A mother and son's photographic journey through dementia | Tony Luciani

Translator: Julivius Prawira Reviewer: Made Pramana

When my 91-year-old mother, Elia, moved in with me,

Ketika ibu saya, Elia, berumur 91 tahun, tinggal bersama saya,

I thought I was doing her a service.

Saya mengira saya melayani dia.

In fact, it was the other way around.

Faktanya, yang terjadi adalah sebaliknya.

You see, Mom was having issues with memory loss and accepting her age.

Ibu mengalami masalah dengan ingatannya dan juga dalam menerima umurnya.

She looked defeated.

Dia terlihat seperti orang yang kalah.

I tried to make her as comfortable as possible,

Saya mencoba untuk membuatnya senyaman mungkin,

but when I was at my easel, painting,

tetapi ketika saya melukis,

I would peek over and see her just ... there.

saya akan mengintip dan mengamati bahwa dia hanya berada ... di sana.

She'd be staring at nothing in particular.

Dia menatap ruang kosong.

I'd watch her slowly climb the stairs,

Saya melihatnya menaiki anak tangga dengan perlahan,

and she wasn't the mom I grew up with.

dia tidak terlihat seperti ibu saya yang dulu.

I saw, instead, a frail,

Saya melihat seorang wanita

tiny, old woman.

yang lemah dan ringkih.

A few weeks went by, and I needed a break from my painting.

Beberapa minggu berlalu, dan saya membutuhkan istirahat dari melukis.

I wanted to play with the new camera I had just bought.

Saya ingin mencoba kamera yang baru saja saya beli.

I was excited -- it had all sorts of dials,

Saya sangat gembira -- kamera itu memiliki banyak tombol,

buttons and settings I wanted to learn,

dan pengaturan yang ingin saya pelajari,

so I set up my tripod facing this large mirror,

jadi saya mempersiapkan tripod saya menghadap cermin besar,

blocking the doorway to the only bathroom in the house.

menghalangi jalan masuk kamar mandi satu-satunya di rumah.

(Laughter)

(Tertawa)

After a while, I hear,

Sesaat kemudian, saya mendengar,

(Imitating Italian accent) "I need to use the washroom."

(Meniru logat Italia) "Saya butuh ke kamar mandi."

(Laughter)

(Tertawa)

"Five minutes, Mom. I need to do this."

"5 menit, Bu. Saya harus melakukan ini."

15 minutes later, and I hear, again,

15 menit kemudian, dan saya kembali mendengar,

"I need to use the washroom."

"Saya butuh ke kamar mandi."

"Five more minutes."

"5 menit lagi."

Then this happened.

Kemudian ini terjadi.

(Laughter)

(Tertawa)

(Applause)

(Tepuk Tangan)

And this.

Dan ini.

(Laughter)

(Tertawa)

And then, this.

Dan kemudian, ini.

(Laughter)

(Tertawa)

I had my "aha!" moment.

Saya mendapat pencerahan.

We connected.

Kami terhubung.

We had something tangible we could do together.

Kami memiliki sesuatu yang nyata dan dapat kami lakukan bersama.

My mom was born in a small mountain village in central Italy,

Ibu saya lahir di sebuah desa di pegunungan di tengah Italia,

where her parents had land and sheep.

di mana orang tuanya memiliki tanah dan domba.

At a young age, her father died of pneumonia,

Di umurnya yang masih muda, ayahnya meninggal karena pneumonia,

leaving his wife and two daughters alone with all the heavy chores.

meninggalkan istri dan dua anak perempuan dengan tugas yang berat.

They found that they couldn't cope.

Mereka tidak dapat mengatasinya.

So a very hard decision was made.

Sehingga sebuah keputusan berat diambil.

Mom, the oldest, at 13,

Ibu, anak yang paling tua, berumur 13,

was married off to a complete stranger twice her age.

dinikahkan dengan orang asing berumur dua kalinya.

She went from being just a kid and was pushed into adulthood.

Dia hanya anak kecil dan mendadak dipaksa menjadi dewasa.

Mom had her first child when she was only 16.

