Why it’s so hard to cure HIV/AIDS - Janet Iwasa

Mengapa sulit mengobati HIV/AIDS? - Janet Iwasa

Translator: Fathi Mustaqim Reviewer: Elizabeth Kwan

In 2008, something incredible happened: a man was cured of HIV.

Pada tahun 2008, hal luar biasa terjadi: seorang pria sembuh dari HIV.

In over 70 million HIV cases, that was a first and, so far, a last.

Dari 70 juta lebih kasus HIV, ini kejadian pertama dan terakhir.

We don't yet understand exactly how he was cured.

Kita belum mengerti secara pasti bagaimana ia disembuhkan.

We can cure people of various diseases, such as malaria and hepatitis C,

Kita bisa menangani berbagai penyakit, seperti malaria dan hepatitis C,

so why can't we cure HIV?

mengapa kita tidak bisa menyembuhkan HIV?

Well, first let's examine how HIV infects people

Baiklah, pertama-tama kita lihat bagaimana HIV menjangkiti manusia

and progresses into AIDS.

dan berkembang menjadi AIDS.

HIV spreads through exchanges of bodily fluids.

HIV menyebar melalui pertukaran cairan tubuh.

Unprotected sex and contaminated needles are the leading cause of transmission.

Seks tanpa kondom dan jarum suntik bekas menjadi sebab utama penularan.

It, fortunately, cannot spread through air, water, or casual contact.

Untungnya, HIV tidak dapat menyebar melalui udara, air, atau sentuhan kulit.

Individuals of any age, sexual orientation, gender and race

Siapapun, tidak peduli usia, orientasi seksual, jenis kelamin dan rasnya

can contract HIV.

dapat terjangkit HIV.

Once inside the body, HIV infects cells that are part of the immune system.

Begitu masuk tubuh, HIV menginfeksi sel yang menjadi bagian sistem imun.

It particularly targets helper T cells,

HIV biasanya mengincar sel T pembantu,

which help defend the body against bacterial and fungal infections.

yang membantu tubuh bertahan melawan infeksi bakteri dan jamur.

HIV is a retrovirus,

HIV bersifat retrovirus,

which means it can write its genetic code into the genome of infected cells,

artinya HIV bisa menuliskan kode genetiknya pada genom sel yang terinfeksi,

co-opting them into making more copies of itself.

menguasai sel-sel itu dan membuatnya menjadi salinan dirinya.

During the first stage of HIV infection,

Pada tahap pertama infeksi HIV ini,

the virus replicates within helper T cells,

virus menggandakan diri di dalam sel T pembantu,

destroying many of them in the process.

dengan banyak merusak sel T pembantu itu.

During this stage, patients often experience flu-like symptoms,

Pada tahap ini, penderita sering mengalami gejala mirip flu,

but are typically not yet in mortal danger.

tetapi biasanya belum sampai mengancam jiwa.

However, for a period ranging from a few months to several years,

Namun, pada periode berkisar dari beberapa bulan hingga beberapa tahun,

during which time the patient may look and feel completely healthy,

di saat pasien mungkin terlihat dan merasa benar-benar sehat,

the virus continues to replicate and destroy T cells.

virus tersebut terus menggandakan diri dan merusak sel-sel T.

When T cell counts drop too low,

Saat jumlah sel T menurun drastis,

patients are in serious danger of contracting deadly infections

pasien sangat rentan terjangkit infeksi mematikan

that healthy immune systems can normally handle.

yang lazimnya dapat ditangani oleh sistem imun sehat.

This stage of HIV infection is known as AIDS.

Tahap infeksi HIV ini dikenal dengan AIDS.

The good news is there are drugs that are highly effective

Kabar baiknya, ada obat yang sangat efektif

at managing levels of HIV

mengatasi tingkatan-tingkatan HIV

and preventing T cell counts from getting low enough

dan mencegah menurunnya jumlah sel T

for the disease to progress to AIDS.

yang memicu penyakit itu menjadi AIDS.

With antiretroviral therapy,

Dengan terapi antiretroviral ,

most HIV-positive people can expect to live long and healthy lives,

mayoritas penderita HIV bisa berharap hidup lebih panjang dan sehat,

and are much less likely to infect others.

dan sangat kecil kemungkinannya menularkan ke orang lain.

