The psychology of post-traumatic stress disorder - Joelle Rabow Maletis

Translator: Miftachur Rohmah Reviewer: Ade Indarta

Many of us will experience some kind of trauma during our lifetime.

Sometimes, we escape with no long-term effects.

But for millions of us, those experiences linger,

causing symptoms like flashbacks,

nightmares,

Umumnya kita pernah mengalami sejenis trauma dalam hidup kita.

and negative thoughts that interfere with everyday life.

This phenomenon, called post-traumatic stress disorder,

Terkadang, kita lolos tanpa dampak jangka panjang.

or PTSD,

Namun bagi beberapa juta orang, pengalaman tersebut bertahan,

isn’t a personal failing;

rather, it’s a treatable malfunction of certain biological mechanisms

memicu gejala seperti kilas balik,

mimpi buruk,

dan pikiran negatif yang muncul dalam keseharian.

that allow us to cope with dangerous experiences.

Fenomena ini, disebut gangguan stres pasca-trauma,

To understand PTSD,

we first need to understand how the brain processes a wide range of ordeals,

atau PTSD,

bukan kegagalan individu;

melainkan malfungsi mekanisme biologis yang dapat disembuhkan

including the death of a loved one,

domestic violence,

sehingga kita dapat mengatasi pengalaman berbahaya.

injury or illness,

abuse,

rape,

war,

Dalam memahami PTSD,

car accidents,

kita perlu paham terlebih dahulu bagaimana otak memproses tekanan-tekanan hebat,

and natural disasters.

These events can bring on feelings of danger and helplessness,

seperti kematian orang yang dicintai,

which activate the brain’s alarm system,

kekerasan dalam rumah tangga,

known as the “fight-flight-freeze” response.

cedera atau penyakit,

penyiksaan,

When this alarm sounds,

pemerkosaan,

perang,

the hypothalamic, pituitary, and adrenal systems,

kecelakaan mobil,

dan bencana alam.

Tiap kejadian ini mampu menimbulkan rasa terancam atau keputusasaan,

known as the HPA axis,

work together to send signals to the autonomic nervous system.

yang memicu sistem peringatan di otak,

yang disebut respons "lawan-kabur-diam."

That’s the network that communicates with adrenal glands and internal organs

Saat alarm berbunyi,

to help regulate functions like heart rate,

sistem kelenjar hipotalamus, pituitari, dan adrenal,

digestion, and respiration.

atau axis HPA,

These signals start a chemical cascade

bekerja sama mengirim sinyal ke sistem saraf parasimpatetik.

that floods the body with several different stress hormones,

Jaringan inilah yang berhubungan dengan kelenjar adrenal dan organ internal

causing physiological changes that prepare the body to defend itself.

yang membantu mengatur fungsi seperti detak jantung,

Our heart rate speeds up,

breathing quickens,

pencernaan,

dan pernafasan.

and muscles tense.

Sinyal ini memulai arus kimiawi

Even after a crisis is over,

yang menyebar dalam tubuh dengan beberapa jenis hormon stres,

escalated levels of stress hormones may last for days,

menyebabkan perubahan psikologis yang menyiapkan tubuh untuk melindungi diri.

contributing to jittery feelings,

nightmares,

and other symptoms.

Detak jantung naik,

For most people, these experiences disappear within a few days to two weeks

nafas memburu,

dan otot menegang.

Walau masa krisis sudah berlalu,

as their hormone levels stabilize.

tingginya tingkat hormon stres masih bertahan berhari-hari,

But a small percentage of those who experience trauma

menyebabkan perasaan gelisah,

have persistent problems

mimpi buruk,

—sometimes vanishing temporarily only to resurface months later.

dan gejala lainnya.

Bagi kebanyakan orang, pengalaman tersebut berakhir sekitar harian hingga 2 minggu

We don’t completely understand what’s happening in the brain,

sampai kadar hormonalnya stabil.

but one theory is that the stress hormone cortisol

Namun sebagian kecil yang mengalami trauma

may be continuously activating the “fight-flight-freeze” response

mengalami masalah panjang

--kadang menghilang sebentar lalu muncul berbulan-bulan kemudian.

while reducing overall brain functioning, leading to a number of negative symptoms.

Kita belum memahami sepenuhnya apa yang terjadi di dalam otak,

These symptoms often fall into four categories:

tapi satu teori mengatakan hormon stres bernama kortisol

intrusive thoughts, like dreams and flashbacks,

bisa jadi mengaktifkan respons "lawan-lari-diam" secara-terus menerus

avoiding reminders of the trauma,

negative thoughts and feelings, like fear, anger, and guilt,

selagi menurunkan keseluruhan fungsi otak, berakibat pada beragam gejala negatif.

and “reactive” symptoms like irritability and difficulty sleeping.