Dia memiliki anak pertama ketika dia baru berumur 16.

Years later, and now living in Toronto,

Beberapa tahun kemudian ia tinggal di Toronto,

Mom got work in a clothing factory

ibu bekerja di pabrik pakaian

and soon became manager of a very large sewing department.

dan kemudian menjadi manajer dari departemen jahit yang sangat ramai.

And because it was full of immigrant workers,

Karena dipenuhi oleh pekerja imigran,

Mom taught herself words from translation books.

ibu mengajari dirinya sendiri bahasa asing dari buku terjemahan.

She then practiced them in French, Greek, Spanish, Portuguese, Danish,

Dia berlatih bahasa Perancis, Yunani, Spanyol, Portugis, Denmark,

Polish, Russian, Romanian, Hungarian, all around the house.

Polandia, Rusia, Romania, Hungaria, semuanya saat di rumah.

I was in awe of her focus and determination to succeed

Saya kagum dengan fokus dan tekadnya untuk sukses

at whatever she loved to do.

dalam apapun yang ia senang lakukan.

After that bathroom "aha!" moment,

Setelah momen pencerahan di kamar mandi itu,

I practiced my newfound camera skills with Mom as portrait model.

saya berlatih kamera dengan ibu sebagai model potret.

Through all of this, she talked, and I listened.

Ketika melakukannya, ia berbicara, dan saya mendengar.

She'd tell me about her early childhood and how she was feeling now.

Dia bercerita bagaimana masa kecilnya dan bagaimana perasaannya sekarang.

We had each other's attention.

Kami saling memperhatikan.

Mom was losing her short-term memory,

Ibu kehilangan memori jangka pendeknya,

but was better recalling her younger years.

namun lebih baik dalam mengingat masa mudanya.

I'd ask, and she would tell me stories.

Saya akan bertanya, dan dia bercerita.

I listened, and I was her audience.

Saya mendengarnya, dan saya adalah penontonnya.

I got ideas.

Saya mendapatkan ide.

I wrote them down, and I sketched them out.

Saya menulisnya kemudian, dan menggambar sketsanya.

I showed her what to do by acting out the scenarios myself.

Saya akan menunjukkan apa yang dilakukan dengan memperagakannya langsung.

We would then stage them.

Kami kemudian akan mempersiapkannya.

So she posed, and I learned more about photography.

Dia berpose, dan saya semakin banyak belajar mengenai fotografi.

Mom loved the process, the acting.

Ibu mencintai prosesnya, aktingnya.

She felt worthy again, she felt wanted and needed.

Dia merasa kembali berarti, dia merasa diinginkan dan dibutuhkan.

And she certainly wasn't camera-shy.

Dia tidak malu berada di depan kamera.

(Laughter)

(Tertawa)

(Applause)

(Tepuk Tangan)

Mom laughed hysterically at this one.

Ibu tertawa histeris untuk yang satu ini.

(Laughter)

(Tertawa)

The idea for this image came from an old German film I'd seen,

Ide gambar ini datang dari film tua Jerman yang pernah saya tonton,

about a submarine, called "Das Boot."

tentang sebuah kapal selam, berjudul "Das Boot."

As you can see, what I got instead looked more like "E.T."

Seperti yang dapat dilihat, itu lebih terlihat seperti "E.T."

(Laughter)

(Tertawa)

So I put this image aside, thinking it was a total failure,

Jadi saya mengesampingkannya, berpikir itu sebuah kegagalan,

because it didn't reach my particular vision.

karena tidak mencapai bayangan saya.

But Mom laughed so hard,

Namun ibu tertawa dengan keras,

I eventually, for fun, decided to post it online anyway.

Saya pada akhirnya, untuk kesenangan, memutuskan untuk mempostingnya daring.

It got an incredible amount of attention.

Foto itu mendapat perhatian yang sangat luar biasa.

Now, with any Alzheimer's, dementia,

Sekarang, dengan datangnya penyakit alzhemier, dementia,

there's a certain amount of frustration and sadness

muncul perasaan frustasi dan kesedihan

for everyone involved.

bagi semua yang terlibat.

