Should you care what your parents think?

Translator: Alfiyah Juliani Reviewer: Made Pramana

If I told you not to press this big red button,

Jika saya menyuruhmu untuk jangan menekan tombol merah besar ini,

what would you do?

apa yang akan kamu lakukan?

For many people, there’s no greater motivation to do something

Bagi banyak orang, tidak ada alasan yang lebih besar untuk melakukan sesuatu

than being told they can’t.

selain diberitahu bahwa mereka dilarang.

So, what is it about being told “no” that triggers this response?

Jadi, ada apa dengan perintah “jangan” yang memicu respons ini?

One of the most enduring explanations for this behavior

Salah satu penjelasan yang sering dipakai untuk menjelaskan perilaku ini

is what psychologists call reactance theory.

adalah yang para psikolog sebut sebagai teori reaktansi.

Reactance is a motivational state that occurs

Reaktansi adalah sebuah dorongan tingkah laku yang terjadi

when people feel their freedom is being threatened,

ketika orang-orang merasa kebebasannya tengah terancam,

and it compels them to take actions they see as restoring that freedom.

dan itu mendorong mereka untuk bertindak agar mengembalikan kebebasan tersebut.

Sometimes this emerges as general frustration or direct argument,

Terkadang hal ini muncul sebagai frustrasi biasa atau argumen langsung,

but the most straightforward response

tetapi respons yang paling terang-terangan

is to simply do the thing they were told not to.

adalah dengan melakukan sesuatu yang sebelumnya telah dilarang.

This behavior plays out in public spaces,

Perilaku ini dilakukan di ruang publik,

like when people ignore health campaigns they perceive as overbearing,

seperti saat orang mengabaikan kampanye kesehatan yang mereka rasa berlebihan,

and in private spaces, like parent-child relationships.

dan di lingkup pribadi, seperti hubungan orang tua dan anak.

However, there are situations where something being forbidden

Namun, ada situasi di mana sesuatu yang telah dilarang

actually makes it less tempting.

sebenarnya menjadikannya kurang menarik.

In 1972, psychologists at the University of Colorado

Pada tahun 1972, psikolog di University of Colorado

wanted to know if a romantic relationship facing parental disapproval

ingin tahu jika suatu hubungan asmara yang dihadapkan dengan penolakan orang tua

was more likely to strengthen or crumble under the pressure.

akan menjadi semakin kuat atau hancur di bawah tekanan.

To answer this question, they surveyed 140 couples,

Untuk menjawab pertanyaan ini, mereka menyurvei 140 pasangan,

varying widely in measures of happiness,

dengan tingkat kebahagiaan yang bervariasi,

but all fairly serious in terms of commitment.

tetapi semua cukup serius dalam hal komitmen.

Only some couples reported perceived parental opposition to their relationship

Hanya beberapa pasangan yang melaporkan penentangan orang tua pada hubungan mereka

over the study’s six-month period.

selama periode enam bulan penelitian.

But those that did also reported a steady increase in love for one another.

Tapi mereka yang ditentang juga melaporkan peningkatan yang stabil

pada cinta satu sama lain.

The researchers named this trend the Romeo and Juliet Effect

Peneliti menyebut tren ini sebagai Romeo and Juliet Effect,

after literature’s most famous forbidden lovers

merujuk karya sastra yang paling terkenal mengenai cinta terlarang

and concluded that the results were largely motivated by reactance.

dan menyimpulkan bahwa hasilnya sebagian besar dimotivasi oleh reaktansi.

But in the decades since this publication,

Tapi dalam beberapa dekade sejak publikasi ini,

most follow-up studies have suggested the opposite is true.

sebagian besar studi lanjutan menemukan bahwa hal sebaliknya yang benar.

In fact, the long-term success of a romantic relationship

Faktanya, keberhasilan jangka panjang suatu hubungan asmara

can be predicted by the perceived approval or disapproval

dapat diprediksi dari persetujuan atau penolakan

of the couple’s friends and family.

teman-teman dan anggota keluarga pasangan.

This trend is known as the Social Network Effect.

Tren ini dikenal sebagai Social Network Effect.

So why doesn’t reactance win out over the Social Network Effect?

Jadi, mengapa reaktansi kalah atas Social Network Effect?

Kamu mungkin mengira karena kita lebih menghargai hubungan yang telah ada

You might think it’s because we value our existing relationships

over our potential relationships.

ketimbang hubungan yang potensial.

But in most cases, disapproving friends and family

Tapi dalam kebanyakan kasus, teman dan keluarga yang menolak

are just voicing negative opinions or passively not supporting a relationship.

hanya menyuarakan opini negatif atau secara pasif tidak mendukung hubungan.

