Daniel Goleman: Why arent we all Good Samaritans?

Translator: Taibah Istiqamah Reviewer: Winlesky Burham

You know, I'm struck by how one of the implicit themes of TED

Anda tahu, saya tersentak oleh bagaimana salah-satu dari tema-tema implisit TED

is compassion, these very moving demonstrations we've just seen:

adalah belas-kasih. Demonstrasi sangat menyentuh yang baru saja kita lihat ini:

HIV in Africa, President Clinton last night.

HIV di Afrika, Presiden Clinton tadi malam.

And I'd like to do a little collateral thinking, if you will,

Dan saya ingin melakukan sedikit berpikir tambahan, jika dikenankan,

about compassion and bring it from the global level to the personal.

tentang belas-kasih dan membawanya dari strata global ke strata personal.

I'm a psychologist, but rest assured,

Saya seorang psikolog, tapi yakinlah,

I will not bring it to the scrotal.

Saya tidak akan membawa pembahasan sampai ke buah zakar.

(Laughter)

(Penonton tertawa)

There was a very important study done a while ago

Ada satu studi yang sangat penting dilakukan beberapa waktu lalu

at Princeton Theological Seminary that speaks to why it is

di Seminari Teologis Princeton yang menyatakan tentang mengapa

that when all of us have so many opportunities to help,

ketika kita semua memiliki sangat banyak kesempatan menolong,

we do sometimes, and we don't other times.

terkadang kita lakukan, dan terkadang tidak di lain waktu.

A group of divinity students at the Princeton Theological Seminary

Sekelompok siswa ilmu keagamaan di Seminari Teologis Princeton

were told that they were going to give a practice sermon

diberitahu bahwa mereka akan memberikan praktek khotbah

and they were each given a sermon topic.

dan mereka masing-masing diberikan sebuah topik khotbah.

Half of those students were given, as a topic,

Setengah dari para siswa tersebut diberikan, sebagai topik,

the parable of the Good Samaritan:

cerita moral "Orang Samaria Yang Baik" (Lukas 10:25-37)

the man who stopped the stranger in --

orang yang menghentikan orang asing --

to help the stranger in need by the side of the road.

menolong orang asing yang membutuhkan pertolongan di pinggir jalan.

Half were given random Bible topics.

Setengahnya lagi diberikan topik acak dari Alkitab.

Then one by one, they were told they had to go to another building

Kemudian satu-satu, mereka diberitahu bahwa mereka harus pergi ke gedung lain

and give their sermon.

dan memberikan khotbah mereka.

As they went from the first building to the second,

Ketika mereka pergi dari bangunan pertama ke bangunan kedua,

each of them passed a man who was bent over and moaning,

masing-masing melewati seorang pria yang membungkuk dan mengerang,

clearly in need. The question is: Did they stop to help?

jelas butuh pertolongan. Pertanyaannya: Berhentikah mereka untuk menolong?

The more interesting question is:

Pertanyaan yang lebih menarik adalah:

Did it matter they were contemplating the parable

Berartikah dengan mereka merenungkan cerita moral

of the Good Samaritan? Answer: No, not at all.

"Orang Samaria Yang Baik"? Jawaban: Tidak, sama-sekali tidak.

What turned out to determine whether someone would stop

Apa yang ternyata menentukan apakah seseorang akan berhenti

and help a stranger in need

dan menolong orang asing yang membutuhkan

was how much of a hurry they thought they were in --

adalah seberapa tergesanya mereka pikir pada saat itu --

were they feeling they were late, or were they absorbed

apakah mereka merasa sudah terlambat, atau apakah mereka asyik dalam

in what they were going to talk about.

memikirkan apa yang akan mereka bicarakan.

And this is, I think, the predicament of our lives:

Dan ini, saya rasa, adalah situasi sulit dari hidup kita:

that we don't take every opportunity to help

bahwa kita tidak mengambil setiap kesempatan untuk menolong,

because our focus is in the wrong direction.

karena fokus kita berada di arah yang salah.

There's a new field in brain science, social neuroscience.

Ada satu bidang baru dalam ilmu otak, "social neuroscience".

This studies the circuitry in two people's brains

Ilmu ini mempelajari sirkuit dalam otak dua orang

that activates while they interact.

yang menjadi aktif ketika mereka berinteraksi.

And the new thinking about compassion from social neuroscience

Dan pemikiran baru tentang belas-kasih dari "social neuroscience"

is that our default wiring is to help.

adalah bahwa pengkabelan dasar kita adalah untuk menolong.

