Zainab Salbi: Women, wartime and the dream of peace

Translator: Kiki Tandon Reviewer: Antonius Yudi Sendjaja

I woke up in the middle of the night

Saya terbangun di tengah malam

with the sound of heavy explosion.

karena suara ledakan yang sangat keras

It was deep at night.

Saat itu sudah larut malam.

I do not remember what time it was.

Saya tidak ingat jam berapa saat itu.

I just remember the sound

Saya hanya ingat sebuah suara

was so heavy

yang sangat keras

and so very shocking.

dan sangat mengagetkan.

Everything in my room was shaking --

Semua benda di kamar saya bergetar --

my heart, my windows,

hati saya, jendela kamar saya,

my bed, everything.

tempat tidur saya, -- semuanya.

I looked out the windows

Saya melihat keluar jendela,

and I saw a full half-circle

dan saya melihat sebuah bentuk setengah lingkaran

of explosion.

dari ledakan itu.

I thought it was just like the movies,

Saya pikir ini persis seperti dalam film,

but the movies had not conveyed them

tapi film-film tidak menyampaikannya

in the powerful image that I was seeing

dalam gambar yang sangat kuat seperti yang sedang saya lihat --

full of bright red

penuh dengan warna merah terang

and orange and gray,

dan oranye dan abu-abu,

and a full circle of explosion.

dan sebuah bentuk ledakan satu lingkaran penuh.

And I kept on staring at it

Dan saya terus menatapnya

until it disappeared.

sampai bentuk itu hilang.

I went back to my bed,

Saya kembali ke tempat tidur,

and I prayed,

dan berdoa,

and I secretly thanked God

serta diam-diam berterima kasih kepada Tuhan

that that missile

karena misil tersebut

did not land on my family's home,

tidak mendarat di rumah keluarga saya,

that it did not kill my family that night.

dan tidak membunuh keluarga saya malam itu.

Thirty years have passed,

30 tahun telah berlalu,

and I still feel guilty about that prayer,

dan saya masih saja merasa bersalah atas doa itu,

for the next day, I learned that that missile

karena hari berikutnya, saya tahu bahwa misil itu

landed on my brother's friend's home

mendarat di rumah salah satu teman kakak laki-laki saya

and killed him

dan membunuhnya

and his father,

serta ayahnya,

but did not kill his mother or his sister.

tapi tidak membunuh ibu atau saudara perempuannya.

His mother showed up the next week

Ibunya muncul keeseokan harinya

at my brother's classroom

di kelas kakak laki-laki saya

and begged seven-year-old kids

dan memohon anak-anak yang berumur tujuh tahun di dalam kelas itu

to share with her any picture they may have

untuk memberi beliau foto apa saja yang mereka punya

of her son,

dari anak laki-lakinya,

for she had lost everything.

karena beliau telah kehilangan segalanya.

This is not a story

Ini bukanlah sebuah cerita

of a nameless survivor of war,

tentang seorang tanpa nama yang selamat dari perang,

and nameless refugees,

dan para pengungsi tanpa nama,

whose stereotypical images we see in our newspapers

yang gambar-gambar stereotip-nya kita lihat di surat kabar

and our TV

dan televisi kita

with tattered clothes,

dengan pakaian tercabik-cabik.

dirty face, scared eyes.

wajah yang kotor, mata yang ketakutan.

This is not a story of a nameless someone

Ini bukanlah cerita tentang seseorang tak bernama

who lived in some war,

yang hidup dalam sebuah peperangan,

who we do not know their hopes, their dreams,

yang tidak kita ketahui apa harapan dan mimpi-mimpinya,

their accomplishments, their families,

keberhasilan-keberhasilan dan keluarganya,

their beliefs, their values.

kepercayaannya, nilai-nilai yang dianutnya.

This is my story.

Ini adalah cerita saya.

I was that girl.

Sayalah anak perempuan itu.

I am another image and vision

Saya adalah sebuah gambar dan visi

of another survivor of war.

dari seseorang yang selamat dari perang.

