Math class needs a makeover | Dan Meyer

Reviewer: Antonius Yudi Sendjaja

Can I ask you to please recall a time

Dapatkah saya meminta anda sekalian untuk mengingat kembali suatu masa,

when you really loved something --

di mana anda benar-benar mencintai sesuatu,

a movie, an album, a song or a book --

sebuah film, album, lagu atau sebuah buku,

and you recommended it wholeheartedly

dan anda merekomendasikannya sepenuh hati

to someone you also really liked,

kepada seseorang yang juga anda sukai,

and you anticipated that reaction, you waited for it,

dan anda berharap, dan menunggu reaksinya,

and it came back, and the person hated it?

dan pada saat reaksinya kembali, orang itu membencinya.

So, by way of introduction,

Jadi, sebagai pengantar,

that is the exact same state

keadaan seperti itulah

in which I spent every working day of the last six years. (Laughter)

yang saya alami pada setiap hari kerja saya selama 6 tahun terakhir ini.

I teach high school math.

Saya mengajar matematika kepada murid-murid sekolah lanjutan.

I sell a product to a market

Saya menjual suatu produk ke pasar

that doesn't want it, but is forced by law to buy it.

yang tidak menginginkannya, tetapi diharuskan oleh hukum untuk membelinya.

I mean, it's just a losing proposition.

Maksud saya, itu seperti sebuah gagasan yang sudah pasti gagal.

So there's a useful stereotype about students that I see,

Jadi, ada sebuah steoretip yang berguna tentang murid-murid yang saya jumpai,

a useful stereotype about you all.

sebuah stereotip yang berguna tentang kalian semua.

I could give you guys

Saya dapat memberikan kepada anda sekalian

an algebra-two final exam,

ujian akhir mengenai aljabar tingkat kedua,

and I would expect no higher

dan saya mengharapkan

than a 25 percent pass rate.

tingkat kelulusan yang tidak lebih dari 25 persen.

And both of these facts say less about you or my students

Dan kedua fakta ini tidak mencerminkan apa-apa tentang anda atau murid-murid saya,

than they do about what we call math education

tetapi tentang apa yang kita sebut sebagai pendidikan matematika

in the U.S. today.

di Amerika Serikat sekarang ini.

To start with, I'd like to break math down into two categories.

Sebagai permulaan, saya akan menguraikan matematika ke dalam 2 kategori.

One is computation; this is the stuff you've forgotten.

Salah satunya ada perhitungan. Inilah sesuatu yang telah anda lupakan.

For example, factoring quadratics with

Sebagai contoh, memfaktorkan persamaan kuadrat dengan

leading coefficients greater than one.

koefisien kuadrat lebih daripada satu.

This stuff is also really easy to relearn,

Hal ini juga sesuatu yang dapat dengan mudah dipelajari kembali,

provided you have a really strong grounding

asalkan anda mempunyai dasar yang benar-benar kuat

in reasoning. Math reasoning --

dalam pemikiran, pemikiran matematika.

we'll call it the application

Kita menyebutnya penerapan

of math processes to the world around us --

ilmu matematika pada lingkungan sekitar kita.

this is hard to teach.

Hal ini sangat sulit untuk diajarkan.

This is what we would love students to retain,

Kita sangat mengharapkan para murid untuk mengingat hal ini,

even if they don't go into mathematical fields.

meskipun mereka akhirnya tidak terjun ke bidang-bidang matematika.

This is also something that, the way we teach it in the U.S.

Hal ini juga merupakan sesuatu, yang dengan cara kita mengajarkannya di Amerika Serikat,

all but ensures they won't retain it.

sudah pasti akan dilupakan oleh para murid.

So, I'd like to talk about why that is,

Jadi, saya akan berbicara tentang mengapa hal ini terjadi,

why that's such a calamity for society, what we can do about it

mengapa ini merupakan bencana bagi masyarakat, apa yang dapat kita lakukan untuk mengatasinya,

and, to close with, why this is an amazing time

dan, terakhir, mengapa sekarang adalah waktu yang sangat luar biasa

to be a math teacher.

untuk menjadi seorang guru matematika.

