When do kids start to care about other people's opinions? | Sara Valencia Botto

Translator: Ahmad Zakky Habibie Reviewer: Karen Winardi

I'd like you to take a moment

Marilah sejenak berpikir

and consider what you are wearing right now.

tentang apa yang kita kenakan sekarang.

I have a deep, philosophical question for you.

Saya punya pertanyaan yang cukup filosofis untuk Anda.

Why are we not all wearing comfortable pajamas right now?

Kenapa saat ini kita tidak memakai piyama yang nyaman?

(Laughter)

(Tertawa)

Well, I'm a psychologist and not a mind reader,

Saya seorang psikolog dan bukan pembaca pikiran,

although many people think that's the same thing.

walaupun banyak orang berpikir keduanya sama saja.

I can bet you that your response is somewhere along the lines of,

Saya bertaruh kalau jawaban Anda kira-kira adalah

"I'm expected to not wear pj's in public"

"Tidak pantas memakai piyama di tempat umum,"

or "I don't want people to think I am a slob."

atau, "Saya tidak mau dianggap pemalas."

Either way, the fact that we all chose to wear business casual clothing,

Bagaimana pun, fakta bahwa kita memakai pakaian kasual bisnis yang rapi,

as opposed to our favorite pair of sweatpants,

dan bukan celana tidur kesukaan kita,

is not a silly coincidence.

bukan kebetulan belaka.

Instead, it reveals two defining human characteristics.

Malahan, hal ini menunjukkan dua karakteristik manusia yang mendasar.

The first is that we are cognizant of what other people value,

Yang pertama adalah kita sadar akan penilaian orang lain,

like what they will approve or disapprove of,

seperti apa yang akan disetujui atau tidak,

such as not wearing pj's to these sorts of settings.

seperti tidak memakai piyama di acara seperti ini.

And two, we've readily used this information to guide our behavior.

Dan kedua, kita menggunakan informasi ini dalam berperilaku.

Unlike many other species,

Tidak seperti spesies lain,

humans are prone to tailor their behavior in the presence of others

manusia cenderung menyesuaikan perilaku di sekitar orang lain

to garner approval.

untuk mendapat persetujuan.

We spend valuable time putting on make up,

Kita menyempatkan diri untuk memakai riasan,

choosing the right picture and Instagram filter,

memilih gambar dan filter Instagram yang pas,

and composing ideas that will undoubtedly change the world

dan menulis ide yang akan mengubah dunia

in 140 characters or less.

dalam 140 karakter atau kurang.

Clearly, our concern with how other people will evaluate us

Pastinya, kekhawatiran tentang bagaimana orang akan menilai kita

is a big part of being human.

adalah sesuatu yang manusiawi.

Despite this being a big human trait, however,

Tapi, walaupun hal tersebut terasa penting,

we know relatively little about when and how

Kita hanya tahu sedikit tentang kapan dan bagaimana

we come to care about the opinion of others.

kita menjadi peduli akan pendapat orang lain.

Now, this is a big question that requires many studies.

Nah, ini adalah pertanyaan besar yang perlu banyak studi.

But the first step to uncovering this question

Tapi langkah pertama untuk menjawab pertanyaan ini

is to investigate when in development

adalah menyelidiki dalam masa pertumbuhan,

we become sensitive to others' evaluations.

kapan kita menjadi peka terhadap penilaian orang lain.

I have spent the past four years at Emory University

Saya sudah menghabiskan 4 tahun di Emory University

investigating how an infant,

mengamati bagaimana anak kecil,

who has no problem walking around the grocery store in her onesie,

yang tidak memiliki masalah berjalan di toko memakai celana dalam,

develops into an adult that fears public speaking

tumbuh menjadi orang dewasa yang takut bicara di depan umum

for fear of being negatively judged.

karena takut dinilai secara negatif.

(Laughter)

(Tertawa)

Now, this is usually a point when people ask me,

Nah, di sinilah seringkali orang bertanya,

"How do you investigate this question, exactly?

"Bagaimana Anda menyelidiki pertanyaan ini?

Infants can't talk, right?"

Bayi tidak bisa berbicara, kan?"

Well, if my husband were up here right now,

Kalau saja suami saya ada di sini sekarang,

he would tell you that I interview babies,

dia akan memberitahu kalian kalau saya mewawancarai bayi,

because he would rather not say that his wife experiments on children.

karena dia tidak mau bilang kalau istrinya melakukan percobaan pada anak-anak.

(Laughter)

(Tertawa)

In reality, I design experiments for children,

Kenyataannya, saya merancang percobaan untuk anak-anak,

usually in the form of games.

umumnya dalam bentuk permainan.