Gejala-gejala ini sering dijelaskan dalam 4 kategori:

pikiran intrusif, seperti mimpi dan kilas balik,

Not everyone has all these symptoms,

or experiences them to the same extent and intensity.

menghindari hal-hal pengingat trauma,

pikiran dan perasaan negatif seperti takut dan rasa bersalah,

When problems last more than a month, PTSD is often diagnosed.

dan gejala "reaktif" seperti mudah marah dan sulit tidur.

Genetics,

on-going overwhelming stress,

and many risk factors like preexisting mental illnesses

Tidak semua memiliki gejala ini,

atau mengalaminya dalam waktu dan intensitas yang sama.

or lack of emotional support,

likely play a role in determining who will experience PTSD.

Saat masalah bertahan lebih dari sebulan, hal ini sering didiagnosa sebagai PTSD.

But the underlying cause is still a medical mystery.

Genetik,

stres berat yang berkelanjutan,

dan banyak faktor penentu seperti gangguan kejiwaan pendahulu

A major challenge of coping with PTSD is sensitivity to triggers,

atau kurangnya dukungan emosional,

lebih sering berperan dalam mengindikasi pengidap PTSD.

physical and emotional stimuli

that the brain associates with the original trauma.

Namun penyebab pokoknya masih menjadi misteri di bidang medis.

These can be everyday sensations that aren’t inherently dangerous

Tantangan utama dalam menghadapi PTSD berupa sensitivitas berlebihan,

but prompt powerful physical and emotional reactions.

For example, the smell of a campfire

stimuli fisik dan emosi

could evoke the memory of being trapped in a burning house.

yang diasosiasikan otak sebagai trauma sebenarnya.

Hal ini dapat jadi sensasi tiap hari yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya,

For someone with PTSD,

that memory activates the same neurochemical cascade

namun menimbulkan reaksi fisik dan emosi yang sangat kuat.

as the original event.

Misalkan, bau api unggun

That then stirs up the same feelings of panic and helplessness

dapat memanggil ingatan kala terjebak dalam kebakaran rumah.

as if they’re experiencing the trauma all over again.

Bagi pengidap PTSD,

Trying to avoid these triggers, which are sometimes unpredictable,

ingatan tersebut memicu arus neurokimia yang sama

seperti kejadian aslinya.

can lead to isolation.

Lalu membangkitkan perasaan panik dan tidak berdaya yang sama

That can leave people feeling invalidated,

ignored,

or misunderstood,

seperti kembali mengalami trauma setiap saat.

like a pause button has been pushed on their lives

while the rest of the world continues around them.

Mencoba menghindari tiap pemicu, yang kadang tidak diduga,

But, there are options.

dapat mengarah pada isolasi.

If you think you might be suffering from PTSD,

Membuat orang sekitarnya merasa ditentang,

the first step is an evaluation with a mental health professional

diabaikan,

atau menimbulkan salah paham,

seperti tombol jeda yang selalu ditekan dalam hidup mereka

who can direct you towards the many resources available.

sementara dunia luar berputar di sekitar mereka.

Psychotherapy can be very effective for PTSD,

Tetapi, pilihan tetap ada.

helping patients better understand their triggers.

Jika kamu merasa menderita PTSD,

And certain medications can make symptoms more manageable,

langkah pertama adalah evaluasi bersama ahli kesehatan mental

as can self- care practices, like mindfulness and regular exercise.

yang dapat mengarahkanmu ke berbagai sumber pertolongan.

Psikoterapi dapat sangat ampuh untuk menghadapi PTSD,

What if you notice signs of PTSD in a friend or family member?

membantu pasien memahami pemicu mereka,

Social support, acceptance, and empathy are key to helping and recovery.

dan pengobatan tertentu membuat gejala lebih terkontrol,

Let them know you believe their account of what they’re experiencing,

selain itu latihan rawat diri, seperti meningkatkan kesadaran dan olahraga rutin.

and that you don’t blame them for their reactions.

Jika kita mendapati gejala PTSD pada teman atau keluarga,

If they’re open to it,

encourage them to seek evaluation and treatment.

dukungan sosial, penerimaan, dan empati merupakan kunci kesembuhan.

PTSD has been called “the hidden wound”

because it comes without outward physical signs.

Tunjukkan bahwa kamu mengakui perspektif mereka atas pengalaman buruk,

But even if it’s an invisible disorder, it doesn’t have to be a silent one.

dan tidak menyalahkan reaksi mereka.

Jika mereka terbuka,

dorong mereka untuk mencari pengobatan,

PTSD juga disebut "luka tersebunyi"

karena kedatangannya tanpa tanda fisik.

Namun sekalipun tidak nampak, bukan berarti perlu diabaikan.