So first, five symptoms

Jadi pertama, 5 gejala

that you're doing math reasoning wrong

anda melakukan pemikiran matematika yang salah

in your classroom.

di dalam kelas.

One is a lack of initiative; your students don't self-start.

Yang pertama adalah kurangnya inisiatif; para murid anda tidak memotivasi diri mereka sendiri.

You finish your lecture block

Anda baru selesai menerangkan

and immediately you have five hands going up

dan dengan segera, ada 5 orang murid mengacungkan tangan mereka,

asking you to re-explain the entire thing at their desks.

meminta anda mengulang semua penjelasan anda kepada mereka.

Students lack perseverance.

Para murid tidak mempunyai kegigihan.

They lack retention; you find yourself

Mereka kekurangan daya serapnya; anda mendapatkan diri anda

re-explaining concepts three months later, wholesale.

menjelaskan kembali konsep-konsep secara menyeluruh 3 bulan kemudian.

There's an aversion to word problems,

Ada perasaan ingin menghindar dari soal-soal cerita,

which describes 99 percent of my students.

yang menggambarkan 99 persen dari murid-murid saya.

And then the other one percent

Dan 1 persen sisanya

is eagerly looking for the formula

dengan menggebu-gebu mencari rumus

to apply in that situation.

untuk diterapkan dalam soal tersebut.

This is really destructive.

Hal ini sangat merusak.

David Milch, creator of "Deadwood" and other amazing TV shows,

David Milch, pembuat "Deadwood" dan juga acara-acara televisi menarik lainnya,

has a really good description for this.

mempunyai sebuah deskripsi yang sangat bagus tentang ini.

He swore off creating

Dia bersumpah untuk tidak lagi membuat

contemporary drama,

drama kontemporer,

shows set in the present day,

yang berlatar belakang jaman sekarang,

because he saw that when people fill their mind

karena dia mendapati bahwa orang-orang memenuhi pikiran mereka

with four hours a day of, for example, "Two and a Half Men," no disrespect,

dengan acara-acara seperti "Two and a Half Men," selama 4 jam setiap harinya,

it shapes the neural pathways, he said,

hal itu membentuk pola pikir mereka, katanya,

in such a way that they expect simple problems.

untuk mengharapkan persoalan-persoalan mudah.

He called it, "an impatience with irresolution."

Dia menyebutnya, "ketidaksabaran dengan ketidakselesaian."

You're impatient with things that don't resolve quickly.

Anda tidak sabar dengan hal-hal yang tidak terselesaikan dengan cepat.

You expect sitcom-sized problems that wrap up in 22 minutes,

Anda mengharapkan persoalan seperti sebuah acara televisi yang dapat diselesaikan dalam waktu 22 menit,

three commercial breaks and a laugh track.

3 iklan dan suara tertawa yang diulang-ulang.

And I'll put it to all of you,

Dan saya akan memberi tahu anda semua,

what you already know, that no problem worth solving is that simple.

tentang apa yang sudah anda ketahui, bahwa tidak ada persoalan mudah yang pantas untuk dijawab.

I am very concerned about this

Saya sangat prihatin akan hal ini,

because I'm going to retire in a world that my students will run.

karena saya akan pensiun dalam sebuah dunia yang akan dikelola oleh murid-murid saya.

I'm doing bad things

Saya melakukan hal-hal buruk

to my own future and well-being

terhadap masa depan dan kehidupan saya sendiri

when I teach this way.

ketika saya mengajar seperti ini.

I'm here to tell you that the way our textbooks -- particularly

Saya di sini untuk memberi tahu anda bahwa cara buku-buku teks, terutama

mass-adopted textbooks -- teach math reasoning

buku-buku teks yang banyak dipakai, mengajarkan pemikiran matematika,

and patient problem solving,

dan pemecahan persoalan dengan sabar,

it's functionally equivalent to turning on "Two and a Half Men" and calling it a day.

sama saja seperti menghidupkan televisi untuk menonton "Two and a Half Men" dan berhenti di sana.

(Laughter)

(Tertawa)

In all seriousness. Here's an example from a physics textbook.

Dalam semua keseriusan, ini adalah sebuah contoh dari buku teks fisika.

It applies equally to math.

Hal ini juga sama dengan matematika.

