Can the economy grow forever?

Translator: Olivia Feren Rezza Merliani Reviewer: aditya prayogi

Let’s say you discover a magical gold coin that doubles every 25 years.

Katakanlah Anda menemukan koin emas ajaib yang berlipat ganda setiap 25 tahun.

75 years later, you’d only have eight coins.

75 tahun kemudian, Anda hanya memiliki delapan koin.

But 1,000 years later, you’d have over a trillion.

Namun, 1.000 tahun kemudian, Anda memilikinya lebih dari satu triliun.

And in just 4,600 years, your gold coins would outweigh the observable universe.

Dan dalam 4.600 tahun, koin emas Anda akan lebih banyak dari alam semesta.

This periodic doubling is an example of exponential growth,

Penggandaan periodik ini adalah contoh pertumbuhan eksponensial,

and while we’re not in any danger of discovering a real-life golden goose-coin,

dan sementara kita tidak dalam bahaya menemukan koin angsa emas kehidupan nyata,

something almost as consequential has been growing like this

sesuatu yang hampir sama dampaknya telah tumbuh seperti ini

for the past 200 or so years: the global economy.

selama 200 tahun lebih: ekonomi global.

Many economists think that an eternally growing economy

Banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa ekonomi yang terus berkembang

is necessary to keep improving people’s lives,

penting untuk meningkatkan kehidupan orang-orang,

and that if the global economy stops growing,

dan bilamana ekonomi global berhenti berkembang,

people would fight more over the fixed amount of value that exists,

orang-orang akan berebut sejumlah nilai tetap yang ada,

rather than working to generate new value.

daripada berusaha menghasilkan nilai baru.

That raises the question:

Hal ini menimbulkan pertanyaan:

is infinite growth possible on a finite planet?

Apakah pertumbuhan tak terbatas mungkin terjadi di planet yang terbatas?

We measure economic growth by tracking the total financial value

Kita mengukur pertumbuhan ekonomi dengan mengikuti total nilai uang

of everything a country (or the world) produces and sells on the market.

dari segala yang diproduksi dan dijual oleh suatu negara (atau dunia) di pasar.

These products can help us meet basic needs

Produk-produk ini dapat membantu kita memenuhi kebutuhan

or improve our individual and collective quality of life.

atau meningkatkan kualitas hidup individu dan bersama.

But they also, crucially, take resources to invent, build, or maintain.

Mereka juga memakai sumber daya untuk penemuan, pengembangan, atau pemeliharaan.

For example, this smartphone.

Contohnya, ponsel pintar ini.

It’s valuable in part because it contains aluminum, gallium, and silicon,

Ponsel ini bernilai karena mengandung aluminium, galium, dan silikon,

all of which took energy and resources to mine, purify, and turn into a phone.

semua hal yang membutuhkan energi dan sumber daya

yang ditambang, diolah, dan diubah menjadi telepon.

It’s also valuable because of all the effort that went

Ponsel ini juga bernilai karena ada usaha yang dilakukan

into designing the hardware and writing the software.

untuk merancang perangkat keras dan perangkat lunaknya.

And it’s also valuable because a guy in a black turtleneck got up on stage

Ponsel ini juga bernilai karena pria berbaju tartelnek hitam

and told you it was.

naik ke atas panggung dan mengatakan ponsel itu berharga.

So how do we grow the total financial value of all things?

Lalu bagaimana kita mengembangkan nilai finansial terhadap hal-hal tadi?

One way is to make more things.

Caranya dengan membuat lebih banyak produk.

Another way is to invent new things.

Cara lainnya adalah dengan menemukan hal baru.

However you do it, growing the economy requires resources and energy.

Bagaimana pun Anda lakukan, pertumbuhan ekonomi butuh sumber daya dan energi.

And eventually, won’t we just run out?

Dan pada akhirnya, tidakkah kita akan kehabisan itu semua?

To answer this question, let's consider what goes into the economy

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari pikirkan apa yang masuk ke dalam

and what comes out of it:

dan keluar dari ekonomi.

its inputs are labor, capital— which you can think of as money—

Inputnya adalah tenaga kerja, modal— yang Anda anggap uang—

and natural resources, like water or energy.

dan sumber daya alam seperti air dan energi.

Its output is value.

Outputnya adalah nilai.

Over the past 200 years, economies have gotten exponentially more efficient

Lebih dari 200 tahun, ekonomi sudah lebih efisien secara eksponensial

at producing value.

dalam menghasilkan nilai.

If we, as a species, are able to keep upgrading our economies

Jika kita mampu terus meningkatkan ekonomi kita

so that they get ever-more efficient,

hingga ekonomi dapat lebih efisien,

we could theoretically pump out more and more value using the same—

secara teori, kita dapat menghasilkan nilai yang lebih dan lebih menggunakan—

or, let’s be really ambitious here— fewer resources.

atau mari lebih berambisi di sini— sedikit sumber daya.

So, how do we do that?

Jadi, bagaimana kita melakukannya?

How do we increase efficiency?

Bagaimana kita meningkatkan efisiensi?

With new technologies.

Dengan teknologi baru.

This is where we hit a snag.

Di sinilah kita menemui hambatan.