That is to say, if we attend to the other person,

Dalam pengertian, jika kita mengurus orang lain,

we automatically empathize, we automatically feel with them.

kita secara otomatis berempati, kita secara otomatis merasakan bersama mereka.

There are these newly identified neurons, mirror neurons,

Ada beberapa neuron yang baru diidentifikasi, "mirror neurons" (neuron cermin),

that act like a neuro Wi-Fi, activating in our brain

yang bekerja seperti Wi-Fi neuro, aktif dalam otak kita

exactly the areas activated in theirs. We feel "with" automatically.

tepat di area yang diaktifkan dalam otak mereka. Kita merasa 'bersama' secara otomatis.

And if that person is in need, if that person is suffering,

Dan jika orang itu membutuhkan pertolongan, jika orang itu berada dalam penderitaan,

we're automatically prepared to help. At least that's the argument.

kita secara otomatis siap untuk menolong. Setidaknya itulah argumennya.

But then the question is: Why don't we?

Tapi kemudian pertanyaannya adalah: Kenapa kita tidak?

And I think this speaks to a spectrum

Dan saya rasa ini menyatakan sebuah gambaran

that goes from complete self-absorption,

yang berangkat dari penyerapan diri total,

to noticing, to empathy and to compassion.

hingga sampai ke memperhatikan, berempati, dan berbelas-kasih.

And the simple fact is, if we are focused on ourselves,

Dan fakta sederhananya adalah, jika kita berfokus pada diri kita sendiri,

if we're preoccupied, as we so often are throughout the day,

jika kita sibuk, seperti seringkali terjadi sepanjang hari,

we don't really fully notice the other.

kita tidak benar-benar sepenuhnya memperhatikan orang lain.

And this difference between the self and the other focus

Dan perbedaan antara fokus diri sendiri dan fokus orang lain ini

can be very subtle.

bisa jadi sangat tipis.

I was doing my taxes the other day, and I got to the point

Saya sedang melakukan pajak saya hari yang lalu, dan saya sampai ke titik

where I was listing all of the donations I gave,

dimana saya sedang mendaftar semua donasi yang saya berikan

and I had an epiphany, it was -- I came to my check

dan saya mendapat sebuah pencerahan, itu tentang -- saya sampai ke cek saya

to the Seva Foundation and I noticed that I thought,

untuk Yayasan Seva dan saya menyadari bahwa saya pikir,

boy, my friend Larry Brilliant would really be happy

wah, teman saya Larry Brilliant akan sangat senang

that I gave money to Seva.

bahwa saya memberikan uang pada Seva.

Then I realized that what I was getting from giving

Kemudian saya menyadari bahwa apa yang saya peroleh dari memberi

was a narcissistic hit -- that I felt good about myself.

adalah sebuah pukulan narsisistik -- bahwa saya merasa baik atas diri saya.

Then I started to think about the people in the Himalayas

Kemudian saya mulai berpikir tentang orang-orang di Himalaya

whose cataracts would be helped, and I realized

yang kataraknya akan dibantu, dan saya menyadari

that I went from this kind of narcissistic self-focus

bahwa saya memulai dari semacam fokus diri yang narsisitik ini

to altruistic joy, to feeling good

berubah menjadi suka-cita altruistis, merasa senang

for the people that were being helped. I think that's a motivator.

bagi orang-orang yang ditolong. Saya pikir itu adalah sebuah motivator.

But this distinction between focusing on ourselves

Tapi perbedaan antara berfokus pada diri kita sendiri

and focusing on others

dan berfokus pada orang lain ini

is one that I encourage us all to pay attention to.

adalah satu hal yang saya anjurkan untuk kita semua perhatikan.

You can see it at a gross level in the world of dating.

Anda dapat melihatnya pada strata umum dalam dunia kencan.

I was at a sushi restaurant a while back

Saya berada di sebuah restoran sushi beberapa waktu lalu

and I overheard two women talking about the brother of one woman,

dan saya mendengar dua wanita sedang bicara tentang saudara lelaki salah satu dari wanita,

who was in the singles scene. And this woman says,

yang sedang melajang. Dan wanita ini berkata,

"My brother is having trouble getting dates,

"Saudara lelaki saya sedang kesulitan mendapatkan kencan,

so he's trying speed dating." I don't know if you know speed dating?

jadi dia mencoba kencan kilat." Saya tidak tahu apakah anda tahu kencan kilat?

