Why plague doctors wore beaked masks

Translator: Diah Novianti Dewi Reviewer: Made Pramana

The year is 1656.

Saat itu tahun 1656.

Your body is wracked by violent chills.

Tubuhmu menggigil oleh rasa dingin yang hebat.

Your head pounds, your muscles are too weak to sit up,

Kepalamu berdenyut, ototmu terlalu lemah untuk duduk,

and you feel like rancid, hard-boiled eggs

dan kau merasa sesuatu seperti telur rebus yang amis keluar dari leher dan ketiakmu.

are squeezing out of your neck and armpits.

In your feverish state, you see a strange-looking man approach,

Dalam keadaan demam, kau melihat seseorang yang terlihat aneh mendekat,

his face obscured by a beak-like mask, his body covered from head to toe.

wajahnya terhalang oleh topeng bak paruh, tubuhnya tertutup dari kepala sampai kaki.

He examines you and even without seeing his face,

Dia memeriksamu dan bahkan tanpa melihat wajahnya,

you know the diagnosis:

kau tahu diagnosisnya:

you have the plague.

kau terkena pes.

The plague stands out as one of the most terrifying and destructive diseases

Pes merupakan salah satu penyakit yang paling menakutkan dan mematikan

in human history.

dalam sejarah manusia.

Wabah menyapu sebagian besar Afro-Eurasia dalam tiga pandemi terpisah

It swept across large parts of Afro- Eurasia in three separate pandemics

starting in the 6th, 14th, and 19th centuries;

mulai dari abad ke-6, ke-14, dan ke-19;

killed tens of millions of people,

membunuh puluhan juta orang,

and had— in the best of cases— about a 40% survival rate.

dan—pada kasus terbaik—mempunyai tingkat bertahan hidup 40%.

The European plague doctor, with his beaked mask and wizard-like robes,

Dokter pes Eropa—dengan topeng paruhnya dan jubah seperti penyihir—

is one of the images most popularly associated with plague today.

menjadi salah satu gambaran sangat populer yang berhubungan dengan wabah kala itu.

He’s often found in books and films about the 14th century pandemic

Ia sering ditemukan pada buku dan film mengenai wabah abad ke-14

known as the Black Death.

yang dikenal sebagai Wabah Hitam.

The only problem is that’s about as accurate as placing

Masalahnya adalah bagaikan menempatkan secara akurat

a modern surgeon at the court of Louis the 14th in Versailles.

ahli bedah modern dalam pengadilan di istana Louis XIV di Versailles.

The confusion is understandable though—

Kebingungan itu bisa dimengerti—

the Black Death had several aftershocks,

Wabah Hitam memiliki beberapa guncangan,

including a series of devastating outbreaks in Western Europe

termasuk serangkaian wabah yang menghancurkan di Eropa Barat

during the 17th century.

selama abad ke-17.

This is when the iconic plague doctor actually emerged on the scene.

Ini adalah saat dokter wabah yang ikonik benar-benar muncul di tempat kejadian.

First described in the early 17th century,

Pertama kali diceritakan pada awal abad ke-17,

the outfit consisted of a hood with crystal eyepieces

pakaiannya terdiri dari tudung dengan kacamata kristal

and a beak filled with a pungent combination of herbs and compounds.

dan paruh yang diisi dengan kombinasi rempah dan senyawa.

This could include cinnamon, pepper, turpentine,

Kombinasinya termasuk kayu manis, lada terpentin,

roast copper, and powdered viper flesh.

tembaga yang dipanggang, dan serbuk daging ular berbisa.

This recipe was inspired by the famed 2nd century Greco-Roman physician Galen,

Resep ini terinspirasi oleh Galen, dokter Yunani-Romawi pada abad kedua,

and was thought to ward off poisoned air known as miasma.

dan dipercaya dapat membasmi udara beracun yang terkenal sebagai miasma.

People believed this bad air spread plague after emanating from swamps

Orang-orang percaya bahwa udara buruk ini

menyebarkan pes setelah menguap dari rawa-rawa

and sources of decay,

dan sumber benda-benda busuk, seperti tumbuhan mati atau bangkai hewan.

such as dead plants or animal carcasses.

In earlier centuries, doctors across Europe carried metal pomanders

Berabad-abad sebelumnya, para dokter melintasi Eropa

membawa pomander logam yang diisi oleh campuran serupa,

filled with similar mixtures,

and it’s possible that the beak evolved as a hands-free alternative.

dan kemungkinan bahwa paruh tersebut berevolusi sebagai pilihan tanpa sentuhan.

The rest of the costume, which included an oiled leather robe, boots and gloves,

Sisa kostumnya, yaitu jubah kulit yang berminyak, bot, dan sarung tangan,

acted as kind of an early hazmat suit,

berfungsi layaknya seperti seragam hazmat,

likely designed to block miasma from entering through the skin’s pores.

yang mungkin dirancang untuk menghalangi miasma masuk melalui pori-pori kulit.