This is Mom's silent scream.

Ini adalah teriakan sunyi ibu.

Her words to me one day were,

Ibu pernah berkata padaku suatu hari,

"Why is my head so full of things to say,

"Mengapa kepalaku penuh dengan ucapan yang ingin kusampaikan,

but before they reach my mouth, I forget what they are?"

namun sebelum mencapai mulut, aku lupa apa yang ingin kusampaikan?"

"Why is my head so full of things to say,

"Mengapa kepalaku penuh dengan ucapan yang ingin kusampaikan,

but before they reach my mouth, I forget what they are?"

namun sebelum mencapai mulut, aku lupa apa yang ingin kusampaikan?"

(Applause)

(Tepuk tangan)

Now, as full-time care partner and full-time painter,

Sekarang, menjadi pengasuh penuh waktu dan pelukis penuh waktu,

I had my frustrations too.

Saya juga memiliki rasa frustasi.

(Laughter)

(Tertawa)

But to balance off all the difficulties, we played.

Tapi untuk menyeimbangkan seluruh kesulitannya, kami bermain.

That was Mom's happy place.

Itu merupakan tempat kebahagiaan ibu.

And I needed her to be there, too.

Dan saya juga membutuhkan dia untuk ada di sana.

(Laughter)

(Tertawa)

(Laughter)

(Tertawa)

(Laughter)

(Tertawa)

Now, Mom was also preoccupied with aging.

Sekarang, ibu disibukkan oleh penuaan.

She would say, "How did I get so old, so fast?"

Dia akan berkata, "Bagaimana aku bisa cepat bertambah tua?"

(Audience sighs)

(Penonton mendesau)

"So old."

"Sangat tua."

"So fast."

"Sangat cepat."

I also got Mom to model for my oil paintings.

Saya juga meminta ibu untuk menjadi model lukisan cat minyak saya.

This painting is called "The Dressmaker."

Lukisan ini berjudul "The Dressmaker." ("Penjahit")

I remember, as a kid,

Saya ingat, ketika saya masih kecil,

Mom sewing clothes for the whole family

Ibu menjahit pakaian untuk seluruh anggota keluarga

on this massive, heavy sewing machine

pada mesin jahit yang berat dan besar ini

that was bolted to the floor in the basement.

yang dikunci di lantai dasar rumah.

Many nights, I would go downstairs and bring my schoolwork with me.

Banyak malam saya akan menuruni tangga dan membawa tugas sekolah saya.

I would sit behind her in this overstuffed chair.

Saya akan duduk di belakangnya di kursi empuk ini.

The low hum of the huge motor and the repetitive stitching sounds

Dengungan pelan dari mesin dan suara mesin jahit yang berulang

were comforting to me.

menenangkan saya.

When Mom moved into my house,

Ketika ibu pindah ke rumah saya,

I saved this machine and stored it in my studio for safekeeping.

saya menyimpan mesin ini di studio saya untuk diamankan.

This painting brought me back to my childhood.

Lukisan ini membawa saya kembali ke masa kanak-kanak.

The interesting part

Bagian menariknya ialah

was that it was now Mom, sitting behind me,

sekarang ibu yang duduk di belakang saya,

watching me paint her

melihat saya melukis dirinya

working on that very same machine she sewed at

bekerja di mesin jahit yang sama

when I sat behind her, watching her sew,

ketika saya duduk di belakangnya, melihat dia menjahit,

50 years earlier.

50 tahun yang lalu.

I also gave Mom a project to do, to keep her busy and thinking.

Saya memberinya tugas untuk dilakukan, agar tetap sibuk dan tetap berpikir.

I provided her with a small camera

Saya memberinya kamera sederhana

and asked her to take at least 10 pictures a day of anything she wanted.

dan memintanya untuk mengambil setidaknya 10 gambar setiap harinya mengenai apapun.

These are Mom's photographs.

Ini adalah foto yang diambil oleh ibu.

She's never held a camera in her life before this.

Dia tidak pernah menggunakan kamera sebelumnya.

She was 93.

Dia berumur 93 tahun.