Notice, first of all here,

Pertama, lihatlah bahwa di sini

that you have exactly three pieces of information there,

anda mempunyai tepat 3 buah informasi,

each of which will figure into a formula

yang masing-masing akan menjurus ke sebuah rumus

somewhere, eventually,

pada suatu saat, nantinya,

which the student will then compute.

yang lalu akan dihitung oleh murid tersebut.

I believe in real life.

Saya percaya bahwa di kehidupan sebenarnya,

And ask yourself, what problem have you solved, ever,

dan tanyalah diri anda sendiri, persoalan apa yang pernah anda hadapi,

that was worth solving

yang pantas untuk diselesaikan,

where you knew all of the given information in advance;

di mana anda tahu semua informasi yang diperlukan dari awal,

where you didn't have a surplus of information and you had to filter it out,

atau di mana anda tidak mempunyai informasi lebih yang harus disaring,

or you didn't have sufficient information

atau di mana anda tidak memiliki informasi yang cukup

and had to go find some.

dan anda harus pergi untuk mencari tahu.

I'm sure we all agree that no problem worth solving is like that.

Saya yakin kita semua setuju bahwa tidak ada persoalan seperti itu yang pantas diselesaikan.

And the textbook, I think, knows how it's hamstringing students

Dan buku-buku teks, saya pikir, tahu bahwa masalah itu membebankan para siswa.

because, watch this, this is the practice problem set.

Karena, lihat ini, ini adalah salah satu soal latihan.

When it comes time to do the actual problem set,

Ketika tiba saatnya untuk menjawab soal sebenarnya,

we have problems like this right here

kita mendapatkan masalah-masalah seperti ini

where we're just swapping out numbers and tweaking the context a little bit.

di mana kita hanya mengganti angka-angka dan mengubah sedikit konteksnya.

And if the student still doesn't recognize the stamp this was molded from,

Dan apabila para murid masih tidak dapat mengenali dari mana persoalan ini diambil,

it helpfully explains to you

buku teks ini, dengan sangat membantu, menjelaskan kepada anda

what sample problem you can return to to find the formula.

contoh soal yang mana yang dapat anda tinjau kembali untuk mendapatkan rumusnya.

You could literally, I mean this,

Anda dapat dengan mudah, dan saya benar-benar menekankan ini,

pass this particular unit without knowing any physics,

lulus bab ini tanpa mengerti apapun tentang fisika,

just knowing how to decode a textbook. That's a shame.

hanya dengan mengetahui cara mengurai sandi-sandi di buku teks ini. Ini sangat disayangkan.

So I can diagnose the problem a little more specifically in math.

Saya dapat mendiagnosa masalah ini sedikit lebih detil di dalam matematika.

Here's a really cool problem. I like this.

Nah, ini adalah sebuah persoalan yang sangat menarik. Saya suka ini.

It's about defining steepness and slope

Soal ini tentang cara mendefinisikan kecuraman dan kemiringan

using a ski lift.

dengan sebuah lift ski.

But what you have here is actually four separate layers,

Tetapi apa yang sebenarnya anda dapatkan di sini adalah 4 lapisan yang berbeda.

and I'm curious which of you can see the four separate layers

Dan saya ingin tahu siapa saja dari kalian yang dapat melihat lapisan-lapisan ini,

and, particularly, how when they're compressed together

dan, terutama, bagaimana dan kapan mereka digabungkan,

and presented to the student all at once,

dan ditunjukkan ke para siswa secara keseluruhan,

how that creates this impatient problem solving.

bagaimana hal ini menciptakan ketidaksabaran dalam memecahkan persoalan.

I'll define them here: You have the visual.

Saya akan menjelaskannya di sini. Anda memiliki sebuah gambar.

You also have the mathematical structure,

Anda juga mendapat kerangka matematikanya,

talking about grids, measurements, labels,

yang berbicara tentang kotak-kotak, pengukuran-pengukuran, penamaan-penamaan,

points, axes, that sort of thing.

titik-titik, sumbu-sumbu, dan hal-hal serupa.

You have substeps, which all lead to what we really want to talk about:

Anda punya langkah-langkah awal, yang akhirnya mengarah ke topik yang ingin kita diskusikan,

which section is the steepest.

yaitu, bagian manakah yang paling curam.