Women sit at tables and men go from table to table,

Wanita duduk di meja dan pria pergi dari satu meja ke meja lainnya,

and there's a clock and a bell, and at five minutes, bingo,

dan ada sebuah jam dan sebuah bel, dan saat tepat lima menit, bingo,

the conversation ends and the woman can decide

percakapan berakhir dan sang wanita bisa memutuskan

whether to give her card or her email address to the man

apakah dia akan memberikan kartu namanya atau alamat emailnya kepada sang lelaki

for follow up. And this woman says,

untuk ditindak-lanjuti. Dan wanita ini berkata,

"My brother's never gotten a card, and I know exactly why.

"Saudara lelakiku tidak pernah dapat sebuah kartupun. Dan aku tahu persis kenapa.

The moment he sits down, he starts talking non-stop about himself;

Pada saat dia duduk, dia mulai bicara tanpa henti tentang dirinya,

he never asks about the woman."

dia tidak pernah bertanya tentang si wanita."

And I was doing some research in the Sunday Styles section

Dan saya sedang melakukan beberapa riset di seksi Sunday Styles

of The New York Times, looking at the back stories of marriages --

di koran New York Times, melihat cerita-cerita di balik perkawinan --

because they're very interesting -- and I came to the marriage

karena mereka sangat menarik -- dan saya tiba pada pernikahan

of Alice Charney Epstein. And she said

Alice Charney Epstein. Dan dia berkata

that when she was in the dating scene,

bahwa saat dia sedang berpacaran,

she had a simple test she put people to.

dia memiliki sebuah tes sederhana untuk orang-orang.

The test was: from the moment they got together,

Tes tersebut adalah: dari saat pertama mereka bersama-sama,

how long it would take the guy to ask her a question

berapa lama yang diperlukan lelaki tersebut untuk menanyainya sebuah pertanyaan

with the word "you" in it.

dengan kata 'kamu' di dalamnya.

And apparently Epstein aced the test, therefore the article.

Dan rupanya Epstein lulus tes, maka dari itu, artikel tersebut ada.

(Laughter)

(Penonton tertawa)

Now this is a -- it's a little test

Sekarang ini adalah -- ini sebuah tes kecil

I encourage you to try out at a party.

Saya mendorong anda untuk mencobanya di sebuah pesta.

Here at TED there are great opportunities.

Di sini di TED ada kesempatan luar biasa.

The Harvard Business Review recently had an article called

The Harvard Business Review baru-baru ini memiliki sebuah artikel yang berjudul

"The Human Moment," about how to make real contact

"Momen Manusia", tentang bagaimana membuat kontak sebenarnya

with a person at work. And they said, well,

dengan seseorang di tempat kerja. Dan mereka berkata, begini,

the fundamental thing you have to do is turn off your BlackBerry,

hal mendasar yang harus anda lakukan adalah mematikan BlackBerry anda,

close your laptop, end your daydream

menutup laptop anda, mengakhiri lamunan anda

and pay full attention to the person.

dan memberikan perhatian penuh pada orang tersebut.

There is a newly coined word in the English language

Ada satu kata dalam bahasa Inggris yang baru-baru ini diciptakan.

for the moment when the person we're with whips out their BlackBerry

pada saat ketika orang yang bersama kita mengeluarkan Blackberry mereka

or answers that cell phone, and all of a sudden we don't exist.

atau menjawab handphone itu, dan tiba-tiba kita tidak ada.

The word is "pizzled": it's a combination of puzzled and pissed off.

Kata barunya adalah "pizzled" (bisal): kombinasi dari 'puzzled' (bingung) dan 'pissed off' (kesal).

(Laughter)

(Penonton tertawa)

I think it's quite apt. It's our empathy, it's our tuning in

Saya pikir kata tersebut cukup tepat. Empati kitalah, kemampuan menyelaraskan kitalah

which separates us from Machiavellians or sociopaths.

yang memisahkan kita dari kaum Machiavelli atau kaum sosiopat.

I have a brother-in-law who's an expert on horror and terror --

Saya memiliki seorang ipar yang ahli dalam horor dan teror --

he wrote the Annotated Dracula, the Essential Frankenstein --

dia menulis "Ikhtisar Drakula", "Intisari Frankenstein" --

he was trained as a Chaucer scholar,

Dia terlatih sebagai sarjana sastra Inggris,

but he was born in Transylvania

tapi dia lahir di Transylvania (yang dipercaya sebagai tanah Drakula)

and I think it affected him a little bit.

dan menurut saya hal ini sedikit mempengaruhinya.

