"To This Day" ... for the bullied and beautiful | Shane Koyczan

Translator: Joseph Geni Reviewer: Morton Bast

Translator: Indra Wibisana Reviewer: Caroline Effendy

Begitu banyak orang.

There's so many of you.

(Laughter)

When I was a kid,

Waktu aku masih kecil,

I hid my heart under the bed, because my mother said,

kusembunyikan hatiku di kolong tempat tidur, karena kata ibuku,

“Kalau kamu tidak hati-hati, suatu hari seseorang akan membuatmu patah hati.”

"If you're not careful, someday someone's going to break it."

Take it from me: Under the bed is not a good hiding spot.

Percayalah. Kolong tempat tidur bukan tempat persembunyian yang baik.

Aku tahu karena aku telah dijatuhkan begitu sering

I know because I've been shot down so many times,

I get altitude sickness just from standing up for myself.

sampai aku jadi pusing dan mual ketika harus bangkit membela diri.

But that's what we were told.

Tapi itulah apa yang diperintahkan kepada kita.

"Stand up for yourself."

Bangkitlah membela diri.

And that's hard to do if you don't know who you are.

Dan itu sulit dilakukan kalau kamu tidak tahu siapa dirimu sebenarnya.

We were expected to define ourselves at such an early age,

Kita diharapkan untuk menentukan siapa diri kita pada usia begitu muda,

and if we didn't do it, others did it for us.

dan bila kita tidak melakukannya, orang lain akan menentukannya untuk kita.

Geek. Fatty.

Kutu buku. Gendut. Pelacur. Homo.

Slut. Fag.

And at the same time we were being told what we were,

Dan saat kita diberi tahu siapa kita,

we were being asked,

kita juga ditanya,

"What do you want to be when you grow up?"

“Kamu ingin jadi apa kalau kamu sudah besar?”

I always thought that was an unfair question.

Aku selalu merasa itu adalah sebuah pertanyaan yang tidak adil.

Itu mengandaikan kita tidak bisa menjadi apa yang kita sudah jadi.

It presupposes that we can't be what we already are.

We were kids.

Kita adalah anak-anak.

When I was a kid, I wanted to be a man.

Waktu aku masih kecil, aku ingin menjadi seorang laki-laki.

I wanted a registered retirement savings plan

Aku ingin mempunyai sebuah tabungan dana pensiun terdaftar

that would keep me in candy long enough to make old age sweet.

untuk mempersediakan permen cukup lama sehingga masa tua menjadi manis.

(Laughter)

Waktu aku masih kecil, aku ingin bercukur.

When I was a kid, I wanted to shave.

Now, not so much.

Sekarang, tidak terlalu.

(Laughter)

When I was eight, I wanted to be a marine biologist.

Waktu aku delapan tahun, aku ingin menjadi ahli biologi kelautan.

When I was nine, I saw the movie "Jaws,"

Waktu aku sembilan tahun, aku menonton film “Jaws,”

and thought to myself, "No, thank you."

dan berpikir sendiri, “Tidak, terima kasih.”

(Laughter)

Dan waktu aku 10 tahun, aku diberi tahu bahwa orang tuaku pergi karena mereka tidak menginginkanku.

And when I was 10,

I was told that my parents left because they didn't want me.

Waktu aku 11 tahun, aku ingin dibiarkan sendiri.

When I was 11, I wanted to be left alone.

Waktu aku 12 tahun, aku ingin mati. Waktu aku 13 tahun, aku ingin membunuh seorang anak.

When I was 12, I wanted to die. When I was 13, I wanted to kill a kid.

When I was 14, I was asked to seriously consider a career path.

Waktu aku 14 tahun, aku disuruh mempertimbangkan jalur karir dengan serius.

I said, "I'd like to be a writer."

Aku berkata, “Aku ingin menjadi seorang penulis.”

Dan mereka berkata, “Pilihlah sesuatu yang realistis.”

And they said, "Choose something realistic."

So I said, "Professional wrestler."

Jadi aku berkata, “Pegulat profesional.”

And they said, "Don't be stupid."

