The fascinating history of cemeteries - Keith Eggener

Translator: Zahra Wijaya Reviewer: Ade Indarta

Spindly trees,

Pohon layu,

rusted gates,

gerbang berkarat,

crumbling stone,

batu berserakan,

a solitary mourner—

pelayat menyendiri —

these things come to mind when we think of cemeteries.

kita sering membayangkan hal ini saat kita memikirkan kuburan.

But not so long ago,

Tetapi dahulu kala,

many burial grounds were lively places,

banyak kuburan merupakan tempat berbahagia,

with blooming gardens and crowds of people

dengan kebun berbunga dan rombongan orang

strolling among the headstones.

berjalan melalui batu nisannya.

How did our cemeteries become what they are today?

Bagaimana kuburan kita menjadi seperti ini hari ini?

Some have been around for centuries,

Ada yang sudah ada sejak beberapa abad lalu,

like the world’s largest, Wadi al-Salaam,

seperti yang terbesar di dunia, Wadi al-Salaam,

where more than five million people are buried.

tempat penguburan sekitar 5 juta orang.

But most of the places we’d recognize as cemeteries are much younger.

Tetapi banyak tempat yang kita sebut kuburan jauh lebih muda.

In fact, for much of human history,

Faktanya, untuk waktu yang lama,

we didn’t bury our dead at all.

kita bahkan tidak mengubur mayat sama sekali.

Our ancient ancestors had many other ways of parting with the dead loved ones.

Nenek moyang kita mempunyai banyak cara lain berpisah dengan yang tercinta.

Some were left in caves,

Ada yang ditinggalkan di gua,

others in trees

di pohon,

or on mountaintops.

atau di puncak gunung.

Still others were sunk in lakes,

Ada yang di tenggelamkan di danau,

put out to sea,

di laut,

ritually cannibalized,

dimakan secara ritual,

or cremated.

atau dibakar.

All of these practices,

Semua praktik ini,

though some may seem strange today,

mungkin dianggap aneh hari ini,

were ways of venerating the dead.

merupakan cara memuliakan orang meninggal.

By contrast, the first known burials

Penguburan pertama yang kita ketahui

about 120,000 years ago

terjadi sekitar 120.000 tahun yang lalu

were likely reserved for transgressors,

sangat mungkin terbatas, hanya untuk pelanggar hukum,

excluding them from the usual rites

mengecualikan mereka dari upacara biasa

intended to honor the dead.

yang tujuannya memuliakan yang telah meninggal.

But the first burials revealed some advantages over other practices:

Tetapi penguburan pertama menunjukkan beberapa keuntungan:

they protected bodies from scavengers and the elements,

penguburan melindungi mayat dari pemangsa lain serta cuaca,

while shielding loved ones from the sight of decay.

serta melindungi orang-orang tercinta dari pembusukan mayatnya.

These benefits may have shifted ancient people’s thinking

Kepercayaan ini mungkin mengubah pemikiran masyarakat kuno

toward graves designed to honor the dead,

menuju kuburan untuk memuliakan yang telah tiada,

and burial became more common.

dan penguburan menjadi semakin biasa.

Sometimes, these graves contained practical or ritual objects,

Kadang-kadang, kuburan ini berisi objek praktis atau adat,

suggesting belief in an afterlife

menunjukkan kepercayaan dalam akhirat

di mana arwahnya mungkin memerlukan alat-alat tertentu.

Communal burials first appeared in North Africa and West Asia

Kuburan bersama pertama kali muncul di Afrika Utara dan Asia Barat

around 10 to 15,000 years ago,

sekitar 10 hingga 15.000 tahun yang lalu,

around the same time as the first permanent settlements in these areas.

sekitar waktu pertama kali adanya hunian tetap dalam wilayah ini.

These burial grounds created permanent places to commemorate the dead.

Kuburan ini menciptakan tempat tetap untuk memuliakan mayat.

The nomadic Scythians littered the steppes

Para pengembara Scythia meninggalkan kuburan gundukan

with grave mounds known as kurgans.

bernama kurgan di padang rumput.

The Etruscans built expansive necropoles,

Para Etruscan membangun kota berisi mayat yang luas,

their grid-patterned streets lined with tombs.

dengan jalanan yang berisi makam.

In Rome, subterranean catacombs housed

Di Roma, katakombe di bawah tanah berisi

both cremation urns and intact remains.

buyung dan sisa-sisa utuh.