So I hope you can see.

Jadi saya berharap anda semua dapat melihat.

I really hope you can see how what we're doing here

Saya benar-benar berharap bahwa anda dapat melihat bahwa apa yang kita lakukan di sini

is taking a compelling question, a compelling answer,

adalah mengambil sebuah pertanyaan dan jawaban yang menarik,

but we're paving a smooth, straight path

tetapi kita menata jalan yang mudah dan lurus

from one to the other

dari satu tempat ke tempat lainnya,

and congratulating our students for how well

dan mengucapkan selamat kepada para murid kita atas kemampuan

they can step over the small cracks in the way.

mereka untuk melewati rintangan-rintangan kecil dalam usaha mereka.

That's all we're doing here.

Hanya itulah yang kita lakukan di sini.

So I want to put to you that if we can separate these in a different way

Jadi saya mau mengubah pandangan anda, jika kita dapat memecah persoalan ini dengan cara yang berbeda,

and build them up with students,

dan membangunnya bersama para murid,

we can have everything we're looking for in terms of patient problem solving.

maka kita memiliki semua yang kita cari untuk membina kesabaran dalam memecahkan persoalan.

So right here I start with the visual,

Jadi mulai dari sini, saya akan menunjukkan sebuah gambar

and I immediately ask the question:

dan langsung masuk the pertanyaan:

Which section is the steepest?

Bagian manakah yang paling curam?

And this starts conversation

Dan ini akan memicu sebuah percakapan

because the visual is created in such a way where you can defend two answers.

karena gambar ini didesain sedemikian rupa sehingga anda bisa mendapat 2 jawaban.

So you get people arguing against each other,

Jadi anda bisa mendapati murid-murid saling beradu mulut satu sama lain,

friend versus friend,

teman melawan teman,

in pairs, journaling, whatever.

berdua, berkelompok, dan lain-lain.

And then eventually we realize

Dan pada akhirnya, kita sadar

it's getting annoying to talk about

bahwa sangat sulit untuk berbicara tentang

the skier in the lower left-hand side of the screen

pemain ski di bagian kiri bawah dari layar

or the skier just above the mid line.

atau pemain ski yang berada tepat di atas garis tengah.

And we realize how great would it be

Dan kita sadar bagaimana mudahnya

if we just had some A, B, C and D labels

apabila kita hanya memakai label A,B,C dan D

to talk about them more easily.

untuk membicarakan pemain-pemain ski ini dengan mudah.

And then as we start to define what does steepness mean,

Lalu begitu kita mulai untuk mendefinisikan apa itu kecuraman,

we realize it would be nice to have some measurements

kita sadar bahwa akan bagus jika kita mempunyai ukuran,

to really narrow it down, specifically what that means.

untuk mempersempit masalah, mendefinisikan maksud yang sebenarnya.

And then and only then,

Hanya pada saat itulah,

we throw down that mathematical structure.

kita menuliskan kerangka matematisnya.

The math serves the conversation,

Matematika menuntun percakapan tersebut.

the conversation doesn't serve the math.

Bukan sebaliknya.

And at that point, I'll put it to you that nine out of 10 classes

Pada saat itulah, saya menjamin bahwa 9 dari 10 kelas

are good to go on the whole slope, steepness thing.

sudah siap untuk berdiskusi tentang kecuraman.

But if you need to,

Tapi jika memang benar-benar perlu,

your students can then develop those substeps together.

murid-murid anda dapat membangun langkah-langkah awal tersebut bersama-sama.

Do you guys see how this, right here, compared to that --

Dapatkah anda melihat bagaimana hal ini, di sini, dibandingkan hal itu --

which one creates that patient problem solving, that math reasoning?

yang mana yang menciptakan kesabaran dalam memecahkan masalah, dengan berpikir matematis?

It's been obvious in my practice, to me.

Untuk saya, jawabannya jelas terlihat di dalam praktek saya.

And I'll yield the floor here for a second to Einstein,

Dan saya akan berhenti sejenak di sini untuk mengenang Einstein,

who, I believe, has paid his dues.

yang, saya percaya, sangat berperan penting.

