How to practice safe sexting | Amy Adele Hasinoff

Translator: Lina PW Reviewer: Anastha Eka Susanti

People have been using media to talk about sex for a long time.

Orang-orang menggunakan media untuk bicara tentang seks sepanjang waktu.

Love letters, phone sex, racy Polaroids.

Surat cinta, telepon seks, foto seksi.

There's even a story of a girl who eloped with a man that she met over the telegraph

Bahkan ada kisah kawin lari seorang gadis yang bertemu seorang pria lewat telegraf

in 1886.

pada 1886.

Today we have sexting, and I am a sexting expert.

Kini kita punya SMS seks, dan saya ahli SMS seks.

Not an expert sexter.

Bukan ahli dalam berkirim SMS seks.

Though, I do know what this means -- I think you do too.

Meski, saya tahu apa arti simbol ini -- saya rasa Anda juga tahu.

[it's a penis]

[ini adalah penis]

(Laughter)

(Tertawa)

I have been studying sexting since the media attention to it began in 2008.

Saya telah mempelajari SMS seks sejak hal itu menjadi perhatian media pada 2008.

I wrote a book on the moral panic about sexting.

Saya menulis buku tentang kepanikan moral akibat SMS seks.

And here's what I found:

Dan inilah yang kutemukan:

most people are worrying about the wrong thing.

kebanyakan orang mencemaskan hal yang salah.

They're trying to just prevent sexting from happening entirely.

Mereka mencoba untuk sepenuhnya mencegah SMS seks terjadi.

But let me ask you this:

Tapi coba jawab ini:

As long as it's completely consensual, what's the problem with sexting?

Selama kedua pihak sepakat, apa yang salah?

People are into all sorts of things that you may not be into,

Orang-orang tertarik pada sesuatu yang mungkin tak menarik bagi Anda,

like blue cheese or cilantro.

seperti keju biru atau ketumbar.

(Laughter)

(Tertawa)

Sexting is certainly risky, like anything that's fun,

SMS seks memang berisiko, seperti semua hal lain yang menyenangkan,

but as long as you're not sending an image to someone who doesn't want to receive it,

tapi selama Anda tidak mengirim gambar pada orang yang tak mau menerimanya,

there's no harm.

tak ada yang berbahaya.

What I do think is a serious problem

Hal yang menurut saya berbahaya

is when people share private images of others

adalah saat orang-orang menyebarkan gambar pribadi orang lain

without their permission.

tanpa izin mereka.

And instead of worrying about sexting,

Daripada cemas tentang SMS seks,

what I think we need to do is think a lot more about digital privacy.

saya kira lebih baik kita mulai berpikir tentang privasi digital.

The key is consent.

Kuncinya adalah kata sepakat.

Right now most people are thinking about sexting

Saat ini orang berpikir untuk mengirim SMS seks

without really thinking about consent at all.

tanpa sama sekali berpikir tentang kesepakatan.

Did you know that we currently criminalize teen sexting?

Tahukah Anda baru-baru ini kita mengkriminalkan SMS seks oleh remaja?

It can be a crime because it counts as child pornography,

Hal itu bisa jadi tindak kriminal karena termasuk pornografi anak,

if there's an image of someone under 18,

jika ada foto seseorang di bawah 18 tahun,

and it doesn't even matter

dan bahkan tidak penting

if they took that image of themselves and shared it willingly.

bila mereka sendiri yang memotret dan menyebarkannya dengan sadar.

So we end up with this bizarre legal situation

Maka kita berada dalam sebuah situasi hukum yang ajaib

where two 17-year-olds can legally have sex in most US states

di mana dua remaja 17 tahun legal melakukan seks di hampir seluruh AS

but they can't photograph it.

tapi mereka tidak boleh memotretnya.