The word cemetery, or “sleeping chamber,”

Kata kuburan atau "ruang tidur,"

was first used by ancient Greeks,

pertama kali digunakan oleh masyarakat Yunani Kuno,

who built tombs in graveyards

yang membangun makam di kuburan

at the edges of their cities.

di ujung kota-kota mereka.

In medieval European cities,

Dalam kota abad pertengahan Eropa,

Christian churchyards provided rare, open spaces

halaman gereja Kristen menyediakan tempat terbuka yang jarang ditemukan

that accommodated the dead,

untuk mayat,

but also hosted markets, fairs, and other events.

tetapi juga untuk pasar, pameran, dan kegiatan lain.

Bahkan petani memakai rumputnya untuk pakan sapi

Farmers even grazed cattle in them,

believing graveyard grass made for sweeter milk.

karena dipercaya bahwa rumput kuburan menghasilkan susu lebih manis.

As cities grew during the industrial revolution,

Saat kota semakin membesar saat revolusi industri,

large suburban cemeteries replaced smaller urban churchyards.

kuburan suburban luas menggantikan halaman gereja kecil perkotaan.

Cemeteries like the 110-acre Père-Lachaise in Paris

Kuburan seperti Pere-Lachaise di Paris yang luasnya 45 hektar

or the 72-acre Mt. Auburn in Cambridge, Massachusetts

atau Gunung Auburn di Cambridge, Massachusetts, berluas 30 hektar

were lushly landscaped gardens

dan kebun subur

filled with sculpted stones

yang berisi patung batu

and ornate tombs.

dan makam berhias,

Once a luxury reserved for the rich and powerful,

Yang dulunya khusus untuk yang kaya dan berkuasa,

individually marked graves

kuburan yang ditandai

became available to the middle and working classes.

mulai tersedia bagi kelas menengah ke bawah.

People visited cemeteries for funerals,

Orang-orang mengunjungi kuburan untuk melayat,

but also for anniversaries, holidays,

tetapi juga untuk ulang tahun, hari raya,

or simply an afternoon outdoors.

atau hanya untuk bersenang-senang di luar.

By the late 19th century, as more public parks and botanical gardens appeared,

Pada abad ke-19, saat taman dan kebun raya mulai muncul

cemeteries began to lose visitors.

kuburan mulai kehilangan pengunjung.

Today, many old cemeteries are lonely places.

Hari ini, banyak kuburan tua merupakan tempat sepi.

Some are luring visitors back with tours,

Ada yang menarik pengunjung dengan tur,

concerts, and other attractions.

konser, dan acara-acara lain.

But even as we revive old cemeteries,

Meskipun kita menghidupkan kembali kuburan lama,

we’re rethinking the future of burial.

kita memikir ulang masa depan penguburan.

Cities like London, New York, and Hong Kong

Kota-kota seperti London, New York, dan Hong Kong

are running out of burial space.

mulai kekurangan tempat penguburan.

Even in places where space isn’t so tight,

Bahkan dalam tempat yang tidak kekurangan tempat,

cemeteries permanently occupy land

kuburan menggunakan tanah selama-lamanya

that can’t be otherwise cultivated or developed.

yang tidak bisa digunakan untuk bertani atau pembangunan.

Traditional burial consumes materials

Penguburan tradisional menggunakan bahan

like metal, stone, and concrete,

seperti logam, batu, dan beton,

and can pollute soil and groundwater

dan bisa mencemari tanah dan air

with toxic chemicals.

dengan unsur kimia beracun.

With increasing awareness of the environmental costs,

Dengan meningkatnya akan kesadaran dampak lingkungannya,

people are seeking alternatives.

orang-orang mulai mencari cara lain.

Many are turning to cremation and related practices.

Banyak yang memilih kremasi dan yang lain-lain.

Along with these more conventional practices,

Selain praktik lazim ini,

people can now have their remains shot into space,

sekarang sisa tubuhmu bisa diluncurkan ke luar angkasa,

used to fertilize a tree,

dijadikan pupuk pohon,

or made into jewelry,

atau dibuat jadi perhiasan,

fireworks,

kembang api,

and even tattoo ink.

bahkan tinta tato.

In the future, options like these may replace burial completely.

Dalam masa depan, pilihan seperti ini mungkin menggantikan penguburan.

Cemeteries may be our most familiar monuments to the departed,

Kuburan mungkin menjadi monumen khas untuk yang telah tiada,

but they’re just one step

tetapi kuburan hanya satu langkah

in our ever-evolving process

dalam proses kita yang terus berganti

of remembering and honoring the dead.

dari mengingat dan memuliakan yang telah tiada.