Developmental psychologist Dr. Philippe Rochat and I

Psikolog tumbuh-kembang Dr. Philippe Rochat dan saya

designed a "game" called "The Robot Task"

merancang "permainan" berjudul "Tugas Robot"

to explore when children would begin to be sensitive

untuk mengetahui kapan anak-anak mulai menjadi peka

to the evaluation of others.

terhadap penilaian orang lain.

Specifically, the robot task captures when children, like adults,

Secara spesifik, Tugas Robot mendata ketika anak-anak, seperti orang dewasa,

strategically modify their behavior when others are watching.

berstrategi mengubah perilaku mereka ketika diawasi orang lain.

To do this, we showed 14 to 24-month-old infants

Untuk melakukan ini, kami menunjukkan anak usia 14 s.d. 24 bulan

how to activate a toy robot,

cara menyalakan robot mainan,

and importantly, we either assigned a positive value,

dan yang paling penting, kami memberi nilai positif,

saying "Wow, isn't that great!"

seperti "Wah hebat sekali!"

or a negative value, saying, "Oh, oh. Oops, oh no,"

atau nilai negatif, seperti, "O-ow. Bukan begitu,"

after pressing the remote.

setelah memencet remote.

Following this toy demonstration,

Setelah peragaan tadi,

we invited the infants to play with the remote,

kami mengajak mereka bermain dengan remote,

and then either watched them

dan mengawasi mereka

or turned around and pretended to read a magazine.

atau berbalik badan berpura-pura membaca majalah.

The idea was that if by 24 months,

Pemikirannya, kalau pada usia 24 bulan,

children are indeed sensitive to the evaluation of others,

anak-anak telah menjadi peka terhadap penilaian orang lain,

then their button-pressing behavior should be influenced

maka perilaku memencet remote akan dipengaruhi

not only by whether or not they're being watched

tidak hanya dengan apakah mereka diawasi atau tidak,

but also by the values that the experimenter expressed

tapi juga dari penilaian yang diucapkan peneliti

towards pressing the remote.

waktu remote dipencet.

So for example,

Jadi, contohnya,

we would expect children to play with the positive remote significantly more

kami menduga anak-anak akan bermain dengan remote positif lebih sering

if they were being observed

kalau mereka diawasi

but then choose to explore the negative remote

tapi kemudian akan memilih remote negatif

once no one was watching.

begitu tidak ada yang mengawasi.

To really capture this phenomenon, we did three variations of the study.

Untuk sungguh menangkap fenomena ini ada tiga variasi dalam studi ini.

Study one explored how infants would engage with a novel toy

Studi pertama meneliti bagaimana bayi akan berinteraksi dengan mainan

if there were no values or instructions provided.

jika tidak diberikan penilaian atau instruksi.

So we simply showed infants how to activate the toy robot,

Kami hanya menunjukkan cara mengaktifkan mainan robotnya,

but didn't assign any values,

tanpa memberikan penilaian,

and we also didn't tell them that they could play with the remote,

kami juga tidak memberi tahu mereka bisa memainkan remote,

providing them with a really ambiguous situation.

mengondisikan mereka dalam situasi yang sangat ambigu.

In study two,

Dalam studi kedua,

we incorporated the two values, a positive and a negative.

kami memberikan dua nilai, positif dan negatif.

And in the last study, we had two experimenters and one remote.

Dan di studi terakhir, ada dua peneliti dan satu remote.

One experimenter expressed a negative value towards pressing the remote,

Satu peneliti menunjukkan nilai negatif kalau remote dipencet,

saying, "Yuck, the toy moved,"

berkata, "Ih, mainannya gerak,"

while the other experimenter expressed a positive value, saying,

peneliti satunya menunjukkan nilai positif, berkata,

"Yay, the toy moved."

"Hore, mainannya bergerak."

And this is how the children reacted to these three different scenarios.

Inilah bagaimana anak-anak bereaksi terhadap tiga skenario berbeda tadi.

So in study one, the ambiguous situation,

Dalam studi pertama, situasi yang ambigu,

I'm currently watching the child.

Saya melihat anaknya.

She doesn't seem to be too interested in pressing the remote.

Kelihatannya dia tidak terlalu tertarik memencet remote.

Once I turned around --

Begitu saya balik badan --

now she's ready to play.

langsung mau bermain.

(Laughter)

(Tertawa)

Currently, I'm not watching the child.

Sekarang, saya tidak melihat anaknya.

She's really focused.

Dia sangat fokus.

I turn around.

Saya balik badan.

(Laughter)

(Tertawa)

She wasn't doing anything, right?

Dia tidak melakukan apa-apa, kan?

In study two, it's the two remotes,

Dalam studi kedua dengan dua remote,

one with the positive and one with the negative value.

satu dengan nilai positif, satunya negatif.

I'm currently observing the child.

