Pearl Arredondo: My story, from gangland daughter to star teacher

Translator: Joseph Geni Reviewer: Morton Bast

Translator: Rommy Rustami Reviewer: Dewi Barnas

So I grew up in East Los Angeles,

Saya tumbuh besar di East Los Angeles,

not even realizing I was poor.

tidak menyadari sama sekali bahwa saya miskin.

My dad was a high-ranking gang member who ran the streets.

Ayah saya adalah anggota geng senior yang menguasai jalanan.

Everyone knew who I was,

Semua orang tahu siapa saya,

so I thought I was a pretty big deal, and I was protected,

jadi saya pikir saya sangat penting, dan saya dilindungi,

and even though my dad spent most of my life

dan meskipun ayah saya sering sekali

in and out of jail,

keluar masuk penjara,

I had an amazing mom who was just fiercely independent.

Saya mempunyai seorang ibu luar biasa yang sangat mandiri.

She worked at the local high school

Dia bekerja di SMA setempat

as a secretary in the dean's office,

sebagai sekretaris di kantor kepala sekolah,

so she got to see all the kids that got thrown out of class,

jadi dia selalu melihat semua anak yang dikeluarkan dari kelas

for whatever reason, who were waiting to be disciplined.

karena berbagai alasan, yang menunggu hukuman mereka.

Man, her office was packed.

Ya Tuhan, kantornya sangat penuh.

So, see, kids like us, we have a lot of things to deal with

Jadi, anak-anak seperti kami mempunyai begitu banyak hal untuk dihadapi

outside of school,

di luar sekolah,

and sometimes we're just not ready to focus.

dan terkadang kami tidak siap untuk fokus.

But that doesn't mean that we can't.

Tapi itu bukan berarti kami tidak bisa.

It just takes a little bit more.

Kami hanya membutuhkan waktu lebih lama.

Like, I remember one day I found my dad

Seperti, saya teringat ketika suatu hari saya menemukan ayah saya

convulsing, foaming at the mouth,

kejang-kejang, dengan mulut berbusa,

OD-ing on the bathroom floor.

overdosis di lantai kamar mandi.

Really, do you think that doing my homework that night

Yang benar saja, apa Anda pikir mengerjakan PR malam itu

was at the top of my priority list?

menjadi prioritas teratas saya?

Not so much.

Tidak juga.

But I really needed a support network,

Tapi saya betul-betul membutuhkan jejaring pendukung,

a group of people who were going to help me

sekelompok orang yang akan membantu saya

make sure that I wasn't going to be

memastikan bahwa saya tidak akan menjadi

a victim of my own circumstance,

korban dari keadaan saya sendiri,

that they were going to push me

dan mereka akan mendorong saya

beyond what I even thought I could do.

jauh lebih dari yang bahkan saya sendiri bisa bayangkan.

I needed teachers, in the classroom, every day,

Saya membutuhkan para guru, di kelas, setiap hari,

who were going to say, "You can move beyond that."

yang mengatakan, "Kamu bisa melakukan lebih dari ini."

And unfortunately, the local junior high

Dan sayangnya, SMP setempat

was not going to offer that.

tidak akan menawarkan dukungan seperti itu.

It was gang-infested, huge teacher turnover rate.

Daerah kami sangat dikuasai geng, sehingga para guru selalu silih berganti.

So my mom said, "You're going on a bus

Jadi ibu saya berkata, "Kamu akan naik bus ke sekolah

an hour and a half away from where we live every day."

yang jauhnya satu setengah jam dari rumah kita setiap hari."

So for the next two years, that's what I did.

Jadi selama dua tahun berikutnya, itulah yang saya lakukan.

I took a school bus to the fancy side of town.

Saya naik bus sekolah ke daerah elit di sisi lain kota.

And eventually, I ended up at a school

Dan akhirnya, saya bersekolah

where there was a mixture.

di tengah lingkungan yang beragam.

There were some people who were really gang-affiliated,

Ada beberapa orang yang terlibat dalam geng,

and then there were those of us

dan ada orang-orang seperti saya

really trying to make it to high school.

yang benar-benar berusaha untuk masuk SMA.

Well, trying to stay out of trouble was a little unavoidable.

Namun mencoba menjauhi masalah kadang sulit dihindari.

You had to survive.

Anda harus dapat bertahan hidup.

You just had to do things sometimes.

Kadang-kadang Anda harus melakukan hal-hal lain.

So there were a lot of teachers who were like,

Jadi ada beberapa guru yang berpikir,

"She's never going to make it.

"Dia tidak akan berhasil.

She has an issue with authority.

Dia punya masalah dengan otoritas.

She's not going to go anywhere."

Dia tidak akan menjadi siapa-siapa."

Some teachers completely wrote me off as a lost cause.

Beberapa guru bahkan mencap saya tidak ada harapan.

