Could we build a wooden skyscraper? - Stefan Al

Translator: Alessandra Giovanna Reviewer: Maria Nainggolan

Towering 85 meters above the Norwegian countryside,

Menjulang dengan ketinggian 85 meter dikelilingi pedesaan Norwegia,

Mjøstårnet cuts a sleek shape in the rural skyline.

Mjøstårnet menampilkan figur yang ramping di kaki langit pedesaan.

Housing 18 stories of restaurants, apartments, and hotel rooms,

18 lantai lengkap dengan restoran, apartemen, dan hotel,

this modern building might seem out of place.

bangunan modern ini mungkin tampak tidak pada tempatnya.

But a deeper look reveals it actually blends in quite well

Namun, jika dilihat-lihat bangunan ini cukup membaur

among the forested farmlands.

di antara lahan pertanian yang berhutan.

This is likely because Mjøstårnet is the world’s tallest wooden building,

Ini kemungkinan karena Mjøstarnet adalah bangunan kayu tertinggi di dunia,

made almost entirely from the trees of neighboring forests.

yang hampir seluruhnya dibangun menggunakan kayu dari hutan terdekat.

Until the end of the 20th century,

Hingga akhir abad ke-20,

engineers thought it was impossible to build

insinyur mengira bahwa mustahil untuk mendirikan

a wooden building over six stories tall.

bangunan kayu dengan ketinggian lebih dari 6 lantai.

Traditional boards of lumber were fairly strong against forces

Papan kayu biasa cukup kuat terhadap gaya yang sejajar

parallel to the wood’s fiber growth.

dengan pertumbuhan serat kayu.

But they were vulnerable to forces applied perpendicular to this direction.

Namun mereka rawan terhadap gaya yang tegak lurus terhadap arah pertumbuhan.

As a result, wood lacked steel’s tensile strength

Akibatnya, kayu kekurangan daya tahan dari tarik seperti baja

or concrete’s compressive strength—

maupun daya tahan dari tekanan seperti beton,

each necessary to support tall buildings

yang penting untuk menyokong bangunan tinggi

and battle the powerful winds found at high altitudes.

serta melawan angin kencang yang ada di ketinggian.

But the early 1890s saw the invention of glue laminated timber, or glulam.

Namun awal tahun 1890-an melihat penemuan kayu yang dilaminasi lem, atau glulam.

And a century later, engineers developed cross-laminated timber, or CLT

Seabad kemudian, insinyur mengembangkan kayu yang dilaminasi silang, atau CLT.

These new wooden materials start out like all other lumber;

Materi kayu baru ini berasal seperti kayu-kayu lainnya;

a freshly cut log is sawed into smooth uniform boards of wood.

batang pohon yang baru ditebang, digergaji menjadi papan-papan seragam.

Then, in the case of CLT, the boards are glued together in alternating orientations

Lalu, pada CLT, papan-papan tersebut direkatkan dalam orientasi bergantian,

with each layer set at 90 degrees to its neighbors.

tiap lapisnya ditempel berlawanan 90°.

The resulting material benefits from wood’s structural rigidity

Hasilnya adalah material yang memanfaatkan struktur keras kayu

in every direction,

dari segala arah,

allowing it to mimic the compressive strength of concrete

menyerupai daya tahan terhadap tekanan milik beton

and bear loads up to 20 times heavier than traditional lumber.

dan dapat menopang beban 20 kali lebih berat dibanding kayu biasa.

Glulam on the other hand, glues boards together in the same direction,

Sedangkan glulam menempelkan papan-papan dengan arah yang sejajar

forming massive beams with tensile strength comparable to steel.

menciptakan daya tahan terhadap gaya tarik yang sebanding dengan besi.

Glulam isn’t as versatile as CLT,

Glulam tidak terlalu serbaguna seperti CLT,

but its incredible strength along one direction makes it superior

tapi kekuatan satu arahnya yang luar biasa menjadikannya cocok

for load-bearing beams and columns.

sebagai kerangka penahan beban.

These engineered forms of wood could finally compete with traditional materials

Susunan kayu yang telah direkayasa ini dapat bersaing dengan material biasa

while also bringing their own unique set of advantages.

dan menonjolkan keunggulan yang unik.

At one-fifth the weight of concrete,

Dengan berat seperlima beton,

building with CLT requires smaller cranes, smaller foundations,

CLT memerlukan derek yang lebih kecil, fondasi yang lebih kecil,

and fewer construction workers.

dan lebih sedikit pekerja.

