Why I speak up about living with epilepsy | Sitawa Wafula

Translator: Lisa Widjaja Reviewer: Sarmoko Sarmoko

I have a confession.

Saya punya pengakuan.

I have been in an affair

Saya telah menjalani suatu hubungan

since I was 17 years old.

sejak saya berumur 17 tahun.

I wish I could talk about butterflies in my stomach

Seandainya saya bisa cerita tentang jantung saya yang berdegup

or maps I drew on the ground

atau tangan yang berkeringat karena gugup

when I think about this affair,

ketika saya berpikir tentang hubungan ini,

but I cannot.

tapi saya tak dapat.

I wish I could talk about sweet words spoken

Seandainya saya bisa cerita tentang kata-kata manis

or gifts that I received

atau hadiah yang saya terima

from this affair,

dari hubungan ini,

but I cannot.

tapi, saya tak dapat.

All I can tell you about is the aftermath,

Yang bisa saya ceritakan adalah akibatnya,

about days I spent constantly asking:

tentang hari-hari di mana saya selalu bertanya:

Why, why, why me?

Mengapa, mengapa saya?

I remember how it all began.

Saya ingat bagaimana semuanya dimulai.

I was in my final year of high school,

Saya di tahun terakhir saya di SMA,

and my class had just won in sports,

dan kelas saya baru menang perlombaan olahraga,

so we were singing and dancing and hugging each other.

kita menyanyi dan menari dan memeluk satu sama lain.

I went and took a shower.

Saya pergi mandi.

Then I went for dinner.

Kemudian, saya makan malam.

And when I sat down to eat,

Dan saat saya duduk untuk makan,

my teeth started chattering,

gigi saya mulai bergemeletak,

and so I couldn't put the spoon in my mouth.

dan saya tak bisa memasukkan sendok ke mulut.

I rushed to the nurse's office,

Saya bergegas ke kantor suster,

and because I couldn't talk, I just pointed at my mouth.

dan karena saya tak dapat bicara, saya menunjuk ke mulut saya.

She didn't know what was happening,

Suster tidak tahu apa yang terjadi,

so she told me to lie down,

jadi dia menyuruh saya untuk berbaring,

and it worked --

dan ini berhasil --

after a few minutes, the chattering stopped.

setelah beberapa menit, gemeletaknya berhenti.

I was about to dash out, and she told me --

Saya bersiap-siap untuk keluar, dan dia bilang --

no, she insisted -- that I go up to the dormitories to sleep.

tidak, dia bersikeras -- supaya saya pergi ke asrama untuk tidur.

Here I was in my final year of high school,

Waktu itu saya di tahun terakhir di SMA,

just a few months from doing my end of high school exams

hanya beberapa bulan dari ujian akhir SMA

and a few days from doing a set of exams we call here in Kenya "mocks,"

dan beberapa hari dari ujian percobaan

which are somehow meant to gauge how prepared one is for the final exams.

yaitu ujian untuk memperkirakan kesiapan murid untuk ujian akhir.

There is no way I was going to sleep

Saya tidak tidur pastinya

and let a set of exams mock me.

Saya tidak mau gagal ujian.

I went to class, sat down,

Saya ke kelas, duduk,

took my Kenyan history notes,

mengambil buku catatan tentang sejarah Kenya,

and there I was, down Kenyan coastal town,

dan begitulah, di kota pesisir Kenya,

with the great Mekatilili wa Menza,

dengan Mekatilili wa Menza yang perkasa,

the Giriama woman who led her people against British colonial rule.

wanita Giriama yang memimpin rakyatnya melawan pemerintahan kolonial Inggris.

Then, without any notice,

Lalu, tanpa tanda-tanda apa pun,

my left hand started jerking,

tangan kiri saya mulai menyentak-nyentak,

and it was as if I was marking imaginary papers.

seolah-olah saya menandai kertas khayalan.

