Joan Halifax: Compassion and the true meaning of empathy

Translator: Antonius Yudi Sendjaja Reviewer: Ade Indarta

I want to address the issue of compassion.

Saya ingin membahas tentang kasih sayang.

Compassion has many faces.

Kasih sayang memiliki banyak wajah.

Some of them are fierce; some of them are wrathful;

Sebagian ganas, sebagian lagi penuh amarah,

some of them are tender; some of them are wise.

sebagian lainnya lembut, dan sebagian bijaksana.

A line that the Dalai Lama once said,

Sebuah kutipan yang pernah dikatakan Dalai Lama,

he said, "Love and compassion are necessities.

"Cinta dan kasih sayang adalah kebutuhan pokok,

They are not luxuries.

bukan barang mewah.

Without them,

Tanpa keduanya,

humanity cannot survive."

umat manusia tidak akan dapat bertahan."

And I would suggest,

Dan saya ingin mengatakan,

it is not only humanity that won't survive,

bukan hanya manusia yang tidak dapat bertahan,

but it is all species on the planet,

namun semua spesies di planet ini,

as we've heard today.

seperti yang kita telah dengar hari ini.

It is the big cats,

Si kucing besar,

and it's the plankton.

dan si plankton.

Two weeks ago, I was in Bangalore in India.

Dua minggu yang lalu, saya berada di Bangalore, India.

I was so privileged

Saya sangat beruntung

to be able to teach in a hospice

dapat mengajar di sebuah rumah sakit khusus

on the outskirts of Bangalore.

di pinggiran kota Bangalore.

And early in the morning,

Dan pagi-pagi sekali,

I went into the ward.

saya pergi ke bangsal rumah sakit itu.

In that hospice,

Di sana,

there were 31 men and women

ada 31 pria dan wanita

who were actively dying.

yang sedang menunggu ajal.

And I walked up to the bedside

Saya berjalan ke samping tempat tidur

of an old woman

seorang wanita tua

who was breathing very rapidly, fragile,

yang bernafas sangat cepat, tampak rapuh,

obviously in the latter phase

dan tampak jelas sudah berada

of active dying.

di ambang kematian.

I looked into her face.

Saya melihat wajahnya.

I looked into the face

Saya melihat wajah

of her son sitting next to her,

putranya yang duduk di sebelahnya,

and his face was just riven

dan wajahnya terbelah

with grief and confusion.

antara kesedihan dan kekalutan.

And I remembered

Dan saya ingat akan

a line from the Mahabharata,

salah satu baris dari kisah Mahabharata,

the great Indian epic:

kisah epos luar biasa dari India:

"What is the most wondrous thing in the world, Yudhisthira?"

"Apa hal yang paling mengagumkan di dunia ini, Yudhisthira?"

And Yudhisthira replied,

Dan Yudhisthira menjawab,

"The most wondrous thing in the world

"Yang paling mengagumkan di dunia ini

is that all around us

adalah di sekitar kita

people can be dying

mungkin ada orang sekarat

and we don't realize

dan kita tidak menyadari

it can happen to us."

bahwa itu dapat terjadi pada kita."

I looked up.

Saya menengadah.

Tending those 31 dying people

Yang merawat 31 orang sekarat itu

were young women

adalah para wanita muda

from villages around Bangalore.

dari pedesaan di sekitar Bangalore.

I looked into the face of one of these women,

Saya melihat wajah salah satu wanita ini,

and I saw in her face

dan saya melihat di wajahnya

the strength that arises

kekuatan yang muncul

when natural compassion is really present.

saat kasih sayang yang alami benar-benar hadir.

I watched her hands

Saya mengamati tangannya

as she bathed an old man.

saat dia memandikan seorang pria tua.

My gaze went to another young woman

Pandangan saya beralih ke wanita muda lainnya

as she wiped the face

saat dia menyeka wajah

of another dying person.

orang sekarat yang lain.

