The science of skin color - Angela Koine Flynn

Translator: Dewi Barnas Reviewer: Gita Arimanda

When ultraviolet sunlight hits our skin,

Ketika sinar ultraviolet menyentuh kulit kita,

it affects each of us a little differently.

efeknya berbeda pada setiap orang.

Depending on skin color, it will take only minutes of exposure

Tergantung warna kulit kita, ada orang yang hanya dalam beberapa menit

to turn one person beetroot-pink,

langsung kemerahan,

while another requires hours to experience the slightest change.

dan ada orang yang hampir tak terpengaruh setelah beberapa jam di terik matahari.

So what's to account for that difference

Jadi kenapa kulit kita merespons sinar UV secara berbeda

and how did our skin come to take on so many different hues to begin with?

dan bagaimana awalnya hingga kita punya warna kulit yang berbeda?

Whatever the color,

Apa pun warnanya,

our skin tells an epic tale of human intrepidness and adaptability,

kulit kita bercerita banyak tentang kehebatan dan kemampuan adaptasi manusia,

revealing its variance to be a function of biology.

yang bervariasi karena fungsi biologis.

It all centers around melanin,

Semuanya bermula dari melanin,

the pigment that gives skin and hair its color.

yaitu pigmen yang memberi warna pada kulit dan rambut.

This ingredient comes from skin cells called melanocytes

Zat ini berasal dari sel kulit bernama melanosit

and takes two basic forms.

yang memiliki dua bentuk dasar.

There's eumelanin, which gives rise to a range of brown skin tones,

Ada eumelanin, yang menyebabkan varian warna kulit,

as well as black, brown, and blond hair,

dan juga warna hitam, coklat dan pirang pada rambut.

and pheomelanin, which causes the reddish browns of freckles and red hair.

Dan pheomelanin, yang menyebabkan bintik coklat di wajah dan rambut merah.

But humans weren't always like this.

Tapi manusia tidak selalu seperti ini.

Our varying skin tones were formed by an evolutionary process

Warna kulit kita berbeda karena proses evolusi

driven by the Sun.

yang disebabkan matahari.

In began some 50,000 years ago when our ancestors migrated north from Africa

Bermula sekitar 50.000 tahun lalu ketika nenek moyang kita

bermigrasi ke utara dari Afrika, ke daratan Eropa dan Asia.

and into Europe and Asia.

These ancient humans lived between the Equator and the Tropic of Capricorn,

Manusia purba tinggal di antara Khatulistiwa dan garis balik Selatan,

a region saturated by the Sun's UV-carrying rays.

wilayah yang kaya akan sinar matahari yang mengandung UV.

When skin is exposed to UV for long periods of time,

Ketika kulit manusia terkena sinar UV dalam jangka panjang,

the UV light damages the DNA within our cells,

sinar UV merusak DNA dalam sel kita,

and skin starts to burn.

dan kulit mulai terbakar.

If that damage is severe enough,

Kalau kerusakannya cukup parah,

the cells mutations can lead to melanoma,

mutasi sel bisa menimbulkan melanoma,

a deadly cancer that forms in the skin's melanocytes.

yaitu kanker mematikan yang terbentuk di dalam melanosit kulit.

Sunscreen as we know it today didn't exist 50,000 years ago.

Tabir surya yang kita kenal sekarang belum ada 50.000 tahun lalu.

So how did our ancestors cope with this onslaught of UV?

Jadi bagaimana nenek moyang kita bertahan dengan sinar UV yang parah?

The key to survival lay in their own personal sunscreen

Kunci keberlangsungan mereka ada pada tabir surya alami

manufactured beneath the skin: melanin.

yang dibentuk di bawah kulit mereka: melanin.

The type and amount of melanin in your skin

Tipe dan jumlah melanin dalam kulitmu

determines whether you'll be more or less protected from the sun.

menentukan apakah kamu akan

lebih terlindungi dari cahaya matahari, atau tidak.

This comes down to the skin's response as sunlight strikes it.

Ini tergantung pada respons kulit ketika terkena sinar matahari.

When it's exposed to UV light,

Ketika terkena sinar UV,

that triggers special light-sensitive receptors called rhodopsin,

reseptor sensitif cahaya yang disebut rhodopsin akan menstimulasi

which stimulate the production of melanin to shield cells from damage.

produksi melanin untuk melindungi sel dari kerusakan.

