secara objektif membaik

by nearly every conceivable standard,

nyaris berdasarkan setiap standar yang ada,

more people feel hopeless,

makin banyak orang yang putus asa,

depressed and alone.

depresi dan kesepian.

There's an emptiness gnawing away at people,

Ada kekosongan yang merayapi orang-orang,

and you don't have to be clinically depressed to feel it.

dan Anda tak harus secara klinis mengalami depresi untuk merasakannya.

Sooner or later, I think we all wonder:

Cepat atau lambat, kita semua bertanya:

Is this all there is?

Apa hidup cuma begini?

And according to the research, what predicts this despair

Menurut riset, pemicu putus asa ini

is not a lack of happiness.

bukan karena kurang kebahagiaan.

It's a lack of something else,

Ia dipicu hal lain,

a lack of having meaning in life.

yakni kurangnya memiliki makna dalam hidup.

But that raised some questions for me.

Ini membuat saya bertanya.

Is there more to life than being happy?

Apa ada hidup yang lebih dari sekadar menjadi bahagia?

And what's the difference between being happy

Apa perbedaan antara menjadi bahagia

and having meaning in life?

dan mempunyai arti dalam hidup?

Many psychologists define happiness as a state of comfort and ease,

Banyak psikolog mendefinisikan bahagia sebagai kondisi yang nyaman dan santai,

feeling good in the moment.

merasa senang dalam suatu momen.

Meaning, though, is deeper.

Namun, makna, berarti lebih dalam.

The renowned psychologist Martin Seligman says

Psikolog terkenal Martin Seligman berkata

meaning comes from belonging to and serving something beyond yourself

makna muncul dari rasa bernaung dan melayani sesuatu melebihi diri sendiri,

and from developing the best within you.

serta mengembangkan hal terbaik dalam diri Anda.

Our culture is obsessed with happiness,

Budaya kita terobsesi pada kebahagiaan,

but I came to see that seeking meaning is the more fulfilling path.

tapi saya temukan bahwa mencari makna adalah jalan yang lebih memenuhi hasrat.

And the studies show that people who have meaning in life,

Menurut studi, orang yang punya makna dalam hidup,

they're more resilient,

mereka lebih tabah,

they do better in school and at work,

lebih baik di sekolah dan kantor,

and they even live longer.

dan mereka bahkan lebih panjang umur.

So this all made me wonder:

Semua ini membuat saya bertanya:

How can we each live more meaningfully?

Bagaimana masing-masing dari kita hidup dengan lebih bermakna?

To find out, I spent five years interviewing hundreds of people

Untuk mencari tahu, saya menghabiskan lima tahun mewawancarai ratusan orang

and reading through thousands of pages of psychology,

dan membaca ribuan halaman buku psikologi,

neuroscience and philosophy.

ilmu saraf, dan filsafat.

Bringing it all together,

Dari ini semua,

I found that there are what I call four pillars of a meaningful life.

saya menemukan yang saya sebut empat pilar dalam hidup yang bermakna.

And we can each create lives of meaning

Kita masing-masing bisa membuat hidup yang bermakna

by building some or all of these pillars in our lives.

dengan membangun beberapa pilar ini atau semuanya dalam hidup kita.

The first pillar is belonging.

Pilar pertama adalah rasa bernaung.

Belonging comes from being in relationships

Rasa bernaung tumbuh dari hubungan

where you're valued for who you are intrinsically

di mana Anda dihargai apa adanya

and where you value others as well.

dan Anda juga menghargai orang lain.

But some groups and relationships deliver a cheap form of belonging;

Tapi beberapa hubungan menciptakan rasa bernaung yang rendah:

you're valued for what you believe,

Anda dihargai karena keyakinan Anda,

for who you hate,

orang yang Anda benci,

not for who you are.

tapi tidak karena diri Anda apa adanya.

True belonging springs from love.

Rasa bernaung yang sejati bersemi dari cinta kasih.