Some states have also tried passing sexting misdemeanor laws

Beberapa negara bagian mencoba mengesahkannya menjadi pelanggaran ringan

but these laws repeat the same problem

tapi masalah yang sama tetap berulang

because they still make consensual sexting illegal.

karena mereka tetap menganggap ilegal SMS seks dengan kesepakatan.

It doesn't make sense

Tidak masuk akal

to try to ban all sexting to try to address privacy violations.

mencoba melarang semua SMS seks, menyikapinya sebagai pelanggaran privasi.

This is kind of like saying,

Ini seperti berkata,

let's solve the problem of date rape by just making dating completely illegal.

mari pecahkan isu perkosaan saat kencan dengan sama sekali melarang kencan.

Most teens don't get arrested for sexting, but can you guess who does?

Kebanyakan remaja tidak ditangkap karena SMS seks, tapi tebak siapa yang ditangkap?

It's often teens who are disliked by their partner's parents.

Seringnya, remaja yang tidak disukai oleh orang tua pacarnya.

And this can be because of class bias, racism or homophobia.

Ini bisa disebabkan diskriminasi kelas, rasisme, atau homofobia.

Most prosecutors are, of course, smart enough

Kebanyakan jaksa, tentu, cukup cerdas untuk tidak

not to use child pornography charges against teenagers, but some do.

memakai dakwaan pornografi anak pada remaja, tapi beberapa melakukannya.

According to researchers at the University of New Hampshire

Menurut beberapa peneliti di University of New Hampshire

seven percent of all child pornography possession arrests are teens,

tujuh persen dari penangkapan pornografi anak adalah remaja,

sexting consensually with other teens.

yang saling sepakat mengirim SMS seks ke pasangannya.

Child pornography is a serious crime,

Pornografi anak adalah tindak kriminal berat,

but it's just not the same thing as teen sexting.

tapi itu jelas tidak sama dengan SMS seks oleh remaja.

Parents and educators are also responding to sexting

Orang tua dan pendidik juga beranggapan sama tentang SMS seks

without really thinking too much about consent.

tanpa benar-benar berpikir tentang kesepakatan.

Their message to teens is often: just don't do it.

Pesan mereka untuk remaja seringnya: jangan lakukan itu.

And I totally get it -- there are serious legal risks

Saya mengerti-- ada risiko hukum yang serius

and of course, that potential for privacy violations.

dan tentu, potensi pelanggaran privasi.

And when you were a teen,

Dan saat Anda remaja,

I'm sure you did exactly as you were told, right?

saya yakin Anda melakukan apa yang disuruh, bukan?

You're probably thinking, my kid would never sext.

Anda mungkin berpikir, anakku tak mungkin berkirim SMS seks.

And that's true, your little angel may not be sexting

Dan benar, mungkin malaikat kecil Anda tidak berkirim SMS seks

because only 33 percent

karena hanya 33 persen

of 16- and 17-year-olds are sexting.

dari remaja 16-17 tahun yang berkirim SMS seks.

But, sorry, by the time they're older, odds are they will be sexting.

Tapi, maaf, saat mereka dewasa, mereka mungkin akan melakukannya.

Every study I've seen puts the rate above 50 percent for 18- to 24-year-olds.

Penelitian yang saya baca mengungkap angka lebih 50% pada remaja 18-24 tahun.

And most of the time, nothing goes wrong.

Dan biasanya, tidak ada yang terjadi.

People ask me all the time things like, isn't sexting just so dangerous, though?

Orang-orang bertanya pada saya, bukankah SMS seks berbahaya?

It's like you wouldn't leave your wallet on a park bench

Seperti, Anda tak akan meninggalkan dompet Anda di kursi taman

and you expect it's going to get stolen if you do that, right?

dan wajar akan kecurian jika Anda melakukannya, 'kan?

Here's how I think about it:

Begini menurut saya:

sexting is like leaving your wallet at your boyfriend's house.

SMS seks seperti meninggalkan dompet Anda di rumah pacar.

