Maajid Nawaz: A global culture to fight extremism

Translator: Virginia Gunawan Reviewer: Ade Indarta

Have you ever wondered

Pernahkah Anda bertanya

why extremism seems to have been on the rise in Muslim-majority countries

mengapa ekstrimisme cenderung berkembang di negara mayoritas Muslim

over the course of the last decade?

dalam dekade terakhir ini?

Have you ever wondered

Pernakah Anda bertanya

how such a situation can be turned around?

bagaimana situasi tersebut dapat diputarbalikan?

Have you ever looked at the Arab uprisings

Pernahkan Anda menyaksikan pemberontakan Arab

and thought, "How could we have predicted that?"

dan berpikir, "Bagaimana kita bisa memprediksikannya?"

or "How could we have better prepared for that?"

atau "Bagaimana kita bisa mempersiapkan diri untuk itu?"

Well my personal story, my personal journey,

Saya memiliki cerita pribadi, perjalanan pribadi,

what brings me to the TED stage here today,

yang membawa saya ke panggung TED hari ini,

is a demonstration of exactly what's been happening

demonstrasi atas apa yang sedang terjadi

in Muslim-majority countries

di negara-negara mayoritas Muslim

over the course of the last decades, at least, and beyond.

selama kurang lebih dekade terakhir ini.

I want to share some of that story with you,

Saya ingin berbagi beberapa cerita itu dengan Anda,

but also some of my ideas around change

dan juga beberapa ide saya mengenai perubahan

and the role of social movements in creating change

dan peran pergerakan sosial dalam menciptakan perubahan

in Muslim-majority societies.

di masyarakat mayoritas Muslim.

So let me begin

Jadi, izinkan saya mulai

by first of all giving a very, very brief history of time,

dengan memberikan sejarah yang sangat singkat,

if I may indulge.

jika boleh.

In medieval societies there were defined allegiances.

Di masyarakat abad pertengahan, loyalitas didefinisikan dengan jelas.

An identity was defined

Identitas didefinisikan

primarily by religion.

terutama oleh agama.

And then we moved on into an era in the 19th century

Lalu kita pun masuk ke era pada abad ke-19

with the rise of a European nation-state

dengan kebangkitan bangsa-bangsa di Eropa

where identities and allegiances were defined

di mana identitas dan loyalitas didefinisikan

by ethnicity.

oleh etnis.

So identity was primarily defined by ethnicity,

Jadi, identitas pada saat itu didefinisikan, terutama, oleh etnis,

and the nation-state reflected that.

dan negara bangsa mencerminkan identitas tersebut.

In the age of globalization, we moved on.

Pada era globalisasi, kita bergerak lagi.

I call it the era of citizenship --

Saya menyebutnya sebagai era kewarganegaraan --

where people could be from multi-racial, multi-ethnic backgrounds,

orang-orang berasal dari berbagi ras, berbagai latar belakang etnis,

but all be equal as citizens

namun sederajat sebagai warganegara

in a state.

di sebuah negara.

You could be American-Italian; you could be American-Irish;

Bisa jadi Anda warga Amerika keturunan Italia; warga Amerika keturunan Irlandia;

you could be British-Pakistani.

warga Inggris keturunan Pakistan.

But I believe now

Namun saya percaya sekarang

that we're moving into a new age,

kita sedang bergerak ke sebuah era yang baru,

and that age The New York Times dubbed recently

dan era itu, New York Times baru saja menyebutnya

as "the age of behavior."

sebagai "the age of behavior" (era perilaku)

How I define the age of behavior

Saya mendefiniskan era perilaku sebagai

is a period of transnational allegiances,

periode loyalitas transnasional,

where identity is defined more so

di mana identitas lebih didefinisikan oleh

by ideas and narratives.

ide dan narasi.

And these ideas and narratives that bump people across borders

Ide dan narasi yang bersentuhan dengan orang-orang lintas negara ini

are increasingly beginning to affect

mulai semakin mempengaruhi

the way in which people behave.

cara manusia berperilaku.

Now this is not all necessarily good news,

Namun, ini belum tentu sebuah berita bagus,

because it's also my belief

karena saya juga percaya bahwa

that hatred has gone global

kebencian juga telah mengglobal

just as much as love.

sama halnya seperti cinta.