It lives in moments among individuals,

Ia hidup dalam momen kebersamaan antar individu,

and it's a choice -- you can choose to cultivate belonging with others.

dan ini pilihan -- Anda bisa memilih untuk menumbuhkan rasa bernaung dengan sesama.

Here's an example.

Begini contohnya.

Each morning, my friend Jonathan buys a newspaper

Tiap pagi, teman saya, Jonathan, membeli koran

from the same street vendor in New York.

dari toko kaki lima yang sama di New York.

They don't just conduct a transaction, though.

Namun, mereka tak sekadar melakukan transaksi.

They take a moment to slow down, talk,

Mereka juga sejenak bersantai, bercakap,

and treat each other like humans.

dan memperlakukan satu sama lain layaknya manusia.

But one time, Jonathan didn't have the right change,

Tapi suatu hari, Jonathan tak bawa uang kecil,

and the vendor said,

dan sang penjual berkata,

"Don't worry about it."

"Jangan khawatir."

But Jonathan insisted on paying,

Tapi Jonathan kukuh ingin membayar,

so he went to the store and bought something he didn't need

dan dia ke toko membeli hal yang tak perlu

to make change.

agar dapat kembalian.

But when he gave the money to the vendor,

Tapi saat menyerahkan uangnya,

the vendor drew back.

penjual itu menjauh.

He was hurt.

Dia terluka.

He was trying to do something kind,

Dia berusaha berbaik hati,

but Jonathan had rejected him.

tapi Jonathan menolaknya.

I think we all reject people in small ways like this without realizing it.

Kita semua membuat penolakan kecil seperti ini tanpa sadar.

I do.

Saya pun begitu.

I'll walk by someone I know and barely acknowledge them.

Saya berpapasan dengan kenalan dan hampir tidak mempedulikan mereka.

I'll check my phone when someone's talking to me.

Saya menengok ponsel saat orang lain berbicara pada saya.

These acts devalue others.

Perilaku ini merendahkan orang lain.

They make them feel invisible and unworthy.

Ini membuat mereka merasa tak terlihat dan tidak dihargai.

But when you lead with love, you create a bond

Tapi jika mengedepankan kasih, Anda membuat ikatan

that lifts each of you up.

yang membangkitkan Anda dan orang lain.

For many people, belonging is the most essential source of meaning,

Bagi kebanyakan orang, rasa bernaung adalah sumber makna terbesar,

those bonds to family and friends.

seperti ikatan keluarga dan sahabat.

For others, the key to meaning is the second pillar: purpose.

Bagi yang lain, kunci menuju makna ada pada pilar kedua: tujuan.

Now, finding your purpose is not the same thing

Mencari tujuan itu tak sama dengan

as finding that job that makes you happy.

mencari pekerjaan yang membuat Anda bahagia.

Purpose is less about what you want than about what you give.

Tujuan bukan tentang apa yang Anda mau namun tentang apa yang Anda berikan.

A hospital custodian told me her purpose is healing sick people.

Ada perawat yang bilang ke saya bahwa tujuannya adalah mengobati orang sakit.

Many parents tell me,

Banyak orangtua bilang,

"My purpose is raising my children."

"Tujuan saya adalah membesarkan anak."

The key to purpose is using your strengths to serve others.

Kunci dari tujuan adalah menggunakan kekuatan Anda untuk melayani orang lain.

Of course, for many of us, that happens through work.

Tentu, untuk sebagian besar dari kita, hal itu dilakukan melalui pekerjaan.

That's how we contribute and feel needed.

Itu cara kita berkontribusi dan merasa dibutuhkan.

But that also means that issues like disengagement at work,

Tapi itu juga berarti bahwa isu-isu seperti bosan saat bekerja,

unemployment,

pengangguran,

low labor force participation --

rendahnya partisipasi tenaga kerja --

these aren't just economic problems, they're existential ones, too.

ini bukan masalah ekonomi semata, tapi juga eksistensial.

