Your words may predict your future mental health | Mariano Sigman

Translator: devi rachmadena Reviewer: Prameswari Rahmanu

We have historical records that allow us to know how the ancient Greeks dressed,

Ada rekaman sejarah darimana kita bisa tahu

bagaimana orang Yunani kuno berpakaian,

how they lived,

bagaimana mereka hidup,

how they fought ...

bagaimana mereka bertempur,

but how did they think?

tapi bagaimana cara mereka berpikir?

One natural idea is that the deepest aspects of human thought --

Satu kemungkinannya adalah aspek terdalam pemikiran manusia --

our ability to imagine,

kemampuan kita untuk membayangkan,

to be conscious,

mempunyai kesadaran,

to dream --

untuk bermimpi --

have always been the same.

selalu sama dari dulu sampai sekarang.

Another possibility

Kemungkinan lain

is that the social transformations that have shaped our culture

adalah bahwa transformasi sosial yang telah membentuk budaya kita

may have also changed the structural columns of human thought.

mungkin juga telah mengubah pilar sosial pemikiran manusia.

We may all have different opinions about this.

Mungkin kita punya pendapat yang berbeda tentang ini.

Actually, it's a long-standing philosophical debate.

Ini adalah debat filosofi yang sudah berlangsung lama.

But is this question even amenable to science?

Tapi apa pertanyaan ini bisa diterima secara ilmiah?

Here I'd like to propose

Di sini saya ingin mengusulkan, sebagaimana halnya

that in the same way we can reconstruct how the ancient Greek cities looked

kita bisa merekonstruksi tampilan kota kuno Yunani

just based on a few bricks,

hanya berdasarkan beberapa batu bata,

that the writings of a culture are the archaeological records,

tulisan budaya adalah catatan arkeologi,

the fossils, of human thought.

fosil dari pikiran manusia.

And in fact,

Dan faktanya,

doing some form of psychological analysis

setelah melakukan analisis psikologi

of some of the most ancient books of human culture,

atas buku-buku kuno tentang budaya manusia,

Julian Jaynes came up in the '70s with a very wild and radical hypothesis:

Julian Jaynes mempublikasikan hipotesa yang sangat liar dan radikal di tahun 70an

that only 3,000 years ago,

bahwa baru sekitar 3.000 tahun lalu,

humans were what today we would call schizophrenics.

manusia mengalami kondisi yang sekarang kita sebut skizofrenia.

And he made this claim

Dan dia membuat pernyataan ini

based on the fact that the first humans described in these books

berdasarkan fakta bahwa manusia pertama yang digambarkan di buku-buku itu

behaved consistently,

secara konsisten berperilaku

in different traditions and in different places of the world,

dalam tradisi berbeda dan di tempat yang berbeda di dunia,

as if they were hearing and obeying voices

seakan-akan mereka mendengar dan mematuhi suara

that they perceived as coming from the Gods,

yang menurut pemahaman mereka berasal dari Tuhan,

or from the muses ...

atau mendapat ilham ...

what today we would call hallucinations.

yang sekarang kita sebut halusinasi.

And only then, as time went on,

Dan baru belakangan, seiring berjalannya waktu,

they began to recognize that they were the creators,

mereka mulai menyadari bahwa merekalah yang menciptakan

the owners of these inner voices.

suara-suara batin ini.

And with this, they gained introspection:

Dan dengan demikian, mereka belajar berintrospeksi:

the ability to think about their own thoughts.

kemampuan untuk berpikir tentang pikiran mereka sendiri.

So Jaynes's theory is that consciousness,

Jadi teori Jaynes adalah bahwa kesadaran,

at least in the way we perceive it today,

setidaknya menurut pemahaman kita sekarang,

where we feel that we are the pilots of our own existence --

dimana kita merasa bahwa kita adalah pilot keberadaan kita sendiri --

is a quite recent cultural development.

adalah perkembangan budaya yang relatif baru.

And this theory is quite spectacular,

Dan teori ini cukup spektakuler,

but it has an obvious problem

tapi memiliki masalah mendasar,

which is that it's built on just a few and very specific examples.

yaitu ia dibangun hanya atas dasar beberapa contoh yang sangat spesifik.

