How to let go of being a "good" person — and become a better person | Dolly Chugh

Translator: Joseph Geni Reviewer: Krystian Aparta

Translator: Christine Deyani Reviewer: Josua Erwin

So a friend of mine was riding in a taxi to the airport the other day,

Seorang teman saya

menaiki taksi ke bandara, beberapa hari lalu

and on the way, she was chatting with the taxi driver,

dalam perjalanan, dia mengobrol dengan supir taksi itu

and he said to her, with total sincerity,

Dan dengan sungguh-sungguh, supir taksi itu berkata

"I can tell you are a really good person."

"Saya bisa lihat, bahwa Anda merupakan orang yang sangat baik"

And when she told me this story later,

Dan saat ia menceritakan ini setelahnya

she said she couldn't believe how good it made her feel,

Dia bilang, dia tidak menyangka betapa hal tersebut membuatnya bahagia

that it meant a lot to her.

bahwa hal tersebut sangat berarti untuknya

Now that may seem like a strong reaction from my friend

mungkin terlihat seperti reaksi berlebihan dari teman saya

to the words of a total stranger,

dari perkataan seorang yang asing,

but she's not alone.

tapi dia tidak sendiri.

I'm a social scientist.

Saya seorang sosiolog.

I study the psychology of good people,

Saya mempelajari psikologis orang-orang baik

and research in my field says many of us care deeply

dan penelitian di bidang saya menemukan

bahwa kebanyakan dari kita, sangat peduli

about feeling like a good person and being seen as a good person.

tentang perasaan menjadi orang baik dan terlihat seperti orang baik

Now, your definition of "good person" and your definition of "good person"

Sekarang, definisi "orang baik" menurut Anda

dan definisi "orang baik" menurut Anda

and maybe the taxi driver's definition of "good person" --

dan mungkin, definisi "orang baik" menurut supir taksi

kita mungkin tidak memiliki definisi yang sama

we may not all have the same definition,

but within whatever our definition is,

tetapi di dalam setiap definisi

that moral identity is important to many of us.

identitas moral, penting bagi kebanyakan dari kita

Now, if somebody challenges it, like they question us for a joke we tell,

Sekarang, jika seseorang mencoba ini, dia menanyakan lelucon yang kita katakan

or maybe we say our workforce is homogenous,

atau mungkin dia mengatakan bahwa pekerja kita homogen,

or a slippery business expense,

atau pengeluaran bisnis yang mengalami kebangkrutan

we go into red-zone defensiveness a lot of the time.

kita seringkali masuk ke dalam zona merah defensif

I mean, sometimes we call out

Maksud saya, terkadang kita menggunakan

all the ways in which we help people from marginalized groups,

berbagai cara untuk membantu orang-orang terpinggirkan

or we donate to charity,

atau kita berdonasi untuk amal,

or the hours we volunteer to nonprofits.

atau menyisihkan waktu sebagai sukarelawan organisasi nirlaba.

We work to protect that good person identity.

Kita berusaha untuk melindungi, identitas "orang baik" tersebut

It's important to many of us.

Hal tersebut penting bagi kebanyakan dari kita.

But what if I told you this?

Tetapi, bagaimana jika saya berkata pada Anda,

What if I told you that our attachment to being good people

Bagaimana jika saya bilang,

bahwa keterikatan kita untuk menjadi orang yang baik

is getting in the way of us being better people?

menghalangi kita untuk menjadi orang yang lebih baik?

What if I told you that our definition of "good person" is so narrow,

Bagaimana jika saya bilang, definisi "orang baik" sangat sempit,

it's scientifically impossible to meet?

sehingga secara ilmiah, mustahil untuk dicapai

And what if I told you the path to being better people

Dan bagaimana jika saya bilang, jalan untuk menjadi orang yang lebih baik

just begins with letting go of being a good person?

dimulai dengan melepaskan, keinginan menjadi orang baik

Now, let me tell you a little bit about the research

Saya akan menceritakan sedikit tentang penelitian ini

about how the human mind works

tentang bagaimana pikiran manusia bekerja, untuk memperjelas

to explain.

The brain relies on shortcuts to do a lot of its work.