At any rate, at one point my brother-in-law, Leonard,

Bagaimanapun, pada satu titik ipar saya, Leonard,

decided to write a book about a serial killer.

memutuskan untuk menulis sebuah buku tentang seorang pembunuh berantai.

This is a man who terrorized the very vicinity we're in

Ini adalah seorang pria yang meneror daerah sekitar tempat kami tinggal

many years ago. He was known as the Santa Cruz strangler.

bertahun-tahun yang lalu. Dia dikenal sebagai pencekik Santa Cruz.

And before he was arrested, he had murdered his grandparents,

Dan sebelum dia ditangkap, dia telah membunuh kakek-neneknya,

his mother and five co-eds at UC Santa Cruz.

ibunya dan lima mahasiswa di UC Santa Cruz.

So my brother-in-law goes to interview this killer

Jadi ipar saya pergi untuk mewawancarai pembunuh ini

and he realizes when he meets him

dan dia menyadari ketika dia menemui si pembunuh berantai

that this guy is absolutely terrifying.

bahwa orang ini benar-benar mengerikan.

For one thing, he's almost seven feet tall.

Untuk satu hal, dia hampir 7 kaki tingginya (hampir 2.1 meter)

But that's not the most terrifying thing about him.

Tapi hal itu bukan yang paling mengerikan tentangnya.

The scariest thing is that his IQ is 160: a certified genius.

Yang paling menakutkan adalah bahwa IQnya 160: sah seorang jenius.

But there is zero correlation between IQ and emotional empathy,

Tapi sama-sekali tidak ada korelasi antara IQ dan empati emosional,

feeling with the other person.

perasaan dengan orang yang lain.

They're controlled by different parts of the brain.

Mereka dikontrol oleh bagian-bagian berbeda dari otak.

So at one point, my brother-in-law gets up the courage

Jadi pada satu titik, ipar saya mengumpulkan keberanian

to ask the one question he really wants to know the answer to,

untuk menanyakan satu pertanyaan yang sangat ingin dia ketahui jawabannya.

and that is: how could you have done it?

Dan itu adalah: Bagaimana anda dapat melakukannya?

Didn't you feel any pity for your victims?

Tidakkah anda sedikitpun merasa kasihan pada korban-korban anda?

These were very intimate murders -- he strangled his victims.

Ini adalah pembunuhan-pembunuhan yang sangat intim -- dia mencekik korban-korbannya.

And the strangler says very matter-of-factly,

Dan si pencekik bahkan mengatakan,

"Oh no. If I'd felt the distress, I could not have done it.

"Oh tidak. Jika saya merasakan penderitaannya, saya tidak akan bisa melakukannya.

I had to turn that part of me off. I had to turn that part of me off."

Saya harus mematikan bagian itu dari diri saya. Saya harus mematikan bagian itu dari diri saya."

And I think that that is very troubling,

Dan saya rasa bahwa hal itu sangat mengganggu.

and in a sense, I've been reflecting on turning that part of us off.

Dan dalam pengertian, saya telah mengekspresikan tindakan mematikan bagian diri kita itu.

When we focus on ourselves in any activity,

Ketika kita fokus pada diri kita sendiri dalam aktifitas apapun,

we do turn that part of ourselves off if there's another person.

kita memang mematikan bagian diri kita itu jika ada orang lain.

Think about going shopping and think about the possibilities

Pikir tentang pergi berbelanja dan pikir tentang kemungkinan-kemungkinan

of a compassionate consumerism.

dari sebuah konsumerisme belas-kasih.

Right now, as Bill McDonough has pointed out,

Saat ini, seperti yang Bill McDonough telah tunjukkan,

the objects that we buy and use have hidden consequences.

objek-objek yang kita beli dan gunakan mempunyai konsekuensi tersembunyi.

We're all unwitting victims of a collective blind spot.

Kita semua adalah korban-korban tanpa disengaja dari sebuah titik buta kolektif.

We don't notice and don't notice that we don't notice

Kita tidak menyadari dan tidak menyadari bahwa kita tidak menyadari

the toxic molecules emitted by a carpet or by the fabric on the seats.

molekul-molekul racun yang dikeluarkan oleh karpet atau oleh bahan kain di kursi.