Dan mereka berkata, “Jangan bodoh.”

See, they asked me what I wanted to be,

Lihat, mereka bertanya aku ingin jadi apa,

then told me what not to be.

lalu memberi tahu jangan menjadi apa.

And I wasn't the only one.

Dan aku bukan satu-satunya.

Kita diberi tahu bahwa kita harus menjadi

We were being told that we somehow must become

what we are not, sacrificing what we are

sesuatu yang bukan kita, mengorbankan jati diri kita

to inherit the masquerade of what we will be.

untuk mewarisi topeng dari apa yang nantinya akan menjadi diri kita.

Aku disuruh menerima identitas

I was being told to accept the identity that others will give me.

yang akan diberikan orang lain kepadaku.

And I wondered, what made my dreams so easy to dismiss?

Dan aku bertanya-tanya, apa yang membuat mimpiku begitu mudah dibuyarkan?

Granted, my dreams are shy,

Memang, mimpiku pemalu,

because they're Canadian.

karena mereka dari Kanada. (Tertawa)

(Laughter)

Mimpiku sadar diri dan terlalu mudah minta maaf.

My dreams are self-conscious and overly apologetic.

They're standing alone at the high school dance,

Mereka berdiri sendirian di acara dansa SMA,

and they've never been kissed.

dan mereka belum pernah dicium.

See, my dreams got called names too.

Lihatlah, mimpiku mendapat hinaan juga.

Silly. Foolish.

Konyol. Bodoh. Mustahil.

Impossible.

But I kept dreaming.

Tapi aku terus bermimpi.

I was going to be a wrestler. I had it all figured out.

Aku pernah ingin menjadi seorang pegulat. Aku telah memikirkan segalanya.

Aku akan menjadi Si Tukang Sampah.

I was going to be The Garbage Man.

(Laughter)

Gerakan pamungkasku adalah Penggumpal Sampah.

My finishing move was going to be The Trash Compactor.

My saying was going to be, "I'm taking out the trash!"

Ucapan khasku akan jadi “Aku akan membuang sampah!”

(Laughter)

(Tertawa) (Tepuk Tangan)

(Applause)

Dan kemudian orang ini, Duke “Tong Sampah” Droese,

And then this guy, Duke "The Dumpster" Droese,

mencuri seluruh ideku.

stole my entire shtick.

(Laughter)

I was crushed,

Aku hancur, seakan masuk ke pemadat sampah.

as if by a trash compactor.

(Laughter)

I thought to myself, "What now? Where do I turn?"

Aku berpikir sendiri, “Sekarang bagaimana? Ke mana aku harus berpaling?”

Poetry.

Puisi.

(Laughter)

Like a boomerang, the thing I loved came back to me.

Seperti sebuah bumerang, hal yang kucinta datang kembali padaku.

One of the first lines of poetry I can remember writing

Salah satu baris pertama puisi yang dapat kuingat

was in response to a world that demanded I hate myself.

kutulis sebagai tanggapan kepada sebuah dunia yang menuntutku agar membenci diri sendiri.

Dari usia 15 sampai 18, aku membenci diri sendiri

From age 15 to 18, I hated myself

for becoming the thing that I loathed:

karena menjadi sesuatu yang kubenci: seorang penindas.

a bully.

When I was 19, I wrote,

Ketika aku berusia 19, aku menulis,

"I will love myself despite the ease with which

“Aku akan mencintai diriku sendiri walaupun begitu mudah bagiku

I lean toward the opposite."

untuk berlaku sebaliknya.”

Standing up for yourself doesn't have to mean

Membela diri sendiri tidak harus berarti

embracing violence.

menerima kekerasan.

When I was a kid,

Waktu aku masih kecil,

I traded in homework assignments for friendship,

aku menggunakan PR demi pertemanan,

then gave each friend a late slip for never showing up on time,

kemudian memberi setiap teman sebuah catatan keterlambatan untuk tiada pernah datang tepat waktu

and in most cases, not at all.

bahkan seringnya tidak datang sama sekali.

I gave myself a hall pass to get through each broken promise.

