Wisdom from great writers on every year of life | Joshua Prager

Translator: Ilham Fadila Reviewer: Qomariah Najmi

Saya akan berusia 44 tahun bulan depan,

dan saya merasa bahwa 44 akan menjadi tahun yang sangat baik,

sebuah tahun pemenuhan, realisasi.

I'm turning 44 next month,

Saya memiliki perasaan itu,

and I have the sense that 44 is going to be a very good year,

bukan karena ada sesuatu yang akan terjadi kepada saya,

a year of fulfillment, realization.

tetapi karena saya membaca 44 akan menjadi tahun yang baik

dalam sebuah buku tahun 1968 karya Norman Mailer.

I have that sense,

not because of anything particular in store for me,

“Dia merasakan usianya sendiri, empat puluh empat tahun ...”

but because I read it would be a good year

tulis Mailer dalam “The Armies of the Night”,

in a 1968 book by Norman Mailer.

“... merasa seolah-olah dia adalah perwujudan padat

"He felt his own age, forty-four ..."

dari tulang, otot, jantung, pikiran, dan sentimen untuk menjadi seorang pria,

wrote Mailer in "The Armies of the Night,"

seolah-olah dia telah sampai”.

"... felt as if he were a solid embodiment

Ya, saya tahu Mailer tidak menulis tentang saya.

of bone, muscle, heart, mind, and sentiment to be a man,

Tetapi saya juga tahu dia menulisnya;

as if he had arrived."

untuk kita semua -- Anda, saya, subjek dari bukunya,

Yes, I know Mailer wasn't writing about me.

yang usianya kurang lebih sama,

But I also know that he was;

berjalan dari lahir dalam urutan besar yang sama:

for all of us -- you, me, the subject of his book,

melalui keajaiban dan kekangan masa kanak-kanak;

age more or less in step,

emansipasi dan frustrasi masa remaja;

proceed from birth along the same great sequence:

pemberdayaan dan beban masa dewasa;

through the wonders and confinements of childhood;

pengakuan dan pengunduran diri di masa tua.

the emancipations and frustrations of adolescence;

Ada pola-pola dalam kehidupan,

the empowerments and millstones of adulthood;

dan pola-pola tersebut dimiliki bersama.

Seperti yang ditulis Thomas Mann:

the recognitions and resignations of old age.

“Hal itu akan terjadi pada saya seperti pada mereka”.

There are patterns to life,

Kita tidak begitu saja menjalani pola-pola ini.

and they are shared.

Kita juga mencatatnya.

As Thomas Mann wrote: "It will happen to me as to them."

Kita menuliskannya dalam buku, di mana mereka menjadi narasi

yang kemudian dapat kita baca dan kenali.

We don't simply live these patterns.

Buku memberitahu siapa kita dulu,

We record them, too.

We write them down in books, where they become narratives

siapa kita sekarang, dan siapa kita nantinya.

that we can then read and recognize.

Demikianlah yang mereka lakukan selama ribuan tahun.

Books tell us who we've been,

Seperti yang ditulis James Salter,

who we are, who we will be, too.

“Kehidupan akan berlanjut ke dalam halaman jika ia berlanjut ke dalam apa pun”.

So they have for millennia.

Dan enam tahun yang lalu, sebuah pemikiran muncul di benak saya:

As James Salter wrote,

"Life passes into pages if it passes into anything."

jika kehidupan berlanjut ke dalam halaman, di suatu tempat, pasti ada

bagian-bagian yang ditulis tentang setiap usia.

And so six years ago, a thought leapt to mind:

Jika saya bisa menemukannya, saya bisa menyusunnya menjadi sebuah narasi.

if life passed into pages, there were, somewhere,

Saya bisa merangkainya menjadi kehidupan,

kehidupan yang panjang, kehidupan seratus tahun,

passages written about every age.

If I could find them, I could assemble them into a narrative.

keseluruhan urutan besar yang sama

yang dilalui orang-orang paling beruntung di antara kita.

I could assemble them into a life,

a long life, a hundred-year life,

Saat itu saya berusia 37 tahun,

the entirety of that same great sequence

“usia kebijaksanaan”, tulis William Trevor.

through which the luckiest among us pass.

Saya cenderung bermeditasi tentang waktu dan usia.

I was then 37 years old,

Sebuah penyakit dalam keluarga dan kemudian cedera pada saya

"an age of discretion," wrote William Trevor.

telah lama memperjelas bahwa menjadi tua tidak bisa diasumsikan.

I was prone to meditating on time and age.

Dan selain itu, menjadi tua hanya menunda hal yang tak terelakkan,

An illness in the family and later an injury to me

waktu melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh keadaan.

had long made clear that growing old could not be assumed.

Itu semua sedikit mengecewakan.

And besides, growing old only postponed the inevitable,

Sebuah daftar, bagaimanapun, akan bertahan.

time seeing through what circumstance did not.