But actually it's my belief

Namun sebenarnya saya percaya bahwa

that the people who've been truly capitalizing on this age of behavior,

mereka yang benar-benar telah memanfaatkan era perilaku ini,

up until now, up until recent times,

sampai sekarang, sampai baru-baru ini,

up until the last six months,

sampai kurang lebih enam bulan yang lalu,

the people who have been capitalizing most

mereka yang benar-benar paling memanfaatkan

on the age of behavior

era perilaku ini

and the transnational allegiances,

dan loyalitas transnasional,

using digital activism

menggunakan pergerakan digital

and other sorts of borderless technologies,

dan berbagai macam teknologi tanpa batas,

those who've been benefiting from this

mereka yang telah diuntungkan dari era ini

have been extremists.

adalah para ekstrimis.

And that's something which I'd like to elaborate on.

Ini akan saya jelaskan lebih lanjut.

If we look at Islamists,

Jika kita melihat para aktivis Islam,

if we look at the phenomenon

jika kita memperhatikan fenomena yang terjadi

of far-right fascists,

pada fasis sayap kanan,

one thing they've been very good at,

satu hal yang mereka lakukan dengan sangat baik,

one thing that they've actually been exceeding in,

satu hal yang melampaui kemampuan kita adalah

is communicating across borders,

berkomunikasi melintasi perbatasan,

using technologies to organize themselves,

menggunakan teknologi untuk mengorganisasikan diri mereka,

to propagate their message

mempropagandakan pesan mereka

and to create truly global phenomena.

dan untuk menciptakan fenomena global.

Now I should know,

Dan saya pasti tahu,

because for 13 years of my life,

karena selama 13 tahun dalam hidup saya,

I was involved in an extreme Islamist organization.

saya terlibat dalam organisasi Islam ekstrim.

And I was actually a potent force

Bahkan, saya sebenarnya merupakan tenaga potensial

in spreading ideas across borders,

dalam penyampaian ide melintasi batasan.

and I witnessed the rise of Islamist extremism

Saya menyaksikan kebangkitan ekstrimisme Islam

as distinct from Islam the faith,

yang berbeda dari Islam sebagai sebuah agama,

and the way in which it influenced my co-religionists

dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi rekan seiman saya

across the world.

di seluruh dunia.

And my story, my personal story,

Cerita saya, cerita pribadi saya,

is truly evidence for the age of behavior

adalah bukti nyata dari era perilaku

that I'm attempting to elaborate upon here.

yang akan saya coba jelaskan di sini.

I was, by the way -- I'm an Essex lad,

Omong-omong, saya berasal dari Essex,

born and raised in Essex in the U.K.

lahir dan dibesarkan di Essex, Inggris.

Anyone who's from England

Siapapun yang berasal dari Inggris

knows the reputation we have from Essex.

tahu reputasi yang kami miliki dari Essex.

But having been born in Essex,

Dilahirkan di Essex,

at the age of 16,

pada usia 16 tahun,

I joined an organization.

saya bergabung dengan sebuah organisasi.

At the age of 17, I was recruiting people from Cambridge University

Usia 17 tahun, saya merekrut orang-orang dari Cambrige University

to this organization.

untuk organisasi tersebut.

At the age of 19,

Pada usia 19 tahun,

I was on the national leadership of this organization in the U.K.

saya mengikuti latihan kepemimpinan nasional di Inggris.

At the age of 21, I was co-founding this organization in Pakistan.

Usia 21 tahun, saya menjadi salah satu pendiri organisasi ini di Pakistan.

At the age of 22,

Pada usia 22 tahun,

I was co-founding this organization in Denmark.

saya menjadi salah satu pendiri organisasi ini di Denmark.

By the age of 24,

Ketika saya berusia 24 tahun,

I found myself convicted in prison in Egypt,

Saya dipenjara di Mesir,

being blacklisted from three countries in the world

masuk daftar hitam di tiga negara di dunia

for attempting to overthrow their governments,

karena mencoba untuk menggulingkan pemerintahan negara tersebut,

being subjected to torture

menjadi subjek penyiksaan

in Egyptian jails

di penjara Mesir

and sentenced to five years as a prisoner of conscience.

dan dijatuhi hukuman selama lima tahun sebagai tahanan politik.

Now that journey,

Perjalanan tersebut,

and what took me from Essex all the way across the world --

dan yang membawa saya dari Essex berkeliling dunia --

by the way, we were laughing at democratic activists.

oya, saat itu, kami menertawakan aktivis demokrasi.

We felt they were from the age of yesteryear.

Kami merasa aktivis demokrasi itu berasal dari era lalu.

We felt that they were out of date.

Kami merasa mereka ketinggalan zaman.