If you come back the next day

Bila Anda datang besoknya

and all the money is just gone,

dan semua uang hilang,

you really need to dump that guy.

Anda memang harus putus dengan si pacar.

(Laughter)

(Tertawa)

So instead of criminalizing sexting

Daripada mengkriminalisasi SMS seks

to try to prevent these privacy violations,

untuk menghindari pelanggaran privasi,

instead we need to make consent central

lebih baik kita berfokus pada kesepakatan

to how we think about the circulation of our private information.

saat berpikir tentang peredaran informasi pribadi.

Every new media technology raises privacy concerns.

Setiap teknologi baru menimbulkan kecemasan akan privasi.

In fact, in the US the very first major debates about privacy

Faktanya, awal perdebatan besar di AS tentang privasi

were in response to technologies that were relatively new at the time.

terjadi sebagai reaksi atas teknologi yang relatif baru saat itu.

In the late 1800s, people were worried about cameras,

Di akhir 1800-an, orang-orang mengkhawatirkan kamera,

which were just suddenly more portable than ever before,

yang tiba-tiba bisa dibawa ke mana-mana,

and newspaper gossip columns.

dan kolom gosip di koran.

They were worried that the camera would capture information about them,

Mereka khawatir kamera bisa menangkap informasi tentang mereka,

take it out of context and widely disseminate it.

menyimpangkan konteksnya dan menyebarkannya secara luas.

Does this sound familiar?

Terdengar familiar?

It's exactly what we're worrying about now with social media and drone cameras,

Tepat inilah yang kita khawatirkan akan media sosial dan kamera drone,

and, of course, sexting.

dan, tentu saja, SMS seks.

And these fears about technology,

Ketakutan akan teknologi ini,

they make sense

masuk akal

because technologies can amplify and bring out

karena teknologi bisa menguatkan dan mengungkap

our worst qualities and behaviors.

sifat dan perilaku terburuk kita.

But there are solutions.

Tapi ada solusinya.

And we've been here before with a dangerous new technology.

Dan dulu kita sudah pernah menghadapi teknologi baru yang berbahaya.

In 1908, Ford introduced the Model T car.

Pada 1908, Ford memperkenalkan mobil Model T.

Traffic fatality rates were rising.

Kecelakaan lalu lintas malah meningkat.

It was a serious problem -- it looks so safe, right?

Itu jadi masalah serius-- padahal terlihat aman, 'kan?

Our first response was to try to change drivers' behavior,

Respons pertama kita adalah mengubah perilaku sopir,

so we developed speed limits and enforced them through fines.

maka kita membuat batas kecepatan dan menerapkannya lewat sanksi.

But over the following decades,

Tapi beberapa dekade kemudian,

we started to realize the technology of the car itself is not just neutral.

kita sadar bahwa teknologi mobil itu tak sekadar netral.

We could design the car to make it safer.

Kita bisa mendesain mobil yang lebih aman.

So in the 1920s, we got shatter-resistant windshields.

Jadi tahun 1920an, kita punya kaca depan anti pecah.

In the 1950s, seat belts.

Pada 1950an, sabuk pengaman.

And in the 1990s, airbags.

Dan tahun 1990an, kantong udara pengaman.

All three of these areas:

Ketiga area ini:

laws, individuals and industry came together over time

hukum, individu, dan industri bekerja bersama-sama

to help solve the problem that a new technology causes.

membantu menyelesaikan masalah yang dihasilkan teknologi baru.

And we can do the same thing with digital privacy.

Kita bisa melakukan hal yang sama dengan privasi digital.

Of course, it comes back to consent.

Tentu, semua kembali pada kesepakatan.

Here's the idea.

Ini idenya.

Before anyone can distribute your private information,

Sebelum siapa pun bisa menyebarkan informasi pribadi Anda,

they should have to get your permission.

mereka harus mendapat izin dari Anda.