He talked about the formulation of a problem being so incredibly important,

Dia berkata tentang bahwa formulasi persoalan sangatlah penting,

and yet in my practice, in the U.S. here,

akan tetapi secara praktek, di Amerika Serikat,

we just give problems to students;

kita hanya memberikan persoalan untuk para murid;

we don't involve them in the formulation of the problem.

kita tidak melibatkan mereka dalam formulasi persoalan-persoalan tersebut.

So 90 percent of what I do

Jadi 90 persen dari apapun yang saya lakukan

with my five hours of prep time per week

dengan 5 jam waktu mengajar saya setiap minggunya

is to take fairly compelling elements

adalah untuk mengambil poin-poin yang menarik

of problems like this from my textbook

dari persoalan-persoalan seperti ini dari buku teks saya

and rebuild them in a way that supports math reasoning and patient problem solving.

dan membangun kembali persoalan tersebut dengan cara yang mendukung pemikiran secara matematis dan kesabaran dalam memecahkan persoalan.

And here's how it works.

Dan beginilah caranya.

I like this question. It's about a water tank.

Saya menyukai persoalan tentang tangki air ini.

The question is: How long will it take you to fill it up?

Pertanyaannya: Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengisinya?

First things first, we eliminate all the substeps.

Pertama-tama, kita hilangkan semua langkah-langkah awalnya.

Students have to develop those,

Para murid harus dapat membangunnya sendiri.

they have to formulate those.

Mereka harus dapat memformulasikannya.

And then notice that all the information written on there is stuff you'll need.

Dan menyadari bahwa semua informasi yang tertulis di sana adalah apa yang mereka perlukan.

None of it's a distractor, so we lose that.

Mereka bukanlah pengalih perhatian, kita menghilangkannya.

Students need to decide, "All right, well,

Para murid harus memutuskan sendiri,

does the height matter? Does the side of it matter?

apa tinggi bendanya penting? Apa ukuran bendanya penting?

Does the color of the valve matter? What matters here?"

Apakah warna kerannya penting? Apa yang penting di sini?

Such an underrepresented question in math curriculum.

Pertanyaan seperti itu sangat jarang ada di kurikulum matematika.

So now we have a water tank.

Jadi, sekarang kita memiliki sebuah tangki air.

How long will it take you to fill it up? And that's it.

Berapa lama waktu yang diperlukan sampai tangki itu penuh, itu saja.

And because this is the 21st century

Dan karena sekarang abad ke 21,

and we would love to talk about the real world on its own terms,

dan kita senang berbicara tentang dunia nyata dalam konteks yang nyata juga,

not in terms of line art or clip art

bukan dalam bentuk garis-garis maupun klip-klip gambar

that you so often see in textbooks,

yang anda sering temui di buku-buku teks,

we go out and we take a picture of it.

kita keluar, dan langsung memotret foto tentang persoalan tersebut.

So now we have the real deal.

Jadi sekarang kita memiliki pertanyaan yang nyata.

How long will it take it to fill it up?

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk memenuhinya?

And then even better is we take a video,

Dan, bahkan lebih baik lagi, kita merekamnya dalam video,

a video of someone filling it up.

video di mana seseorang sedang mengisinya.

And it's filling up slowly, agonizingly slowly.

Dan pengisian itu berlangsung lambat, sangat-sangat lambat.

It's tedious.

Ini melelahkan.

Students are looking at their watches, rolling their eyes,

Para murid akan mengecek jam mereka, memainkan bola mata mereka,

and they're all wondering at some point or another,

dan pada suatu saat mereka akan berpikir,

"Man, how long is it going to take to fill up?"

"Berapa lama sih sampai tangki air itu penuh?"

(Laughter)

(Tertawa)

That's how you know you've baited the hook, right?

Itulah saatnya kita tahu bahwa mereka sudah terjebak.

And that question, off this right here, is really fun for me

Dan pertanyaan tersebut, yang ini, sangatlah menyenangkan buat saya,

because, like the intro,

karena, seperti pada pengantar,

I teach kids -- because of my inexperience --

Saya mengajar anak-anak. Karena kurangnya pengalaman saya,

I teach the kids that are the most remedial, all right?

saya mengajar mereka yang sering masuk kelas perbaikan.