I am that refugee,

Sayalah pengungsi itu,

and I am that girl.

dan sayalah anak perempuan itu.

You see,

Anda lihat,

I grew up in war-torn Iraq,

Saya besar di Irak yang terpecah-belah oleh perang,

and I believe that there are two sides of wars

dan saya percaya bahwa ada dua sisi dari perang

and we've only seen

dan kita hanya melihat

one side of it.

satu sisi saja.

We only talk about

Kita hanya bicara tentang

one side of it.

satu sisi dari perang.

But there's another side

Tapi ada sisi yang lain

that I have witnessed

yang telah saya saksikan

as someone who lived in it

sebagai seseorang hidup di dalamnya

and someone who ended up working in it.

dan seseorang pada akhirnya bekerja di dalamnya.

I grew up with the colors of war --

Saya tumbuh besar dengan warna peperangan --

the red colors of fire and blood,

warna merah dari api dan darah,

the brown tones of earth

warna coklat dari tanah

as it explodes

saat meledak

in our faces

di depan wajah-wajah kita

and the piercing silver

dan tusukan perak

of an exploded missile,

dari sebuah misil yang meledak,

so bright

yang begitu terang

that nothing can protect your eyes from it.

hingga tak ada satupun yang bisa melindungi mata anda darinya.

I grew up

Saya tumbuh besar

with the sounds of war --

dengan suara-suara peperangan --

the staccato sounds of gunfire,

staccato dari suara tembakan.

the wrenching booms of explosions,

suara 'boom' yang menakutkan dari ledakan-ledakan,

ominous drones of jets flying overhead

gemuruh tidak menyenangkan dari pesawat jet yang terbang di atas

and the wailing warning sounds

dan suara melengking

of sirens.

dari sirene.

These are the sounds you would expect,

Ini adalah suara-suara yang akan anda duga.

but they are also the sounds

tapi ada juga suara-suara

of dissonant concerts of a flock of birds

dari konser yang tidak selaras dari gerombolan burung-burung

screeching in the night,

menjerit di malam hari

the high-pitched honest cries

tangisan jujur yang melengking tinggi

of children

dari anak-anak

and the thunderous,

dan suara menggelegar,

unbearable

tidak tertahankan,

silence.

dari kesunyian.

"War," a friend of mine said,

"Perang", seorang teman saya mengatakan,

"is not about sound at all.

"sama sekali bukan tentang suara.

It is actually about silence,

Melainkan tentang kesunyian,

the silence of humanity."

kesunyian dari kemanusiaan."

I have since left Iraq

Semenjak itu saya meninggalkan Irak

and founded a group called Women for Women International

dan menemukan sebuah grup bernama Perempuan untuk Perempuan Internasional

that ends up working

yang pada akhirnya bekerja

with women survivors of wars.

dengan para perempuan yang selamat dari peperangan.

In my travels and in my work,

Dalam perjalanan dan pekerjaan saya,

from Congo to Afghanistan,

dari Kongo hingga Afganistan,

from Sudan to Rwanda,

dari Sudan ke Rwanda,

I have learned not only

Saya telah belajar, bukan hanya,

that the colors and the sounds of war are the same,

bahwa warna dan suara dari perang serupa,

but the fears of war are the same.

tapi ketakutan dari perang juga sama.

You know, there is a fear of dying,

Anda tahu, ada ketakutan akan kematian di sana,

and do not believe any movie character

dan jangan percaya pada karakter film manapun

where the hero is not afraid.

di mana pemeran utamanya tidak takut.

It is very scary

Benar-benar menakutkan

to go through that feeling

untuk mengalami perasaan

of "I am about to die"

bahwa, "Saya akan mati"

or "I could die in this explosion."

atau "Saya bisa mati dalam ledakan ini."

But there's also the fear

Tapi ada juga ketakutan

of losing loved ones,

untuk kehilangan orang-orang yang dicintai,

and I think that's even worse.

dan saya pikir ini lebih buruk lagi.

It's too painful. You don't want to think about it.

