Why genetic research must be more diverse | Keolu Fox

Translator: Angela Tanesha Reviewer: Mardiyanto Saahi

As a little Hawaiian,

Semasa kecil di Hawai,

my mom and auntie always told me stories about Kalaupapa --

ibu dan bibi saya selalu bercerita tentang Kalaupapa --

the Hawaiian leper colony

sebuah perkampungan kusta di Hawai

surrounded by the highest sea cliffs in the world --

yang dikelilingi tebing-tebing laut tertinggi di dunia --

and Father Damien,

dan tentang Pastor Damien,

seorang misionaris Belgia yang membaktikan hidupnya untuk masyarakat Hawai.

the Belgian missionary who gave his life for the Hawaiian community.

As a young nurse,

Sebagai seorang perawat muda,

my aunt trained the nuns caring for the remaining lepers

bibi saya melatih para biarawati

untuk merawat penderita kusta yang masih ada di sana,

almost a 100 years after Father Damien died of leprosy.

setelah hampir 100 tahun Pastor Damien meninggal karena kusta.

I remember stories she told

Saya ingat cerita bibi saya

about traveling down switchback cliff paths on a mule,

tentang perjalanan menunggang bagal menuruni jalan di tebing curam

while my uncle played her favorite hula songs on the ukulele

sementara paman saya memutar lagu hula favoritnya yang diiringi ukulele

all the way down to Kalaupapa.

sepanjang jalan ke Kalaupapa.

You see, as a youngster,

Nah, sebagai anak muda,

I was always curious about a few things.

saya selalu penasaran akan beberapa hal.

First was why a Belgian missionary chose to live in complete isolation

Pertama, mengapa seorang misionaris Belgia memilih untuk hidup terasing di Kalaupapa,

in Kalaupapa,

knowing he would inevitably contract leprosy

padahal ia tahu pasti

ia akan tertular kusta dari masyarakat yang ia coba bantu.

from the community of people he sought to help.

And secondly,

Dan kedua,

where did the leprosy bacteria come from?

dari mana asal bakteri kusta itu?

And why were Kānaka Maoli,

Dan mengapa Kānaka Maoli,

the indigenous people of Hawaii,

masyarakat asli Hawai,

so susceptible to developing leprosy, or "mai Pake?"

sangat mudah terkena kusta, atau "mai Pake (bahasa hawai: kusta)."

This got my curious about what makes us unique as Hawaiians --

Ini membuat saya penasaran,

apa yang membuat kami unik sebagai orang Hawai --

namely, our genetic makeup.

yaitu, komposisi genetika kami.

But it wasn't until high school,

Tapi baru setelah saya masuk SMA,

through the Human Genome Project,

melalui Proyek Genom Manusia,

that I realized I wasn't alone

saya menyadari bahwa saya bukan satu-satunya

in trying to connect our unique genetic ancestry

yang mencoba menghubungkan genetika unik nenek moyang kami

to our potential health, wellness and illness.

dengan potensi kesehatan, kebugaran, dan penyakit kami.

You see,

Proyek senilai 2.7 miliar dollar AS ini

the 2.7 billion-dollar project

promised an era of predictive and preventative medicine

menjanjikan masa dimana kita bisa memprediksi dan mencegah penyakit

based on our unique genetic makeup.

berdasarkan komposisi unik genetika kita.

So to me it always seemed obvious

Jelas bagi saya bahwa untuk mencapai mimpi ini,

that in order to achieve this dream,

we would need to sequence a diverse cohort of people

kita perlu mengurutkan genetika sekelompok orang yang beragam

to obtain the full spectrum of human genetic variation on the planet.

untuk mendapatkan gambaran lengkap akan variasi genetika manusia di dunia.

That's why 10 years later,

Itulah kenapa 10 tahun kemudian,

it continues to shock me,

saya masih terkejut

knowing that 96 percent of genome studies

mengetahui bahwa 96% studi genom

associating common genetic variation with specific diseases

yang menghubungkan variasi genetika umum dengan penyakit tertentu

have focused exclusively on individuals of European ancestry.

terkonsentrasi pada keturunan Eropa saja.