Aku memberi diriku izin keluar kelas setiap kali mengalami janji yang diingkari.

And I remember this plan, born out of frustration

Dan aku ingat rencana ini, muncul dari rasa frustrasi

from a kid who kept calling me "Yogi,"

terhadap seorang anak yang terus memanggilku, “Yogi,”

then pointed at my tummy and said, "Too many picnic baskets."

lalu menunjuk perutku dan berkata, “Terlalu banyak keranjang piknik.”

Turns out it's not that hard to trick someone,

Ternyata tidak terlalu sulit menipu seseorang,

and one day before class, I said,

dan suatu hari sebelum kelas, aku berkata,

"Yeah, you can copy my homework,"

“Ya, kau dapat menyalin pekerjaan rumahku,”

and I gave him all the wrong answers that I'd written down the night before.

dan kuberi dia semua jawaban yang salah

yang telah kutuliskan malam sebelumnya.

He got his paper back expecting a near-perfect score,

Dia mendapatkan kertasnya kembali mengharapkan nilai hampir sempurna,

and couldn't believe it when he looked across the room at me and held up a zero.

dan tidak dapat mempercayainya ketika dia memandang ke seberang ruangan kepada saya dan mengangkat nilai nol.

Aku tahu bahwa aku tidak perlu mengangkat kertasku yang bernilai 28 dari 30,

I knew I didn't have to hold up my paper of 28 out of 30,

but my satisfaction was complete when he looked at me, puzzled,

tetapi kepuasanku sempurna ketika dia melihat padaku, bingung,

and I thought to myself, "Smarter than the average bear, motherfucker."

dan aku berpikir sendiri, “Lebih pintar dari pada beruang biasa, orang bodoh.”

(Laughter)

(Tertawa) (Tepuk Tangan)

(Applause)

This is who I am.

Inilah aku.

This is how I stand up for myself.

Beginilah aku membela diriku sendiri.

When I was a kid,

Waktu aku masih kecil,

I used to think that pork chops and karate chops were the same thing.

aku mengira potongan daging babi dan potongan karate adalah hal yang sama.

I thought they were both pork chops.

Aku mengira keduanya adalah potongan daging babi.

My grandmother thought it was cute,

Dan karena nenek saya mengira ini lucu,

and because they were my favorite, she let me keep doing it.

dan karena ini adalah kesukaan saya, dia membiarkanku terus melakukannya.

Not really a big deal.

Bukan masalah besar.

One day, before I realized fat kids are not designed to climb trees,

Suatu hari, sebelum aku menyadari bahwa anak gemuk tidak mudah memanjat pohon,

I fell out of a tree and bruised the right side of my body.

aku jatuh dari pohon dan mendapat memar di bagian kanan tubuhku.

Aku tidak memberi tahu nenekku tentang itu

I didn't want to tell my grandmother

karena aku khawatir akan dimarahi karena bermain di tempat yang tidak seharusnya.

because I was scared I'd get in trouble

for playing somewhere I shouldn't have been.

Beberapa hari kemudian, guru olah raga melihat memarnya,

The gym teacher noticed the bruise, and I got sent to the principal's office.

dan aku dikirim ke kantor kepala sekolah.

From there, I was sent to another small room with a really nice lady

Dari sana, aku dikirim ke sebuah ruang kecil lain

dengan seorang wanita yang sangat ramah yang bertanya tentang kehidupanku di rumah.

who asked me all kinds of questions about my life at home.

Aku tidak melihat ada alasan untuk berbohong.

I saw no reason to lie.

As far as I was concerned, life was pretty good.

Sepengetahuan saya, kehidupan cukup baik.

Aku katakan kepadanya, kalau aku sedih, nenekku memberiku potongan karate.

I told her, whenever I'm sad, my grandmother gives me karate chops.

(Laughter)

(Tertawa)

Hal ini menyebabkan penyelidikan serius,

This led to a full-scale investigation,

and I was removed from the house for three days,

dan aku dipindahkan dari rumah selama tiga hari,

until they finally decided to ask how I got the bruises.

sampai mereka akhirnya menanyakan bagaimana aku mendapatkan memar.