However, there are two major catches.

Tetapi, terdapat dua kelemahan disini.

One is that HIV-positive patients must keep taking their drugs

Pertama, para penderita HIV harus terus mengonsumsi obat

for the rest of their lives.

sepanjang hidup mereka.

Without them, the virus can make a deadly comeback.

Tanpa obat, virus bisa membuat serangan balik yang mematikan.

So, how do these drugs work?

Lantas, bagaimana obat ini bekerja?

The most commonly prescribed ones prevent the viral genome from being copied

Obat yang lazim disarankan dokter mencegah genom virus menggandakan diri

and incorporated into a host cell's DNA.

dan bergabung ke dalam DNA sel induk.

Other drugs prevent the virus from maturing or assembling,

Obat lain mencegah virus menjadi matang atau bersatu,

causing HIV to be unable to infect new cells in the body.

yang membuat HIV tidak mampu menginfeksi sel-sel baru di dalam tubuh.

But HIV hides out somewhere our current drugs cannot reach it:

Tapi HIV bersembunyi di tempat yang tak terjangkau oleh obat kita;

inside the DNA of healthy T cells.

di dalam DNA sel T yang sehat.

Most T cells die shortly after being infected with HIV.

Kebanyakan sel T langsung mati setelah terinfeksi HIV.

But in a tiny percentage,

Tapi sebagian kecil

the instructions for building more HIV viruses lies dormant,

instruksi untuk membangun lebih banyak virus HIV hanya tertidur

sometimes for years.

terkadang hingga bertahun-tahun.

So even if we could wipe out every HIV virus from an infected person's body,

Jadi meski kita bisa menghilangkan semua virus HIV dari tubuh penderita,

one of those T cells could activate and start spreading the virus again.

salah satu sel T itu bisa aktif dan mulai menyebarkan virus kembali.

The other major catch is that not everyone in the world has access to the therapies

Kelemahan lainnya, tidak semua orang memiliki akses pengobatan

that could save their lives.

yang dapat menyelamatkan jiwa mereka.

In Sub-Saharan Africa, which accounts for over 70% of HIV patients worldwide,

Di sub-sahara Afrika, tempat dimana 70% pasien HIV dunia berada,

antiretrovirals reached only about one in three HIV-positive patients in 2012.

terapi antiretroviral hanya menyentuh satu dari tiga penderita HIV pada 2012.

There is no easy answer to this problem.

Tidak ada solusi yang mudah untuk masalah ini.

A mix of political, economic and cultural barriers

Rangkaian kendala politik, ekonomi dan budaya

makes effective prevention and treatment difficult.

membuat upaya pencegahan dan pengobatan kurang efektif.

And even in the U.S., HIV still claims more than 10,000 lives per year.

Dan bahkan di AS, HIV masih merenggut lebih dari 10.000 jiwa per tahun.

However, there is ample cause for hope.

Namun, cukup banyak alasan untuk tetap berharap.

Researchers may be closer than ever to developing a true cure.

Para peneliti tampak hampir selesai mengembangkan obat yang menyembuhkan.

One research approach involves

Salah satu pendekatan riset

using a drug to activate all cells harboring the HIV genetic information.

menggunakan obat untuk mengaktifkan sel yang menyembunyikan info genetik HIV.

This would both destroy those cells and flush the virus out into the open,

Ini akan merusak sel tersebut sekaligus mendorong virus ke area terbuka,

where our current drugs are effective.

dimana obat terbaru kita efektif bekerja.

Another is looking to use genetic tools

Riset lain mencoba memakai alat genetik

to cut the HIV DNA out of cells genomes altogether.

untuk memotong DNA HIV dari genom sel secara bersamaan.

And while one cure out of 70 million cases may seem like terrible odds,

Meski hanya satu yang sembuh dari 70 juta kasus yang ada,

one is immeasurably better than zero.

satu tentu saja lebih baik daripada nol.

We now know that a cure is possible,

Sekarang kita tahu pengobatan bisa dilakukan,

and that may give us what we need to beat HIV for good.

dan ini bisa memberi kita apa yang kita perlukan untuk mengalahkan HIV selamanya.