Without something worthwhile to do,

Tanpa ada sesuatu yang berharga untuk dilakukan,

people flounder.

orang menjadi putus asa.

Of course, you don't have to find purpose at work,

Tentu, Anda tak harus menemukan tujuan dalam kerja,

but purpose gives you something to live for,

tapi tujuan memberi alasan hidup,

some "why" that drives you forward.

jawaban dari "mengapa" yang membawa Anda maju ke depan.

The third pillar of meaning is also about stepping beyond yourself,

Pilar ketiga tentang makna juga tentang melampaui diri sendiri,

but in a completely different way:

tapi dalam cara yang sangat berbeda:

transcendence.

transenden.

Transcendent states are those rare moments

Keadaan transenden adalah momen langka

when you're lifted above the hustle and bustle of daily life,

ketika Anda terangkat ke atas melampaui hiruk-pikuk kehidupan,

your sense of self fades away,

persepsi diri Anda memudar,

and you feel connected to a higher reality.

dan Anda merasa terhubung ke alam atas.

For one person I talked to, transcendence came from seeing art.

Ada yang bilang kepada saya, bahwa transenden muncul saat melihat seni.

For another person, it was at church.

Ada juga yang bilang saat berada di gereja.

For me, I'm a writer, and it happens through writing.

Bagi saya, saya adalah seorang penulis, dan hal ini terjadi saat menulis.

Sometimes I get so in the zone that I lose all sense of time and place.

Kadang saya begitu terhanyut sampai lupa waktu dan tempat.

These transcendent experiences can change you.

Pengalaman transenden ini bisa mengubah Anda.

One study had students look up at 200-feet-tall eucalyptus trees

Satu studi meminta para murid menatap ke atas pohon eukaliptus setinggi 60 meter

for one minute.

selama satu menit.

But afterwards they felt less self-centered,

Akibatnya mereka jadi lebih tidak egois,

and they even behaved more generously

dan bahkan menjadi lebih dermawan

when given the chance to help someone.

saat ada kesempatan untuk menolong.

Belonging, purpose, transcendence.

Rasa bernaung, tujuan, transenden.

Now, the fourth pillar of meaning, I've found,

Pilar makna yang keempat, saya temukan,

tends to surprise people.

sering mengejutkan orang.

The fourth pillar is storytelling,

Pilar keempat adalah dengan bercerita,

the story you tell yourself about yourself.

cerita yang Anda yakini tentang diri Anda.

Creating a narrative from the events of your life brings clarity.

Menyusun sebuah naratif dari peristiwa hidup Anda dapat memberikan kejernihan.

It helps you understand how you became you.

Ia membuat Anda paham mengapa Anda menjadi Anda sekarang ini.

But we don't always realize that we're the authors of our stories

Kita sering tak sadar bahwa kitalah sang pengarang cerita hidup kita

and can change the way we're telling them.

dan bisa mengubah cara kita menceritakannya.

Your life isn't just a list of events.

Hidup Anda bukan sekadar daftar peristiwa.

You can edit, interpret and retell your story,

Anda bisa mengedit, menafsirkan dan menceritakan ulang cerita Anda,

even as you're constrained by the facts.

meskipun Anda dibatasi kenyataan.

I met a young man named Emeka, who'd been paralyzed playing football.

Saya bertemu pemuda bernama Emeka, yang lumpuh dan tidak bisa bermain bola.

After his injury, Emeka told himself,

Setelah cedera, Emeka berkata,

"My life was great playing football,

"Seumur hidup saya hebat bermain bola,

but now look at me."

tapi lihat saya sekarang."

People who tell stories like this --

Orang yang bercerita seperti ini --

"My life was good. Now it's bad." --

"Hidup saya dulu baik. Kini tidak." --

tend to be more anxious and depressed.

mereka cenderung lebih cemas dan depresi.

And that was Emeka for a while.

Dan Emeka sempat seperti itu.

But with time, he started to weave a different story.

Tapi seiring waktu, dia mulai menyusun cerita berbeda.