This idea of affirmative consent comes from anti-rape activists

Ide tentang kesepakatan ini datang dari para aktivis anti-perkosaan

who tell us that we need consent for every sexual act.

yang berkata bahwa kita perlu kata sepakat untuk tindakan seksual apa pun.

And we have really high standards for consent in a lot of other areas.

Dan kita punya standar yang sangat tinggi akan kesepakatan di aspek hidup lainnya.

Think about having surgery.

Misalnya saat melakukan operasi.

Your doctor has to make sure

Dokter Anda harus memastikan

that you are meaningfully and knowingly consenting to that medical procedure.

bahwa Anda betul berniat dan sadar untuk menyetujui prosedur medis itu.

This is not the type of consent like with an iTunes Terms of Service

Ini jelas berbeda dengan menyepakati persyaratan layanan iTunes

where you just scroll to the bottom and you're like, agree, agree, whatever.

di mana Anda loncat ke akhir dan menekan setuju, setuju, apa pun lah.

(Laughter)

(Tertawa)

If we think more about consent, we can have better privacy laws.

Bila lebih serius memikirkan kesepakatan, hukum privasi kita bisa jadi lebih baik.

Right now, we just don't have that many protections.

Saat ini, kita tak punya banyak proteksi.

If your ex-husband or your ex-wife is a terrible person,

Bila mantan suami atau istri Anda adalah orang yang jahat,

they can take your nude photos and upload them to a porn site.

mereka bisa saja mengunggah foto telanjang Anda ke situs porno.

It can be really hard to get those images taken down.

Sangat sulit untuk menghapus foto itu.

And in a lot of states,

Di banyak negara bagian,

you're actually better off if you took the images of yourself

malah lebih baik kalau Anda sendiri yang mengambil foto itu

because then you can file a copyright claim.

karena Anda bisa mengklaim pelanggaran hak cipta.

(Laughter)

(Tertawa)

Right now, if someone violates your privacy,

Saat ini, bila seseorang melanggar privasi Anda,

whether that's an individual or a company or the NSA,

baik individu, atau perusahaan, atau NSA,

you can try filing a lawsuit,

Anda bisa mencoba jalur hukum,

though you may not be successful

meski mungkin tak berhasil

because many courts assume that digital privacy is just impossible.

karena banyak pengadilan berpikir privasi digital itu mustahil.

So they're not willing to punish anyone for violating it.

Jadi mereka tidak akan menghukum siapa pun yang melanggarnya.

I still hear people asking me all the time,

Saya sering dengar beberapa orang bertanya

isn't a digital image somehow blurring the line between public and private

bukankah gambar digital itu tidak jelas batasnya, pribadi atau umum

because it's digital, right?

karena itu digital, 'kan?

No! No!

Tidak! Tidak!

Everything digital is not just automatically public.

Semua yang digital tidak otomatis menjadi milik umum.

That doesn't make any sense.

Itu tidak masuk akal.

As NYU legal scholar Helen Nissenbaum tells us,

Seperti seorang ahli hukum NYU Helen Nissenbaum berkata,

we have laws and policies and norms

kita punya hukum, dan peraturan, dan norma

that protect all kinds of information that's private,

yang melindungi semua bentuk informasi pribadi,

and it doesn't make a difference if it's digital or not.

tidak ada bedanya apakah itu digital atau bukan.

All of your health records are digitized

Semua rekam medis Anda didigitalisasi

but your doctor can't just share them with anyone.

tapi dokter tak serta-merta bisa menyebarkannya.

All of your financial information is held in digital databases,

Semua informasi keuangan Anda disimpan dalam bentuk digital,

but your credit card company can't just post your purchase history online.

tapi perusahaan kartu kredit tak bisa mengunggah riwayat belanja secara online.

Better laws could help address privacy violations after they happen,

Hukum yang lebih baik bisa mengurus pelanggaran privasi kita bila itu terjadi,

but one of the easiest things we can all do is make personal changes

tapi yang paling mudah kita lakukan adalah perubahan secara pribadi

to help protect each other's privacy.

untuk melindungi privasi satu sama lain.