Now you don't need a PhD

Anda tidak perlu gelar Doktor

to see that that leaves four percent for the rest of diversity.

untuk mengetahui bahwa hanya 4% studi yang melihat keturunan ras lain.

And in my own searching,

Dalam pencarian saya sendiri,

I've discovered that far less than one percent

saya menemukan bahwa

studi yang melihat masyarakat asli seperti saya

have actually focused on indigenous communities, like myself.

jauh lebih kecil dari 1 %.

So that begs the question:

Ini mengundang pertanyaan:

Who is the Human Genome Project actually for?

Proyek Genom Manusia sebenarnya untuk siapa?

Just like we have different colored eyes and hair,

Seperti warna mata dan rambut kita yang berbeda,

we metabolize drugs differently

kita mencerna obat secara berbeda berdasarkan variasi pada genom kita.

based on the variation in our genomes.

So how many of you would be shocked to learn

Nah, berapa banyak dari Anda yang akan terkejut mengetahui

that 95 percent of clinical trials

bahwa 95% uji klinis

have also exclusively featured individuals of European ancestry?

juga dilakukan secara khusus untuk keturunan Eropa?

This bias

Bias ini,

and systematic lack of engagement of indigenous people

dan kurangnya keterlibatan masyarakat asli secara sistematik

in both clinical trials and genome studies

baik dalam uji klinis dan studi genom

is partially the result of a history of distrust.

adalah sebagian akibat dari sejarah ketidakpercayaan.

For example,

Misalnya,

in 1989, researchers from Arizona State University

di tahun 1989, para peneliti dari Arizona State University

obtained blood samples from Arizona's Havasupai tribe,

memperoleh sampel darah dari suku Havasupai di Arizona.

promising to alleviate the burden of type 2 diabetes

Peneliti menjanjikan untuk mengentaskan diabetes tipe 2

that was plaguing their community,

yang mewabah pada masyarakat Havasupai.

only to turn around and use those exact same samples --

Namun mereka berpaling dan menggunakan sampel tersebut --

without the Havasupai's consent --

tanpa persetujuan dari suku Havasupai --

to study rates of schizophrenia, inbreeding,

untuk meneliti tingkat skizofrenia, kawin sedarah,

and challenge the Havasupai's origin story.

dan menantang kisah tentang asal-usul suku Havasupai.

When the Havasupai found out,

Ketika suku Havasupai tahu,

they sued successfully for $700,000,

mereka berhasil menuntut 700.000 dolar AS,

dan melarang ASU utuk melakukan riset berdasarkan keberatan mereka.

and they banned ASU from conducting research on their reservation.

This culminated in a sort of domino effect

Hal ini memuncak menjadi efek domino ke suku-suku asli di selatan Amerika --

with local tribes in the Southwest --

termasuk suku Navajo,

including the Navajo Nation,

salah satu suku asli terbesar di negara ini,

one of the largest tribes in the country --

putting a moratorium on genetic research.

yang berakhir pada moratorium penelitian genetika.

Now despite this history of distrust,

Meskipun ada sejarah ketidakpercayaan ini,

I still believe that indigenous people can benefit from genetic research.

saya masih percaya bahwa riset genetika bisa bermanfaat bagi masyarakat asli.

And if we don't do something soon,

Dan jika kita tidak segera bertindak,

the gap in health disparities is going to continue to widen.

jurang kesenjangan kesehatan akan terus melebar.

Hawaii, for example,

Orang Hawai misalnya, memiliki harapan hidup rata-rata terlama

has the longest life expectancy on average of any state in the US,

daripada semua negara bagian AS,

yet native Hawaiians like myself

tapi orang asli Hawai seperti saya

die a full decade before our non-native counterparts,

meninggal 10 tahun lebih cepat daripada orang Hawai yang bukan dari suku asli,

because we have some of the highest rates of type 2 diabetes,

karena kami memiliki diabetes tipe 2 dengan tingkat tertinggi,

obesity,

obesitas,

and the number one and number two killers in the US:

dan pembunuh No. 1 dan 2 di AS:

penyakit jantung dan kanker.

cardiovascular disease and cancer.