I learned how to use email

Saya belajar menggunakan email

from the extremist organization that I used.

dari organisasi ekstrimis tersebut.

I learned how to effectively communicate across borders

Saya belajar bagaimana berkomunikasi lintas batas dengan efektif

without being detected.

tanpa terdeteksi.

Eventually I was detected, of course, in Egypt.

Meski akhirnya saya terdeteksi oleh Mesir.

But the way in which I learned

Namun, cara saya belajar

to use technology to my advantage

memanfaatkan teknologi

was because I was within an extremist organization

adalah karena saya berada dalam organisasi ekstrimis

that was forced to think beyond

yang dipaksa untuk berpikir di luar

the confines of the nation-state.

batas-batas negara bangsa.

The age of behavior: where ideas and narratives

Era perilaku: di mana ide dan narasi

were increasingly defining behavior

semakin mendefinisikan perilaku

and identity and allegiances.

dan identitas dan loyalitas.

So as I said, we looked to the status quo

Seperti yang saya katakan, kami melihat status quo

and ridiculed it.

dan mengejeknya.

And it's not just Islamist extremists that did this.

Bukan hanya ekstrimis Islam yang melakukan hal ini.

But even if you look across

Jika Anda melihat lebih jauh

the mood music in Europe of late,

suasana musik di Eropa akhir-akhir ini,

far-right fascism is also on the rise.

fasis kanan juga sedang bangkit.

A form of anti-Islam rhetoric

Sebuah bentuk retorika anti-Islam

is also on the rise

juga sedang bangkit

and it's transnational.

dan semua itu transnasional.

And the consequences that this is having

Dan konsekuensinya

is that it's affecting the political climate

adalah hal ini mempengaruhi iklim politik

across Europe.

di seluruh Eropa.

What's actually happening

Yang sebenarnya terjadi adalah

is that what were previously localized parochialisms,

yang dulunya adalah parokialisme lokal,

individual or groupings of extremists

individual atau kelompok-kelompok ekstrimis

who were isolated from one another,

yang terisolasi satu dengan yang lain,

have become interconnected in a globalized way

menjadi saling terhubung dengan cara yang terglobalisasi

and have thus become, or are becoming, mainstream.

dan karena itu menjadi, dan semakin menjadi, aliran utama.

Because the Internet and connection technologies

Karena internet dan sambungan teknologi

are connecting them across the world.

menghubungkan mereka melintasi dunia.

If you look at the rise of far-right fascism across Europe of late,

Jika Anda menyaksikan kebangkitan fasis kanan di seluruh Eropa akhir-akhir ini,

you will see some things that are happening

Anda akan menyaksikan beberapa kejadian

that are influencing domestic politics,

yang mempengaruhi politik dalam negeri,

yet the phenomenon is transnational.

namun fenomenanya transnasional.

In certain countries, mosque minarets are being banned.

Di beberapa negara, menara masjid dilarang.

In others, headscarves are being banned.

Di negera lain, jilbab dilarang.

In others, kosher and halal meat are being banned,

Di negara lain, kosher dan makanan halal dilarang,

as we speak.

saat ini.

And on the flip side,

Di sisi lain,

we have transnational Islamist extremists

kita memiliki ekstrimis Islam transnasional

doing the same thing across their own societies.

melakukan hal yang sama di masyarakat mereka.

And so they are pockets of parochialism that are being connected

Sehingga sejumlah parokialisme menjadi saling terhubung

in a way that makes them feel like they are mainstream.

dan membuat mereka merasa bahwa mereka adalah aliran utama.

Now that never would have been possible before.

Hal tersebut tidak akan pernah mungkin sebelumnya.

They would have felt isolated,

Mereka akan merasa terasing,

until these sorts of technologies came around

sampai ketika teknologi semacam ini muncul

and connected them in a way

dan menghubungkan mereka dengan cara yang

that made them feel part of a larger phenomenon.

membuat mereka merasa bagian dari fenomena yang lebih besar.

Where does that leave democracy aspirants?

Lalu, di mana para pendukung demokrasi?

Well I believe they're getting left far behind.

Saya percaya mereka tertinggal sangat jauh.

And I'll give you an example here at this stage.

Saya akan memberikan contohnya kepada Anda.

If any of you remembers the Christmas Day bomb plot:

Jika Anda ingat kisah bom Hari Natal:

there's a man called Anwar al-Awlaki.

Seorang pria bernama Anwar al-Awlaki.