We're always told that privacy

Kita selalu diberi tahu bahwa privasi

is our own, sole, individual responsibility.

adalah tanggung jawab kita sendiri.

We're told, constantly monitor and update your privacy settings.

Kita diberi tahu, pantau dan perbaharui pengaturan privasi kita secara berkala.

We're told, never share anything you wouldn't want the entire world to see.

Kita diberi tahu, jangan bagikan apa pun yang kita tak ingin diketahui dunia.

This doesn't make sense.

Ini tidak masuk akal.

Digital media are social environments

Media digital adalah lingkungan sosial

and we share things with people we trust all day, every day.

kita menyebarkan hal pada orang yang kita percaya sepanjang waktu, setiap hari.

As Princeton researcher Janet Vertesi argues,

Peneliti dari Princeton, Janet Vertesi berargumen,

our data and our privacy, they're not just personal,

data kita, privasi kita, tidak hanya bersifat pribadi,

they're actually interpersonal.

tapi sesungguhnya terkait antarpribadi.

And so one thing you can do that's really easy

Satu hal yang bisa Anda lakukan, dan sangat mudah

is just start asking for permission before you share anyone else's information.

mintalah persetujuan sebelum menyebarkan informasi mengenai seseorang.

If you want to post a photo of someone online, ask for permission.

Jika Anda ingin mengunggah foto seseorang secara online, minta persetujuan

If you want to forward an email thread,

Jika Anda ingin meneruskan sebuah email,

ask for permission.

minta persetujuan.

And if you want to share someone's nude selfie,

Dan bila Anda ingin membagikan foto telanjang seseorang,

obviously, ask for permission.

jelas, minta persetujuan.

These individual changes can really help us protect each other's privacy,

Perubahan pribadi ini sangat bisa membantu menjaga privasi orang lain,

but we need technology companies on board as well.

tapi kita butuh campur tangan perusahaan teknologi juga.

These companies have very little incentive to help protect our privacy

Mereka punya sedikit sekali insentif untuk bantu melindungi kita

because their business models depend on us sharing everything

karena model bisnisnya bergantung pada kita menyebarkan semua hal

with as many people as possible.

dengan sebanyak mungkin orang.

Right now, if I send you an image,

Saat ini, jika saya kirimkan Anda foto,

you can forward that to anyone that you want.

Anda bisa meneruskannya pada siapa pun yang Anda mau.

But what if I got to decide if that image was forwardable or not?

Tapi bagaimana jika saya memutuskan apakah foto itu bisa disebar atau tidak?

This would tell you, you don't have my permission to send this image out.

Ini jadi pesan untuk Anda, saya tak mengizinkan Anda melakukannya.

We do this kind of thing all the time to protect copyright.

Kita selalu melakukan hal ini untuk menjaga hak cipta.

If you buy an e-book, you can't just send it out to as many people as you want.

Jika beli buku digital, Anda tak bisa menyebarkannya dengan banyak orang.

So why not try this with mobile phones?

Kenapa tak coba melakukannya pada ponsel?

What you can do is we can demand that tech companies add these protections

Yang bisa Anda lakukan, meminta perusahaan teknologi untuk menambah perlindungan ini

to our devices and our platforms as the default.

pada gawai dan jaringan kita sebagai mode asal.

After all, you can choose the color of your car,

Lagipula, Anda bisa memilih warna mobil Anda,

but the airbags are always standard.

tapi kantong udara pengamannya selalu standar.

If we don't think more about digital privacy and consent,

Bila kita tidak mulai berpikir tentang privasi digital dan kesepakatan,

there can be serious consequences.

dapat terjadi konsekuensi yang serius.

There was a teenager from Ohio --

Ada seorang remaja dari Ohio--

let's call her Jennifer, for the sake of her privacy.

Panggil saja Jennifer, untuk menjaga privasinya.