So how do we ensure

Jadi bagaimana kita memastikan

the populations of people that need genome sequencing the most

bahwa masyarakat yang paling memerlukan pengurutan genom

are not the last to benefit?

bukan yang terakhir menerima manfaat.

My vision is to make genetic research more native,

Visi saya adalah membuat penelitian genom lebih mengutamakan masyarakat asli,

to indigenize genome sequencing technology.

dengan melokalisasi teknologi pengurutan genom.

Traditionally, genomes are sequenced in laboratories.

Biasanya, genom diurutkan di laboratorium.

Here's an image of your classic genome sequencer.

Ini adalah sebuah gambar mesin pengurut genom klasik.

It's huge.

Besar sekali.

It's the size of a refrigerator.

Sebesar kulkas.

There's this obvious physical limitation.

Jelas ada keterbatasan fisik.

But what if you could sequence genomes on the fly?

Tapi bagaimana jika Anda dapat mengurutkan genom dengan cepat?

What if you could fit a genome sequencer in your pocket?

Bagaimana jika Anda dapat memasukan mesin pengurut genom ke kantong Anda?

This nanopore-based sequencer

Pengurut genom berdasarkan nanopore ini

is one 10,000th the size of your traditional genome sequencer.

ukurannya 1/10.000 dari pengurut genom biasa.

It doesn't have the same physical limitations,

Ia tidak memiliki keterbatasan fisik,

in that it's not tethered to a lab bench with extraneous cords,

tidak tertambat ke meja laboratorium

large vats of chemicals or computer monitors.

dan tangki-tangki besar bahan kimia atau layar komputer.

It allows us to de-black box genome sequencing technology development

Alat ini membuka misteri pengembangan teknologi pengurutan genom

in a way that's immersive and collaborative,

secara mendalam dan kolaboratif,

activating and empowering indigenous communities ...

mengaktifkan dan memberdayakan masyarakat asli ...

as citizen scientists.

sebagai warga ilmuwan.

100 years later in Kalaupapa,

100 tahun kemudian di Kalaupapa,

we now have the technology to sequence leprosy bacteria in real time,

sekarang kami punya teknologi untuk mengurutkan bakteri kusta secara langsung,

using mobile genome sequencers,

dengan menggunakan mesin pengurut genom yang bisa dibawa,

remote access to the Internet

dengan akses jarak jauh ke internet,

and cloud computation.

dan komputasi awan (cloud).

But only if that's what Hawaiian people want.

Tapi hanya jika orang Hawai menginginkannya.

In our space,

Di tempat kami,

on our terms.

sesuai kehendak kami.

IndiGenomics is about science for the people by the people.

IndiGenomics adalah pengetahuan untuk masyarakat oleh masyarakat.

We'll be starting with a tribal consultation resource,

Kami akan memulai dengan sumber daya konsultasi suku,

focused on educating indigenous communities

yang bertujuan untuk mengajar masyarakat asli

on the potential use and misuse of genetic information.

tentang potensi penggunaan dan penyalahgunaan informasi genetika.

Eventually we'd like to have our own IndiGenomics research institute

Akhirnya kami ingin memiliki lembaga penelitian IndiGenomics sendiri

to conduct our own experiments

untuk melaksanakan percobaan kami sendiri

and educate the next generation of indigenous scientists.

dan mengajar ilmuwan masyarakat asli generasi selanjutnya.

In the end,

Pada akhirnya,

masyarakat asli harus menjadi mitra dan bukan obyek penelitian genetika.

indigenous people need to be partners in and not subjects of genetic research.

And for those on the outside,

Bagi mereka yang ada di luar sana,

just as Father Damien did,

seperti yang dilakukan Pastor Damien,

the research community needs to immerse itself in indigenous culture

komunitas penelitian harus melibatkan diri ke dalam budaya masyarakat asli

or die trying.

atau mati dalam berusaha.

Mahalo.

Mahalo. (bahasa Hawai: Terima kasih)

(Applause)

(Tepuk tangan)