In and out it went,

Terus-menerus,

and with every stroke, one by one,

dan setiap gerakan, satu persatu,

my classmates stopped concentrating on their reading

teman sekelas saya berhenti berkonsentrasi dari bacaan mereka

and started looking at me.

dan mulai menatap saya.

And I tried really hard to stop it,

Dan saya berusaha keras untuk menghentikannya,

but I couldn't,

tapi saya tak mampu,

because it had a life of its own.

tangan saya seperti punya nyawa sendiri.

And then, when it was sure everybody was looking at us,

Lalu, ketika semua orang melihat tangan saya,

in its final show and official introduction,

pada pertunjukkan akhir dan pembukaan resmi,

I had my first full-blown seizure,

saya mengalami kejang seluruh tubuh untuk pertama kalinya,

which was the beginning of what has been a 15-year-long affair.

yang merupakan awal dari hubungan yang telah berlangsung selama 15 tahun.

Seizures are the trademark characteristic for most types of epilepsy,

Kejang adalah ciri utama dari kebanyakan jenis penyakit ayan,

and every first-ever seizure needs to be assessed by a doctor

dan setiap kejang yang pertama perlu dinilai oleh seorang dokter

to determine if one has epilepsy

untuk memastikan adanya penyakit ayan

or if it's a symptom of something else.

atau jika kejangnya disebabkan oleh hal lain.

In my case, it was confirmed that I had epilepsy.

Untuk kasus saya, saya dinyatakan memiliki penyakit ayan.

I spent a large chunk of my time in hospital and at home,

Saya menghabiskan banyak waktu di rumah sakit dan di rumah,

and only went back to do my final exams.

dan hanya balik ke kelas untuk menyelesaikan ujian akhir.

I had seizures in between papers,

Saya mengalami kejang-kejang di antara kertas ujian,

but managed to get good enough grades

tapi masih bisa mendapat nilai yang cukup

to be admitted for an actuarial science degree

untuk diterima di jurusan aktuaria

at the University of Nairobi.

di Universitas Nairobi.

(Applause)

(Tepuk tangan)

Unfortunately, I had to drop out in my second year.

Sayangnya, saya harus putus sekolah di tahun kedua.

I didn't have good enough coping skills

Saya kurang mampu menyesuaikan diri

and a support community around me.

dan tak punya komunitas yang mendukung.

I was lucky enough to get a job,

Saya cukup beruntung mendapat pekerjaan,

but I was fired from that job when I had a seizure in the workplace.

tapi saya dipecat ketika saya mengalami kejang di tempat kerja.

So I found myself in a space

Jadi saya berada di situasi

where I was constantly asking myself

di mana saya selalu bertanya terhadap diri sendiri

why this had to happen to me.

mengapa ini terjadi pada saya.

I lived in denial for a long time,

Saya hidup dalam penyangkalan untuk waktu yang lama,

and the denial was maybe because of the things that had happened,

dan penyangkalan ini mungkin disebabkan oleh hal-hal yang terjadi,

dropping out of school and being fired from my job.

putus sekolah dan dipecat dari pekerjaan.

Or maybe it was because of the things I had heard about epilepsy

Atau mungkin karena hal-hal yang saya dengar tentang penyakit ayan

and about people living with epilepsy:

dan tentang kehidupan orang-orang berpenyakit ayan:

that they would never live on their own;

mereka tak akan pernah bisa mandiri;

that they would never travel on their own

tak akan bisa bepergian sendiri

or even get work;

atau mempunyai pekerjaan;

that they were outcasts,

mereka adalah orang buangan,

with a spirit in them that they needed to be delivered from.

dengan keyakinan bahwa mereka akan selalu butuh bantuan.

And so the more I thought about these things,

Jadi semakin saya berpikir tentang hal ini,

the more my seizures became,

kejang-kejang saya semakin parah,

and I spent days with my legs locked,

dan saya menghabiskan hari-hari dengan kaki yang terkunci,

my speech became blurred

wicara saya menjadi samar

and on days on end, this is how I'd be.

dan ini terjadi terus-menerus.