We would sit down together and talk about our work.

Kita akan duduk bersama dan membicarakan pekerjaan kita.

I would try to explain

Saya akan mencoba menjelaskannya

(Laughter)

(Tertawa)

how and why I did them,

bagaimana dan mengapa saya melakukannya,

the meaning, the feeling, why they were relevant.

maknanya, perasaannya, mengapa mereka relevan.

Mom, on the other hand, would just bluntly say,

Ibu, di lain sisi, hanya akan berkata,

"sì,"

"ya,"

"no,"

"tidak,"

"bella" or "bruta."

"bagus" atau "buruk."

(Laughter)

(Tertawa)

I watched her facial expressions.

Saya memperhatikan raut wajahnya.

She always had the last say, with words or without.

Dia selalu yang terakhir mengucap, dengan atau tanpa kata.

This voyage of discovery hasn't ended with Mom.

Perjalanan penemuan dengan ibu belum berakhir.

She is now in an assisted living residence,

Dia kini tinggal di tempat tinggal yang berkebutuhan khusus,

a 10-minute walk away from my home.

10 menit jalan kaki dari rumah saya.

I visit her every other day.

Saya mengunjunginya setiap hari.

Her dementia had gotten to the point

Demensianya sudah mencapai tahap

where it was unsafe for her to be in my house.

di mana dia tidak aman untuk berada di rumah saya.

It has a lot of stairs.

Banyak tangga di dalamnya.

She doesn't know my name anymore.

Dia tidak tahu nama saya lagi.

(Voice breaking) But you know what? That's OK.

Tapi Anda tahu? Itu tidak masalah.

She still recognizes my face

Dia masih mengenali wajah saya

and always has a big smile when she sees me.

dan selalu tersenyum lebar saat melihat saya.

(Applause)

(Tepuk tangan)

(Applause ends)

(Tepuk tangan selesai)

I don't take pictures of her anymore.

Saya tidak mengambil gambarnya lagi.

That wouldn't be fair or ethical on my part.

Itu tidak adil dan etis bagi saya.

And she wouldn't understand the reasons for doing them.

Dia tidak mengerti alasan untuk melakukannya.

My father,

Ayah saya,

my brother,

saudara saya,

(Voice breaking) my nephew,

keponakan saya,

my partner and my best friend,

partner saya dan teman baik saya,

all passed away suddenly.

semua meninggal secara mendadak.

And I didn't have the chance

Dan saya tidak mendapat kesempatan

to tell them how much I appreciated and loved them.

untuk memberitahu mereka betapa saya menghargai dan mencintai mereka.

With Mom, I need to be there

Untuk ibu, saya butuh untuk berada di sana

and make it a very long goodbye.

dan membuatnya sebagai perpisahan yang sangat amat panjang

(Applause)

(Tepuk tangan)

(Applause ends)

(Tepuk tangan selesai)

For me, it's about being present and really listening.

Bagi saya, itu semua tentang hadir dan benar-benar mendengar.

Dependents want to feel a part of something, anything.

Ingin merasa menjadi bagian dari sesuatu, apapun itu.

It doesn't need to be something exceptionally profound that's shared --

Itu tidak harus sesuatu yang sangat penting --

it could be as simple as walks together.

itu dapat sesederhana berjalan bersama.

Give them a voice

Berikan mereka suara

of interaction, participation,

dari interaksi, partisipasi,

and a feeling of belonging.

dan sebuah perasaan kepemilikan.

Make the time meaningful.

Buatlah waktu berarti.

Life, it's about wanting to live

Kehidupan, adalah tentang keinginan untuk hidup

and not waiting to die.

dan bukan menunggu ajal menjemput.

(Applause)

(Tepuk tangan)

(Applause ends)

(Tepuk tangan selesai)

Can I get a wave and a smile from everyone, please?

Bisakah saya mendapat lambaian dan senyuman dari semua orang, tolong?

(Laughter)

(Tertawa)

This is for you, Mom.

Ini untukmu, bu.

(Camera clicks)

(Kamera klik)

(Applause)

(Tepuk tangan)