The psychology behind irrational decisions - Sara Garofalo

Translator: Putri Hapsari Reviewer: Ade Indarta

Let's say you're on a game show.

Bayangkan kamu menjadi peserta kuis.

You've already earned $1000 in the first round

Kamu sudah mendapatkan $1000 di babak pertama

when you land on the bonus space.

lalu kamu dapat slot bonus.

Now, you have a choice.

Kini, kamu harus memilih.

You can either take a $500 bonus guaranteed

Ambil $500 sebagai bonus

or you can flip a coin.

atau lempar koin.

If it's heads, you win $1000 bonus.

Jika keluar kepala, kamu dapat $1000.

If it's tails, you get no bonus at all.

Jika ekor, kamu tak dapat apa-apa.

In the second round, you've earned $2000 when you land on the penalty space.

Babak kedua, saat $2000 sudah terkumpul, kamu dapat slot penalti.

Now you have another choice.

Kamu harus memilih lagi.

You can either take a $500 loss,

Lepas $500,

or try your luck at the coin flip.

atau coba lempar koin.

If it's heads, you lose nothing,

Jika kepala, uangmu utuh.

but if it's tails, you lose $1000 instead.

Jika ekor, $1000-mu hilang.

If you're like most people,

Seperti kebanyakan orang,

you probably chose to take the guaranteed bonus in the first round

Kamu mungkin memilih untuk mengambil $500 di babak pertama

and flip the coin in the second round.

dan lempar koin di babak kedua.

But if you think about it, this makes no sense.

Jika dipikir, pilihan ini sebenarnya tak masuk akal.

The odds and outcomes in both rounds are exactly the same.

Kesempatan dan hasil di kedua babak persis sama.

So why does the second round seem much scarier?

Jadi, mengapa babak kedua tampak lebih berisiko?

The answer lies in a phenomenon known as loss aversion.

Jawabannya ada pada fenomena yang disebut enggan rugi.

Under rational economic theory,

Dalam teori ekonomi rasional,

our decisions should follow a simple mathematical equation

keputusan kita mengikuti persamaan matematis sederhana

that weighs the level of risk against the amount at stake.

yang membandingkan level risiko dengan jumlah yang dipertaruhkan

But studies have found that for many people,

Tapi studi menemukan bahwa bagi banyak orang,

the negative psychological impact we feel from losing something

efek psikologis negatif dari kehilangan sesuatu

is about twice as strong as the positive impact of gaining the same thing.

dua kali lebih kuat dari efek positif mendapatkan sesuatu.

Loss aversion is one cognitive bias that arises from heuristics,

Enggan rugi adalah bias kognitif yang muncul dari heuristik,

problem-solving approaches based on previous experience and intuition

pendekatan pemecahan masalah berdasarkan pengalaman dan intuisi

rather than careful analysis.

alih-alih berdasarkan analisis cermat.

And these mental shortcuts can lead to irrational decisions,

Jalan pintas mental ini berujung pada pilihan tidak rasional,

not like falling in love

bukan semacam jatuh cinta

or bungee jumping off a cliff,

atau bungee jumping,

but logical fallacies that can easily be proven wrong.

tapi kesalahan logis yang bisa dibuktikan salah dengan mudah.

Situations involving probability are notoriously bad for applying heuristics.

Situasi yang meliputi probabilitas itu tak cocok untuk aplikasi heuristik.

For instance, say you were to roll a die with four green faces and two red faces

Misalnya, kamu melempar dadu dengan empat sisi hijau dan dua sisi merah

twenty times.

sebanyak dua puluh kali.

You can choose one of the following sequences of rolls,

Kamu bisa memilih salah satu urutan putaran ini,

and if it shows up, you'll win $25.

dan jika urutan itu muncul, kamu menang $25.

Which would you pick?

Kamu pilih mana?

In one study, 65% of the participants who were all college students

Dalam sebuah studi, 65% peserta yang semuanya mahasiswa,

chose sequence B

memilih urutan B

even though A is shorter and contained within B,

walaupun A lebih pendek dan termuat dalam B.

in other words, more likely.

Dengan kata lain, lebih mungkin muncul.

This is what's called a conjunction fallacy.

Inilah yang disebut kesalahan konjungsi.

Here, we expect to see more green rolls,

Kita ingin melihat lebih banyak sisi hijau,

so our brains can trick us into picking the less likely option.

sehingga otak kita memilih opsi yang berkemungkinan rendah.

Heuristics are also terrible at dealing with numbers in general.

Heuristik juga tak cocok untuk soal yang menyangkut angka.

In one example, students were split into two groups.

Di satu contoh, grup responden dibagi dua.

The first group was asked whether Mahatma Gandhi died before or after age 9,

Grup pertama ditanyai apakah Gandhi meninggal sebelum atau setelah 9 tahun.

while the second was asked whether he died before or after age 140.

Grup kedua ditanyai apakah beliau meninggal sebelum atau setelah 140 tahun.

Both numbers were obviously way off,

Kedua usia sama-sama mustahil,

but when the students were then asked to guess the actual age at which he died,

tapi kemudian responden diminta menebak usia meninggal beliau sebenarnya,

the first group's answers averaged to 50

grup pertama rata-rata menjawab 50 tahun,

while the second group's averaged to 67.

sedangkan grup kedua 67 tahun.

Even though the clearly wrong information in the initial questions

Meskipun pertanyaan ngawur yang diberikan di awal

should have been irrelevant,

seolah tidak relevan,

it still affected the students' estimates.

nyatanya masih mempengaruhi perkiraan.

This is an example of the anchoring effect,

Ini adalah contoh efek jangkar,

and it's often used in marketing and negotiations

dan sering digunakan dalam marketing dan negosiasi

to raise the prices that people are willing to pay.

untuk menaikkan harga.

So, if heuristics lead to all these wrong decisions,

Jadi, jika heuristik menyebabkan semua keputusan salah ini,

why do we even have them?

mengapa kita memilikinya?

Well, because they can be quite effective.

Sebab sistem ini bisa cukup efektif.

For most of human history,

Dalam sejarah manusia,

survival depended on making quick decisions with limited information.

keberlangsungan hidup bergantung pada pengambilan keputusan yang cepat.

When there's no time to logically analyze all the possibilities,

Saat tidak ada waktu untuk menganalisis secara logis,

heuristics can sometimes save our lives.

heuristik bisa menyelamatkan jiwa kita.

But today's environment requires far more complex decision-making,

Tapi kondisi manusia saat ini membutuhkan pengambilan keputusan lebih kompleks,

and these decisions are more biased by unconscious factors than we think,

dan keputusan ini lebih bias karena faktor-faktor tak sadar,

affecting everything from health and education

yang mempengaruhi banyak hal, dari kesehatan,

to finance and criminal justice.

pendidikan, hingga keuangan dan keadilan.

We can't just shut off our brain's heuristics,

Kita tidak bisa mematikan heuristik begitu saja,

but we can learn to be aware of them.

tapi kita bisa belajar banyak darinya.

When you come to a situation involving numbers,

Saat kamu menghadapi situasi yang melibatkan angka,

probability,

probabilitas,

or multiple details,

atau detail berganda,

pause for a second

berhentilah sejenak

and consider that the intuitive answer might not be the right one after all.

dan pertimbangkan bahwa jawaban intuitif mungkin bukanlah jawaban terbaik.