News of this silly little story quickly spread through the school,

Cerita kecil yang konyol ini menyebar dengan cepat di seluruh sekolah,

and I earned my first nickname:

dan aku mendapatkan julukanku yang pertama:

Potongan Babi.

Porkchop.

Sampai hari ini, aku benci potongan babi.

To this day,

I hate pork chops.

I'm not the only kid who grew up this way,

Aku bukan satu-satunya anak yang tumbuh seperti ini,

surrounded by people who used to say that rhyme

dikelilingi oleh orang-orang yang membacakan puisi

tentang tongkat dan batu,

about sticks and stones,

as if broken bones hurt more than the names we got called,

seakan tulang yang patah lebih sakit dari pada julukan yang kita dapatkan,

and we got called them all.

dan kita dijuluki segala macam.

So we grew up believing no one would ever fall in love with us,

Sehingga kita tumbuh yakin bahwa tidak seorangpun akan pernah jatuh cinta kepada kita,

that we'd be lonely forever,

bahwa kita akan kesepian selamanya,

that we'd never meet someone to make us feel like the sun

bahwa kita tidak akan pernah menjumpai seseorang yang membuat kita merasa seakan matahari

was something they built for us in their toolshed.

adalah sesuatu yang mereka buat untuk kita di bengkel mereka.

Hati yang sakit dan merintih, dan kita coba kosongkan diri agar tidak merasakan apa pun.

So broken heartstrings bled the blues,

and we tried to empty ourselves so we'd feel nothing.

Jangan katakan kepadaku bahwa ini tidak lebih menyakitkan daripada sebuah tulang yang patah,

Don't tell me that hurts less than a broken bone,

bahwa kehidupan yang tumbuh di dalam adalah sesuatu yang dapat dibuang oleh ahli bedah,

that an ingrown life is something surgeons can cut away,

bahwa tidak mungkin ia menjalar; ia menjalar.

that there's no way for it to metastasize; it does.

She was eight years old,

Dia berusia delapan tahun,

hari pertama di kelas tiga ketika dia disebut jelek.

our first day of grade three when she got called ugly.

We both got moved to the back of class

Kami berdua pindah ke belakang kelas

so we would stop getting bombarded by spitballs.

supaya kami tidak lagi dibombardir oleh peluru kertas.

But the school halls were a battleground.

Namun lorong sekolah adalah sebuah medan pertempuran.

We found ourselves outnumbered day after wretched day.

Kami menjumpai diri kami kalah hari demi hari malang.

We used to stay inside for recess, because outside was worse.

Kami biasa tinggal di dalam selama istirahat, karena di luar lebih parah.

Outside, we'd have to rehearse running away,

Di luar, kami harus berlatih melarikan diri,

or learn to stay still like statues, giving no clues that we were there.

atau belajar tidak bergerak seperti patung, tidak memberikan tanda-tanda bahwa kami ada di sana.

In grade five, they taped a sign to the front of her desk

Di kelas lima, mereka menempelkan tanda di depan bangkunya

that read, "Beware of dog."

yang bertuliskan, “Awas anjing.”

To this day,

Sampai hari ini, walaupun mempunyai suami yang mencintainya, dia tidak merasa dirinya cantik

despite a loving husband, she doesn't think she's beautiful,

because of a birthmark that takes up a little less than half her face.

karena sebuah tanda lahir yang memenuhi hampir setengah wajahnya.

Kids used to say, "She looks like a wrong answer

Anak-anak biasa berkata, “Dia tampak seperti jawaban salah

that someone tried to erase, but couldn't quite get the job done."

yang dicoba untuk dihapus seseorang, tapi tidak dapat menyelesaikannya.”

And they'll never understand that she's raising two kids

Dan mereka tidak pernah mengerti bahwa dia membesarkan dua orang anak

whose definition of beauty begins with the word "Mom,"

yang mendefinisikan kecantikan dimulai dengan kata “Ibu,”

because they see her heart before they see her skin,

karena mereka melihat hatinya sebelum mereka melihat kulitnya,

because she's only ever always been amazing.

karena dia selalu begitu menakjubkan.