As an American citizen, ethnically a Yemeni,

Warga negara Amerika, beretnis Yemen,

in hiding currently in Yemen,

saat ini bersembunyi di Yemen,

who inspired a Nigerian,

yang menginspirasi seorang Nigeria,

son of the head of Nigeria's national bank.

anak dari kepala bank nasional Nigeria.

This Nigerian student studied in London, trained in Yemen,

Pelajar Nigeria ini menempuh ilmu di London, dilatih di Yemen,

boarded a flight in Amsterdam to attack America.

naik penerbangan di Amsterdam untuk menyerang Amerika.

In the meanwhile,

Sementara itu,

the Old mentality with a capital O,

mentalitas lama

was represented by his father, the head of the Nigerian bank,

diwakili oleh ayahnya, kepala bank Nigeria,

warning the CIA that his own son was about to attack,

memperingatkan CIA bahwa anaknya akan menyerang Amerika,

and this warning fell on deaf ears.

namun peringatan ini tidak didengarkan.

The Old mentality with a capital O,

Mentalitas lama

as represented by the nation-state,

yang diwakili oleh negara bangsa itu,

not yet fully into the age of behavior,

belum sepenuhnya mengerti tentang era perilaku,

not recognizing the power of transnational social movements,

belum mengenal kekuatan dari pergerakan sosial yang transnasional,

got left behind.

menjadi tertinggal.

And the Christmas Day bomber almost succeeded

Dan pemboman pada Hari Natal hampir sukses

in attacking the United States of America.

menyerang Amerika Serikat.

Again with the example of the far right:

Contoh lain dari ekstrimis sayap kanan:

that we find, ironically,

yang ironisny adalah

xenophobic nationalists

nasionalis xenophobia

are utilizing the benefits of globalization.

memanfaatkan globalisasi.

So why are they succeeding?

Jadi, mengapa mereka berhasil?

And why are democracy aspirants falling behind?

dan mengapa pendukung demokrasi tertinggal.

Well we need to understand the power of the social movements who understand this.

Kita harus memahami kekuatan pergerakan sosial yang memahami hal tersebut.

And a social movement is comprised, in my view,

Pergerakan sosial, menurut saya, terdiri dari

it's comprised of four main characteristics.

empat karakteristik utama.

It's comprised of ideas and narratives

Terdiri dari ide dan narasi

and symbols and leaders.

dan simbol dan pemimpin.

I'll talk you through one example,

Saya jelaskan melalui satu contoh,

and that's the example that everyone here will be aware of,

contoh ini pasti diketahui oleh semua yang ada di sini,

and that's the example of Al-Qaeda.

dan contohnya adalah Al-Qaeda.

If I asked you to think of the ideas of Al-Qaeda,

Jika saya meminta Anda memikirkan ide tentang Al-Qaeda,

that's something that comes to your mind immediately.

sesuatu yang muncul seketika dalam pikiran Anda.

If I ask you to think of their narratives --

Jika saya meminta Anda memikirkan narasi mereka --

the West being at war with Islam, the need to defend Islam against the West --

Barat yang memerangi Islam, kebutuhan untuk membela Islam dari Barat --

these narratives, they come to your mind immediately.

narasi-narasi seperti itu akan segera muncul di pikiran Anda.

Incidentally, the difference between ideas and narratives:

Maka perbedaan anatara ide dan narasi adalah:

the idea is the cause that one believes in;

Ide adalah yang dipercayai oleh seseorang;

and the narrative is the way to sell that cause --

dan narasi adalah cara untuk menjual ide itu --

the propaganda, if you like, of the cause.

dengan kata lain, propaganda dari ide itu.

So the ideas and the narratives of Al-Qaeda come to your mind immediately.

Jadi ide dan narasi tentang Al-Qaeda muncul seketika dalam pikiran Anda.

If I ask you to think of their symbols and their leaders,

Jika saya meminta Anda memikirkan simbol dan pemimpin mereka,

they come to your mind immediately.

keduanya akan muncul seketika di pikiran Anda.

One of their leaders was killed in Pakistan recently.

Salah satu pemimpin mereka baru saja terbunuh di Pakistan.

So these symbols and these leaders

Jadi simbol-simbol dan pemimpin-pemimpin ini

come to your mind immediately.

muncul seketika dalam pikiran Anda.

And that's the power of social movements.

Dan itulah kekuatan dari pergerakan sosial.

They're transnational, and they bond around these ideas and narratives

Bersifat transnasional dan berkisar pada ide dan narasi ini

and these symbols and these leaders.

dan simbol ini dan pemimpin ini.