Mencatat tahun demi tahun kehidupan yang rentan

It was all a bit disheartening.

berarti menggenggam dan membumikan apa yang cepat berlalu,

A list, though, would last.

memberi saya dan orang lain pandangan sekilas ke masa depan,

To chronicle a life year by vulnerable year

apakah kita berhasil sampai di sana atau tidak.

would be to clasp and to ground what was fleeting,

Dan ketika saya mulai menyusun daftar saya,

saya dengan cepat terobsesi,

would be to provide myself and others a glimpse into the future,

mencari halaman demi halaman untuk waktu yang lama.

whether we made it there or not.

And when I then began to compile my list, I was quickly obsessed,

Di sinilah kita berada di setiap langkah tahunan

melalui seratus tahun pertama kita.

searching pages and pages for ages and ages.

“Dua puluh tujuh... waktu penyingkapan yang tiba-tiba”,

Here we were at every annual step through our first hundred years.

“enam puluh dua, pengurangan yang halus”.

"Twenty-seven ... a time of sudden revelations,"

Tentu saja, saya menyadari bahwa pandangan seperti itu bersifat relatif.

"sixty-two, ... of subtle diminishments."

Sebagai permulaan, kita sekarang hidup lebih lama,

dan dengan demikian menua lebih lambat.

I was mindful, of course, that such insights were relative.

Christopher Isherwood menggunakan frasa “daun kuning”

untuk menggambarkan pria berusia 53 tahun,

For starters, we now live longer, and so age more slowly.

hanya satu abad setelah digunakan Lord Byron untuk menggambarkan dirinya

Christopher Isherwood used the phrase "the yellow leaf"

pada usia 36 tahun.

(Tertawa)

to describe a man at 53,

Saya juga menyadari bahwa kehidupan dapat berubah secara liar dan tak terduga

only one century after Lord Byron used it to describe himself at 36.

dari satu tahun ke tahun berikutnya,

(Laughter)

dan orang mungkin mengalami usia yang sama secara berbeda.

I was mindful, too, that life can swing wildly and unpredictably

Tetapi meski begitu, ketika daftar tersebut menyatu,

from one year to the next,

begitu juga pada halamannya, jelas seperti pantulan di cermin,

and that people may experience the same age differently.

begitu pula kehidupan yang telah saya jalani:

But even so, as the list coalesced,

menemukan pada usia 20 tahun bahwa “...seseorang kurang yakin siapa dirinya”,

so, too, on the page, clear as the reflection in the mirror,

muncul pada usia 30 tahun dari gurun persiapan

did the life that I had been living:

menuju kehidupan yang aktif;”

finding at 20 that "... one is less and less sure of who one is;"

belajar pada usia 40 tahun

“...menutup perlahan pintu ruangan

emerging at 30 from the "... wasteland of preparation into active life;"

yang tidak akan pernah saya datangi lagi”.

Saya pernah di sana.

learning at 40 "... to close softly the doors to rooms

Tentu saja, kita semua pernah ada di sana.

[I would] not be coming back to."

Milton Glaser, desainer grafis hebat

There I was.

yang visualisasinya indah yang Anda lihat di sini,

Of course, there we all are.

dan yang saat ini berusia 85 tahun --

semua tahun-tahun itu “... pematangan dan penyempurnaan”, tulis Nabokov --

Milton Glaser, the great graphic designer

whose beautiful visualizations you see here,

mengingatkan saya bahwa, seperti seni dan warna,

and who today is 85 --

all those years "... a ripening and an apotheosis," wrote Nabokov --

literatur membantu kita mengingat apa yang telah kita alami.

Dan memang, ketika saya membagikan daftar tersebut kepada kakek saya,

noted to me that, like art and like color,

ia mengangguk setuju.

literature helps us to remember what we've experienced.

Saat itu ia berusia 95 tahun dan akan segera meninggal,

And indeed, when I shared the list with my grandfather,

yang ditulis Roberto Bolaño,

he nodded in recognition.

“... sama saja dengan tidak pernah mati”.

He was then 95 and soon to die,

Dan melihat ke belakang, dia berkata ke saya bahwa, ya,

which, wrote Roberto Bolaño,

Proust benar bahwa pada usia 22 tahun, kita yakin tidak akan mati,

"... is the same as never dying."

And looking back, he said to me that, yes,

seperti halnya tanatolog bernama Edwin Shneidman yang benar

Proust was right that at 22, we are sure we will not die,

bahwa pada usia 90 tahun, kita yakin akan mati.

Itu telah terjadi padanya,

just as a thanatologist named Edwin Shneidman was right

juga pada mereka.

that at 90, we are sure we will.

Sekarang daftarnya selesai:

It had happened to him,

seratus tahun.

as to them.

Dan melihat kembali ke belakang,

Now the list is done:

Saya tahu bahwa saya belum selesai.

a hundred years.

Saya masih punya kehidupan yang harus dijalani,

masih ada banyak halaman yang harus dilalui.

And looking back over it,

Dan mengingat Mailer,

I know that I am not done.

Saya menunggu usia 44 tahun.

I still have my life to live,

still have many more pages to pass into.

Terima kasih.

(Tepuk tangan)

And mindful of Mailer,

I await 44.

Thank you.

(Applause)