Uncovering the brain's biggest secret - Melanie E. Peffer

Translator: Reviewer: Maria Nainggolan

In the late 1860s, scientists believed they were on the verge

Di akhir 1860-an, ilmuwan percaya bahwa mereka telah di ambang

of uncovering the brain’s biggest secret.

dalam mengungkap rahasia terbesar otak.

They already knew the brain controlled the body through electrical impulses.

Mereka sudah tahu bahwa otak mengontrol tubuh melalui impuls listrik

The question was, how did these signals travel through the body

Pertanyaannya ialah, bagiamana sinyal-sinyal tersebut melewati tubuh

without changing or degrading?

tanpa mengubah atau melemahkannya?

It seemed that perfectly transmitting these impulses

Tampaknya untuk menghantarkan impuls dengan sempurna

would require them to travel uninterrupted along some kind of tissue.

memerlukan beberapa jaringan untuk lewat tanpa gangguan.

This idea, called reticular theory,

Ide ini disebut teori retikuler,

imagined the nervous system as a massive web of tissue

bayangkan sistem saraf sebagai jaringan yang sangat besar

that physically connected every nerve cell in the body.

yang menghubungkan setiap sistem saraf di dalam tubuh.

Reticular theory captivated the field with its elegant simplicity.

Teori retikuler memikat bidang ini dengan kesederhanaannya yang elegan.

But soon, a young artist would cut through this conjecture,

Tetapi, tak lama dari itu, seorang seniman muda mematahkan dugaan ini,

and sketch a bold new vision of how our brains work.

menggambarkan pandangan baru lebih jelas tentang bagaimana otak kita bekerja.

60 years before reticular theory was born,

60 tahun sebelum teori retikular hadir,

developments in microscope technology

perkembangan di teknologi mikroskop

revealed cells to be the building blocks of organic tissue.

mengungkapkan sel sebagai pembangun jaringan organik.

This finding was revolutionary,

Penemuan ini sangat revolusioner,

but early microscopes struggled to provide additional details.

tetapi miksroskop awal kesulitan untuk memberikan rincian tambahan.

The technology was especially challenging for researchers studying the brain.

Teknologi saat itu sangatlah sulit bagi para peneliti dalam mempelajari otak.

Soft nervous tissue was delicate and difficult to work with.

Jaringan saraf lunak sangatlah halus dan sulit untuk diteliti.

And even when researchers were able to get it under the microscope,

Dan bahkan ketika peneliti dapat melihatnya dengan mikroskop,

the tissue was so densely packed it was impossible to see much.

To improve their view,

scientists began experimenting with special staining techniques

designed to provide clarity through contrast.

dirancang untuk memberikan kejelasan melalui kontras

Yang paling efektif datang dari Camilo Golgi pada tahun 1873.

The most effective came courtesy of Camillo Golgi in 1873.

First, Golgi hardened the brain tissue with potassium bichromate

Pertama, Golgi mengeraskan jaringan otak dengan menggunakan kalium bikromat

to prevent cells from deforming during handling.

untuk mencegah sel dari perubahan bentuk selama penanganan.

Then he doused the tissue in silver nitrate,

Lalu ia menyiram jaringan tersebut dengan perak nitrat

which visibly accumulated in nerve cells.

yang tampak terakumulasi di dalam sel saraf.

Known as the “black reaction,”

Golgi’s Method finally allowed researchers to see the entire cell body

Metode Golgi akhirnya memungkinkan para peneliti untuk melihat seluruh badan sel

of what would later be named the neuron.

yang kemudian dinamai sebagai neuron.

The stain even highlighted the fibrous branches

that shot off from the cell in different directions.

yang melesat dari sel ke arah yang berbeda.

Images of these branches became hazy at the ends,

Gambar cabang-cabang ini menjadi kabur di ujungnya,

making it difficult to determine exactly how they fit into the larger network.

membuatnya sulit untuk ditentukan bagaimana mereka bisa

masuk ke dalam jaringan yang lebih besar.

But Golgi concluded that these branches connected,

Tetapi Golgi menyimpulkan bahwa cabang-cabang ini terhubung,

forming a web of tissue comprising the entire nervous system.

membentuk jaringan-jaringan yang terdiri dari seluruh sistem saraf.