Or we don't know if that fabric is a technological

Atau kita tidak tahu apakah bahan kain tersebut adalah nutrien teknologi

or manufacturing nutrient; it can be reused

atau nutrien manufaktur; dia dapat digunakan kembali

or does it just end up at landfill? In other words,

atau dia hanya akan berakhir di TPA sampah? Dengan kata lain,

we're oblivious to the ecological and public health

kita buta akan kesehatan ekologi dan kesehatan publik

and social and economic justice consequences

dan keadilan sosial dan ekonomi

of the things we buy and use.

konsekuensi atas barang-barang yang kita beli dan gunakan.

In a sense, the room itself is the elephant in the room,

dalam pengertian, sebuah masalah nyata yang terabaikan,

but we don't see it. And we've become victims

tapi kita tidak melihatnya. Dan kita telah menjadi korban

of a system that points us elsewhere. Consider this.

dari sebuah sistem yang mengarahkan kita ke arah lain. Pertimbangkan ini.

There's a wonderful book called

Ada sebuah buku bagus yang berjudul

Stuff: The Hidden Life of Everyday Objects.

Barang: Kehidupan Tersembunyi Objek-objek Sehari-hari.

And it talks about the back story of something like a t-shirt.

Dan buku ini membicarakan tentang cerita di balik suatu barang, seperti sebuah t-shirt

And it talks about where the cotton was grown

Dan buku ini membicarakan tentang tempat dimana kapas (bahan t-shirt) tersebut tumbuh.

and the fertilizers that were used and the consequences

dan pupuk-pupuk yang digunakan dan konsekuensi-konsekuensi

for soil of that fertilizer. And it mentions, for instance,

pupuk tersebut terhadap tanah. Dan buku ini menyinggung, misalnya,

that cotton is very resistant to textile dye;

bahwa kapas sangat tahan terhadap pewarna tekstil;

about 60 percent washes off into wastewater.

sekitar 60% pewarna kapas tercuci-lepas menjadi air limbah.

And it's well known by epidemiologists that kids

Dan hal ini terkenal di kalangan epidemiolog bahwa anak-anak

who live near textile works tend to have high rates of leukemia.

yang tinggal di dekat pabrik-pabrik tekstil cenderung untuk memiliki angka leukimia yang tinggi.

There's a company, Bennett and Company, that supplies Polo.com,

Ada sebuah perusahaan, Bennet and Company, yang memasok Polo.com,

Victoria's Secret -- they, because of their CEO, who's aware of this,

Victoria's Secret -- mereka, karena CEOnya, yang sadar akan hal ini,

in China formed a joint venture with their dye works

di Cina membentuk sebuah badan usaha bersama dengan pabrik-pabrik pewarna mereka

to make sure that the wastewater

untuk menjamin bahwa air limbah mereka

would be properly taken care of before it returned to the groundwater.

akan diurus secara benar sebelum air tersebut dikembalikan ke air tanah.

Right now, we don't have the option to choose the virtuous t-shirt

Saat ini, kita tidak punya pilihan untuk memilih t-shirt yang "baik"

over the non-virtuous one. So what would it take to do that?

diatas t-shirt yang "tidak baik". Jadi apa yang diperlukan untuk memungkinkan hal itu?

Well, I've been thinking. For one thing,

Begini, saya telah berpikir. Untuk satu hal,

there's a new electronic tagging technology that allows any store

ada sebuah teknologi baru pelabelan elektronik yang memungkinkan toko manapun

to know the entire history of any item on the shelves in that store.

untuk mengetahui seluruh sejarah dari barang apapun yang berada di rak-rak toko tersebut.

You can track it back to the factory. Once you can track it

Anda dapat melacaknya sampai ke pabrik pembuat. Sekali anda dapat melacaknya

back to the factory, you can look at the manufacturing processes

kembali ke pabrik pembuat, anda dapat melihat proses-proses pembuatan

that were used to make it, and if it's virtuous,

yang digunakan untuk membuat barang tersebut, dan jika barang tersebut "baik"

you can label it that way. Or if it's not so virtuous,

anda dapat menandai barang tersebut "baik" atau jika barang tersebut "tidak baik",

you can go into -- today, go into any store,

anda dapat masuk kedalam -- sekarang ini, kedalam toko manapun,

put your scanner on a palm onto a barcode,

arahkan scanner di tangan anda ke sebuah barcode

which will take you to a website.

yang mana akan membawa anda ke sebuah website.