Terlalu menyakitkan; anda tidak mau berpikir tentang hal itu.

But I think the worst kind of fear is the fear --

Tapi saya pikir rasa takut yang paling besar --

as Samia, a Bosnian woman, once told me,

seperti yang Samia, seorang perempuan Bosnia, katakan kepada saya

who survived the four-years besiege of Sarajevo;

perempuan yang selamat dari pengepungan Sarajevo selama 4 tahun itu.

she said, "The fear

Ia berkata, "Rasa takut

of losing

kehilangan

the 'I' in me,

ke-Aku-an dalam diri saya,

the fear of losing

rasa takut akan kehilangan

the 'I' in me."

ke"Aku"-an dalam diri saya."

That's what my mother in Iraq

Itulah yang dikatakan ibu saya di Irak

used to tell me.

kepada saya dulu.

It's like dying from inside-out.

Hal itu seperti mati dari dalam.

A Palestinian woman once told me,

Seorang perempuan Palestina pernah berkata pada saya,

"It is not about the fear of one death,"

"Ini bukan tentang rasa takut tentang kematian seseorang,"

she said, "sometimes I feel

ia berkata, "Kadang saya merasa

I die 10 times in one day,"

jika saya mati sepuluh kali dalam sehari,"

as she was describing the marches of soldiers

saat ia menggambarkan barisan para tentara

and the sounds of their bullets.

dan suara dari peluru-peluru mereka.

She said, "But it's not fair,

dan ia berkata, "Tapi, ini tidak adil,

because there is only one life,

karena hanya ada satu kehidupan,

and there should only be one death."

dan seharusnya hanya ada satu kematian."

We have been only seeing

Kita selama ini hanya melihat

one side of war.

satu sisi dari perang.

We have only been discussing and consumed

Kita hanya mendiskusikan dan menyita pikiran

with high-level preoccupations

dengan konsentrasi tingkat tinggi,

over troop levels, drawdown timelines,

tentang tingkat pasukan, menetapkan batas-batas waktu,

surges and sting operations,

serangan dan operasi terselubung,

when we should be examining the details

ketika kita seharunya memeriksa detil

of where the social fabric

di mana tatanan sosial

has been most torn,

telah tercabik dengan sangat buruk,

where the community has improvised

di mana masyarakat telah berusaha sebisanya

and survived

dan bertahan

and shown acts of resilience

dan menunjukkan ketabahan

and amazing courage

dan keberanian yang luar biasa

just to keep life going.

semata-mata agar hidup terus berjalan.

We have been so consumed

Kita telah terseret

with seemingly objective discussions

oleh diskusi-diskusi yang terlihat objektif

of politics, tactics,

mengenai politik, taktik,

weapons, dollars

persenjataan, dana,

and casualties.

dan korban-korban.

This is the language

Ini adalah bahasa

of sterility.

dari kesterilan.

How casually

Begitu ringannya

we treat casualties

kita menangani korban-korban

in the context of this topic.

dalam konteks yang diulas topik ini.

This is where we conceive of rape and casualties

Inilah di mana kita menganggap perkosaan dan jatuhnya korban

as inevitabilities.

sebagai suatu hal yang tidak dapat dihindarkan.

Eighty percent of refugees around the world

80 persen pengungsi di seluruh dunia

are women and children. Oh.

adalah perempuan dan anak-anak. Oh.

Ninety percent of modern war casualties

90 persen dari korban perang modern

are civilians.

adalah warga sipil --

Seventy-five percent of them are women and children.

75 persen dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.

How interesting.

Sangat menarik.

Oh, half a million women in Rwanda

Oh, setengah dari satu juta perempuan di Rwanda

get raped in 100 days.

mengalami perkosaan dalam 100 hari.

Or, as we speak now,

Atau, saat kita bicara sekarang,

hundreds of thousands of Congolese women

ratusan ribu perempuan Kongo

are getting raped and mutilated.

diperkosa dan dimutilasi.

How interesting.

Sangat menarik.

These just become numbers that we refer to.