She shared nude photos of herself with her high school boyfriend,

Ia mengirim foto telanjang ke pacarnya di SMA,

thinking she could trust him.

berpikir ia bisa dipercaya.

Unfortunately, he betrayed her

Sayangnya, pacarnya berkhianat

and sent her photos around the entire school.

dan mengirim gambar Jennifer ke semua orang di sekolah.

Jennifer was embarrassed and humiliated,

Jennifer sangat malu dan direndahkan,

but instead of being compassionate, her classmates harassed her.

bukannya kasihan, teman-temannya melecehkannya.

They called her a slut and a whore

Mereka memanggil Jennifer pelacur

and they made her life miserable.

dan membuat hidupnya menderita.

Jennifer started missing school and her grades dropped.

Jennifer mulai sering bolos dan nilai-nilainya jatuh.

Ultimately, Jennifer decided to end her own life.

Akhirnya, Jennifer memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Jennifer did nothing wrong.

Jennifer tidak melakukan hal yang salah.

All she did was share a nude photo

Ia hanya mengirim gambar telanjangnya

with someone she thought that she could trust.

pada seseorang yang ia pikir bisa dipercaya.

And yet our laws tell her

Dan hukum kita berkata

that she committed a horrible crime equivalent to child pornography.

bahwa ia melakukan hal buruk yang setara pornografi anak.

Our gender norms tell her

Norma gender kita berkata

that by producing this nude image of herself,

dengan membuat foto telanjang,

she somehow did the most horrible, shameful thing.

ia melakukan sesuatu yang sangat buruk, dan memalukan.

And when we assume that privacy is impossible in digital media,

Dan saat kita berasumsi bahwa privasi di media digital itu mustahil,

we completely write off and excuse her boyfriend's bad, bad behavior.

kita sepenuhnya melupakan dan memaafkan perilaku buruk pacarnya.

People are still saying all the time to victims of privacy violations,

Orang masih selalu berkata pada para korban pelanggaran privasi,

"What were you thinking?

"Apa yang kau pikirkan?

You should have never sent that image."

Kau seharusnya tidak mengirim foto itu."

If you're trying to figure out what to say instead, try this.

Bila Anda mencari kalimat gantinya, lebih baik coba ini.

Imagine you've run into your friend who broke their leg skiing.

Bayangkan Anda bertemu teman yang patah kaki karena bermain ski.

They took a risk to do something fun, and it didn't end well.

Mereka mengambil risiko demi kesenangan, dan berakhir buruk.

But you're probably not going to be the jerk who says,

Kau tentu tak akan menjadi kurang ajar dan berkata,

"Well, I guess you shouldn't have gone skiing then."

"Tuh kan, kau harusnya tak usah main ski."

If we think more about consent,

Bila kita berpikir tentang kesepakatan,

we can see that victims of privacy violations

kita bisa melihat bahwa korban pelanggaran privasi

deserve our compassion,

berhak menerima belas kasih kita,

not criminalization, shaming, harassment or punishment.

bukan kriminalisasi, penghinaan, pelecehan atau hukuman.

We can support victims, and we can prevent some privacy violations

Kita bisa mendukung korban, dan kita bisa mencegah pelanggaran privasi

by making these legal, individual and technological changes.

dengan membuat perubahan hukum, pribadi, dan teknologi.

Because the problem is not sexting, the issue is digital privacy.

Karena masalahnya bukan SMS seks, masalahnya adalah privasi digital.

And one solution is consent.

Dan satu solusinya adalah kesepakatan.

So the next time a victim of a privacy violation comes up to you,

Lain kali ada korban pelanggaran privasi datang padamu,

instead of blaming them, let's do this instead:

daripada menyalahkannya, mari lakukan ini:

let's shift our ideas about digital privacy,

ubah pemahaman kita tentang privasi digital,

and let's respond with compassion.

dan mari merespons dengan kasih.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)