While concrete has to undergo a time-intensive process

Sementara beton harus melalui proses yang memakan waktu

of casting and curing in a mold,

untuk pengecoran dan pengawetan dalam cetakan,

timber can be shaped quickly using computer directed cutting machines.

kayu dapat dibentuk dengan cepat dengan mesin potong berbasis komputer.

And where concrete requires certain weather and timing conditions

Di mana beton memerlukan kondisi dan cuaca tertentu

to be poured on site,

untuk dituangkan langsung di tempat,

engineered wood can be prefabricated in a factory,

kayu dapat diatur dulu di pabrik,

creating standardized parts with clear instructions for assembly.

sehingga dihasilkan bagian dengan standar dan instruksi pemasangan yang jelas.

Taken together, these materials allow for faster and quieter construction,

Penggunaan kayu menjadikan konstruksi yang lebih cepat dan tidak berisik,

dengan material yang mudah terurai dan menghasilkan lebih sedikit limbah.

with more biodegradable materials and less waste.

Once constructed, CLT and glulam buildings are also more resilient

Setelah dikonstruksi, bangunan dengan CLT dan glulam lebih tahan

to some natural disasters.

terhadap beberapa bencana alam.

An earthquake can crack concrete, permanently weakening an entire structure.

Gempa bumi dapat meretakkan beton, melemahkan struktur secara permanen.

But cracked wood panels can be easily replaced.

Tapi panel kayu yang retak dapat diganti dengan mudah.

The same is true for fire safety.

Hal yang sama juga pada kebakaran.

As temperatures rise in a CLT building, the material’s outer layer will char,

Saat temperatur di bangunan CLT naik, lapisan luar akan menjadi arang,

insulating the inner layers for up to three hours.

menjaga lapisan dalam tetap utuh hingga 3 jam.

This is more than enough time to evacuate most buildings,

Waktu yang lebih dari cukup untuk evakuasi

and once the smoke has settled, charred panels can be swapped out—

dan setelah api dipadamkan, panel yang hangus dapat diganti dengan mudah—

unlike melted steel beams.

tidak seperti kerangka besi yang lumer.

But perhaps the biggest benefits of CLT and glulam

Namun mungkin keunggulan terbesar dari CLT dan glulam

are outside the construction site.

adalah di luar konstruksi itu sendiri.

Building construction is responsible for 11% of annual global carbon emissions,

Konstruksi bangunan bertanggung jawab atas 11% emisi karbon global tiap tahunnya,

and the production of steel, concrete, iron, and glass

dengan produksi besi, beton, baja, dan kaca

are major contributors to that figure.

sebagai penyumbang besar terhadap angka tersebut.

Timber, however, is a renewable resource that can be made carbon-neutral

Kayu adalah sumber daya terbarukan yang dapat dianggap bebas jejak karbon

if trees are planted to replace those cut down.

jika pohon terus ditanam untuk menggantikan yang ditebang.

Wood also has low thermal conductivity,

Kayu juga memiliki konduktivitas termal yang rendah,

making it easier to heat and cool buildings with less energy waste.

sehingga menghangatkan atau mendinginkan gedung memerlukan lebih sedikit energi.

Despite these advantages, CLT requires vastly more lumber

Walaupun banyak keunggulan, CLT membutuhkan jauh lebih banyak kayu

than traditional wooden construction.

dibanding konstruksi kayu biasa.

And when compared in similar quantities,

Jika dibandingkan dalam kuantitas yang sama,

neither CLT or glulam is as strong as steel or concrete.

baik CLT maupun glulam masih tidak sekuat besi atau beton.

Even Mjøstårnet isn’t made entirely of wood,

Mjøståret juga tidak sepenuhnya dibangun dari kayu,

as it contains concrete slabs to reinforce the upper floors.

lempeng beton masih digunakan untuk menyokong lantai-lantai atas.

Taken together, it’s unlikely that a purely wooden structure

Memang nampaknya masih tidak mungkin bagi struktur kayu murni

would be strong enough to support a 40-story building—

untuk mampu menopang bangunan dengan 40 lantai—

minimum ketinggian sebuah bangunan dikategorikan sebagai pencakar langit.

the minimum height for a formal skyscraper.

But even if only buildings under 30 stories were built from wood,

Tapi, bahkan jika hanya bangunan di bawah 30 lantai yang bermaterialkan kayu,

it would reduce the carbon footprint of those structures by more than 25%.

itu sudah bisa mengurangi jejak karbon sebanyak lebih dari 25% .

So no matter how tall these wooden buildings rise,

Jadi, tak peduli seberapa tinggi bangunan kayu berdiri,

each one contributes to the health of our concrete jungles.

masing-masingnya telah berkontribusi memperbaiki keadaan di “hutan” beton.