But then, they were very surprised

Namun kemudian, mereka sangat terkejut

when I graduated from high school.

ketika saya lulus dari SMA.

I was accepted to Pepperdine University,

Saya diterima di Pepperdine University,

and I came back to the same school that I attended

dan saya kembali ke sekolah saya sebelumnya

to be a special ed assistant.

untuk menjadi asisten guru khusus.

And then I told them, "I want to be a teacher."

Dan saya mengatakan kepada mereka, "Saya mau menjadi guru."

And boy, they were like, "What? Why?

Mereka semua terkejut, "Apa? Kenapa?

Why would you want to do that?"

Kenapa kamu mau menjadi guru?"

So I began my teaching career

Jadi saya mengawali karir mengajar saya

at the exact same middle school that I attended,

di sekolah menengah yang sama tempat saya bersekolah dulu,

and I really wanted to try to save more kids

dan saya benar-benar ingin mencoba menyelamatkan lebih banyak anak-anak

who were just like me.

seperti saya.

And so every year, I share my background with my kids,

Jadi setiap tahun, saya berbagi pengalaman latar belakang saya dengan anak-anak,

because they need to know that everyone has a story,

karena mereka perlu mengetahui bahwa setiap orang punya cerita,

everyone has a struggle,

setiap orang memliki perjuangannya sendiri,

and everyone needs help along the way.

dan setiap orang membutuhkan bantuan dalam prosesnya.

And I am going to be their help along the way.

Dan saya akan menjadi penolong bagi anak-anak ini.

So as a rookie teacher, I created opportunity.

Jadi sebagai seorang guru pemula, saya menciptakan kesempatan.

I had a kid one day come into my class

Suatu hari ada seorang anak yang datang ke kelas saya

having been stabbed the night before.

setelah ditikam pada malam sebelumnya.

I was like, "You need to go to a hospital,

Saya bilang, "Kamu harus ke rumah sakit,

the school nurse, something."

atau ke perawat sekolah, rawat lukamu."

He's like, "No, Miss, I'm not going.

Dia menjawab, "Tidak, Bu, saya tidak mau pergi.

I need to be in class because I need to graduate."

Saya harus ada di kelas karena saya ingin lulus."

So he knew that I was not going to let him be a victim

Jadi dia tahu bahwa saya tidak akan membiarkannya menjadi korban

of his circumstance,

dari keadaannya,

but we were going to push forward and keep moving on.

tapi kita harus terus maju ke depan dan terus berupaya.

And this idea of creating a safe haven for our kids

Dan ide untuk menciptakan tempat yang aman bagi anak-anak ini

and getting to know exactly what they're going through,

dan mengetahui dengan pasti apa yang akan mereka jalani,

getting to know their families -- I wanted that,

mengenal lebih dalam keluarga mereka -- saya ingin melakukannya,

but I couldn't do it in a school with 1,600 kids,

tapi saya tidak bisa melakukannya di sekolah dengan 1.600 anak,

and teachers turning over year after year after year.

dan guru yang keluar masuk setiap tahun.

How do you get to build those relationships?

Bagaimana Anda membangun hubungan dalam keadaan seperti itu?

So we created a new school.

Jadi kami mendirikan sebuah sekolah baru.

And we created

Dan kami mendirikan

the San Fernando Institute for Applied Media.

San Fernando Institute for Applied Media.

And we made sure that we were still attached

Dan kami memastikan agar tetap terhubung

to our school district for funding, for support.

dengan pengelola sekolah di distrik kami untuk mendapatkan pendanaan dan dukungan.

But with that, we were going to gain freedom:

Namun dengan itu, kami akan mendapatkan kebebasan:

freedom to hire the teachers

kebebasan untuk mempekerjakan guru-guru

that we knew were going to be effective;

yang kami tahu akan bekerja dengan efektif;

freedom to control the curriculum

kebebasan untuk mengatur kurikulum sendiri

so that we're not doing lesson 1.2 on page five, no;

sehingga kami tidak harus melakukan Pelajaran 1.2 dari halaman lima, tidak;

and freedom to control a budget,

dan kebebasan untuk mengendalikan anggaran,

to spend money where it matters,

untuk mengalokasikan dana pada hal-hal yang penting,

not how a district or a state says you have to do it.

bukan seperti yang diatur oleh distrik atau pemerintah daerah.

We wanted those freedoms.

Kami menginginkan kebebasan-kebebasan itu.

But now, shifting an entire paradigm,

Tapi tentunya, mengubah sebuah paradigma -- cara pandang,

it hasn't been an easy journey, nor is it even complete.

bukan merupakan proses yang mudah, dan prosesnya masih terus berjalan.

But we had to do it.

Tapi kami harus melakukannya.

Our community deserved a new way of doing things.

Komunitas kami layak mendapatkan perubahan itu.