And it reminded me

Itu mengingatkan saya

of something that I had just been present for.

pada sesuatu yang menjadi tujuan saya.

Every year or so,

Setiap tahunnya

I have the privilege of taking clinicians

saya mendapat kehormatan untuk menjalankan beberapa misi

into the Himalayas and the Tibetan Plateau.

ke Himalaya dan Dataran Tinggi Tibet.

And we run clinics

Kami mengelola klinik

in these very remote regions

di tempat yang sangat terpencil ini

where there's no medical care whatsoever.

di mana tidak ada layanan medis apapun.

And on the first day at Simikot in Humla,

Dan pada hari pertama saya di Simikot di Humla,

far west of Nepal,

di ujung barat Nepal,

the most impoverished region of Nepal,

daerah yang paling miskin di Nepal,

an old man came in

seorang pria tua masuk

clutching a bundle of rags.

memegang buntelah kain

And he walked in, and somebody said something to him,

Saat dia masuk, seseorang mencoba berbicara dengannya,

we realized he was deaf,

akhirnya kami menyadari bahwa dia tuli,

and we looked into the rags,

dan kami melihat ke kain itu,

and there was this pair of eyes.

di sana ada sepasang mata.

The rags were unwrapped

Kain itu dibuka

from a little girl

dari seorang gadis kecil

whose body was massively burned.

yang tubuhnya hangus terbakar.

Again,

Lagi,

the eyes and hands

mata dan tangan

of Avalokiteshvara.

Avalokiteshvara.

It was the young women, the health aids,

Wanita muda inilah, sang penolong,

who cleaned the wounds of this baby

yang membersihkan luka bayi ini

and dressed the wounds.

dan membalut lukanya.

I know those hands and eyes;

Saya tahu tangan dan mata itu;

they touched me as well.

mereka juga menyentuh saya.

They touched me at that time.

Mereka menyentuh saya setiap saat.

They have touched me throughout my 68 years.

Mereka telah menyentuh saya selama 68 tahun hidup saya.

They touched me when I was four

Mereka menyentuh saya waktu saya kehilangan penglihatan

and I lost my eyesight

di usia 4 tahun

and was partially paralyzed.

dan menjadi lumpuh sebagian.

And my family brought in

Dan keluarga saya membawa

a woman whose mother had been a slave

seorang wanita yang ibunya pernah menjadi budak

to take care of me.

untuk merawat saya.

And that woman

Dan wanita itu

did not have sentimental compassion.

tidak memiliki kasih sayang sentimental.

She had phenomenal strength.

Dia memiliki kekuatan luar biasa.

And it was really her strength, I believe,

Dan saya percaya, kekuatan itulah

that became the kind of mudra and imprimatur

yang menjadi semacam "mudur" dan prematur

that has been a guiding light in my life.

yang menjadi cahaya penuntun hidup saya.

So we can ask:

Jadi kita dapat bertanya:

What is compassion comprised of?

Apa kandungan kasih sayang itu?

And there are various facets.

Ada beberapa aspek.

And there's referential and non-referential compassion.

Ada kasih sayang yang memiliki acuan dan ada yang tidak.

But first, compassion is comprised

Namun pertama-tama, kasih sayang terdiri

of that capacity

dari kemampuan

to see clearly

untuk melihat dengan jelas

into the nature of suffering.

ke dalam sifat dasar penderitaan --

It is that ability

Yaitu kemampuan

to really stand strong

untuk tetap berdiri tegak

and to recognize also

dan juga menyadari

that I'm not separate from this suffering.

bahwa saya juga tidak terpisahkan dari penderitaan itu.

But that is not enough,

Namun itu saja belum cukup

because compassion,

karena kasih sayang

which activates the motor cortex,

yang mengaktifkan korteks motor,

means that we aspire,

berarti bahwa kita menginginkannya,

we actually aspire to transform suffering.

kita benar-benar ingin mengubah penderitaan itu.