So the question is whether the theory

Pertanyaannya adalah apakah teori

that introspection built up in human history only about 3,000 years ago

bahwa introspeksi baru muncul dalam sejarah manusia sekitar 3.000 tahun lalu

can be examined in a quantitative and objective manner.

bisa diteliti dengan cara yang obyektif dan kuantitatif.

And the problem of how to go about this is quite obvious.

Alasannya cukup jelas.

It's not like Plato woke up one day and then he wrote,

Plato tidak terbangun suatu hari lalu menulis,

"Hello, I'm Plato,

"Halo, saya Plato,

and as of today, I have a fully introspective consciousness."

dan mulai hari ini saya punya kesadaran introspeksi penuh."

(Laughter)

(Tertawa)

And this tells us actually what is the essence of the problem.

Ini menjelaskan apa inti masalah sebenarnya.

We need to find the emergence of a concept that's never said.

Kita perlu menemukan satu konsep yang belum pernah diutarakan.

The word introspection does not appear a single time

Kata introspeksi tak pernah muncul satu kali pun

in the books we want to analyze.

dalam buku-buku yang kita ingin analisis.

So our way to solve this is to build the space of words.

Jadi solusi kami adalah membangun ruang kata-kata.

This is a huge space that contains all words

Sebuah ruang besar yang berisi semua kata-kata

in such a way that the distance between any two of them

sedemikian rupa sehingga jarak antara keduanya

is indicative of how closely related they are.

bisa mengindikasikan kedekatan (makna) kata-kata tersebut.

So for instance,

Jadi misalnya,

you want the words "dog" and "cat" to be very close together,

kita ingin kata "anjing" dan "kucing" berdekatan,

but the words "grapefruit" and "logarithm" to be very far away.

tapi kata "anggur" dan "logaritma" saling berjauhan.

And this has to be true for any two words within the space.

Dan prinsip ini harus dipenuhi untuk setiap pasang kata dalam ruang ini.

And there are different ways that we can construct the space of words.

Ada beberapa cara untuk membangun ruang kata-kata ini.

One is just asking the experts,

Pertama, bertanya pada ahlinya,

a bit like we do with dictionaries.

seperti melihat di kamus.

Another possibility

Kemungkinan lain

is following the simple assumption that when two words are related,

adalah mengikuti asumsi sederhana bahwa ketika dua kata berhubungan,

they tend to appear in the same sentences,

mereka biasanya muncul dalam kalimat yang sama,

in the same paragraphs,

dalam paragraf yang sama,

in the same documents,

dalam dokumen yang sama,

more often than would be expected just by pure chance.

dan seringkali hanya karena kebetulan semata.

And this simple hypothesis,

Hipotesa sederhana ini,

this simple method,

metode sederhana ini,

with some computational tricks

dengan bantuan komputer untuk memproses

that have to do with the fact

that this is a very complex and high-dimensional space,

ruang yang kompleks dan berdimensi tinggi ini,

turns out to be quite effective.

ternyata cukup efektif.

Saya akan berbagi pengalaman saya agar Anda tahu seberapa efektif kerjanya,

And just to give you a flavor of how well this works,

this is the result we get when we analyze this for some familiar words.

ini hasil yang didapatkan ketika kami menganalisis beberapa kata umum.

And you can see first

Pertama, Anda bisa lihat

that words automatically organize into semantic neighborhoods.

bahwa kata-kata ini secara otomatis terkelompok atas kedekatan semantik.

So you get the fruits, the body parts,

Ada buah-buahan, bagian tubuh,

the computer parts, the scientific terms and so on.

istilah komputer, istilah ilmiah, dan seterusnya.

The algorithm also identifies that we organize concepts in a hierarchy.

Algoritme ini juga menunjukkan bahwa ada hierarki dalam konsep.

So for instance,

Jadi misalnya,

you can see that the scientific terms break down into two subcategories

bisa dilihat bahwa istilah ilmiah terbagi atas 2 sub-kategori

of the astronomic and the physics terms.

yaitu istilah astronomi dan fisika.

And then there are very fine things.

Lalu ada hal-hal yang sangat mendetail.

For instance, the word astronomy,

Misalnya, kata "astronomi,"

which seems a bit bizarre where it is,

yang posisinya tampak agak ganjil,

is actually exactly where it should be,

tapi disanalah posisi yang seharusnya,

between what it is,

di antara "apa itu astronomi" --

an actual science,

sebuah ilmu nyata,

and between what it describes,

dan "apa yang dijelaskannya" --

the astronomical terms.

yaitu istilah-istilah astronomi.