However,

Akan tetapi,

if I ask your minds to focus currently on Pakistan,

jika saya meminta Anda untuk fokus pada Pakistan,

and I ask you to think

dan saya meminta Anda berpikir

of the symbols and the leaders for democracy

tentang simbol dan pemimpin demokrasi

in Pakistan today,

di Pakistan saat ini,

you'll be hard pressed

Anda akan sangat kesulitan

to think beyond perhaps

untuk mungkin berpikir selain

the assassination of Benazir Bhutto.

pembunuhan Benazir Bhutto.

Which means, by definition,

Yang berarti,

that particular leader no longer exists.

pemimpin tersebut telah tiada.

One of the problems we're facing is, in my view,

Menurut saya, salah satu masalah yang kita hadapi

that there are no globalized,

tidak adanya pergerakan sosial akar rumput

youth-led, grassroots social movements

yang bersifat global, dipimpin oleh anak muda

advocating for democratic culture

yang membela budaya demokrasi

across Muslim-majority societies.

di masyarakat mayoritas Muslim.

There is no equivalent of the Al-Qaeda, without the terrorism,

Tidak ada yang setara dengan Al-Qaeda, yang tidak terkait terorisme,

for democracy across Muslim-majority societies.

untuk demokrasi di masyarakat mayoritas Muslim.

There are no ideas and narratives and leaders and symbols

Tidak ada ide dan narasi dan pemimpin dan simbol

advocating the democratic culture on the ground.

yang mendukung budaya demokrasi pada akar rumput.

So that begs the next question.

Ini mengantarkan kita pada pertanyaan selanjutnya.

Why is it that extremist organizations,

Mengapa organisasi ekstrimis,

whether of the far-right or of the Islamist extremism --

baik itu ekstrimis sayap kanan maupun ekstrimis Islam --

Islamism meaning those who wish to impose

Islamisme adalah mereka yang memaksakan

one version of Islam over the rest of society --

satu versi Islam untuk seluruh masyarakat --

why is it that they are succeeding

mengapa mereka berhasil

in organizing in a globalized way,

dalam mengorganisasi secara global,

whereas those who aspire to democratic culture

sementara mereka yang mendukung budaya demokrasi

are falling behind?

justru tertinggal?

And I believe that's for four reasons.

Saya percaya ada empat alasan.

I believe, number one, it's complacency.

Yang pertama adalah kepuasan.

Because those who aspire to democratic culture

Karena mereka yang mendukung budaya demokrasi

are in power,

sedang berkuasa,

or have societies

atau memiliki masyarakat

that are leading globalized, powerful societies,

yang menuju masyarakat global yang adidaya,

powerful countries.

negara-negara adidaya.

And that level of complacency means

Sehingga kepuasan pada level tersebut berarti

they don't feel the need to advocate for that culture.

mereka tidak merasa perlu memperjuangkan budaya tersebut.

The second, I believe,

Kedua,

is political correctness.

kebenaran politis.

That we have a hesitation

Kita memiliki keraguan

in espousing the universality of democratic culture

dalam mengemban universalitas budaya demokrasi,

because we are associating that --

karena kita mengasosiasikan bahwa --

we associate believing in the universality of our values --

kita percaya terhadap universalitas nilai-nilai kita --

with extremists.

dengan ektrimis.

Yet actually, whenever we talk about human rights,

Namun sebenarnya, ketika kita berbicara tentang hak asasi,

we do say that human rights are universal.

kita menyatakan bahwa hak asasi adalah universal.

But actually going out to propagate that view

Tapi upaya untuk mempropagandakan pandangan tersebut

is associated with either neoconservativism

diasosiasikan dengan neo-konservatisme

or with Islamist extremism.

atau dengan ekstrimis Islam.

To go around saying that I believe

Untuk berkata bahwa, saya percaya

democratic culture is the best that we've arrived at

budaya demokrasi adalah yang terbaik yang dapat kita

as a form of political organizing

gunakan sebagai bentuk organisasi politik

is associated with extremism.

diasosiasikan dengan ekstrimisme.

And the third,

Dan yang ketiga,

democratic choice in Muslim-majority societies

pilihan demokratis di masyarakat mayoritas Muslim

has been relegated to a political choice,

telah dianggap sebagai pilihan politis,

meaning political parties

yang berarti partai politik

in many of these societies

di masyarakat ini

ask people to vote for them

meminta orang untuk mendukung mereka

as the democratic party,

sebagai partai demokratis,

but then the other parties ask them to vote for them

namun partai lain meminta untuk mendukung mereka

as the military party --

sebagai partai militer --

wanting to rule by military dictatorship.

yang ingin memimpin dengan diktator militer.