And if we're so blessed,

Dan jika kita cukup diberkati,

we engage in activities

kita terlibat pada kegiatan

that transform suffering.

yang mengubah penderitaan itu.

But compassion has another component,

Namun kasih sayang memiliki komponen yang lain,

and that component is really essential.

dan komponen itu benar-benar penting.

That component

Komponen itu

is that we cannot be attached to outcome.

adalah kita tidak dapat terikat pada hasil.

Now I worked with dying people

Saya bekerja untuk orang-orang yang sekarat

for over 40 years.

selama 40 tahun lebih.

I had the privilege of working on death row

Saya mendapat kehormatan bekerja di penjara bagi terpidana mati

in a maximum security [prison] for six years.

dengan keamanan sangat tinggi selama enam tahun.

And I realized so clearly

Dan saya menyadari dengan jelas

in bringing my own life experience,

dalam membawa pengalaman hidup saya,

from working with dying people

bekerja bersama orang-orang sekarat

and training caregivers,

dan melatih para perawat,

that any attachment to outcome

bahwa keterikatan apapun pada hasil

would distort deeply

akan sangat mengganggu

my own capacity to be fully present

kemampuan saya sendiri untuk sepenuhnya hadir

to the whole catastrophe.

pada kemalangan itu seutuhnya.

And when I worked in the prison system,

Saat saya bekerja di penjara,

it was so clear to me, this:

tampak sangat jelas bagi saya:

that many of us

bahwa banyak dari kita

in this room,

di ruangan ini

and almost all of the men that I worked with on death row,

dan hampir semua orang yang bekerja dengan saya di penjara itu

the seeds of their own compassion had never been watered.

benih kasih sayang mereka tidak pernah disiram.

That compassion is actually

Kasih sayang itu sebenarnya

an inherent human quality.

adalah kualitas bawaan manusia.

It is there within every human being.

Kasih sayang itu ada di setiap manusia.

But the conditions

Namun kondisi

for compassion to be activated,

agar kasih sayang itu dapat aktif,

to be aroused,

dapat bangkit,

are particular conditions.

adalah kondisi yang khusus.

I had that condition, to a certain extent,

Sampai titik tertentu, saya mendapat kondisi itu

from my own childhood illness.

dari penyakit di masa kanak-kanak saya.

Eve Ensler, whom you'll hear later,

Eve Ensler, yang nanti akan Anda dengar,

has had that condition activated

telah memiliki kondisi seperti itu

amazingly in her

secara luar biasa

through the various waters of suffering

melalui berbagai siraman penderitaan

that she has been through.

yang telah dia lalui.

And what is fascinating

Dan hal yang menarik

is that compassion has enemies,

adalah kasih sayang memiliki musuh,

and those enemies are things like pity,

dan musuh itu adalah hal-hal seperti rasa iba,

moral outrage,

kemarahan moral,

fear.

rasa takut.

And you know, we have a society, a world,

Kita memiliki sebuah masyarakat, sebuah dunia

that is paralyzed by fear.

yang dilumpuhkan oleh rasa takut.

And in that paralysis, of course,

Dan sudah pasti dalam kelumpuhan itu,

our capacity for compassion

kemampuan kasih sayang kita

is also paralyzed.

juga menjadi lumpuh.

The very word terror

Teror kata-kata itu

is global.

mengglobal.

The very feeling of terror is global.

Teror perasaan itu mengglobal.

So our work, in a certain way,

Jadi tugas kita, dalam hal tertentu

is to address this imago,

adalah mengatasi watak ini,

this kind of archetype

pola dasar semacam ini

that has pervaded the psyche

yang telah merembet ke dalam hati

of our entire globe.

seluruh dunia kita.

Now we know from neuroscience

Kini kita tahu dari ilmu syaraf

that compassion has

bahwa kasih sayang

some very extraordinary qualities.

memiliki beberapa kualitas luar biasa.

