Shantell Martin: How drawing can set you free | TED

Translator: cindy pandie Reviewer: Anastasya Ika Putri

So here we are.

Jadi di sinilah kita.

I'm at home, as I'm sure many of you are, too.

Saya di rumah, saya yakin banyak dari kalian juga di rumah.

And we've all begun to understand

Dan kita mulai memahami

how our relationship with ourselves,

bagaimana hubungan kita dengan diri kita,

with each other

dengan satu sama lain

and the spaces we exist in

dan tempat kita berada

can deeply impact our sense of identity and purpose.

bisa berdampak besar pada kepekaan akan identitas dan tujuan

So much has dramatically changed.

sudah sangat banyak yang berubah drastis.

There's a sense of distance now unlike ever before.

Terasa ada jarak sekarang, tidak seperti sebelumnya

But what if I told you

Tapi jika saya memberitahu Anda

that you could find a way from your heart to your hand

bahwa Anda bisa menemukan jalan dari hati ke tangan Anda

to reconnect again,

untuk kembali berhubungan,

and that through this practice and embracing this cause,

dan dengan melakukan ini dan menerima keadaan,

I could help you to recalibrate your mind

Saya bisa membantu Anda menyesuaikan kembali pikiran Anda

so that you could explore this new reality with joy,

sehingga Anda dapat menjelajah realitas baru ini dengan sukacita

enthusiasm, imagination and hope?

antusiasme, imajinasi dan harapan.

And all it would take is a simple pen.

dan semua itu hanya butuh sebuah pena sederhana.

To get you there,

Untuk membawa Anda ke sana,

let's go back to the beginning.

mari kita kembali ke awal.

As a kid growing up in a council estate in Southeast London,

Sebagai anak yang tumbuh di sebuah perumahan rakyat di London Tenggara

I was an outsider.

Saya adalah orang luar.

Saya anak tertua dari enam anak,

I'm the oldest of six kids,

and all of my siblings look very English:

semua saudara saya seperti orang Inggris:

blond hair, blue eyes, very cute.

rambut pirang, mata biru, sangat imut.

And then there was me:

Dan kemudian ada saya:

half Nigerian, brown, with an Afro.

setengah Nigeria, berkulit cokelat, berambut Afro.

So what happens when you look different

Jadi apa yang terjadi ketika Anda terlihat berbeda

and you feel different,

dan Anda merasa berbeda,

and in many ways, start to think differently

dan dalam banyak hal, mulai berpikir berbeda

from everyone and everything around you?

dibandingkan semua orang dan semua hal di sekitar Anda?

How do you find your way out of a dark, racist, homophobic

Bagaimana Anda menemukan jalan Anda keluar dari kegelapan, racist, homofobia

and very lonely place?

dan tempat yang sangat terpencil?

This is where the pen comes in.

Di sinilah pena dibutuhkan.

I started to draw.

Saya mulai menggambar.

So as you can see, I've got this pen,

Seperti yang Anda lihat, Saya punya pena ini

and it knows where it's going.

dan Ia tahu ke mana Ia pergi,

And I've learned very well how to follow it.

Dan saya telah belajar dengan baik cara mengikutinya.

And the first thing I did is I followed this line,

Dan hal pertama yang saya lakukan adalah mengikuti garis ini

and I drew myself out of a culture

dan saya keluar dari budaya

that was only telling me what I couldn't do.

yang hanya memberitahu apa yang tidak bisa saya lakukan

I trusted my pen,

Saya percaya pena saya,

and it led me to Central Saint Martin's,

dan pena saya membawa saya ke Central Saint Martin,

a very fancy art school in London,

sebuah sekolah seni yang sangat mewah di London

where I graduated top of my year.

tempat saya menjadi lulusan terbaik.

However, I soon realized there wasn't a place for me in London,

Namun, saya segera sadar tidak ada tempat untuk saya di London,

because whether you wish to believe it or not,

karena entah Anda mau percaya atau tidak,

England is still a country that is rooted and functions within

Inggris masih sebuah negara yang didasarkan dan dioperasikan

the class system.

dalam sistem kelas sosial

And as a young, black, gay female artist from a working-class family,

Dan sebagai seniman perempuan muda, kulit hitam, gay dari keluarga kelas pekerja,

I didn't stand a chance.

Saya tidak punya kesempatan.

So I left London and I moved to Japan,

Jadi saya meninggalkan London dan pindah ke Jepang,

where I didn't experience people asking me where I was really from.

tempat saya tidak mengalami orang bertanya dari mana saya sebenarnya.

I was just another gaijin,

Saya hanyalah seorang gaijin,

which, ironically, means "outsider."

yang, ironisnya, berarti "orang luar."