And then you have a third party saying,

Lalu Anda memiliki partai ketiga yang berkata,

"Vote for us; we'll establish a theocracy."

"Pilihlah kami, kami menegakkan teokrasi."

So democracy has become merely one political choice

Sehingga demokrasi menjadi sekadar salah satu pilihan politik

among many other forms

di antara begitu banyak bentuk

of political choices available in those societies.

pilihan politik yang tersedia di masyarakat tersebut.

And what happens as a result of this

Dan akibatnya adalah

is, when those parties are elected,

ketika partai tersebut terpilih,

and inevitably they fail,

dan mereka gagal,

or inevitably they make political mistakes,

atau mereka melakukan kesalahan politis,

democracy takes the blame

demokrasi yang disalahkan

for their political mistakes.

karena kesalahan politis mereka.

And then people say, "We've tried democracy. It doesn't really work.

Dan lalu mereka berkata, "Kita sudah mencoba demokrasi. Demokrasi gagal.

Let's bring the military back again."

Kembalikan saja militer."

And the fourth reason, I believe,

Dan alasan keempat adalah

is what I've labeled here on the slide as the ideology of resistance.

yang saya sebut pada slide ini sebagai ideologi resistensi.

What I mean by that is,

Yang saya maksud ini adalah

if the world superpower today was a communist,

jika adidaya dunia saat ini adalah komunis,

it would be much easier for democracy activists

akan lebih mudah bagi aktivis demokrasi

to use democracy activism

untuk menggunakan pergerakan demokrasi

as a form of resistance against colonialism,

sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme,

than it is today with the world superpower being America,

dibandingkan dengan sekarang, adidaya dunianya adalah Amerika,

occupying certain lands

menempati beberapan daratan

and also espousing democratic ideals.

dan juga mendukung idealisme demokratis.

So roughly these four reasons

Maka, keempat alasan ini

make it a lot more difficult for democratic culture to spread

membuat budaya demokrasi semakin sulit menyebar

as a civilizational choice,

sebagai pilihan peradaban,

not merely as a political choice.

bukan hanya sebagai pililhan politis.

When talking about those reasons,

Ketika membahas tentang alasan-alasan tersebut,

let's break down certain preconceptions.

mari kita jabarkan beberapa anggapan.

Is it just about grievances?

Apakah hanya sekadar keluhan?

Is it just about a lack of education?

Kurangnya pendidikan?

Well statistically,

Secara statistik,

the majority of those who join extremist organizations are highly educated.

mayoritas mereka yang mengikuti organisasi ekstrimis berpendidikan tinggi.

Statistically, they are educated, on average,

Secara statistik, pendidikan mereka rata-rata

above the education levels

di atas level pendidikan

of Western society.

masyarakat Barat.

Anecdotally, we can demonstrate

Dari bukti yang ada, kita dapat menunjukkan bahwa

that if poverty was the only factor,

jika kemiskinan adalah satu-satunya faktor,

well Bin Laden is from one of the richest families in Saudi Arabia.

Bin Laden itu berasal dari salah satu keluarga kaya di Saudi Arabia.

His deputy, Ayman al-Zawahiri, was a pediatrician --

Tangan kanannya, Ayman al-Zawahiri, seorang dokter anak--

not an ill-educated man.

bukan seorang yang tidak berpendidikan.

International aid and development has been going on for years,

Bantuan internasional dan pembangunan terus dijalankan bertahun-tahun,

but extremism in those societies, in many of those societies,

tapi ekstrimis di masyarakat tersebut, sebagian besar masyarakat tersebut,

has been on the rise.

mengalami kebangkitan.

And what I believe is missing

Dan, saya percaya, yang hilang adalah

is genuine grassroots activism

pergerakan akar rumput yang tulus

on the ground,

di dunia nyata,

in addition to international aid,

sebagai tambahan bantuan internasional,

in addition to education, in addition to health.

sebagai tambahan pendidikan, tambahan kesehatan.

Not exclusive to these things, but in addition to them,

Tidak terpisah dari hal-hal tersebut, namun sebagai tambahan,

is propagating a genuine demand for democracy on the ground.

mempropagandakan permintaan tulus akan demokrasi di dunia nyata.