Two or three days after a seizure,

Dua atau tiga hari setelah kejang,

my head and my hand would still be twitching.

kepala dan kaki saya akan terus menyentak-nyentak.

I felt lost,

Saya merasa tersesat,

like I'd lost everything,

seperti saya telah kehilangan semuanya,

and sometimes,

dan kadang,

even the will to live.

bahkan keinginan untuk hidup.

(Sigh)

(Mendesah)

I had so much frustration in me.

Saya merasa sangat frustrasi.

And so I started writing,

Jadi saya mulai menulis,

because the people around me didn't have answers

karena orang-orang di sekeliling saya tidak memiliki jawaban

to the questions that I had.

untuk pertanyaan-pertanyaan saya.

And so I wrote my fears

Dan saya menulis tentang ketakutan saya

and my doubts.

dan kesangsian saya.

I wrote about my good days and my bad days and my really ugly days,

Saya menulis tetang hari-hari baik saya, hari-hari jelek dan hari-hari terburuk,

and I shared them on a blog.

dan saya membagikannya di blog.

And before long,

Dan tak lama kemudian,

I began to be seen and heard by people who had epilepsy

saya mulai terlihat dan terdengar oleh orang yang mengidap penyakit ayan

and their families,

dan keluarga mereka,

and even those who did not have the diagnosis.

dan juga oleh mereka yang tak memiliki diagnosa ini.

And I moved from that girl who constantly asked why me

Saya berubah dari gadis yang selalu bertanya mengapa saya

to one who not only self-advocates,

ke gadis yang tak hanya menyokong diri sendiri,

but does it for those who are yet to find their voices.

tapi juga mereka yang belum menemukan suara mereka.

(Applause)

(Tepuk tangan)

My seizures are greatly reduced, from two to three times a day,

Kejang-kejang saya telah berkurang banyak, dari dua sampai tiga kali sehari,

to sometimes two to three times in one year.

menjadi dua sampai tiga kali per tahun.

I went on --

Saya lalu --

(Applause)

(Tepuk tangan)

I went on to employ five people,

Saya lalu memperkerjakan lima orang,

when I began what was Kenya's first

ketika saya memulai

dukungan gratis untuk kesehatan mental dan epilepsi Kenya yang pertama.

free mental health and epilepsy support line.

And I travel --

Dan saya bepergian --

(Applause)

(Tepuk tangan)

And I travel to speak about my affair,

Dan saya bepergian untuk menyebarkan hubungan saya,

all these things that I had been told

tentang semua hal yang saya dengar

people like me living with epilepsy could never be able to do.

apa yang tak akan pernah dilakukan oleh orang dengan penyakit ayan.

Every year, a population as big as 80 percent of Nairobi

Setiap tahun, penduduk sebesar 80 persen dari Nairobi

gets diagnosed with epilepsy

mendapat diagnosa penyakit ayan

across the globe.

di seluruh dunia.

And they, like me,

Mereka, seperti saya,

go through the emotions of stigma and exclusion.

mendapat stigma dan pengasingan.

And so I have made it my life journey

Jadi saya mengambil keputusan

to keep these conversations going,

untuk melanjutkan percakapan ini,

and I keep confessing about my affair

dan saya mengakui hubungan saya

so that those people who do not have the diagnosis

supaya orang yang tak memiliki diagnosa

might know and might have a constant reminder

akan mengetahui dan diingatkan terus-menerus

that it is alright to engage with people like us,

tak apa-apa jika berinteraksi dengan orang-orang seperti kami,

that as long as they pull down the walls of stigma and exclusion,

selama mereka bisa merubuhkan dinding stigma dan pengasingan,

that we, just like them,

kami, sama halnya dengan mereka,

can be able to take anything life throws at us.

mampu menghadapi tantangan hidup apa saja.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)