And as the very first pilot middle school

Dan sebagai proyek sekolah menengah percontohan pertama

in all of Los Angeles Unified School District,

di seluruh Distrik Sekolah-Sekolah Los Angeles,

you better believe there was some opposition.

tentunya ada banyak perlawanan yang kami hadapi.

And it was out of fear --

Yang semuanya terlahir dari ketakutan --

fear of, well, what if they get it wrong?

ketakutan atas, yah, bagaimana kalau mereka ternyata gagal?

Yeah, what if we get it wrong?

Yah, bagaimana kalau kami gagal?

But what if we get it right?

Tapi bagaimana jika kami berhasil?

And we did.

Dan kami berhasil.

So even though teachers were against it

Jadi meskipun guru-guru menentang hal ini

because we employ one-year contracts --

karena kami menerapkan kontrak satu tahun --

you can't teach, or you don't want to teach,

jika Anda tidak bisa mengajar, atau tidak mau mengajar,

you don't get to be at my school with my kids.

Anda tidak berhak berada di sekolah ini dengan anak-anak saya.

(Applause)

(Tepuk tangan)

So in our third year, how did we do it?

Jadi pada tahun ketiga kami, bagaimana pencapaian kami?

Well, we're making school worth coming to every day.

Jadi, kami membuat sekolah menjadi tempat yang layak didatangi setiap hari.

We make our kids feel like they matter to us.

Kami membuat anak-anak merasa bahwa mereka penting bagi kami.

We make our curriculum rigorous and relevant to them,

Kami membuat kurikulum yang ketat dan relevan bagi mereka,

and they use all the technology that they're used to.

dan mereka menggunakan semua teknologi yang biasa mereka gunakan.

Laptops, computers, tablets -- you name it, they have it.

Laptop, komputer, komputer tablet -- sebut saja, mereka mempunyainya.

Animation, software, moviemaking software, they have it all.

Animasi, software, program pembuat film, mereka punya semua itu.

And because we connect it to what they're doing —

Dan karena kami menghubungkannya dengan apa yang mereka lakukan --

For example, they made public service announcements

Contohnya, mereka membuat iklan layanan masyarakat

for the Cancer Society.

untuk Komunitas Kanker.

These were played in the local trolley system.

Iklan tersebut ditayangkan pada sistim trem setempat.

Teaching elements of persuasion,

Kami mengajarkan elemen-elemen persuasi,

it doesn't get any more real than that.

tidak mungkin bisa lebih nyata dari ini.

Our state test scores have gone up

Nilai Ujian Nasional sekolah kami sudah meningkat

more than 80 points since we've become our own school.

lebih dari 80 poin sejak kami mendirikan sekolah kami.

But it's taken all stakeholders, working together --

Tapi itu membutuhkan semua pihak untuk bekerja sama --

teachers and principals on one-year contracts,

para guru dan kepala sekolah dalam kontrak satu tahun,

working over and above and beyond their contract hours

bekerja melebihi dan melampaui jam kontrak mereka

without compensation.

tanpa kompensasi.

And it takes a school board member

Dan itu membutuhkan anggota dewan sekolah

who is going to lobby for you and say,

yang akan melakukan lobi untuk Anda dan berkata,

"Know, the district is trying to impose this,

"Ketahuilah, pemda mencoba untuk memaksakan hal ini,

but you have the freedom to do otherwise."

tapi Anda mempunyai kebebasan untuk melakukannya secara berbeda."

And it takes an active parent center

Dan dibutuhkan lembaga orang tua murid yang aktif

who is not only there, showing a presence every day,

yang tidak hanya sekadar ada, menunjukkan kehadiran setiap hari,

but who is part of our governance,

tapi yang menjadi bagian dari pengelolaan sekolah kami,

making decisions for their kids, our kids.

mengambil berbagai keputusan bagi anak-anak mereka, anak-anak kita.

Because why should our students have to go

Karena mengapa murid-murid kita harus menempuh

so far away from where they live?

perjalanan jauh dari tempat mereka tinggal?

They deserve a quality school in their neighborhood,

Mereka berhak mendapatkan sekolah berkualitas di tempat tinggal mereka,

a school that they can be proud to say they attend,

sebuah sekolah yang mereka dapat dengan bangga mengatakan bahwa mereka bersekolah disana,

and a school that the community can be proud of as well,

dan sebuah sekolah yang dapat dibanggakan juga oleh komunitasnya,

and they need teachers to fight for them every day

dan mereka membutuhkan guru-guru untuk berjuang bagi mereka setiap harinya

and empower them to move beyond their circumstances.

dan memberdayakan mereka untuk bisa mencapai melampaui keadaan mereka sekarang.

Because it's time that kids like me

Karena sudah waktunya bagi anak-anak seperti saya

stop being the exception, and we become the norm.

berhenti menjadi pengecualian, dan menjadi norma yang diterima.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk Tangan)