And I've got kids who will not join a conversation about math

Dan saya mendapatkan anak-anak yang tidak mau berbicara tentang matematika sama sekali

because someone else has the formula;

karena orang lain sudah punya rumusnya,

someone else knows how to work the formula better than me,

orang lain lebih pintar memakai rumusnya daripada saya.

so I won't talk about it.

Jadi saya tidak mau berbicara tentang itu.

But here, every student is on a level playing field of intuition.

Tapi di sini, semua orang ada pada tingkatan intuisi yang sama.

Everyone's filled something up with water before,

Semua orang pernah mengisi sesuatu dengan air sebelumnya,

so I get kids answering the question, "How long will it take?"

jadi saya membuat anak-anak untuk menjawab pertanyaannya, berapa lama waktu yang dibutuhkan.

I've got kids who are mathematically and conversationally intimidated

Saya melihat anak-anak yang malu berbicara

joining the conversation.

bergabung dalam diskusi.

We put names on the board, attach them to guesses,

Kami menaruh nama di papan tulis, dan melekatkan nama-nama itu pada jawaban mereka,

and kids have bought in here.

dan pada saat ini anak-anak sudah terpaku.

And then we follow the process I've described.

Lalu kita mengikuti proses yang telah saya gambarkan tadi.

And the best part here, or one of the better parts

Dan bagian yang paling bagus di sini, atau setidaknya bagian yang lebih baik

is that we don't get our answer from the answer key

adalah kita tidak mendapatkan jawaban kita dari kunci jawaban

in the back of the teacher's edition.

dari bagian belakang buku teks edisi guru.

We, instead, just watch the end of the movie.

Malahan, kita hanya melihat hingga akhir kisah ini.

(Laughter)

(Tertawa)

And that's terrifying,

Ini menakutkan.

because the theoretical models that always work out

Karena model teoritis yang selalu tercantum

in the answer key in the back of a teacher's edition,

di kunci jawaban di buku teks edisi guru,

that's great, but

ini bagus, tetapi

it's scary to talk about sources of error

sangat menakutkan untuk berbicara tentang asal-usul kesalahan

when the theoretical does not match up with the practical.

ketika teori tidak sama dengan praktek.

But those conversations have been so valuable,

Tetapi percakapan-percakapan itu sangatlah berharga,

among the most valuable.

satu di antara hal-hal yang paling penting.

So I'm here to report some really fun games

Jadi saya di sini untuk menyampaikan laporan yang positif

with students who come pre-installed

tentang para murid yang datang dengan

with these viruses day one of the class.

virus-virus seperti ini waktu mereka pertama kali datang ke kelas.

These are the kids who now, one semester in,

Inilah murid-murid yang sekarang, setelah 1 semester,

I can put something on the board,

saya dapat menuliskan sesuatu di papan tulis,

totally new, totally foreign,

sesuatu yang baru, dan sama sekali asing,

and they'll have a conversation about it for three or four minutes more

dan mereka akan berbincang-bincang tentang hal tersebut selama 3 atau 4 menit lebih lama

than they would have at the start of the year,

daripada apa yang dapat mereka lakukan pada saat awal tahun,

which is just so fun.

ini sangatlah menyenangkan.

We're no longer averse to word problems,

Kita tidak lagi menghindari soal-soal cerita,

because we've redefined what a word problem is.

karena kita telah medefinisikan ulang apa soal cerita itu.

We're no longer intimidated by math,

Kita tidak pernah lagi takut akan matematika,

because we're slowly redefining what math is.

karena kita perlahan-lahan mengartikan kembali apa matematika itu.

This has been a lot of fun.

Pengalaman ini sangatlah menyenangkan.