For example:

Sebagai contoh:

A person who is cultivating compassion,

Seseorang yang menumbuhkan kasih sayang

when they are in the presence of suffering,

saat berada di tengah penderitaan,

they feel that suffering a lot more

akan jauh lebih merasakan penderitaan itu

than many other people do.

daripada kebanyakan orang lain.

However,

Namun,

they return to baseline a lot sooner.

mereka kembali ke titik awal jauh lebih cepat.

This is called resilience.

Inilah yang disebut ketahanan.

Many of us think that compassion drains us,

Banyak dari kita berpikir bahwa kasih sayang menguras kita,

but I promise you

namun saya janji

it is something that truly enlivens us.

ini adalah sesuatu yang mencerahkan kita.

Another thing about compassion

Hal yang lain tentang kasih sayang

is that it really enhances what's called neural integration.

adalah ini benar-benar meningkatkan integrasi syaraf.

It hooks up all parts of the brain.

Dan mengaitkan semua bagian otak.

Another, which has been discovered

Hal lain, yang telah ditemukan

by various researchers

oleh berbagai peneliti

at Emory and at Davis and so on,

di Emory dan Davis dan lainnya,

is that compassion enhances our immune system.

adalah kasih sayang meningkatkan sistem kekebalan tubuh kita.

Hey,

Hei,

we live in a very noxious world.

Kita hidup di dunia yang sangat beracun.

(Laughter)

(Suara tawa)

Most of us are shrinking

Kebanyakan dari kita tenggelam

in the face of psycho-social and physical poisons,

dalam menghadapi racun fisik dan psikologis,

of the toxins of our world.

dari racun dunia kita.

But compassion, the generation of compassion,

Namun kasih sayang, produksi kasih sayang,

actually mobilizes

sebenarnya mengerahkan

our immunity.

kekebalan kita.

You know, if compassion is so good for us,

Anda tahu, jika kasih sayang itu sangat baik bagi kita,

I have a question.

saya punya pertanyaan.

Why don't we train our children

Mengapa kita tidak mendidik anak-anak kita

in compassion?

dengan kasih sayang?

(Applause)

(Tepuk tangan)

If compassion is so good for us,

Jika kasih sayang sangat baik bagi kita

why don't we train our health care providers in compassion

mengapa kita tidak melatih penyedia layanan kesehatan dengan kasih sayang

so that they can do what they're supposed to do,

sehingga mereka dapat melakukan apa yang seharusnya

which is to really transform suffering?

yaitu benar-benar mengubah penderitaan?

And if compassion is so good for us,

Dan jika kasih sayang sangat baik bagi kita,

why don't we vote on compassion?

mengapa kita tidak memilih kasih sayang?

Why don't we vote for people in our government

Mengapa kita tidak memilih orang-orang di pemerintahan

based on compassion,

berdasarkan kasih sayang?

so that we can have

Sehingga kita dapat memiliki

a more caring world?

dunia yang lebih peduli.

In Buddhism,

Dalam Agama Budha,

we say, "it takes a strong back and a soft front."

ada ungkapan, "perlu bagian belakang yang kuat dan bagian depan yang lembut."

It takes tremendous strength of the back

Kita memerlukan punggung yang sangat kuat

to uphold yourself in the midst of conditions.

untuk menegakkan tubuh kita di tengah kondisi-kondisi ini.

And that is the mental quality of equanimity.

Dan itu adalah kualitas mental dari ketenangan.

But it also takes a soft front --

Namun juga diperlukan bagian depan yang lembut --

the capacity to really be open to the world as it is,

kemampuan untuk benar-benar terbuka kepada dunia,

to have an undefended heart.

agar memiliki hati yang terbuka.

And the archetype of this in Buddhism

Dan teladan seperti ini dalam Agama Budha

is Avalokiteshvara, Kuan-Yin.

adalah Avalokiteshvara, Kuan-Yin.

It's a female archetype:

Seorang teladan wanita:

she who perceives

dia yang merasakan

the cries of suffering in the world.

tangisan penderitaan di dunia.