While this shows some basic understanding that plague

Meskipun ini menunjukkan pemahaman dasar bahwa pes itu

spread from one place to another,

dapat menyebar dari satu tempat ke tempat lain,

these doctors couldn’t know that, in most cases,

pada sebagian besar kasus, para dokter tidak mengetahui

the true culprit was a tiny flea transmitting the bacteria,

pelaku sesungguhnya adalah kutu kecil yang menularkan bakteri,

bakteri Yersinia pestis, dibawa oleh orang atau hewan ke yang lain.

Yersinia pestis, from one person or animal to another.

It’s possible that the plague doctor’s outfit may have provided

Kemungkinan jika pakaian dokter wabah itu telah disediakan

some unintentional protection from flea bites.

secara tidak sengaja melindungi dari gigitan kutu.

However, not enough information survives to know whether

Namun, tidak banyak informasi yang bertahan untuk mengetahui

the costumed doctors fared any better than their ordinarily robed counterparts.

dokter berkostum tersebut bernasib lebih baik daripada dokter

yang memakai pakaian biasanya.

It's no surprise that this bizarre getup has captured popular imagination,

Tidak mengejutkan bila pakaian unik ini menjadi imajinasi yang populer,

despite the fact that its use was limited to a few places in Italy and France

meskipun faktanya pakaian tersebut digunakan hanya terbatas

di beberapa tempat di Italia dan Prancis

during the 17th and early 18th centuries.

selama abad ke-17 dan awal abad ke-18.

Even at the time, it was viewed with macabre fascination

Bahkan di saat itu, hal tersebut terlihat menakutkan

and occasionally used to mock the ineffective and corrupt

dan kadang-kadang digunakan untuk mengejek praktik yang tidak efektif

practices of some physicians.

dan korup oleh beberapa dokter.

Until the 20th century, there was no effective treatment for the plague,

Hingga abad ke-20, tidak ada pengobatan yang efektif untuk wabah tersebut,

but that didn’t stop doctors— costumed or not— from trying.

tapi itu tidak menghentikan para dokter, untuk tetap menggunakan jubah tersebut.

They consulted the works of earlier physicians for guidance,

Mereka belajar dari para dokter sebelumnya untuk petunjuk,

did what they could to fend off miasma,

melakukan yang mereka bisa untuk menangkal miasma,

and prescribed a variety of concoctions and antidotes.

dan meresepkan berbagai ramuan serta penangkal.

They also relied on pre-modern medical mainstays.

Mereka juga mengandalkan pengobatan medis terdahulu.

These could include bloodletting,

Bisa jadi seperti menumpahkan darah,

which involved draining (sometimes concerningly large amounts of) blood

seperti halnya menguras (terkadang dalam jumlah yang sangat banyak) darah

in an attempt to remove poison or restore the body’s natural balance.

sebagai upaya mengeluarkan racun

atau mengembalikan keseimbangan alami tubuh.

Or cupping, where the rim of a heated glass

Atau bekam, menggunakan gelas perak yang sudah dipanaskan

was placed over swollen lymph nodes in hopes of making them burst sooner—

ditempatkan di kelenjar yang membengkak dengan harapan lebih cepat meletus —

a sign, when it occurred naturally, that a plague patient was on the mend.

sebuah tanda, saat secara alami, pasien dalam tahap penyembuhan.

Or— perhaps most painfully— cautery,

Atau—yang paling menyakitkan— kauterisasi,

which involved lancing the lymph nodes with a red-hot poker

menusuk kelenjar mengunakan alat tajam yang panas-membara

to release the blackened pus within.

untuk mengeluarkan nanah hitam yang ada di dalamnya.

A lot has changed since their times.

Banyak hal yang berubah sejak itu.

Modern medicine has given us the means to quickly identify

Pengobatan modern memberi kita sarana mengidentifikasi dengan cepat

bacterial as well as viral threats

mengenai ancaman virus dan bakteri

and to effectively mobilize against them.

dan secara efektif melawan mereka.

We also have access to technologies like test kits,

Kita juga punya akses pada teknologi seperti alat tes,

masks to deter the spread of respiratory viruses, and vaccines;

masker untuk mencegah penyebaran virus pada pernapasan, dan vaksin;

and we conduct robust trials to make sure they’re safe and effective.

dan kita melakukan uji coba untuk memastikan bahwa itu aman dan efektif.

But some things don’t change:

Namun, ada hal-hal yang tidak berubah:

we still depend on the courage and compassion of medical professionals

kita masih bergantung pada keberanian dan belas kasih para ahli medis

who voluntarily risk their lives

yang rela mempertaruhkan nyawa mereka

against an invisible attacker to help and comfort those who need it most.

melawan penyerang yang tidak terlihat

demi menolong dan menenangkan orang-orang yang memerlukan.