Hal ini menjadi tak lebih dari angka-angka yang kita rujuk.

The front of wars

Garis depan dari perang

is increasingly non-human eyes

adalah pandangan yang semakin tidak manusiawi

peering down on our perceived enemies

menatap ke bawah pada siapa yang dianggap musuh

from space,

dari angkasa,

guiding missiles toward unseen targets,

mengarahkan misil pada target-target yang tak terlihat,

while the human conduct

sementara manusianya memimpin

of the orchestra of media relations

orkestra dalam hubungan dengan media.

in the event that this particular drone attack

pada saat serangan ini

hits a villager

menghantam seorang penduduk desa

instead of an extremist.

dan bukannya seorang ekstremis.

It is a chess game.

Ini adalah sebuah permainan catur.

You learn to play an international relations school

Anda belajar untuk bermain dalam sebuah sekolah hubungan internasional

on your way out and up

dalam perjalanan anda untuk keluar dan naik

to national and international leadership.

menuju kepemimpinan nasional dan internasional.

Checkmate.

Skak mat.

We are missing

Kita kehilangan

a completely other side of wars.

satu sisi lain dari perang.

We are missing my mother's story,

KIta kehilangan cerita dari ibu saya,

who made sure with every siren, with every raid,

yang memastikan bahwa dalam setiap sirene, setiap penyergapan,

with every cut off-of electricity,

setiap pemotongan aliran listrik,

she played puppet shows for my brothers and I,

beliau memainkan sebuah sandiwara boneka untuk saya dan saudara laki-laki saya,

so we would not be scared

agar kami tidak merasa takut

of the sounds of explosions.

pada suara ledakan.

We are missing the story of Fareeda,

Kita kehilangan cerita Fareeda,

a music teacher,

seorang guru musik,

a piano teacher, in Sarajevo,

seorang guru piano di Sarajevo,

who made sure

yang memastikan

that she kept the music school open

agar sekolah musik tetap buka

every single day

setiap hari

in the four years of besiege in Sarajevo

selama 4 tahun masa pengepungan Sarajevo

and walked to that school,

dan berjalan ke sekolah tersebut

despite the snipers shooting

meskipun penembak jitu menembaki

at that school and at her,

sekolah dan dirinya,

and kept the piano, the violin, the cello

dan tetap memastikan piano, biola dan cello

playing the whole duration of the war,

dimainkan selama masa peperangan

with students wearing their gloves and hats and coats.

dengan para murid yang mengenakan sarung tangan, topi, dan jaket.

That was her fight.

Itulah perlawanannya.

That was her resistance.

Itulah ketabahannya.

We are missing the story of Nehia,

Kita kehilangan cerita Nehia,

a Palestinian woman in Gaza

seorang perempuan Palestina di Gaza,

who, the minute there was a cease-fire in the last year's war,

yang pada saat terjadinya gencatan senjata tahun lalu,

she left out of home,

pergi keluar rumah,

collected all the flour

mengambil semua tepung

and baked as much bread for every neighbor to have,

dan membuat roti sebanyak mungkin untuk dibagikan pada setiap tetangga

in case there is no cease-fire the day after.

karena mungkin tidak ada lagi gencatan senjata keesokan harinya.

We are missing

Kita kehilangan

the stories of Violet,

cerita Violet

who, despite surviving genocide in the church massacre,

yang meskipun baru saja selamat dari pembunuhan masal dalam sebuah pembantaian gereja

she kept on going on,

tetap melanjutkan

burying bodies, cleaning homes, cleaning the streets.

mengubur mayat-mayat, membersihkan rumah, membersihkan jalan-jalan.

We are missing stories of women

Kita kehilangan cerita dari para perempuan

who are literally keeping life going

yang benar-benar membuat hidup tetap bergulir

in the midst of wars.

di tengah-tengah peperangan.

Do you know --

Tahukah Anda --

do you know that people fall in love in war

tahukah Anda bahwa orang-orang jatuh cinta di dalam perang

and go to school

dan pergi ke sekolah

and go to factories and hospitals

dan pergi ke pabrik-pabrik dan rumah sakit

and get divorced and go dancing and go playing

dan bercerai serta pergi menari dan bermain

and live life going?

dan menjalani hidupnya?

