Is it normal to talk to yourself?

Translator: Salma Chaerani Reviewer: Reno Kanti Riananda

As your morning alarm blares, you mutter to yourself,

Saat alarm pagimu berbunyi, kau bergumam sendiri,

“Why did I set it so early?”

“Kenapa aku atur sepagi ini?”

While brushing your teeth, you think,

Saat menyikat gigi, kau berpikir,

“I need a haircut... unless?”

“Aku perlu potong rambut... setidaknya?”

Rushing out the front door, you reach for your keys

Buru-buru keluar pintu depan, kau mencari kuncinya

and realize they’re not there.

dan menyadarinya tak ada.

Frustrated you shout, “I can’t do anything right!”

Karena kesal kau berteriak, “Apa-apa selalu tidak benar!”

just in time to notice your neighbor.

tepat saat menyadari ada tetangga.

Being caught talking to yourself can feel embarrassing,

Tepergok bicara sendiri bisa terasa memalukan

and some people even stigmatize this behavior as a sign of mental instability.

dan sebagian bahkan mencap perilaku ini sebagai pertanda ketidakstabilan mental.

But decades of psychology research show that talking to yourself

Namun, penelitian psikologi puluhan tahun menunjukkan bahwa bicara sendiri

is completely normal.

sangatlah normal.

In fact, most, if not all, of us engage in some form of self-talk

Bahkan, kebanyakan, meski tak semua terlibat kegiatan bicara sendiri

every single day.

setiap harinya.

So why do we talk to ourselves?

Jadi, kenapa kita bicara sendiri?

And does what we say matter?

Dan apakah ucapan kita itu penting?

Self-talk refers to the narration inside your head,

Bicara sendiri mengacu pada narasi di dalam kepala kita,

sometimes called inner speech.

terkadang disebut komunikasi intrapersonal.

It differs from mental imagery or recalling facts and figures.

Berbeda dari gambaran mental atau mengingat fakta dan angka.

Specifically, psychologists define self-talk

Secara khusus, psikolog mendefinisikan bicara sendiri

as verbalized thoughts directed toward yourself or some facet of your life.

sebagai pikiran terucap yang ditujukan pada diri atau aspek kehidupanmu.

This includes personal conversations like “I need to work on my free throw.”

Termasuk komunikasi personal seperti “Aku harus berlatih lemparan bebas.”

But it also includes reflections you have throughout the day,

Namun, termasuk juga renungan yang kau alami seharian,

like “The gym is crowded tonight. I’ll come back tomorrow.”

seperti “Ruang olahraga ramai malam ini. Aku akan kembali besok.”

And while most self-talk in adults tends to be silent,

Sementara bicara sendiri pada orang dewasa cenderung dalam hati

speaking to yourself out loud also falls into this category.

bicara sendiri secara lantang juga termasuk dalam kategori ini.

In fact, psychologists believe our first experiences with self-talk

Bahkan, psikolog meyakini pengalaman bicara sendiri pertama kita

are mostly vocal,

kebanyakan bersuara,

as children often speak to themselves out loud as they play.

karena anak-anak sering bicara sendiri dengan bersuara saat bermain.

In the 1930s, Russian psychologist Lev Vygotsky hypothesized

Pada tahun 1930-an, psikolog Rusia, Lev Vygotsky berhipotesis

that this kind of speech was actually key to development.

bahwa komunikasi seperti ini sebenarnya kunci perkembangan.

By repeating conversations they’ve had with adults,

Dengan mengulangi percakapan mereka dengan orang dewasa,

children practice managing their behaviors and emotions on their own.

anak-anak berlatih mengelola perilaku dan emosi mereka sendiri.

Then, as they grow older, this outward self-talk tends to become internalized,

Seiring bertambahnya usia, bicara sendiri yang bersuara ini menjadi terinternalisasi

morphing into a private inner dialogue.

berubah menjadi dialog intrapersonal.

We know this internal self-talk is important,

Kita tahu bicara sendiri dalam hati ini penting

and can help you plan, work through difficult situations,

dan bisa membantu menyusun rencana, mengatasi situasi sulit,

and even motivate you throughout the day.

dan bahkan memotivasi sehari-hari.

But studying self-talk can be difficult.

Namun, mempelajari bicara sendiri tidak mudah.

It relies on study subjects clearly tracking a behavior that’s spontaneous

Hal ini bergantung pada subjek penelitian yang jelas melacak perilaku spontan

and often done without conscious control.

dan sering dilakukan tanpa kendali sadar.