Dan kita bisa terus menelaah banyak kata seperti ini.

And we could go on and on with this.

Actually, if you stare at this for a while,

Bahkan, kalau Anda mengamatinya sejenak

and you just build random trajectories,

dan menarik garis acak,

you will see that it actually feels a bit like doing poetry.

Anda akan merasa seperti membuat puisi.

And this is because, in a way,

Dan ini karena berjalan dalam ruangan ini,

walking in this space is like walking in the mind.

agak serupa dengan berjalan di dalam pikiran.

And the last thing

Di samping itu,

is that this algorithm also identifies what are our intuitions,

algoritme ini juga memahami intuisi kita,

of which words should lead in the neighborhood of introspection.

kata mana yang seharusnya berada pada kelompok introspeksi.

So for instance,

Misalnya,

words such as "self," "guilt," "reason," "emotion,"

kata seperti "diri," "rasa bersalah," "alasan," "perasaan,"

are very close to "introspection,"

sangat dekat dengan "introspeksi,"

but other words,

tapi kata lain, seperti

such as "red," "football," "candle," "banana,"

"merah," "sepakbola," "lilin," "pisang,"

are just very far away.

sangat jauh.

And so once we've built the space,

Jadi setelah kita membangun ruang ini,

the question of the history of introspection,

pertanyaan tentang sejarah introspeksi,

or of the history of any concept

atau sejarah konsep apapun

which before could seem abstract and somehow vague,

yang mungkin tampak abstrak dan samar sebelumnya,

becomes concrete --

menjadi konkrit --

becomes amenable to quantitative science.

bisa diterima dalam ilmu kuantitatif.

All that we have to do is take the books,

Kita hanya perlu mengambil buku-buku,

we digitize them,

menjadikannya digital,

and we take this stream of words as a trajectory

dan kita gunakan kata-kata di dalamnya menjadi lintasan

and project them into the space,

dan memproyeksikannya di ruang tersebut,

and then we ask whether this trajectory spends significant time

lalu kita cari tahu apakah kata-kata ini berada cukup lama

circling closely to the concept of introspection.

dalam posisi yang berdekatan dengan konsep introspeksi.

And with this,

Dan dengan ini,

we could analyze the history of introspection

kita bisa menganalisis sejarah introspeksi

in the ancient Greek tradition,

dalam tradisi Yunani kuno,

for which we have the best available written record.

yang memiliki catatan sejarah tertulis yang terbaik.

So what we did is we took all the books --

Jadi yang kami lakukan adalah mengambil semua buku,

we just ordered them by time --

menyusunnya sesuai masanya,

for each book we take the words

lalu mengambil kata-kata dari setiap buku

and we project them to the space,

dan memproyeksikannya pada ruang,

and then we ask for each word how close it is to introspection,

lalu kami menganalisis kedekatan setiap kata dengan "introspeksi,"

and we just average that.

dan kami ambil nilai rata-ratanya.

And then we ask whether, as time goes on and on,

Lalu kami selidiki apakah seiring berjalannya waktu,

these books get closer, and closer and closer

buku-buku itu menjadi semakin dekat

to the concept of introspection.

dengan konsep introspeksi.

And this is exactly what happens in the ancient Greek tradition.

Dan inilah yang terjadi pada tradisi Yunani kuno.

So you can see that for the oldest books in the Homeric tradition,

Anda bisa lihat di sini; pada buku tertua dalam tradisi Homer,

there is a small increase with books getting closer to introspection.

ada peningkatan kecil buku-buku yang semakin mendekati introspeksi.

But about four centuries before Christ,

Tapi sekitar 4 abad sebelum Masehi,

this starts ramping up very rapidly to an almost five-fold increase

terjadi peningkatan yang sangat pesat, hingga hampir lima kali lipat,

of books getting closer, and closer and closer

buku-buku semakin mendekati

to the concept of introspection.

konsep introspeksi.

And one of the nice things about this

Salah satu hal yang baik tentang ini adalah sekarang kita bisa bertanya,

is that now we can ask

whether this is also true in a different, independent tradition.

apakah hal ini juga berlaku dalam tradisi mandiri yang berbeda.