I was immersed in a culture that honors both making and craft,

Saya melibatkan diri dalam budaya yang menghormati proses maupun keterampilan,

where people perfect their craft over generations.

tempat mereka menyempurnakan keterampilan dari generasi ke generasi

It's a culture that masters both time and space,

Ini adalah budaya yang menguasai ruang dan waktu

so that artists can truly create with freedom.

sehingga artis bisa benar-benar berkreasi dengan kebebasan.

And what I discovered was a place I wasn't angry with.

Dan yang saya temukan adalah tempat yang tidak membuat saya marah.

Tokyo hadn't wronged me in any way.

Tokyo tidak memperlakukan saya dengan buruk.

I could no longer create with anger

Saya tidak bisa lagi menciptakan sesuatu dari amarah

or out of pain.

atau dari rasa sakit.

I had to bravely allow myself to create from a different place.

Saya harus berani membiarkan diri saya berkreasi dari sumber yang berbeda.

And what I found is this incredible tool

Dan apa yang saya temukan adalah alat yang luar biasa ini

transcended a line on paper.

melampaui garis di atas kertas.

I found this thing

Saya menemukan hal ini

that connected my head to my heart

yang menghubungkan kepala saya ke hati saya

and my hand to everything.

dan tangan saya ke semua hal.

I could see the world in new ways.

Saya bisa melihat dunia dengan cara baru.

I found connections in corners

Saya menemukan koneksi di sudut-sudut

and the solutions to problems I never knew existed.

dan solusi untuk masalah yang saya tidak pernah tau ada.

It's like the world with all its positive and negative spaces

Ini seperti dunia dengan semua itu ruang positif dan negatif

could now be seen.

sekarang bisa terlihat.

And just by seeing it,

dan hanya dengan melihatnya,

there was no longer any fear.

tidak ada lagi rasa takut.

It's like my pen was a flashlight,

Pena saya seperti lampu senter.

and the unknown was still there,

dan hal-hal yang tidak saya ketahui masih ada,

but it wasn't scary.

tapi tidak menakutkan.

After five years of living in Japan and focusing on my craft,

Setelah lima tahun tinggal di Jepang dan fokus pada keterampilan saya,

I felt like I needed a new challenge.

Saya merasa butuh tantangan baru.

So I moved to New York,

Jadi saya pindah ke New York

because that's what you do as an artist, right?

itu yang Anda lakukan sebagai seniman, kan?

You move to the greatest city in the world

Anda pindah ke yang terhebat kota di dunia

that has the ability

yang memiliki kemampuan

to make you feel completely and utterly invisible.

untuk membuat Anda merasa sepenuhnya dan sama sekali tidak terlihat.

This is when I began to truly ask myself,

ini adalah ketika saya mulai sungguh bertanya pada diri sendiri,

"Who are you?"

"Siapa kamu?"

I would wake up in the morning, and before I began my day,

Saya akan bangun di pagi hari dan sebelum saya memulai hari saya

I would meditate on this.

Saya akan merenungkan hal ini.

And with this question in mind,

Dan dengan pertanyaan ini dalam pikiran,

I kept drawing.

Saya terus menggambar.

I followed the line.

Saya mengikuti garis.

I let it lead the way.

Saya membiarkannya memimpin.

The process of picking up a pen,

Proses mengambil pena,

something everyone has access to,

sesuatu yang bisa dilakukan semua orang,

the act of giving myself permission to let go

tindakan memberi diri saya izin untuk melepaskan

of all thoughts, all fears, insecurities --

semua pikiran, ketakutan, dan rasa tidak aman

anything that would get in the way

semua yang akan menghalangi

of allowing myself to be completely me --

menjadi diri saya sendiri sepenuhnya --

that became my way of experiencing freedom.

itu menjadi cara saya merasakan kebebasan.

When I got to New York,

Ketika saya sampai di New York,

I didn't want to play by the rules of the art world.

Saya tidak ingin bermain sesuai aturan dunia seni.

I continued my practice as an outsider.

Saya melanjutkan kebiasaan saya sebagai orang luar.

I kept drawing.

Saya terus menggambar.

Curiosity became the ink for my pen,

Keingintahuan menjadi tinta untuk pena saya,

and I continued to dive deeper.

dan saya terus menyelam lebih dalam.

Over time, I began to create a bold, confident space for myself,

Seiring waktu,saya mulai menciptakan ruang tempat saya jadi berani dan percaya diri

a space that was all my own.

ruang yang sepenuhnya milik saya.

Initially, it was just my bedroom.

Awalnya, ruang itu hanya kamar saya.

But that bedroom ended up in "The New York Times,"

Tapi kamar saya diliput di "The New York Times",

and suddenly, I was being seen and known

dan tiba-tiba, saya dikenal banyak orang

for this world I had created.

karena dunia yang saya ciptakan.