And the ones who are keeping that life

Dan mereka yang tetap menjalankan kehidupan itu

are women.

adalah para perempuan.

There are two sides of war.

Ada dua sisi dari perang.

There is a side that fights,

Ada sisi yang bertempur,

and there is a side that keeps the schools

dan ada satu sisi yang menjaga sekolah-sekolah

and the factories and the hospitals open.

dan pabrik-pabrik serta rumah sakit tetap buka.

There is a side that is focused on winning battles,

Ada sisi yang memfokuskan diri untuk memenangkan pertempuran

and there is a side that is focused

dan ada satu sisi yang memfokuskan diri

on winning life.

pada memenangkan kehidupan.

There is a side that leads the front-line discussion,

Ada satu sisi yang memimpin diskusi di garis depan,

and there is a side

dan ada satu sisi

that leads the back-line discussion.

yang memimpin diskusi di garis belakang.

There is a side that thinks

Ada satu sisi yang berpikir

that peace is the end of fighting,

bahwa perdamaian adalah akhir dari perseteruan,

and there is a side that thinks

dan ada satu sisi yang berpikir

that peace is the arrival

bahwa perdamaian adalah datangnya

of schools and jobs.

sekolah dan pekerjaan.

There is a side

Ada satu sisi

that is led by men,

yang dipimpin oleh para lelaki

and there is a side

dan ada satu sisi

that is led by women.

yang dipimpin oleh para perempuan.

And in order for us to understand

Dan agar kita dapat mengerti

how do we build lasting peace,

bagaimana membangun perdamaian yang abadi

we must understand war and peace

kita harus mengerti perang dan perdamaian

from both sides.

dari kedua sisi tersebut.

We must have a full picture

Kita harus memiliki gambaran yang lengkap

of what that means.

dari arti hal itu.

In order for us to understand

Agar kita mengerti

what actually peace means,

apa arti dari perdamaian [yang sebenarnya],

we need to understand,

kita perlu mengerti,

as one Sudanese woman once told me,

seperti yang dikatakan seorang perempuan Sudan pada saya,

"Peace is the fact that my toenails

"Perdamaian adalah kondisi di mana kuku kaki saya

are growing back again."

tumbuh kembali."

She grew up in Sudan, in Southern Sudan,

Dia tumbuh di Sudan, di bagian selatan Sudan,

for 20 years of war,

di tengah peperangan selama 20 tahun,

where it killed one million people

yang membunuh satu juta orang

and displaced five million refugees.

dan membuat lima juta orang mengungsi.

Many women were taken as slaves

Banyak perempuan dijadikan budak

by rebels and soldiers,

oleh para pemberontak dan tentara,

as sexual slaves who were forced also

sebagai budak seks di mana mereka juga dipaksa

to carry the ammunition and the water

untuk membawa amunisi dan air

and the food for the soldiers.

serta makanan untuk para prajurit itu.

So that woman walked for 20 years,

Jadi perempuan itu berjalan terus selama 20 tahun,

so she would not be kidnapped again.

agar ia tidak lagi diculik.

And only when there was some sort of peace,

Dan hanya saat perdamaian tercapai,

her toenails grew back again.

kuku-kuku kakinya dapat tumbuh kembali.

We need to understand peace

Kita perlu untuk mengerti perdamaian

from a toenail's perspective.

dari perspektif sebuah kuku kaki.

We need to understand

Kita perlu untuk mengerti

that we cannot actually have negotiations

bahwa kita sebenarnya tidak bisa berunding

of ending of wars or peace

untuk mengakhiri perang atau untuk perdamaian

without fully including women

tanpa sepenuhnya menyertakan perempuan

at the negotiating table.

di meja perundingan.