Dia adalah dahan patah yang disambungkan ke sebuah pohon keluarga yang lain,

He was a broken branch grafted onto a different family tree,

adopted,

diadopsi,

not because his parents opted for a different destiny.

bukan karena orang tuanya memilih takdir lain.

He was three when he became a mixed drink

Dia berusia tiga tahun ketika dia menjadi minuman campuran

of one part left alone and two parts tragedy,

dari sebagian ditinggal sendiri dan dua bagian tragedi,

memulai terapi di kelas delapan,

started therapy in eighth grade,

mempunyai kepribadian yang terbuat dari tes dan pil-pil,

had a personality made up of tests and pills,

lived like the uphills were mountains and the downhills were cliffs,

hidup dengan tanjakan seakan gunung dan turunan seakan jurang,

four-fifths suicidal, a tidal wave of antidepressants,

empat perlima dirinya ingin bunuh diri, gelombang pasang obat antidepresi,

and an adolescent being called "Popper,"

dan seorang remaja yang dijuluki “Popper,”

one part because of the pills,

satu bagian karena pil-pil,

99 parts because of the cruelty.

99 bagian karena kekejaman.

He tried to kill himself in grade 10

Dia mencoba bunuh diri di kelas 10

when a kid who could still go home to Mom and Dad

ketika seorang anak yang masih bisa pulang ke Mama dan Papa

dengan enak berkata kepadanya, “Lupakan saja.”

had the audacity to tell him, "Get over it."

As if depression is something that could be remedied

Seperti depresi adalah sesuatu yang bisa disembuhkan

oleh salah satu isi yang dijumpai dalam sebuah kotak P3K.

by any of the contents found in a first-aid kit.

To this day, he is a stick of TNT lit from both ends,

Sampai hari ini, dia adalah sebatang dinamit yang menyala di kedua ujungnya,

could describe to you in detail the way the sky bends

dapat menggambarkan kepada kalian dengan rinci bagaimana langit melengkung

in the moment before it's about to fall,

sesaat sebelum akan runtuh,

and despite an army of friends who all call him an inspiration,

dan walaupun sepasukan teman yang menyebutnya sebagai sebuah inspirasi,

he remains a conversation piece between people who can't understand

ia tetap menjadi bagian dari percakapan di antara orang-orang yang tidak dapat mengerti

bahwa kadang-kadang bebas narkoba hanya sedikit berkaitan dengan kecanduan

sometimes being drug-free has less to do with addiction

and more to do with sanity.

dan lebih banyak berkaitan dengan kewarasan.

We weren't the only kids who grew up this way.

Kami bukan satu-satunya anak yang tumbuh seperti ini.

To this day, kids are still being called names.

Sampai hari ini, anak-anak masih dipanggil dengan nama ejekan.

Yang biasa adalah, “Hey bodoh,” “Hey ayan.”

The classics were "Hey, stupid," "Hey, spaz."

Tampaknya setiap sekolah punya gudang nama ejekan

Seems like every school has an arsenal of names

getting updated every year.

yang diperbaharui setiap tahun,

And if a kid breaks in a school and no one around chooses to hear,

dan bila seorang anak hancur di sekolah dan tidak seorang pun disekitarnya memilih untuk mendengar,

apakah mereka membuat suara?

do they make a sound?

Are they just background noise from a soundtrack stuck on repeat,

Bukankah mereka hanya suara latar belakang dari rekaman suara macet

when people say things like, "Kids can be cruel."

dalam pengulangan ketika orang berkata, “Anak-anak bisa menjadi kejam.”

Every school was a big top circus tent,

Setiap sekolah adalah tenda utama sirkus besar,

dan tatanan kekuasaan berpindah dari pemain akrobat ke penjinak singa,

and the pecking order went from acrobats to lion tamers,

from clowns to carnies, all of these miles ahead of who we were.

dari badut ke pemain karnaval, semua ini begitu jauh dari siapa kami sebenarnya.