It’s rarely a dramatic choice of us or them.

Jarang menjadi pilihan dramatis bagi kita ataupun mereka.

And when it comes to parents,

Bila mengenai orang tua,

most people with good relationships with their parents

kebanyakan orang yang berhubungan baik dengan orang tua mereka

feel they can ignore their parent’s advice without serious consequences,

merasa bisa mengabaikan nasihat orang tuanya tanpa konsekuensi serius,

while people with bad parental relationships

sementara orang yang berhubungan buruk dengan orang tuanya

often don’t care what they think anyway.

seringnya tidak peduli dengan apa yang mereka pikirkan.

So if disapproved relationships are more likely to fail,

Jadi, jika hubungan yang tidak disetujui lebih mungkin untuk gagal,

apakah ini berarti kita tidak rela berjuang demi mengencani

does this mean we’re not willing to fight to date who we want?

orang yang kita inginkan?

Hal ini mungkin berbeda-beda bagi setiap individu.

Well, it might vary from person to person.

One theory is that there’s actually two types of reactance:

Satu teori menjelaskan bahwa sebenarnya ada dua jenis dari reaktansi:

defiant reactance, which is impulsively doing the opposite of what we’re told,

defiant reactance, yaitu secara impulsif

melakukan hal yang bertentangan dari perintah,

and independent reactance, which reflects our deeper desire to make our own choices.

dan independent reactance, yang mencerminkan keinginan terbesar kita

untuk menentukan pilihan kita sendiri.

For example, if you tell someone with high defiant reactance to lower their voice,

Misalnya, jika kamu menyuruh seseorang yang memiliki defiant reactance yang besar

untuk mengecilkan suaranya,

they’ll probably start shouting.

mereka kemungkinan akan mulai berteriak.

Whereas someone with high independent reactance is more likely

Sedangkan seseorang dengan independent reactance yang besar lebih mungkin

dengan mudah mengabaikan permintaan tersebut

to simply ignore the request and do what they believe is appropriate.

dan melakukan hal yang mereka anggap tepat.

So when it comes to relationship disapproval,

Jadi, bila ini mengenai penolakan hubungan,

a defiant person might respond by pursuing their romance in secret,

orang yang defiant mungkin merespons dengan mengejar cinta mereka

secara sembunyi-sembunyi,

but that doesn’t change how the group’s opinion

tetapi hal itu tidak mengubah bagaimana pendapat kelompok

negatively impacts their relationship.

berdampak negatif pada hubungan mereka.

Conversely, someone with a particularly independent personality might be capable

Sebaliknya, seseorang dengan sifat independent kemungkinan mampu

of ignoring their friends’ concerns and loving whomever they want.

mengabaikan kekhawatiran temannya dan mencintai siapa pun yang mereka pilih.

The idea of defiant and independent reactance is fairly new,

Gagasan mengenai defiant dan independent reactance terbilang cukup baru,

and researchers are still working to uncover all the motivations

dan penelitian masih berjalan untuk mengungkap segala alasan

behind the Social Network Effect.

dibalik Social Network Effect.

But these theories help illuminate the important relationship

Tetapi, teori-teori ini membantu menjelaskan hubungan yang penting

between reactance and our competing needs for independence and inclusion.

antara reaktansi dan keinginan bersaing kita untuk kebebasan dan inklusi.

How we balance these desires varies across individuals and cultures.

Bagaimana kita menyeimbangkan keinginan ini bervariasi antar individu dan budaya.

But no matter how prone to reactance we may be,

Tetapi, tidak peduli seberapa rentan diri kita terhadap reaktansi,

our social networks are vital to our sense of identity and well-being.

jaringan sosial kita sangat penting bagi persepsi diri dan kesejahteraan kita.

This is especially true in our romantic relationships.

Hal ini khususnya benar dalam hubungan asmara kita.

Studies have found that support from a few close companions

Penelitian menemukan bahwa dukungan dari beberapa teman terdekat

can help buffer against disapproval from others.

dapat membantu menahan penolakan dari pihak lain.

And most relationships do better once the individuals involved

Sebagian besar hubungan menjadi lebih baik ketika individunya yang terlibat

find supportive social networks.

menemukan jaringan sosial yang suportif.

This outcome might not seem as romantic as a forbidden love affair,

Hasilnya mungkin tampak tidak seromantis hubungan cinta terlarang,

but it’s actually in keeping with the story of Romeo and Juliet,

tapi hal ini benar-benar sesuai dengan kisah Romeo dan Juliet,

whose embattled relationship couldn't endure the threats of extreme disapproval.

ketika hubungan yang bermasalah tak dapat menahan penolakan yang ekstrem.