Since then,

Sejak itu,

I've created and collaborated with some of the most unique artists,

saya telah berkreasi dan berkolaborasi dengan beberapa seniman paling unik

institutions and spaces,

berbagai institusi dan tempat

from the screens of Times Square,

dari layar di Times Square,

to the New York City Ballet for their incredible artist series,

ke New York City Ballet untuk seri seniman luar biasa mereka,

where I interviewed a number of dancers.

tempat saya mewawancarai beberapa penari.

Their stories and words became the foundation

Kisah dan kata-kata mereka menjadi fondasi

of over 30 drawings and artworks,

lebih dari 30 gambar dan karya seni,

which took over the promenade walls,

yang memenuhi dinding

windows and floors.

jendela dan lantai.

For a long time,

Untuk waktu yang lama,

I wanted to create a space for contemplation and poetry.

Saya ingin menciptakan ruang untuk renungan dan puisi.

And in 2019,

dan pada 2019,

I was given the opportunity to do just that

Saya diberikan kesempatan untuk melakukan itu

by the Trust of Governor's Island.

oleh Trust of Governor's Island.

They provided me with the perfect canvas

Mereka menyediakan kanvas sempurna

in the form of a former military chapel.

dalam bentuk rumah bekas kapel militer

Meet "The May Room."

Inilah "The May Room.

With drawings on the exterior inspired by the history of the island,

Dengan gambar di eksterior terinspirasi oleh sejarah pulau,

you walk inside, you take your shoes off,

Anda berjalan ke dalam, melepas sepatu,

and there's a drawing on the floor in the form of a maze

dan ada gambar di lantai dalam bentuk labirin yang

that brings you back to you.

membawa Anda kembali ke diri Anda

It's an invitation to become calm.

Itu adalah ajakan untuk tenang.

And this allows you to see phrases on the wall.

dan ini membuat Anda dapat melihat frasa di dinding.

"May you be wise."

"Semoga Anda bijak."

"May you sleep soundly at night."

"Semoga Anda tidur nyenyak di malam hari."

"May we save trees."

"Semoga kita melestarikan pohon."

"May you," "may you," "may we."

"Semoga Anda," "Semoga Anda," "Semoga kita"

And these phrases seem like they're rising from you

Dan frasa ini terlihat seperti mereka muncul dari diri Anda

or falling into you.

atau jatuh ke diri Anda.

I've let my lines become much like a language,

Saya sudah membiarkan garis saya menjadi seperti bahasa,

a language that has unfolded much like life.

bahasa yang telah terbuka sama seperti hidup.

And when there has been silence,

Dan ketika ada keheningan,

I've sought connection through conversation,

Saya mencari koneksi melalui percakapan,

asking questions to push through the discomfort.

mengajukan pertanyaan untuk mengakhiri ketidaknyamanan.

Drawing has taught me how to create my own rules.

Menggambar telah mengajari saya cara membuat aturan saya sendiri.

It has taught me to open my eyes to see not only what is,

Mengajarkan saya untuk membuka mata saya untuk melihat bukan hanya apa yang ada,

but what can be.

tapi apa yang bisa dilakukan

And where there are broken systems,

Dan di mana ada sistem yang rusak,

we can create new ones that actually function and benefit all,

kita dapat membuat yang baru yang benar- benar berfungsi dan bermanfaat bagi semua,

instead of just a select few.

bukan hanya beberapa orang terpilih.

Drawing has taught me how to fully engage with the world.

Menggambar mengajari saya cara sepenuhnya terlibat dengan dunia

And what I've come to realize through this language of lines

Dan apa yang saya sadari melalui bahasa garis ini

is not the importance of being seen,

bukan pentingnya menjadi terkenal

but rather the gift of seeing that we give to others

melainkan karunia untuk melihat apa kita berikan kepada yang lain

and how true freedom is the ability to see.

dan bagaimana kebebasan sejati adalah kemampuan untuk melihat.

And I don't mean that literally,

Dan bukan secara harfiah,

because sight is only one way in which one can see.

karena penglihatan hanya satu cara yang mana orang bisa melihat.

But what I mean is to experience the world in its entirety,

Tapi yang saya maksud adalah merasakan dunia secara keseluruhan,

maybe even more so during the most challenging moments

mungkin lebih dari itu selama masa paling sulit

like the one we face today.

seperti yang kita hadapi saat ini.

I'm Shantell Martin.

Saya Shantell Martin.

I draw.

Saya menggambar.

And I invite you to pick up a pen

Dan saya mengundang Anda mengambil pena

and see where it takes you.

dan lihat ke mana ia membawa Anda.

(Music)

(Musik)