They have it for people with allergies to peanuts.

Mereka menyediakan ini untuk orang-orang yang alergi terhadap kacang.

That website could tell you things about that object.

Website itu bisa memberitahu anda hal-hal tentang objek tersebut.

In other words, at point of purchase,

Dengan kata lain, pada saat pembelian,

we might be able to make a compassionate choice.

kita mungkin dapat membuat sebuah pilihan yang berbelas-kasih.

There's a saying in the world of information science:

Ada satu pepatah dalam dunia ilmu informasi:

ultimately everybody will know everything.

pada akhirnya semua orang akan tahu segalanya.

And the question is: will it make a difference?

Dan pertanyaannya adalah: Akankah itu membuat perubahan?

Some time ago when I was working for The New York Times,

Beberapa waktu yang lalu ketika saya masih bekerja untuk New York Times,

it was in the '80s, I did an article

waktu itu tahun '80an, saya menggarap sebuah artikel

on what was then a new problem in New York --

tentang apa yang pada saat itu merupakan masalah baru di New York --

it was homeless people on the streets.

tentang tunawisma di jalanan.

And I spent a couple of weeks going around with a social work agency

Dan saya habiskan beberapa minggu berkeliling dengan sebuah agensi darma sosial

that ministered to the homeless. And I realized seeing the homeless

yang melayani para tunawisma. Dan saya menyadari ketika melihat para tunawisma

through their eyes that almost all of them were psychiatric patients

melalui mata mereka bahwa hampir semua dari mereka adalah pasien kejiwaan

that had nowhere to go. They had a diagnosis. It made me --

yang tidak punya tempat singgah. Mereka mempunyai sebuah diagnosa. Membuat saya --

what it did was to shake me out of the urban trance where,

diagnosa itu membuat saya tergoncang keluar dari hipnotis perkotaan dimana,

when we see, when we're passing someone who's homeless

ketika kita melihat, ketika kita melewati seseorang yang adalah seorang tunawisma

in the periphery of our vision, it stays on the periphery.

di batas luar pandangan kita, objek itu tetap berada di batas luar pandangan kita.

We don't notice and therefore we don't act.

Kita tidak memperhatikan dan karenanya kita tidak bertindak.

One day soon after that -- it was a Friday -- at the end of the day,

satu hari segera setelah itu -- waktu itu hari Jum'at -- di akhir hari,

I went down -- I was going down to the subway. It was rush hour

Saya ke bawah --ke stasiun bawah tanah. Waktu itu sedang jam sibuk

and thousands of people were streaming down the stairs.

dan ribuan orang mengalir menuruni tangga.

And all of a sudden as I was going down the stairs

Dan tiba-tiba saat saya sedang menuruni tangga

I noticed that there was a man slumped to the side,

saya memperhatikan ada seorang lelaki tersungkur ke samping,

shirtless, not moving, and people were just stepping over him --

tanpa baju, tidak bergerak, dan orang-orang cuma melangkahinya --

hundreds and hundreds of people.

ratusan dan ratusan orang.

And because my urban trance had been somehow weakened,

Dan karena hipnotis perkotaan saya telah, entah bagaimana, melemah,

I found myself stopping to find out what was wrong.

Saya menemukan diri saya berhenti untuk mencari tahu apa yang salah.

The moment I stopped, half a dozen other people

Di saat saya berhenti, setengah lusin orang lain

immediately ringed the same guy.

seketika mengelilingi pria tersebut.

And we found out that he was Hispanic, he didn't speak any English,

dan kami menemukan bahwa dia adalah orang Hispanik, dia tidak bicara bahasa Inggris,

he had no money, he'd been wandering the streets for days, starving,

dia tidak punya uang, dia telah menyusur jalanan selama berhari-hari, kelaparan,

and he'd fainted from hunger.

dan dia pingsan karena rasa lapar.

Immediately someone went to get orange juice,

Serta-merta seseorang pergi mengambilkan jus jeruk,

someone brought a hotdog, someone brought a subway cop.

seseorang membawakan sebuah hotdog, seseorang membawa seorang polisi subway.

This guy was back on his feet immediately.

Orang ini segera dapat berdiri sendiri lagi.

But all it took was that simple act of noticing,

Tapi yang diperlukan hanya perilaku memperhatikan yang sederhana itu.

and so I'm optimistic.

Dan karenanya saya optimis.

Thank you very much.

Terima-kasih banyak.

(Applause)

(Suara tepuk tangan)