David Brooks: Should you live for your résumé ... or your eulogy?

Translator: Frances Sinanu Reviewer: Dewi Barnas

So I've been thinking about the difference between

Saya sedang memikirkan perbedaan antara

the résumé virtues and the eulogy virtues.

nilai-nilai yang ada di resume dan eulogi.

The résumé virtues are the ones you put on your résumé,

Nilai-nilai resume adalah apa yang Anda cantumkan dalam resume Anda,

which are the skills you bring to the marketplace.

yaitu keterampilan yang Anda tawarkan pada pasar.

The eulogy virtues are the ones

Nilai-nilai euologi adalah hal-hal

that get mentioned in the eulogy,

yang disebutkan dalam eulogi,

which are deeper: who are you, in your depth,

yang lebih mendalam: siapa Anda, seberapa dalam,

bagaimana hubungan Anda dengan orang lain,

what is the nature of your relationships,

are you bold, loving, dependable, consistency?

apakah Anda pemberani, penuh kasih sayang, dapat diandalkan, konsisten?

And most of us, including me, would say

Dan sebagian besar kita, termasuk saya, akan berkata

that the eulogy virtues are the more important of the virtues.

nilai-nilai eulogi adalah lebih penting.

Tapi setidaknya untuk saya, apakah nilai-nilai eulogi

But at least in my case, are they the ones that

I think about the most? And the answer is no.

yang paling banyak saya pikirkan? Jawabannya tidak.

So I've been thinking about that problem,

Jadi saya memikirkan permasalahan ini,

and a thinker who has helped me think about it

dan seorang pemikir yang membantu saya

is a guy named Joseph Soloveitchik, who was a rabbi

adalah Joseph Soloveitchik, seorang rabbi

who wrote a book called "The Lonely Man Of Faith" in 1965.

yang menulis buku"The Lonely Man of Faith" pada 1965.

Soloveitchik said there are two sides of our natures,

Soloveitchik berkata bahwa ada dua sisi pada sifat manusia,

which he called Adam I and Adam II.

yang ia namakan Adam I dan Adam II.

Adam I is the worldly, ambitious,

Adam I merupakan sifat eksternal kita

external side of our nature.

yang duniawi dan ambisius.

He wants to build, create, create companies,

Ia ingin membangun, menciptakan, mendirikan perusahaan, membuat inovasi.

create innovation.

Adam II is the humble side of our nature.

Adam II merupakan sifat kita yang rendah hati.

Adam II wants not only to do good but to be good,

Adam II tak hanya ingin berbuat baik, tapi menjadi baik,

to live in a way internally

untuk hidup melihat ke dalam,

that honors God, creation and our possibilities.

menghormati Tuhan, ciptaan, dan segala kemungkinan.

Adam I wants to conquer the world.

Adam I ingin menguasai dunia.

Adam II wants to hear a calling and obey the world.

Adam II ingin mendengarkan panggilan dan mengikuti dunia.

Adam I savors accomplishment.

Adam I menikmati pencapaian.

Adam II savors inner consistency and strength.

Adam II menghargai kekuatan batin dan konsistensi.

Adam I asks how things work.

Adam I menanyakan cara kerja berbagai hal.

Adam II asks why we're here.

Adam II bertanya mengapa kita ada di sini.

Adam I's motto is "success."

Moto Adam I adalah "sukses".

Adam II's motto is "love, redemption and return."

Moto Adam II adalah "cinta, penebusan dan kembali."

Dan Soloveitchik berargumen bahwa keduanya

And Soloveitchik argued that these two sides

sedang berperang satu sama lain.

of our nature are at war with each other.

We live in perpetual self-confrontation

Kita tinggal dalam konfrontasi diri abadi

between the external success and the internal value.

antara kesuksesan eksternal dan nilai internal.

Rumitnya adalah, menurut saya,

And the tricky thing, I'd say, about these

kedua sisi sifat kita ini bekerja menggunakan

two sides of our nature is they work

by different logics.

logika yang berbeda.

The external logic is an economic logic:

Logika eksternal adalah logika ekonomi:

input leads to output, risk leads to reward.

input bermuara pada output, resiko bermuara pada imbalan.

The internal side of our nature

Sisi internal dalam sifat kita

is a moral logic and often an inverse logic.

adalah logika moral dan seringkali merupakan logika terbalik.

You have to give to receive.

Anda harus memberi untuk menerima.

You have to surrender to something outside yourself

Anda harus berserah diri pada sesuatu di luar diri Anda untuk mendapatkan kekuatan.

to gain strength within yourself.

You have to conquer the desire to get what you want.

Anda harus mengalahkan nafsu untuk mendapatkan yang Anda diinginkan.

In order to fulfill yourself, you have to forget yourself.

Agar merasa puas, Anda harus melupakan diri Anda sendiri

In order to find yourself, you have to lose yourself.

Untuk menemukan diri sendiri, Anda harus melepaskan diri Anda.

We happen to live in a society that favors Adam I,

Kita hidup dalam masyarakat yang memihak Adam I,

and often neglects Adam II.

dan seringkali mengabaikan Adam II.