For light-skin people, that extra melanin darkens their skin and produces a tan.

Untuk orang dengan kulit putih,

melanin ekstra tersebut menggelapkan kulit mereka

dan menjadikan mereka kecoklatan.

Over the course of generations,

Setelah beberapa generasi,

humans living at the Sun-saturated latitudes in Africa

manusia yang tinggal di benua Afrika yang kaya sinar matahari

adapted to have a higher melanin production threshold

beradaptasi dengan memproduksi melanin lebih banyak,

and more eumelanin,

dan memiliki lebih banyak eumelanin yang menyebabkan warna kulit lebih gelap.

giving skin a darker tone.

This built-in sun shield helped protect them from melanoma,

Tabir surya alami ini membantu melindungi mereka dari melanoma,

likely making them evolutionarily fitter

dan secara evolusioner membuat mereka lebih sehat

and capable of passing this useful trait on to new generations.

dan mampu menurunkan sifat ini pada generasi setelahnya.

But soon, some of our Sun-adapted ancestors migrated northward

Tapi tak lama, ada nenek moyang kita yang sudah beradaptasi dengan matahari ini

yang bermigrasi ke utara, keluar dari wilayah tropis,

out of the tropical zone,

spreading far and wide across the Earth.

menyebar jauh dan luas ke penjuru bumi.

The further north they traveled, the less direct sunshine they saw.

Semakin ke utara, semakin sedikit sinar matahari yang mereka lihat.

This was a problem because although UV light can damage skin,

Ini masalah, karena meski sinar UV bisa merusak kulit,

it also has an important parallel benefit.

ia juga punya manfaat penting.

UV helps our bodies produce vitamin D,

UV membantu tubuh kita memproduksi vitamin D,

an ingredient that strengthens bones and lets us absorb vital minerals,

zat yang memperkuat tulang dan memungkinkan kita menyerap mineral penting

like calcium, iron, magnesium, phosphate, and zinc.

seperti kalsium, zat besi, magnesium, fosfat, dan zinc.

Without it, humans experience serious fatigue and weakened bones

Tanpanya, manusia akan kelelahan dan punya tulang keropos

that can cause a condition known as rickets.

yang bisa menyebabkan penyakit rakhitis.

For humans whose dark skin effectively blocked whatever sunlight there was,

Untuk orang yang kulit gelapnya menghalangi sinar matahari dengan efektif

vitamin D deficiency would have posed a serious threat in the north.

dimana pun ia berada,

kekurangan vitamin D akan menjadi ancaman serius di utara.

But some of them happened to produce less melanin.

Tapi ada di antara mereka yang memproduksi melanin lebih sedikit.

They were exposed to small enough amounts of light that melanoma was less likely,

Mereka terkena sinar matahari lebih sedikit

sehingga kemungkinan melanoma lebih kecil.

and their lighter skin better absorbed the UV light.

Kulit mereka menyerap sinar UV dengan lebih baik.

Mereka mengambil manfaat dari vitamin D,

So they benefited from vitamin D,

developed strong bones,

punya tulang kuat,

and survived well enough to produce healthy offspring.

dan bisa bertahan cukup baik untuk menghasilkan keturunan yang sehat.

Over many generations of selection,

Setelah beberapa generasi,

skin color in those regions gradually lightened.

warna kulit di wilayah tersebut perlahan menjadi semakin terang.

As a result of our ancestor's adaptability,

Sebagai dampak kemampuan beradaptasi nenek moyang kita,

today the planet is full of people with a vast palette of skin colors,

planet kita kini penuh dengan orang-orang dengan beragam warna kulit,

typically, darker eumelanin-rich skin in the hot, sunny band around the Equator,

biasanya, orang dengan kulit kaya eumelanin

ada di daerah Khatulistiwa yang kaya sinar matahari,

and increasingly lighter pheomelanin-rich skin shades fanning outwards

dan semakin sedikit sinar matahari, semakin kaya pheomelanin kulit.

as the sunshine dwindles.

Therefore, skin color is little more than an adaptive trait for living on a rock

Karenanya, warna kulit lebih dari sekedar sifat adaptif karena tinggal di planet

that orbits the Sun.

yang mengelilingi matahari.

It may absorb light,

Mungkin kulit menyerap cahaya,

but it certainly does not reflect character.

tapi yang pastinya, warnanya tidak mencerminkan karakter.