I find it amazing

Saya terkesan

that the only group of people

bahwa satu-satunya kumpulan orang

who are not fighting and not killing

yang tidak bertempur dan tidak membunuh

and not pillaging and not burning and not raping,

dan tidak menjarah serta tidak membakar dan tidak memperkosa

and the group of people who are mostly --

dan kumpulan orang-orang yang paling sering --

though not exclusively --

meskipun tidak secara eksklusif --

who are keeping life going in the midst of war,

yang mampu menjaga hidup tetap berjalan di tengah peperangan,

are not included in the negotiating table.

tidak diikutsertakan dalam meja perundingan.

And I do argue that women lead the back-line discussion,

Dan memang saya berpendapat bahwa perempuan memimpin diskusi di garis belakang

but there are also men

tapi di sana ada juga laki-laki

who are excluded from that discussion.

yang tidak dilibatkan dalam diskusi tersebut.

The doctors who are not fighting,

Dokter-dokter yang tidak bertempur,

the artists, the students, the men who refuse to pick up the guns,

para artis, pelajar, para lelaki yang menolak untuk mengangkat senjata,

they are, too, excluded

mereka juga tidak dilibatkan

from the negotiating tables.

dalam meja perundingan.

There is no way we can talk about a lasting peace,

Tidak mungkin kita bisa bicara tentang perdamaian yang abadi,

building of democracy, sustainable economies,

membangun demokrasi, ekonomi yang berkelanjutan,

any kind of stabilities,

stabilitas dalam bentuk apapun,

if we do not fully include women

bila kita melibatkan perempuan sepenuhnya

at the negotiating table.

di meja perundingan.

Not one, but 50 percent.

Tidak hanya satu, tapi 50 persen.

There is no way we can talk about the building of stability

Tidak mungkin kita bisa bicara tentang membangun stabilitas

if we don't start investing

bila kita tidak mulai berinvestasi

in women and girls.

dalam perempuan dan anak-anak perempuan.

Did you know

Apakah anda tahu

that one year

bahwa satu tahun

of the world's military spending

dari pengeluaran militer dunia

equals 700 years

sama dengan 700 tahun

of the U.N. budget

dari budget PBB

and equals 2,928 years

dan sama dengan 2.928 tahun

of the U.N. budget allocated for women?

dari budget PBB yang dialokasikan untuk perempuan?

If we just reverse

Kalau saja kita membalikkan

that distribution of funds,

distribusi dana tersebut,

perhaps we could have

mungkin kita bisa memiliki

a better lasting peace in this world.

perdamaian abadi yang lebih baik di dunia ini.

And last, but not least,

Dan yang terakhir, tapi tidak kalah penting

we need to invest in peace and women,

kita perlu berinvestasi di dalam perdamaian dan perempuan,

not only because it is the right thing to do,

bukan saja karena itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan

not only because it is the right thing to do,

bukan saja karena itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan

for all of us to build sustainable and lasting peace today,

bagi kita semua demi membangun perdamaian yang abadi pada hari ini,

but it is for the future.

tapi juga untuk masa depan.

A Congolese woman,

Seorang perempuan Kongo,

who was telling me about

yang berkata pada saya tentang

how her children saw their father killed in front of them

bagaimana anak-anaknya menyaksikan ayah mereka dibunuh di depan mereka

and saw her raped in front of them

dan melihat dirinya diperkosa di depan mata mereka

and mutilated in front of them,

dan dimutilasi di depan mata mereka,

and her children saw their nine-year-old sibling

dan anak-anaknya itu melihat saudara mereka yang berumur 9 tahun

killed in front of them,

dibunuh di depan mata mereka,

how they're doing okay right now.

bagaimana mereka bisa baik-baik saja sekarang.

She got into Women for Women International's program.

Dia bergabung dengan Progam Perempuan untuk Perempuan Internasional.

She got a support network.

Dia memperoleh sebuah jejaring pendukung.

She learned about her rights.

Dia belajar tentang hak-haknya.

We taught her vocational and business skills. We helped her get a job.

Kami mengajarnya ketrampilan kejuruan dan bisnis. Kami membantunya mendapatkan perkerjaan.