And the problem is, that turns you into a shrewd animal

Dan masalahnya adalah, itu menjadikan Anda binatang licik

who treats life as a game,

yang menjadikan hidup seperti permainan,

and you become a cold, calculating creature

dan Anda menjadi makhluk yang dingin dan penuh perhitungan

who slips into a sort of mediocrity

yang menjadi sesuatu yang biasa

where you realize there's a difference

dimana Anda menyadari ada perbedaan antara

between your desired self and your actual self.

diri yang Anda inginkan dan Anda yang sebenarnya.

You're not earning the sort of eulogy you want,

Anda tidak mendapatkan eulogi yang Anda kehendaki,

yang Anda harap akan diberikan pada Anda.

you hope someone will give to you.

You don't have the depth of conviction.

Anda tidak punya keyakinan mendalam.

You don't have an emotional sonorousness.

Anda tidak memiliki kekuatan emosional.

Anda tidak memiliki komitmen terhadap tugas-tugas

You don't have commitment to tasks

that would take more than a lifetime to commit.

yang butuh lebih dari seumur hidup untuk melakukannya.

I was reminded of a common response through history

Saya teringat tanggapan umum dalam sejarah

of how you build a solid Adam II,

tentang bagaimana kita bisa membangun Adam II yang konkret,

how you build a depth of character.

bagaimana Anda membangun kedalaman karakter.

Through history, people have gone back

Melalui sejarah, orang-orang kembali

into their own pasts,

masa lalu mereka,

sometimes to a precious time in their life,

kadang-kadang pada waktu yang tertentu dalam hidup mereka,

to their childhood,

pada masa kecil mereka,

and often, the mind gravitates in the past

dan seringkali, pikiran kita ditarik ke masa lampau

to a moment of shame,

pada saat-saat yang memalukan,

some sin committed, some act of selfishness,

saat melakukan dosa, bersikap egois,

an act of omission, of shallowness,

berbuat lalai, berpikir dangkal,

dosa kemarahan, dosa mengasihani diri sendiri,

the sin of anger, the sin of self-pity,

berusaha agar disukai semua orang, tidak memiliki keberanian.

trying to be a people-pleaser, a lack of courage.

Adam I is built by building on your strengths.

Adam I tercipta dengan membangun kekuatan diri sendiri.

Adam II is built by fighting your weaknesses.

Adam II tercipta dengan memerangi kelemahan diri.

You go into yourself, you find the sin

Anda melihat ke dalam diri Anda sendiri, Anda mendapati dosa

which you've committed over and again through your life,

yang Anda lakukan berulang kali sepanjang hidup Anda,

your signature sin

dosa andalan Anda

out of which the others emerge,

yang darinya muncul dosa-dosa lain,

and you fight that sin and you wrestle with that sin,

dan Anda memerangi dosa itu dan Anda bergumul dengan dosa itu,

and out of that wrestling, that suffering,

dan keluar dari pergulatan itu, penderitaan itu,

then a depth of character is constructed.

kedalaman karakter dibangun.

Dan kita seringkali tidak diajarkan untuk mengenali

And we're often not taught to recognize

the sin in ourselves,

dosa kita sendiri, dan budaya kita tidak mengajarkan

in that we're not taught in this culture

how to wrestle with it,

bagaimana memeranginya,

how to confront it, and how to combat it.

dan bagaimana melawannya.

We live in a culture with an Adam I mentality

Kita hidup dalam budaya dengan mentalitas Adam I

where we're inarticulate about Adam II.

di mana kita tidak memahami Adam II.

Akhirnya, Reinhold Niebuhr

Finally, Reinhold Niebuhr

summed up the confrontation, the fully lived

merangkum konfrontasi ini, yaitu

Adam I and Adam II life, this way:

kehidupan Adam I dan Adam II, sebagai berikut:

"Nothing that is worth doing can be achieved in our lifetime;

"Tak ada yang hal berharga yang dapat dicapai dalam masa hidup kita;

therefore we must be saved by hope.

karenanya kita harus diselamatkan oleh harapan.

Nothing which is true or beautiful or good makes

Tak ada yang benar atau indah atau baik

masuk akal dalam konteks sejarah manapun;

complete sense in any immediate context of history;

karenanya kita harus diselamatkan oleh iman.

therefore we must be saved by faith.

Nothing we do, however virtuous, can be accomplished alone;

Tak ada yang kita kerjakan,semulia apapun, dapat dicapai sendirian;

therefore we must be saved by love.

karenanya kita harus diselamatkan oleh cinta.

No virtuous act is quite as virtuous

Tak ada tindakan baik yang sama baiknya

from the standpoint of our friend or foe as from our own standpoint.

dari sudut pandang teman atau musuh kita seperti dari sudut pandang kita.

Therefore we must be saved by that final form of love,

Karenanya kita harus diselamatkan oleh bentuk akhir dari cinta,

which is forgiveness.”

yaitu memaafkan."

Thanks.

Terima kasih.

(Tepuk tangan)

(Applause)