She stands with 10,000 arms,

Dia berdiri dengan 10.000 tangan,

and in every hand,

dan di setiap tangannya,

there is an instrument of liberation,

ada alat untuk membebaskan,

and in the palm of every hand, there are eyes,

dan pada setiap telapak tangannya, ada mata,

and these are the eyes of wisdom.

mata kebijaksanaan.

I say that, for thousands of years,

Selama ribuan tahun

women have lived,

para wanita telah hidup

exemplified, met in intimacy,

berdasarkan, sangat dekat

the archetype of Avalokitesvara,

dengan teladan Avalokitesvara,

of Kuan-Yin,

dari Kuan-Yin.

she who perceives

dia yang merasakan

the cries of suffering in the world.

tangisan penderitaan di dunia ini.

Women have manifested for thousands of years

Selama ribuan tahun para wanita telah merasakan

the strength arising from compassion

kekuatan yang bangkit dari kasih sayang

in an unfiltered, unmediated way

tanpa penyaringan, tanpa perantara

in perceiving suffering

dalam merasakan penderitaan

as it is.

apa adanya.

They have infused societies with kindness,

Mereka telah mengalirkan kebaikan kepada masyarakat,

and we have really felt that

dan kita benar-benar telah merasakan hal itu

as woman after woman

saat wanita demi wanita

has stood on this stage

berdiri di panggung ini

in the past day and a half.

selama satu setengah hari terakhir.

And they have actualized compassion

Dan mereka telah mewujudkan kasih sayang

through direct action.

melalui tindakan nyata.

Jody Williams called it:

Jody Williams berkata:

It's good to meditate.

Meditasi sangat baik.

I'm sorry, you've got to do a little bit of that, Jody.

Maaf, kau harus menguranginya, Jody.

Step back, give your mother a break, okay.

Gantian, beri kesempatan buat ibumu.

(Laughter)

(Suara tawa)

But the other side of the equation

Namun di sisi lain

is you've got to come out of your cave.

Anda harus keluar dari gua itu.

You have to come into the world

Anda harus pergi ke dunia

like Asanga did,

seperti yang dilakukan Asanga,

who was looking to realize Maitreya Buddha

yang ingin mewujudkan Budha Maitreya

after 12 years sitting in the cave.

setelah 12 tahun berdiam di dalam gua.

He said, "I'm out of here."

Dia berkata, "Saya akan keluar dari sini."

He's going down the path.

Dia menyusuri jalan itu.

He sees something in the path.

Dia melihat sesuatu di jalan.

He looks, it's a dog, he drops to his knees.

Dia melihat seekor anjing dan berlutut.

He sees that the dog has this big wound on its leg.

Dia melihat anjing itu terluka parah di kakinya.

The wound is just filled with maggots.

Luka itu dipenuhi belatung.

He puts out his tongue

Dia menggunakan lidahnya

in order to remove the maggots,

untuk menyingkirkan belatung itu

so as not to harm them.

agar tidak menyakitinya.

And at that moment,

Dan pada saat itu,

the dog transformed

anjing itu berubah

into the Buddha of love and kindness.

menjadi Budha kebaikan dan kasih sayang.

I believe

Saya percaya

that women and girls today

bahwa para wanita pada masa kini

have to partner in a powerful way with men --

harus bekerja sama dengan pria dengan cara tepat --

with their fathers,

dengan ayah mereka,

with their sons, with their brothers,

dengan putra mereka, dengan saudara laki-laki mereka,

with the plumbers, the road builders,

dengan para tukang pipa, pembangun jalanan,

the caregivers, the doctors, the lawyers,

para perawat, para dokter, para pengacara,

with our president,

dengan presiden kita,

and with all beings.

dan dengan semua makhluk hidup.

The women in this room

Para wanita di ruangan ini

are lotuses in a sea of fire.

adalah teratai di tengah lautan api.

May we actualize that capacity

Semoga kita dapat mewujudkan kemampuan itu

for women everywhere.

bagi wanita di mana saja.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)