His new story was,

Cerita barunya adalah,

"Before my injury, my life was purposeless.

"Sebelum cedera, hidup saya tak bertujuan.

I partied a lot and was a pretty selfish guy.

Saya sering berpesta dan seorang lelaki yang cukup egois.

But my injury made me realize I could be a better man."

Tapi cedera membuat saya sadar bahwa saya bisa jadi lelaki yang lebih baik."

That edit to his story changed Emeka's life.

Suntingan cerita dirinya itu mengubah hidup Emeka.

After telling the new story to himself,

Setelah meyakini cerita baru ini untuk dirinya,

Emeka started mentoring kids,

Emeka mulai menjadi mentor anak-anak,

and he discovered what his purpose was:

dan dia menemukan tujuannya:

serving others.

melayani orang lain.

The psychologist Dan McAdams calls this a "redemptive story,"

Psikolog Dan McAdams menyebut ini "cerita penebusan,"

where the bad is redeemed by the good.

di mana keburukan ditebus kebaikan.

People leading meaningful lives, he's found,

Orang yang hidup dengan makna, dia temukan,

tend to tell stories about their lives

cenderung menceritakan hidupnya

defined by redemption, growth and love.

sebagai penebusan, pertumbuhan, dan cinta.

But what makes people change their stories?

Tapi apa yang membuat orang mengubah cerita mereka?

Some people get help from a therapist,

Beberapa orang mendapat bantuan terapis,

but you can do it on your own, too,

tapi Anda juga bisa melakukannya sendiri,

just by reflecting on your life thoughtfully,

dengan merenungkan hidup secara khidmat,

how your defining experiences shaped you,

peristiwa yang membentuk Anda,

what you lost, what you gained.

apa yang hilang, apa yang Anda dapat.

That's what Emeka did.

Itu yang dilakukan Emeka.

You won't change your story overnight;

Cerita Anda takkan berubah semalam;

it could take years and be painful.

itu bisa memerlukan beberapa tahun dan menyakitkan.

After all, we've all suffered, and we all struggle.

Lagipula, kita semua menderita dan kesulitan.

But embracing those painful memories can lead to new insights and wisdom,

Tapi dengan merangkul kenangan perih, kita diberi ilham dan kearifan baru,

to finding that good that sustains you.

untuk menemukan hal baik yang membuat Anda bertahan.

Belonging, purpose, transcendence, storytelling:

Rasa bernaung, tujuan, transenden, penceritaan:

those are the four pillars of meaning.

itulah empat pilar makna.

When I was younger,

Saat masih kecil,

I was lucky enough to be surrounded by all of the pillars.

saya beruntung bisa dikelilingi pilar-pilar ini.

My parents ran a Sufi meetinghouse from our home in Montreal.

Orang tua saya menggelar pertemuan Sufi di rumah kami di Montreal.

Sufism is a spiritual practice associated with the whirling dervishes

Sufisme adalah praktek kerohanian yang melibatkan para penari putar

and the poet Rumi.

dan penyair Rumi.

Twice a week, Sufis would come to our home

Dua kali seminggu, para Sufi datang ke rumah kami

to meditate, drink Persian tea, and share stories.

untuk meditasi, minum teh Persia, dan berbagi cerita.

Their practice also involved serving all of creation

Praktek ini juga melayani seluruh makhluk

through small acts of love,

lewat tindakan kecil penuh cinta,

which meant being kind even when people wronged you.

yang artinya berbuat baik walau orang berbuat salah pada Anda.

But it gave them a purpose: to rein in the ego.

Ini memberi mereka tujuan: menaklukkan ego.

Eventually, I left home for college

Lalu saya pun pergi dari rumah untuk kuliah,

and without the daily grounding of Sufism in my life,

dan tanpa landasan harian Sufi di dalam hidup saya,

I felt unmoored.

saya merasa kebingungan.

And I started searching for those things that make life worth living.