And this is where I believe

Dan di sini saya percaya

neoconservatism had it upside-down.

neo-konservatisme memiliki masanya.

Neoconservatism had the philosophy

Neo-konservatisme memiliki filosofi

that you go in with a supply-led approach

bahwa Anda masuk dengan pendekatan penuh persiapan

to impose democratic values from the top down.

untuk menanamkan nilai demokrasi dari atas kebawah.

Whereas Islamists and far-right organizations, for decades,

Sementara aktivis Islam dan organisasi sayap kanan, selama berdekade,

have been building demand for their ideology on the grassroots.

telah membangun permintaan akan ideologi mereka dari bawah.

They've been building civilizational demand for their values

Mereka telah membangun kebutuhan peradaban untuk nilai-nilai mereka

on the grassroots,

di akar rumput,

and we've been seeing those societies slowly transition

dan kita telah melihat masyarakat tersebut perlahan berubah

to societies that are increasingly asking for

menjadi masyarakat yang semakin meminta

a form of Islamism.

sebuah bentuk Islamisme.

Mass movements in Pakistan

Pergerakan massa di Pakistan

have been represented after the Arab uprisings

direpresentasikan oleh pemberontakan Arab

mainly by organizations

terutama oleh organisasi-organisasi

claiming for some form of theocracy,

yang meminta sebentuk teokrasi,

rather than for a democratic uprising.

dan bukan demokrasi.

Because since pre-partition,

Karena sejak sebelum partisi,

they've been building demand for their ideology on the ground.

mereka telah membangun permintaan akan ideologi mereka.

And what's needed is a genuine transnational

Dan yang diperlukan adalah transnasional yang tulus

youth-led movement

pergerakan yang dipimpin oleh pemuda

that works to actively advocate

yang bekerja untuk secara aktif memperjuangkan

for the democratic culture --

budaya demokrasi --

which is necessarily more

yang lebih dari

than just elections.

sekadar pemilihan umum.

But without freedom of speech, you can't have free and fair elections.

Tanpa kebebasan berpendapat, pemilihan umum tidak akan bebas dan adil.

Without human rights, you don't have the protection granted to you to campaign.

Tanpa hak asasi, Anda tidak memiliki jaminan keamanan untuk berkampanye.

Without freedom of belief,

Tanpa kebebasan beragama,

you don't have the right to join organizations.

Anda tidak memiliki hak untuk bergabung dalam organisasi.

So what's needed is those organizations on the ground

Jadi, apa yang dibutuhkan oleh organisasi di akar rumput

advocating for the democratic culture itself

yang memperjuangkan budaya demokrasi itu sendiri

to create the demand on the ground for this culture.

untuk menciptakan kebutuhan akan budaya tersebut.

What that will do

Yang dapat dilakukan adalah

is avoid the problem I was talking about earlier,

menghindari permasalahan yang telah saya sampaikan sebelumnya,

where currently we have political parties presenting democracy

saat ini partai politik mewakili demokrasi

as merely a political choice in those societies

hanya sekadar sebagai pilihan politik di masyarakat tersebut

alongside other choices

di antara pilihan-pilihan lain

such as military rule and theocracy.

seperti kekuasaan militer dan teokrasi.

Whereas if we start building this demand on the ground on a civilizational level,

Sementara jika kita mulai membangun kebutuhan di akar rumput di tingkat peradaban,

rather than merely on a political level,

dibanding hanya sekedar pada level politis,

a level above politics --

setingkat lebih tinggi dari politik--

movements that are not political parties,

pergerakan yang tidak terkait partai politik,

but are rather creating this civilizational demand

namun yang menciptakan permintaan peradaban

for this democratic culture.

akan budaya demokratis ini.

What we'll have in the end

Pada akhirnya, yang kita peroleh

is this ideal that you see on the slide here --

idealisme yang dapat Anda lihat pada tampilan ini --

the ideal that people should vote in an existing democracy,

idealisme yang seharusnya dipilih pada keadaan yang demokratis,

not for a democracy.

bukan untuk demokrasi.

But to get to that stage,

Namun untuk mencapai tingkat tersebut,

where democracy builds the fabric of society

di mana demokrasi membangun struktur masyarakat

and the political choices within that fabric,

dan pilihan-pilihan politis dalam stuktur tersebut,

but are certainly not theocratic and military dictatorship --

yang pasti bukan teokrasi dan kediktatoran militer --

i.e. you're voting in a democracy,

yaitu Anda memilih dalam demokrasi,

in an existing democracy,

dalam demokrasi yang ada,

and that democracy is not merely one of the choices at the ballot box.

dan demokrasi itu bukan hanya salah satu di antara pilihan pada pemilu.