She was earning 450 dollars. She was doing okay.

Dia berpenghasilan $450. Dia baik-baik saja.

She was sending them to school. Have a new home.

Dia mengirim mereka ke sekolah -- memiliki rumah baru.

She said, "But what I worry about the most

Dia berkata, "Tapi apa yang paling saya khawatirkan

is not any of that.

bukanlah salah satu dari hal itu.

I worry that my children

Saya khawatir anak-anak saya

have hate in their hearts,

memiliki rasa benci dalam hati mereka

and when they want to grow up, they want to fight again

dan saat mereka besar nanti, mereka ingin berperang kembali dengan

the killers of their father and their brother."

pembunuh ayah dan saudara laki-laki mereka."

We need to invest in women,

Kita perlu menanamkan investasi pada perempuan,

because that's our only chance

karena itulah satu-satunya kesempatan kita

to ensure that there is no more war

untuk memastikan bahwa tidak akan ada lagi perang

in the future.

di masa depan.

That mother has a better chance to heal her children

Bahwa ibu memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menyembuhkan anak-anaknya

than any peace agreement can do.

daripada yang dapat dilakukan perjanjian perdamaian manapun.

Are there good news? Of course, there are good news. There are lots of good news.

Apakah ada kabar gembira? Tentu saja, ada kabar gembira. Ada banyak kabar gembira.

To start with, these women that I told you about

Untuk memulai, para perempuan yang saya ceritakan tadi

are dancing and singing every single day,

sedang menari dan bernyanyi setiap hari,

and if they can,

dan jika mereka bisa,

who are we not to dance?

mengapa kita tidak ikut menari.

That girl that I told you about

Anak perempuan yang saya ceritakan itu

ended up starting Women for Women International Group

akhirnya memulai Women for Women Internasional Group

that impacted one million people, sent 80 million dollars,

yang menyentuh satu juta orang, mengirimkan 80 juta dollar,

and I started this from zero,

dan saya memulai ini dari nol,

nothing, nada, [unclear].

tanpa apapun [tidak jelas].

(Laughter)

[Tertawa]

They are women who are standing on their feet

Ada para perempuan yang berdiri di atas kaki mereka sendiri

in spite of their circumstances,

apapun kondisi mereka,

not because of it.

bukan karena hal itu.

Think of how the world can be a much better place

Pikirkanlah bagaimana dunia dapat menjadi sebuah tempat yang jauh lebih baik

if, for a change,

bila saja, sebagai gantinya,

we have a better equality,

kita memiliki kesetaraan yang lebih baik,

we have equality,

kita punya kesetaraan,

we have a representation

kita punya perwakilan,

and we understand war,

dan kita mengerti perang,

both from the front-line

baik dari diskusi garis depan

and the back-line discussion.

dan garis belakang.

Rumi, a 13th-century Sufi poet,

Rumi, pujangga Sufi dari abad ke-13,

says, "Out beyond the worlds

berkata, "Jauh di luar dunia

of right-doings and wrong-doings,

tentang apa yang benar dan apa yang salah,

there is a field.

ada sebuah tempat.

I will meet you there.

Aku akan menemuimu di sana.

When the soul lies down in that grass,

Saat jiwa berbaring di atas rumput,

the world is too full

dunia terlalu sarat

to talk about.

untuk diperbincangkan.

Ideas, language,

Ide, bahasa,

even the phrase 'each other'

bahkan kata "satu sama lain'

no longer makes any sense."

tidak lagi masuk akal."

I humbly add -- humbly add --

Dengan rendah hati saya tambahkan -- dengan rendah hati --

that out beyond

bahwa di luar

the worlds of war and peace,

dunia perang dan perdamaian

there is a field,

ada sebuah tempat,

and there are many women and men

dan ada banyak perempuan dan laki-laki

[who] are meeting there.

yang bertemu di sana.

Let us make this field a much bigger place.

Marilah kita buat tempat ini makin besar.

Let us all meet in that field.

Mari kita semua bertemu di sana.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)