Saya sedang mengamati anaknya.

And the orange remote is a negative remote.

Remote jingga adalah yang negatif.

She's just looking around, looking at me, hanging out.

Dia hanya melihat-lihat, memandang saya, diam-diam saja.

Then I turn around ...

Lalu saya berbalik ...

(Laughter)

(Tertawa)

That's what she's going for.

Itulah yang dia mau.

I'm not watching the child.

Saya tidak melihat anaknya.

He wants the mom to play with it, right?

Dia mau ibunya yang memainkannya, ya?

Take a safer route.

Cara yang lebih aman.

I turn around ...

Saya balik badan ...

(Laughter)

(Tertawa)

He wasn't doing anything, either.

Dia tidak melakukan apa-apa, kok.

Yeah, he feels awkward.

Ya, dia merasa kikuk.

(Laughter)

(Tertawa)

Everyone knows that side-eyed glance, right?

Semua orang tahu lirikan seperti itu, kan?

Study three, the two experimenters, one remote.

Studi tiga, dua peneliti, satu remote.

The experimenter that reacted negatively towards pressing the remote

Peneliti yang bereaksi negatif kalau remote dipencet

is watching the child right now.

sedang mengamati anaknya sekarang.

She feels a little awkward, doesn't know what to do, relying on Mom.

Dia agak bingung, tidak tahu harus apa, bergantung sama Ibu.

And then, she's going to turn around

Lalu, penelitinya berbalik badan

so that the experimenter that expressed a positive response is watching.

sehingga peneliti dengan respons positif yang mengamati.

Coast is clear -- now she's ready to play.

Aman sekarang -- dia langsung bermain.

(Laughter)

(Tertawa)

So, as the data suggests,

Jadi, seperti datanya,

we found that children's button-pressing behavior

kami menemukan perilaku memencet tombol

was indeed influenced by the values and the instructions of the experimenter.

dipengaruhi dari penilaian dan instruksi dari peneliti.

Because in study one, children did not know

Karena di studi pertama, anak-anak tidak tahu

what would be positively or negatively evaluated,

apa yang akan dinilai secara positif atau negatif,

they tended to take the safest route

mereka cenderung main aman

and wait until I turned my back to press the remote.

dan menunggu saya balik badan untuk menekan remote.

Children in study two

Anak-anak di studi kedua

chose to press the positive remote significantly more when I was watching,

lebih sering memilih memencet tombol positif ketika saya melihat,

but then once I turned my back,

tapi begitu saya balik badan,

they immediately took the negative remote and started playing with it.

mereka langsung mengambil remote negatif dan bermain dengan itu.

Importantly, in a control study,

Hal penting dalam studi kontrol,

where we removed the different values of the remotes --

ketika kita mengabaikan nilai yang berbeda dari remotenya --

so we simply said, "Oh, wow" after pressing either of the remotes --

kita hanya bilang, "Oh, wow" ketika salah satu remote dipencet --

children's button-pressing behavior no longer differed across conditions,

perilaku anak-anak menjadi tidak berbeda dalam kondisi yang berbeda

suggesting that it was really the values that we gave the two remotes

menyarankan bahwa memang nilai yang kita berikan ke dua remote tadi

that drove the behavior in the previous study.

yang mendorong perilaku di studi sebelumnya.

Last but not least,

Yang terakhir,

children in study three chose to press a remote significantly more

anak-anak di studi tiga lebih cenderung memencet remote

when the experimenter that expressed a positive value was watching,

ketika peneliti dengan penilaian positif sedang melihat,

as opposed to the experimenter that had expressed a negative value.

daripada peneliti dengan penilaian negatif.

Not coincidentally,

Bukan kebetulan,

it is also around this age that children begin to show embarrassment

Sekitar umur ini juga anak-anak mulai merasa malu

in situations that might elicit a negative evaluation,

dalam situasi yang mungkin menimbulkan penilaian negatif,

such as looking at themselves in the mirror

seperti kalau mereka berkaca dan

and noticing a mark on their nose.

menemukan noda di hidung mereka.

The equivalent of finding spinach in your teeth, for adults.

Seperti menemukan bayam di gigi, bagi orang dewasa.

(Laughter)

(Tertawa)

So what can we say, based on these findings?

Jadi, apa yang dapat kita katakan berdasarkan temuan ini?

Besides the fact that babies are actually really, really sneaky.

Selain fakta bahwa bayi sangat, sangat cerdik.

(Laughter)

(Tertawa)

From very early on, children, like adults,

Dari dini, anak-anak, seperti orang dewasa,

are sensitive to the values that we place on objects and behaviors.

peka terhadap nilai dari suatu benda dan perilaku.

And importantly, they use these values to guide their behavior.

Dan yang penting, mereka memakai penilaian ini untuk berperilaku.