New tech, in addition to making things more efficient,

Teknologi, selain membuat sesuatu menjadi lebih efisien,

can also generate new demand, which ends up using more resources.

juga dapat menghasilkan permintaan baru, yang akhirnya memakai sumber daya lebih.

We’re actually not in imminent danger of running out of most resources.

Kita sebenarnya tidak dalam situasi berbahaya karena kehabisan sumber daya.

But we have a much bigger and more immediate problem:

Namun, kita memiliki masalah yang jauh lebih besar dan mendesak:

the global economy, and in particular those of rich countries,

ekonomi global, dan khususnya negara-negara kaya,

is driving climate change and destroying valuable natural environments

yang mendorong perubahan iklim dan merusak lingkungan alam yang berharga

on which all of us depend—

yang kita gunakan untuk bergantung—

soil, forests, fisheries, and countless other resources

tanah, hutan, perikanan, dan sumber daya lainnya yang tak terhitung

that help keep our civilization running.

yang membantu menjaga peradaban kita tetap hidup.

So, what should we do?

Lalu, apa yang harus kita lakukan?

This is where economists disagree.

Di sinilah pakar ekonomi bertentangan.

Kebanyakan pakar ekonomi berpendapat bahwa ide baru akan mampu memperbaiki

Most economists think that new ideas will be able to fix most of these problems.

sebagian besar masalah-masalah ini.

They argue that,

Mereka membantah bahwa,

in the same way that exponentially increasing resource and energy use

dengan cara yang sama, penggunaan sumber daya dan energi yang meningkat

have fueled exponential economic growth,

secara eksponensial telah memicu pertumbuhan ekonomi,

human ingenuity has also increased exponentially,

kecerdasan manusia juga meningkat secara eksponensial,

and will rise to meet these challenges in ways that we simply can't predict.

dan akan bangkit untuk menghadapi tantangan ini

dengan cara yang tidak dapat kita prediksi.

For example, between 2000 and 2014,

Contohnya, di antara tahun 2000 dan 2014,

Germany grew their GDP by 16%, while cutting CO2 emissions by 12%.

Jerman meningkatkan GDP mereka sebesar 16%,

bersamaan dengan mengurangi emisi karbondioksida sebesar 12%.

Pencapaian itu mengesankan, tetapi tidak cukup mengurangi emisi dengan cepat

That’s impressive, but it’s not cutting emissions fast enough

to limit warming to 1.5 degrees Celsius.

untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat celcius.

For this reason and others,

Karena alasan ini dan lainnya,

some economists think the solution is to reengineer our economies completely.

beberapa ekonom berpendapat bahwa solusinya dengan

melakukan rekayasa ulang ekonomi sepenuhnya.

Para ekonom menyatakan bahwa apa yang harus kita lakukan

They make the case that what we should really be doing is weaning ourselves

adalah menghentikan diri kita sendiri

from the addiction to growth and shifting to a post-growth economy.

dari kecanduan pertumbuhan dan pergeseran ke pasca pertumbuhan ekonomi.

What would that look like?

Terlihat seperti apa?

A post-growth economy wouldn’t assume that the economy should grow;

pasca pertumbuhan ekonomi tidak akan berasumsi bahwa ekonomi harus tumbuh,

instead, it would require us to focus on improving what we really need—

alih-alih, seharusnya kita fokus meningkatkan apa yang kita butuhkan—

things like renewable energy, healthcare, and public transportation.

seperti energi terbarukan, layanan kesehatan, dan transportasi umum.

To do that, post-growth economists suggest that rich countries

Untuk melakukannya, para ahli ekonomi pasca pertumbuhan menyarankan negara kaya

should do things like guarantee living wages,

harus memberikan jaminan upah,

mengurangi kesenjangan kekayaan dan pendapatan,

reduce wealth and income inequality,

and ensure universal access to public services, like healthcare.

dan memastikan akses bersama akan layanan umum, seperti layanan kesehatan.

In such an economy, people would be theoretically less dependent on their jobs

Pada ekonomi seperti itu, orang tidak akan terlalu bergantung pada pekerjaan

to earn their living or get healthcare,

untuk membiayai hidup atau mendapatkan layanan kesehatan,

so it might be more feasible to scale down production

sehingga lebih mudah untuk mengurangi produksi

of things deemed less necessary.

hal-hal yang kurang diperlukan.

But this raises other questions: who gets to define what’s necessary?

Namun, ini menimbulkan pertanyaan lain: siapa yang bisa menentukan?

How would we resolve the inevitable disagreements?

Bagaimana kita mengatasi perselisihan yang tidak bisa terhindarkan ini?

Could we really do away with entire industries?

Bisakah kita benar-benar menghentikan seluruh industri?

The “we’ll come up with new ideas to solve these problems” approach

Pendekatan “kita akan memberikan ide baru untuk mengatasi masalah ini”

can seem as realistic as, well, a magical gold coin.

bisa terlihat realistis seperti koin emas ajaib.

And the “we have to fundamentally change our economies” approach

Dan pendekatan “kita harus mengubah ekonomi kita secara mendasar”

can seem politically daunting, particularly in rich countries.

bisa tampak menakutkan, khususnya di negara-negara kaya.

One way or another, we have to find a way to benefit everyone

Bagaimana pun, kita harus menemukan cara untuk memberi manfaat kepada orang-orang

while also taking care of our planet.

bersamaan juga dengan menjaga planet kita.