So we just ran this same analysis on the Judeo-Christian tradition,

Jadi kami gunakan analisis yang sama untuk tradisi Judeo-Kristen,

and we got virtually the same pattern.

dan bisa dikatakan kami mendapatkan pola yang sama.

Again, you see a small increase for the oldest books in the Old Testament,

Sekali lagi Anda bisa lihat peningkatan kecil

pada buku-buku tertua Perjanjian Lama,

and then it increases much more rapidly

lalu meningkat jauh lebih pesat

in the new books of the New Testament.

dalam buku Perjanjian Baru.

And then we get the peak of introspection

Lalu puncak introspeksi terjadi pada

in "The Confessions of Saint Augustine,"

"Pengakuan Santo Agustinus"

about four centuries after Christ.

sekitar 4 abad sesudah Masehi.

And this was very important,

Buku ini sangat penting,

because Saint Augustine had been recognized by scholars,

karena Santo Agustinus dikenal oleh para cendikiawan,

philologists, historians,

para ahli bahasa, dan ahli sejarah

as one of the founders of introspection.

sebagai salah seorang pendiri introspeksi.

Actually, some believe him to be the father of modern psychology.

Bahkan, beberapa pihak percaya dia adalah bapak psikologi modern.

So our algorithm,

Jadi algoritme kami,

which has the virtue of being quantitative,

yang sifatnya kuantitatif,

of being objective,

sifatnya obyektif,

and of course of being extremely fast --

dan tentu saja sangat cepat --

it just runs in a fraction of a second --

bekerja dalam pecahan detik --

can capture some of the most important conclusions

bisa menangkap beberapa kesimpulan yang paling penting

of this long tradition of investigation.

dari tradisi panjang investigasi ini.

And this is in a way one of the beauties of science,

Dan ini bisa dikatakan adalah salah satu keindahan sains,

which is that now this idea can be translated

yaitu bahwa ide ini sekarang bisa diterjemahkan

and generalized to a whole lot of different domains.

dan digeneralisasi pada banyak area yang berbeda.

So in the same way that we asked about the past of human consciousness,

Sama seperti ketika kita mempertanyakan tentang masa lalu kesadaran manusia,

maybe the most challenging question we can pose to ourselves

mungkin pertanyaan paling menantang yang bisa kita tanyakan pada diri kita

is whether this can tell us something about the future of our own consciousness.

adalah apakah ia bisa meramalkan masa depan kesadaran kita.

To put it more precisely,

Lebih jelasnya,

whether the words we say today

apakah kata-kata yang kita ucapkan sekarang

can tell us something of where our minds will be in a few days,

bisa meramalkan seperti apa pikiran kita dalam beberapa hari ke depan,

in a few months

dalam beberapa bulan,

or a few years from now.

atau beberapa tahun lagi.

And in the same way many of us are now wearing sensors

Dengan cara yang sama, banyak dari kita sekarang menggunakan sensor

that detect our heart rate,

yang mendeteksi denyut jantung,

our respiration,

pernapasan kita,

our genes,

dan gen kita,

on the hopes that this may help us prevent diseases,

dengan harapan bahwa ini bisa mencegah penyakit,

kita bisa menanyakan apakah memonitor dan menganalisis

we can ask whether monitoring and analyzing the words we speak,

kata-kata yang kita ucapkan,

we tweet, we email, we write,

kita kicaukan, surel kita, tulisan kita,

can tell us ahead of time whether something may go wrong with our minds.

bisa memperingatkan bahwa ada sesuatu yang salah di dalam pikiran kita.

And with Guillermo Cecchi,

Bersama dengan Guillermo Cecchi,

who has been my brother in this adventure,

yang telah menjadi rekan saya dalam petualangan ini,

we took on this task.

kami melakukan studi ini.

And we did so by analyzing the recorded speech of 34 young people

Kami melakukannya dengan menganalisis rekaman pembicaraan 34 anak muda

who were at a high risk of developing schizophrenia.

yang memiliki resiko tinggi menderita skizofrenia.

And so what we did is, we measured speech at day one,

Kami mengukur ucapan mereka di hari pertama,

and then we asked whether the properties of the speech could predict,

lalu kami mencari tahu apakah karakteristik ucapan mereka bisa

within a window of almost three years,

memprediksi dalam rentang waktu hampir tiga tahun,

the future development of psychosis.

kemungkinan gangguan kejiwaan di masa depan.