Whether we're aware of it or not,

Baik kita sadar atau tidak,

we're constantly communicating values to those around us.

kita selalu menunjukkan nilai kita kepada orang sekitar.

Now, I don't mean values like "be kind" or "don't steal,"

Bukan seperti "jadilah orang baik" atau "jangan mencuri,"

although those are certainly values.

walaupun hal itu juga nilai.

I mean that we are constantly showing others, specifically our children,

Maksud saya kita selalu menunjukkan kepada orang lain, terutama anak kita,

what is likeable, valuable and praiseworthy, and what is not.

apa yang kita sukai, apa yang berharga dan terpuji, dan apa yang tidak.

And a lot of the times,

Dan seringkali,

we actually do this without even noticing it.

kita melakukan ini tanpa sadar.

Psychologists study behavior to explore the contents of the mind,

Psikolog memelajari perilaku untuk melihat isi pikiran kita,

because our behavior often reflects our beliefs,

karena perilaku kita adalah cerminan keyakinan,

our values and our desires.

nilai-nilai, dan keinginan kita.

Here in Atlanta, we all believe the same thing.

Di sini di Atlanta, kita percaya satu hal yang sama.

That Coke is better than Pepsi.

Coke lebih baik dari Pepsi.

(Applause)

(Tertawa)

Now, this might have to do with the fact that Coke was invented in Atlanta.

Mungkin ini erat dengan fakta bahwa Coke berasal dari Atlanta.

But regardless,

Tapi biarpun begitu,

this belief is expressed in the fact that most people will chose to drink Coke.

keyakinan ini ditunjukkan dengan fakta bahwa kebanyakan memilih minum Coke.

In the same way,

Dengan cara yang sama,

we are communicating a value

kita menyampaikan suatu nilai

when we mostly complement girls

saat kita memuji anak perempuan

for their pretty hair or their pretty dress,

seringnya karena rambutnya rapi atau bajunya bagus,

but boys, for their intelligence.

tapi kalau laki-laki, kecerdasannya.

Or when we chose to offer candy, as opposed to nutritious food,

Atau ketika kita menawarkan permen, dan bukan makanan bergizi,

as a reward for good behavior.

untuk hadiah berperilaku baik.

Adults and children are incredibly effective

Baik orang dewasa atau anak-anak sangat efektif

at picking up values from these subtle behaviors.

menangkap penilaian dari hal kecil seperti ini.

And in turn, this ends up shaping their own behavior.

Lalu, ini akan membentuk perilaku mereka.

The research I have shared with you today

Penelitian yang saya ceritakan hari ini

suggests that this ability emerges very early in development,

menunjukkan kemampuan tersebut muncul sejak dini dalam masa pertumbuhan

before we can even utter a complete sentence

sebelum dapat berbicara satu kalimat lengkap

or are even potty-trained.

atau bahkan menggunakan toilet.

And it becomes an integral part of who we grow up to be.

Dan sudah menjadi bagian dari kita mau menjadi seperti apa.

So before I go,

Sebelum saya pergi,

I'd like to invite you to contemplate on the values

Saya ingin mengajak Anda untuk memikirkan nilai-nilai

that we broadcast in day-to-day interactions,

yang kita sampaikan dalam interaksi sehari-hari,

and how these values might be shaping the behavior of those around you.

dan bagaimana nilai tadi membentuk perilaku orang-orang di sekitar Anda.

For example, what value is being broadcasted

Contohnya, apa nilai yang sedang disampaikan

when we spend more time smiling at our phone

ketika kita lebih sering tersenyum ke telepon kita

than smiling with other people?

dibanding tersenyum ke orang lain?

Likewise, consider how your own behavior has been shaped by those around you,

Juga, pikirkan bagaimana perilaku Anda terbentuk dari lingkungan sekitar,

in ways you might not have considered before.

dengan cara yang mungkin belum pernah terpikirkan.

To go back to our simple illustration,

Kembali ke contoh sederhana saya,

do you really prefer Coke over Pepsi?

apa Anda sungguh lebih suka Coke daripada Pepsi?

Or was this preference simply driven by what others around you valued?

Atau pilihan ini didorong dari orang sekitar yang berarti bagi Anda?

Parents and teachers certainly have the privilege

Orangtua dan guru memiliki kelebihan

to shape children's behavior.

untuk membentuk perilaku anak.

But it is important to remember

Tapi penting untuk diingat

that through the values we convey in simple day-to-day interactions,

melalui nilai yang kita sampaikan dalam interaksi sehari-hari,

we all have the power to shape the behavior of those around us.

kita punya kekuatan untuk membentuk perilaku orang di sekitar kita.

Thank you.

Terima kasih.

(Applause)

(Tepuk tangan)