To get to that stage,

Untuk mencapai tahap tersebut,

we genuinely need to start building demand

kita benar-benar harus mulai membangun kebutuhan

in those societies on the ground.

di masyarakat tersebut di akar rumput.

Now to conclude, how does that happen?

Sebagai kesimpulan, bagaimana itu bisa terjadi?

Well, Egypt is a good starting point.

Mesir adalah sebuah permulaan yang baik.

The Arab uprisings have demonstrated that this is already beginning.

Pemberontakan Arab telah menunjukkan bahwa hal ini mulai terjadi.

But what happened in the Arab uprisings and what happened in Egypt

Namun apa yang terjadi pada pemberontakan Arab dan yang terjadi di Mesir

was particularly cathartic for me.

sangat emosional khususnya bagi saya.

What happened there was a political coalition

Apa yang terjadi di sana adalah koalisi politik

gathered together for a political goal,

yang bergabung untuk sebuah tujuan politis,

and that was to remove the leader.

dan tujuan itu adalah menurunkan si pemimpin.

We need to move one step beyond that now.

Kita harus bergerak selangkah lebih maju sekarang.

We need to see how we can help those societies

Kita harus menyadari bagaimana kita bisa membantu masyarakat tersebut

move from political coalitions,

bergerak dari koalisi politik,

loosely based political coalitions,

koalisi politik tanpa ideologi,

to civilizational coalitions

menjadi koalisi peradaban

that are working for the ideals and narratives

yang bekerja demi tercipta idealisme dan narasi

of the democratic culture on the ground.

budaya demokrasi di akar rumput.

Because it's not enough to remove a leader

Karena tidaklah cukup dengan hanya menurunkan pemimpin

or ruler or dictator.

atau penguasa atau diktator.

That doesn't guarantee that what comes next

Hal itu tidak menjamin apakah yang berikutnya

will be a society built on democratic values.

akan menjadi masyarakat yang berdasarkan pada nilai demokrasi.

But generally, the trends that start in Egypt

Namun secara umum, tren yang dimulai di Mesir

have historically spread across the MENA region,

memiliki penyebaran historis di wilayah

the Middle East and North Africa region.

Timur Tengah dan Afrika Utara.

So when Arab socialism started in Egypt, it spread across the region.

Jadi ketika sosialisme Arab dimulai di Mesir, ini menyebar di daerah tersebut.

In the '80s and '90s when Islamism started in the region,

Pada era 80-an dan 90-an ketika Islamisme berkembang di daerah tersebut,

it spread across the MENA region as a whole.

Islamisme menyebar ke seluruh daerah Timur Tengah dan Afrika Utara.

And the aspiration that we have at the moment --

Cita-cita yang kita miliki pada saat itu adalah --

as young Arabs are proving today

seperti yang dibuktikan pemuda-pemuda Arab sekarang

and instantly rebranding themselves

dan dengan cepat mengubah citra mereka

as being prepared to die for more than just terrorism --

menjadi seseorang yang siap mati untuk lebih dari sekedar terorisme --

is that there is a chance

bahwa ada kesempatan bagi

that democratic culture can start in the region

budaya demokrasi untuk berkembang di daerah tersebut

and spread across to the rest of the countries that are surrounding that.

dan menyebarkan ke negara-negara di sekitarnya.

But that will require

Namun kita perlu

helping these societies transition

membantu transisi yang dilalui masyarakat ini

from having merely political coalitions

dari yang hanya memiliki sekadar koalisi politis

to building genuinely grassroots-based social movements

hingga membangun pergerakan sosial akar rumput yang tulus

that advocate for the democratic culture.

yang mendukung budaya demokratis.

And we've made a start for that in Pakistan

Dan kami telah memulainya di Pakistan

with a movement called Khudi,

dengan gerakan yang disebut Khudi,

where we are working on the ground to encourage the youth

kami bekerja di akar rumput untuk menyemangati para pemuda

to create genuine buy-in for the democratic culture.

untuk membentuk penerimaan tulus terhadap budaya demokrasi.

And it's with that thought that I'll end.

Dan pemikiran tersebut menutup kisah saya.

And my time is up, and thank you for your time.

Waktu saya habis, terima kasih atas waktu Anda.

(Applause)

(Tepuk tangan)