Dan saya mulai mencari hal yang membuat hidup layak dijalani.

That's what set me on this journey.

Itulah hal yang mengawali saya dalam perjalanan ini.

Looking back, I now realize

Melihat ke belakang, saya sekarang sadar

that the Sufi house had a real culture of meaning.

bahwa rumah Sufi punya budaya makna yang nyata.

The pillars were part of the architecture,

Pilar ini jadi bagian bangunannya,

and the presence of the pillars helped us all live more deeply.

dan kehadiran pilar ini menolong kami untuk hidup lebih dalam.

Of course, the same principle applies

Tentu, prinsip yang sama berlaku

in other strong communities as well --

untuk komunitas kuat lainnya --

good ones and bad ones.

yang baik ataupun jahat.

Gangs, cults:

Preman, grup berhala:

these are cultures of meaning that use the pillars

semuanya adalah budaya makna yang mengunakan pilar ini

and give people something to live and die for.

dan memberi orang alasan untuk hidup dan mati.

But that's exactly why we as a society

Namun itulah mengapa kita sebagai masyarakat

must offer better alternatives.

harus memberi alternatif lain.

We need to build these pillars within our families and our institutions

Kita perlu membangun pilar ini dalam keluarga dan institusi

to help people become their best selves.

untuk membantu orang menjadi diri mereka yang paling baik.

But living a meaningful life takes work.

Tapi hidup dengan makna butuh usaha.

It's an ongoing process.

Ini proses berkelanjutan.

As each day goes by, we're constantly creating our lives,

Seiring berjalannya hari, kita menciptakan hidup kita,

adding to our story.

menambah cerita kita.

And sometimes we can get off track.

Dan kadang jalan kita menyimpang.

Whenever that happens to me,

Saat ini terjadi pada saya,

I remember a powerful experience I had with my father.

saya mengingat momen hebat bersama ayah saya.

Several months after I graduated from college,

Beberapa bulan setelah lulus kuliah,

my dad had a massive heart attack that should have killed him.

ayah saya terkena serangan jantung yang seharusnya membunuhnya.

He survived, and when I asked him what was going through his mind

Dia selamat, dan saat saya tanya apa yang dipikirkannya

as he faced death,

saat dia menemui ajal,

he said all he could think about was needing to live

katanya dia hanya meminta untuk hidup

so he could be there for my brother and me,

agar bisa menemani saya dan saudara saya,

and this gave him the will to fight for life.

dan ini menguatkan tekad hidupnya.

When he went under anesthesia for emergency surgery,

Saat dibius untuk pembedahan darurat,

instead of counting backwards from 10,

alih-alih menghitung mundur dari 10,

he repeated our names like a mantra.

dia mengulang nama kami seperti mantra.

He wanted our names to be the last words he spoke on earth

Dia ingin nama kami jadi kata terakhir yang dia ucapkan di dunia

if he died.

jika dia mati.

My dad is a carpenter and a Sufi.

Ayah saya tukang kayu dan seorang Sufi.

It's a humble life,

Hidup yang sederhana,

but a good life.

namun hidup yang baik.

Lying there facing death, he had a reason to live:

Berbaring disana dan menemui ajalnya, dia punya alasan untuk hidup:

love.

cinta.

His sense of belonging within his family,

Rasa bernaung pada keluarganya,

his purpose as a dad,

tujuannya sebagai ayah,

his transcendent meditation, repeating our names --

meditasinya yang transenden, mengulang nama kami --

these, he says, are the reasons why he survived.

inilah yang dia katakan alasan mengapa dia bertahan.

That's the story he tells himself.

Itu cerita yang dia yakini.

That's the power of meaning.

Itulah kekuatan makna.

Happiness comes and goes.

Kebahagiaan datang dan pergi.

But when life is really good

Tapi saat hidup membaik,

and when things are really bad,

dan saat sesuatu menjadi sangat buruk,

having meaning gives you something to hold on to.

mempunyai makna akan memberi Anda suatu pegangan.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)