14 years later, a young scientist and aspiring artist

14 tahun kemudian, seorang ilmuwan muda dan seniman yang bercita-cita tinggi,

named Santiago Ramón y Cajal began to build on Golgi’s work.

bernama Santiago Ramón y Cajal mulai membangun karya Golgi.

While writing a book about microscopic imaging,

Saat sedang menulis buku tentang pencitraan mikroskopis,

he came across a picture of a cell treated with Golgi’s stain.

dia menemukan gambar sel yang diberi noda Golgi.

Cajal was in awe of its exquisite detail— both as a scientist and an artist.

Cajal kagum dengan detailnya yang indah— sebagai ilmuwan dan seniman.

He soon set out to improve Golgi’s stain even further

Dia segera untuk meningkatkan noda Golgi lebih jauh

and create more detailed references for his artwork.

dan membuat referensi yang lebih rinci untuk karyanya.

By staining the tissue twice in a specific time frame,

Dengan perwanaan dua kali dalam jangka waktu tertentu,

Cajal found he could stain a greater number of neurons with better resolution.

Cajal menemukan dia bisa menodai lebih banyak neuron dengan resolusi lebih baik.

And what these new slides revealed would upend reticular theory—

Dan apa yang diungkapkan slide-slide baru ini akan membalikkan teori retikular—

the branches reaching out from each nerve cell

cabang-cabangnya menjangkau dari setiap sel saraf

were not physically connected to any other tissue.

tidak secara fisik terhubungan ke jaringan lain.

So how were these individual cells transmitting electrical signals?

Jadi, bagaimana setiap individu sel-sel mentransmisikan sinyal listrik?

By studying and sketching them countless times,

Dengan mempelajari dan mensketsakan mereka berulang kali,

Cajal developed a bold, new hypothesis.

Cajal mengembangkan hipotesis baru yang tegas.

Instead of electrical signals traveling uninterrupted across a network of fibers,

Daripada sinyal listrik yang melewati jaringan serat tanpa gangguan,

he proposed that signals were somehow jumping from cell to cell

dia mengusulkan sinyal tersebut entah bagaimana melompat dari sel ke sel

in a linear chain of activation.

dalam rantai aktivasi linier.

The idea that electrical signals could travel this way was completely unheard of

Ide bahwa sinyal listrik dapat berjalan dengan cara ini tidak pernah didengar

when Cajal proposed it in 1889.

ketika Cajal mengusulkannya pada tahun 1889.

However his massive collection of drawings supported his hypothesis from every angle.

Namun, koleksi gambarnya yang banyak mendukung hipotesisnya dari segala sudut.

And in the mid-1900s, electron microscopy further supported this idea

Dan di pertengahan 1900-an, mikroskop elektron semakin mendukung ide ini

by revealing a membrane around each nerve cell

dengan mengungkapkan membran di sekitar setiap sel saraf

keeping it separate from its neighbors.

memisahkannya dari tetangganya.

This formed the basis of the “neuron doctrine,”

Ini membentuk dasar dari “doktrin neuron,”

which proposed the brain’s tissue was made up of many discrete cells,

yang mengusulkan jaringan otak terdiri dari banyak sel diskrit,

instead of one connected tissue.

bukannya satu jaringan yang terhubung.

The neuron doctrine laid the foundation for modern neuroscience,

Doktrin neuron meletakkan dasar bagi ilmu saraf modern,

and allowed later researchers to discover that electrical impulses

dan memungkinkan peneliti untuk menemukan bahwa impuls listrik

are constantly converted between chemical and electrical signals

yang secara konstan diubah antara kimia dan sinyal listrik

as they travel from neuron to neuron.

saat mereka melewati neuron dari neuron.

Both Golgi and Cajal received the Nobel Prize

Baik Golgi dan Cajal menerima Penghargaan Nobel

for their separate, but shared discoveries,

untuk penemuan yang terpisah, tetapi saling berkaitan,

and researchers still apply their theories and methods today.

dan para peneliti masih menggunakan teori mereka dan metodenya hingga sekarang.

In this way, their legacies remain connected as discrete elements

Dengan cara ini, penemuan mereka tetap terhubung sebagai elemen yang terpisah

in a vast network of knowledge.

dalam jaringan pengetahuan yang luas.