Kami adalah orang-orang aneh – anak dengan capit lobster, wanita berjenggot,

We were freaks --

lobster-claw boys and bearded ladies,

oddities juggling depression and loneliness,

keganjilan memutar-mutar depresi dan kesepian,

playing solitaire, spin the bottle,

bermain soliter, memutar botol,

trying to kiss the wounded parts of ourselves and heal,

mencoba mencium bagian dari tubuh kami yang terluka agar sembuh,

but at night, while the others slept,

tapi pada malam hari, ketika yang lain tidur,

we kept walking the tightrope.

kami terus berjalan di atas tali.

Itu adalah latihan, dan ya, sebagian dari kami jatuh.

It was practice, and yes, some of us fell.

But I want to tell them that all of this

Tapi aku ingin mengatakan kepada mereka bahwa semua ini

is just debris

hanya puing-puing yang tertinggal ketika kami akhirnya memutuskan untuk menghancurkan

left over when we finally decide to smash all the things we thought we used to be,

segala hal yang kami pikir adalah kami sebelumnya,

and if you can't see anything beautiful about yourself,

dan kalau kalian tidak dapat melihat sesuatu yang indah tentang diri kalian,

get a better mirror, look a little closer, stare a little longer,

dapatkan cermin yang lebih baik, lihat lebih dekat, tatap lebih lama,

karena terdapat sesuatu di dalam yang membuat kalian terus mencoba

because there's something inside you that made you keep trying

walaupun orang-orang menyuruh kalian agar menyerah.

despite everyone who told you to quit.

Kalian membuat cetakan di sekeliling hati yang patah dan menandatanganinya sendiri.

You built a cast around your broken heart

and signed it yourself, "They were wrong."

Kau tandatangani, “Mereka salah.”

Because maybe you didn't belong to a group or a clique.

Karena mungkin kau tidak termasuk dalam sebuah kelompok atau klik.

Maybe they decided to pick you last for basketball or everything.

Mungkin mereka memutuskan untuk memilihmu terakhir untuk tim basket atau segalanya.

Maybe you used to bring bruises and broken teeth to show-and-tell, but never told,

Mungkin biasa kau bawa memar dan gigi patah ke acara “tunjukkan dan ceritakan,” tapi tiada pernah terceritakan,

because how can you hold your ground

karena bagaimana kau dapat mempertahankan posisi

if everyone around you wants to bury you beneath it?

kalau semua orang di sekelilingmu ingin menguburmu di bawahnya?

Kau harus yakin bahwa mereka salah.

You have to believe that they were wrong.

They have to be wrong.

Mereka pasti salah.

Why else would we still be here?

Kalau tidak kenapa kita masih berada di sini?

Kita tumbuh belajar menyemangati mereka yang tidak diunggulkan

We grew up learning to cheer on the underdog

because we see ourselves in them.

karena kita melihat diri kita di dalam mereka.

Kita berasal dari akar yang ditanam dalam keyakinan

We stem from a root planted in the belief

that we are not what we were called.

bahwa kita bukanlah apa panggilan kita.

We are not abandoned cars stalled out and sitting empty on some highway,

Kita bukanlah mobil mogok yang ditinggalkan

dan berdiam kosong di sebuah jalan raya,

and if in some way we are, don't worry.

dan bila dalam hal tertentu memang demikian, jangan khawatir.

Kita hanya keluar untuk berjalan dan mendapatkan bahan bakar.

We only got out to walk and get gas.

Kita adalah anggota yang lulus dari kelas Kami Berhasil,

We are graduating members from the class of We Made It,

not the faded echoes of voices crying out,

bukan gema yang melirih dari suara-suara yang berteriak,

"Names will never hurt me."

“Nama ejekan tidak akan pernah melukaiku.”

Of course they did.

Tentu mereka melukai.

But our lives will only ever always continue to be a balancing act

Tapi hidup kita hanya akan selalu

berlanjut menjadi aksi keseimbangan

that has less to do with pain

yang mempunyai sedikit hubungan dengan kepedihan

and more to do with beauty.

dan lebih banyak hubungan dengan keindahan.

(Applause)

(Tepuk tangan)