I encourage math teachers I talk to to use multimedia,

Saya menghimbau kepada guru-guru matematika yang pernah saya jumpai untuk memakai multimedia,

because it brings the real world into your classroom

karena multimedia menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas anda

in high resolution and full color;

dengan resolusi yang tinggi dan penuh warna,

to encourage student intuition for that level playing field;

untuk menggugah intuisi para siswa ke tingkatan yang sama,

to ask the shortest question you possibly can

untuk menanyakan persoalan terpendek yang anda bisa,

and let those more specific questions come out in conversation;

dan membiarkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih detil muncul di dalam diskusi dengan sendirinya,

to let students build the problem,

untuk membiarkan siswa-siswa sendiri yang membangun persoalannya,

because Einstein said so;

karena Einstein berkata demikian,

and to finally, in total, just be less helpful,

dan pada akhirnya, untuk mengurangi bantuan

because the textbook is helping you in all the wrong ways:

karena buku teks membantu anda dengan hal-hal yang salah.

It's buying you out of your obligation,

Ini membuat anda terlepas dari tanggung jawab anda

for patient problem solving and math reasoning, to be less helpful.

untuk melatih kesabaran dalam memecahkan masalah dan berpikir secara matematis

And why this is an amazing time to be a math teacher right now

Dan mengapa saat ini sangatlah tepat untuk menjadi seorang guru matematika

is because we have the tools to create

adalah karena kita sekarang mempunyai alat-alat untuk menciptakan

this high-quality curriculum in our front pocket.

kurikulum berkualitas tinggi seperti ini dengan harga terjangkau.

It's ubiquitous and fairly cheap,

Peralatan-peralatan ini dapat dibeli di mana-mana dan cukup murah.

and the tools to distribute it

Dan peralatan-peralatan untuk mendistribusikannya

freely under open licenses

secara bebas, dengan lisensi terbuka,

has also never been cheaper or more ubiquitous.

tidak pernah lebih murah dan banyak tersedia di mana-mana seperti sekarang ini.

I put a video series on my blog not so long ago

Saya menaruh video-video bersambung di blog saya beberapa saat yang lalu,

and it got 6,000 views in two weeks.

dan serial itu memperoleh 6000 kunjungan dalam waktu 2 minggu.

I get emails still from teachers in countries I've never visited

Saya masih menerima email-email dari guru-guru yang tinggal di negara-negara yang belum pernah saya kunjungi

saying, "Wow, yeah. We had a good conversation about that.

yang mengatakan, "Wow, ada perbincangan yang bagus tentang hal itu.

Oh, and by the way, here's how I made your stuff better,"

Oh, dan juga, begini caranya saya untuk membuat materi anda lebih bagus lagi,"

which, wow.

dan itu mengejutkan saya.

I put this problem on my blog recently:

Saya menaruh persoalan ini di blog saya baru-baru ini.

In a grocery store, which line do you get into,

Di sebuah toko, antrian manakah yang akan anda masuki,

the one that has one cart and 19 items

antrian dengan 1 kereta dorong dan 19 barang-barang belanjaan.

or the line with four carts and three, five, two and one items.

atau antrian dengan 4 kereta dorong yang masing-masing mempunya tiga, lima, dua dan satu barang belanjaan.

And the linear modeling involved in that was some good stuff for my classroom,

Dan pemodelan linear yang ada di dalamnya adalah sesuatu yang sangat bagus bagi kelas saya,

but it eventually got me on "Good Morning America" a few weeks later,

dan karena itu, saya bisa tampil dalam acara "Good Morning America" beberapa minggu kemudian,

which is just bizarre, right?

sangat aneh, kan.

And from all of this, I can only conclude

Dan dari semua ini, saya hanya dapat menyimpulkan

that people, not just students,

bahwa semua orang, tidak hanya para murid,

are really hungry for this.

benar-benar menginginkan hal ini.

Math makes sense of the world.

Matematika membuat dunia menjadii masuk akal.

Math is the vocabulary

Matematika adalah kosakata

for your own intuition.

untuk intuisi anda sendiri.

So I just really encourage you, whatever your stake is in education --

Jadi saya mengajak anda sekalian, apapun peran anda di dalam pendidikan,

whether you're a student, parent, teacher, policy maker, whatever --

tanpa pengecualian, apakah anda seorang pelajar, orang tua, guru, politikus, atau apa saja,

insist on better math curriculum.

berjuanglah untuk kurikulum matematika yang lebih baik.

We need more patient problem solvers. Thank you. (Applause)

Kita butuh pemecah-pemecah persoalan yang lebih sabar. Terima Kasih.