But despite our hopes,

Meskipun kami punya harapan besar,

we got failure after failure.

kami berkali-kali mengalami kegagalan.

There was just not enough information in semantics

Tidak ada cukup informasi dalam semantik

to predict the future organization of the mind.

untuk memprediksi masa depan penataan pikiran.

It was good enough

Informasi tersebut cukup baik

to distinguish between a group of schizophrenics and a control group,

untuk membedakan antara grup skizofrenia dan grup kendali,

a bit like we had done for the ancient texts,

mirip dengan yang kami lakukan dengan teks-teks kuno,

but not to predict the future onset of psychosis.

tapi bukan untuk memprediksi kemunculan gangguan kejiwaan di masa depan.

But then we realized

Tapi kemudian kami menyadari

that maybe the most important thing was not so much what they were saying,

bahwa mungkin hal yang paling penting bukanlah apa yang mereka katakan,

but how they were saying it.

melainkan bagaimana mereka mengatakannya.

More specifically,

Lebih jelasnya,

it was not in which semantic neighborhoods the words were,

bukan posisi semantik kata-kata itu,

but how far and fast they jumped

tapi seberapa jauh dan cepat kata-kata itu melompat

from one semantic neighborhood to the other one.

dari kategori semantik satu ke yang lainnya.

And so we came up with this measure,

Kami lalu menciptakan formula

which we termed semantic coherence,

yang kami sebut pertalian semantik,

which essentially measures the persistence of speech within one semantic topic,

yang mengukur kesinambungan ucapan dalam satu topik semantik,

within one semantic category.

dalam satu kategori semantik.

And it turned out to be that for this group of 34 people,

Ternyata, bagi 34 orang ini,

the algorithm based on semantic coherence could predict,

algoritme yang berdasarkan pada pertalian semantik bisa memprediksi,

with 100 percent accuracy,

dengan ketepatan 100 persen,

who developed psychosis and who will not.

siapa yang akan mengalami gangguan jiwa dan siapa yang tidak.

And this was something that could not be achieved --

Dan ini adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai --

not even close --

tidak sedikitpun --

with all the other existing clinical measures.

oleh pengukuran klinis lain yang sudah ada.

And I remember vividly, while I was working on this,

Saya ingat dengan jelas, waktu saya mengerjakannya,

I was sitting at my computer

saya sedang duduk di depan komputer

and I saw a bunch of tweets by Polo --

dan saya lihat banyak kicauan dari Polo --

Polo had been my first student back in Buenos Aires,

Polo adalah siswa pertama saya sewaktu di Buenos Aires,

and at the time he was living in New York.

dan waktu itu dia tinggal di New York.

And there was something in this tweets --

Dan ada sesuatu dalam kicauannya --

I could not tell exactly what because nothing was said explicitly --

Saya tidak bisa bilang apa tepatnya, karena tidak ada yang eksplisit --

but I got this strong hunch,

tapi saya dapat firasat kuat,

this strong intuition, that something was going wrong.

intuisi kuat, bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

So I picked up the phone, and I called Polo,

Jadi saya menelepon Polo,

and in fact he was not feeling well.

dan ternyata dia sedang tidak enak badan.

And this simple fact,

Fakta sederhana ini,

that reading in between the lines,

dengan membaca yang tersirat,

I could sense, through words, his feelings,

saya bisa merasakan, lewat kata-kata, perasaannya,

was a simple, but very effective way to help.

adalah cara yang sederhana tapi efektif.

What I tell you today

Yang saya sampaikan sekarang

is that we're getting close to understanding

adalah bahwa kita hampir bisa mengerti

how we can convert this intuition that we all have,

bagaimana kita bisa mengubah intuisi yang kita semua miliki,

that we all share,

yang kita semua pahami,

into an algorithm.

menjadi algoritme.

And in doing so,

Lalu melalui cara ini,

we may be seeing in the future a very different form of mental health,

mungkin kita bisa melihat bentuk kesehatan mental yang berbeda di masa depan,

based on objective, quantitative and automated analysis

berdasarkan analisis yang obyektif, kuantitatif dan otomatis

of the words we write,

dari kata-kata yang kita tulis,

of the words we say.

kata-kata yang kita ucapkan.

Gracias.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)