For this reason, scientists are still working to answer basic questions,

Karena alasan ini, para ilmuwan masih berusaha menjawab pertanyaan dasar,

like, why do some people self-talk more than others?

seperti, kenapa sebagian orang bicara sendiri lebih sering?

What areas of the brain are activated during self-talk?

Bagian otak mana yang aktif selama bicara sendiri?

And how does this activation differ from normal conversation?

Dan bagaimana perbedaan proses ini dari percakapan biasa?

One thing we know for certain, however,

Namun, satu hal yang kita tahu pasti,

is that what you say in these conversations can have real impacts

adalah ucapanmu dalam percakapan ini dapat berdampak nyata

on your attitude and performance.

terhadap sikap dan kinerjamu.

Engaging in self-talk that’s instructional or motivational

Terlibat bicara sendiri yang membangun atau memotivasi

has been shown to increase focus, boost self-esteem,

terbukti meningkatkan fokus, menambah kepercayaan diri,

and help tackle everyday tasks.

dan membantu mengatasi tugas sehari-hari.

For example, one study of collegiate tennis players

Contohnya, satu penelitian terhadap pemain tenis kampus

found that incorporating instructional self-talk into practice

menemukan bahwa bicara sendiri yang membangun saat berlatih

increased their concentration and accuracy.

meningkatkan konsentrasi dan akurasi mereka.

And just as chatting to a friend can help decrease stress,

Seperti halnya mengobrol dengan teman dapat membantu mengurangi stres,

speaking directly to yourself may also help you regulate your emotions.

bicara langsung pada diri mungkin juga dapat membantumu mengatur emosi.

Distanced self-talk is when you talk to yourself,

Bicara sendiri berjarak adalah ketika kau bicara sendiri,

as if in conversation with another person.

seolah-olah sedang berbicara dengan orang lain.

So, rather than “I’m going to crush this exam,”

Jadi, alih-alih “Aku akan lulus ujian ini,”

you might think, “Caleb, you are prepared for this test!”

kau mungkin berpikir, “Caleb, kau siap untuk ujian ini!”

One study found that this kind of self-talk was especially beneficial

Satu penelitian menemukan bahwa bicara sendiri sangat bermanfaat

for reducing stress when engaging in anxiety-inducing tasks,

untuk mengurangi stres saat menangani tugas yang memicu kecemasan,

such as meeting new people or public speaking.

seperti bertemu orang baru atau berbicara di depan umum.

But where positive self-talk can help you, negative self-talk can harm you.

Bicara sendiri yang positif membantumu, tapi yang negatif dapat merugikanmu.

Most people are critical of themselves occasionally,

Sebagian orang terkadang mengkritik diri sendiri,

but when this behavior gets too frequent or excessively negative,

tetapi ketika perilaku ini terlalu sering atau negatif berlebihan,

it can become toxic.

hal itu bisa menjadi toksik.

High levels of negative self-talk are often predictive

Bicara sendiri negatif yang tinggi seringkali bersifat prediktif

of anxiety in children and adults.

terhadap kecemasan anak-anak dan orang dewasa.

And those who constantly blame themselves for their problems

Dan orang yang terus menyalahkan diri atas masalah mereka

and ruminate on those situations

dan larut dalam situasi itu

typically experience more intense feelings of depression.

biasanya mengalami perasaan depresi yang lebih dalam.

Today, there’s a field of psychological treatment

Saat ini, ada bidang pengobatan psikologi

called cognitive behavioral therapy, or CBT,

yang disebut terapi perilaku kognitif, atau CBT,

which is partially focused on regulating the tone of self-talk.

yang sebagian fokus pada pengaturan nada bicara sendiri.

Cognitive behavioral therapists often teach strategies

Terapis perilaku kognitif sering mengajarkan strategi

to identify cycles of negative thoughts

untuk mengidentifikasi rangkaian pikiran negatif

and replace them with neutral or more compassionate reflections.

dan menggantinya dengan renungan yang netral atau lebih welas asih.

Over time, these tools can improve one's mental health.

Seiring waktu, alat ini dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang.

So the next time you find yourself chatting with yourself,

Jadi, lain kali kau bicara pada diri sendiri,

remember to be kind.

ingatlah untuk bersikap baik.

That inner voice is a partner you’ll be talking to for many years to come.

Suara batin itu adalah pasangan yang akan kau ajak bicara bertahun-tahun mendatang.