Otak kita bergantung pada jalan pintas untuk melakukan pekerjaannya yang melimpah

That means a lot of the time,

Yang berarti, butuh banyak waktu.

your mental processes are taking place outside of your awareness,

Proses mental berada dibawah kesadaran Anda

like in low-battery, low-power mode in the back of your mind.

seperti pada baterai yang hampir habis, ada mode daya rendah dalam pikiran Anda

That's, in fact, the premise of bounded rationality.

Hal itu, nyatanya, merupakan premis dari pembatasan kerasionalan.

Bounded rationality is the Nobel Prize-winning idea

Pembatasan kerasionalan merupakan pemikiran yang memenangkan Nobel-Prize

that the human mind has limited storage resources,

bahwa pikiran manusia memiliki daya simpan yang terbatas,

limited processing power,

tenaga pemrosesan yang terbatas,

and as a result, it relies on shortcuts to do a lot of its work.

dan akibatnya, Ia bergantung pada jalan pintas

untuk melakukan berbagai pekerjaannya

So for example,

Sebagai contoh,

some scientists estimate that in any given moment ...

beberapa ilmuwan memperkirakan,

bahwa dalam tiap saat, seperti

Better, better click, right? There we go.

Sebaiknya berbunyi, nah itu dia

(Laughter)

(Tawa)

At any given moment,

pada setiap saat,

11 million pieces of information are coming into your mind.

11 juta kepingan informasi akan masuk dalam pikiran Anda

Eleven million.

Sebelas juta.

And only 40 of them are being processed consciously.

Dan hanya 40 dari itu yang dicerna secara sadar

So 11 million, 40.

Jadi 11 juta, 40.

I mean, has this ever happened to you?

Maksud saya, pernahkah Anda mengalaminya?

Have you ever had a really busy day at work,

Pernahkan Anda sangat sibuk di kantor

and you drive home,

dan Anda berkendara pulang,

and when you get in the door,

dan saat Anda sampai di pintu,

you realize you don't even remember the drive home,

dan Anda sadar bahwa Anda bahkan tidak sadar perjalanan tersebut

like whether you had green lights or red lights.

Seperti, apakah tadi lampu hijau atau merah.

You don't even remember. You were on autopilot.

Anda bahkan tidak ingat. Anda seperti pilot otomatis.

Or have you ever opened the fridge,

Atau,

pernahkah Anda membuka kulkas,

looked for the butter,

mencari mentega,

swore there is no butter,

dan bersumpah bahwa tidak ada mentega

and then realized the butter was right in front of you the whole time?

dan sadar bahwa mentega tersebut ada di depan Anda dari awal

These are the kinds of "whoops" moments that make us giggle,

Ini merupakan momen "ups" yang membuat kita tertawa

and this is what happens in a brain

dan ini yang terjadi dalam otak kita

that can handle 11 million pieces of information coming in

yang dapat menangani 11 juta kepingan informasi yang datang

with only 40 being processed consciously.

dengan hanya 40 yang dicerna secara sadar

That's the bounded part of bounded rationality.

Hal itu yang dinamakan pembatasan, dalam pembatasan kerasionalan.

This work on bounded rationality

Hasil pemikiran tentang pembatasan kerasionalan ini

is what's inspired work I've done with my collaborators

yang menginspirasi penelitian yang saya lakukan bersama rekan saya

Max Bazerman and Mahzarin Banaji,

Max Bazerman dan Mahzarin Banaji,

on what we call bounded ethicality.

pada, yang kami sebut pembatasan etikalitas

So it's the same premise as bounded rationality,

Sama dengan premis pembatasan rasionalitas

that we have a human mind that is bounded in some sort of way

bahwa pemikiran manusia yang dibatasi dengan suatu cara

and relying on shortcuts,

dan bergantung pada jalan pintas,

and that those shortcuts can sometimes lead us astray.

dan jalan pintas tersebu, kadang dapat menyesatkan kita

With bounded rationality,

pembatasan rasionalitas,

perhaps it affects the cereal we buy in the grocery store,

mungkin mempengaruhi sereal yang kita beli di supermarket

or the product we launch in the boardroom.

atau produk yang kita luncurkan di ruang rapat

With bounded ethicality, the human mind,

dengan pembatasan etikalitas, pikiran manusia,

the same human mind,

pikiran manusia yang sama,

is making decisions,

sedang membuat keputusan

and here, it's about who to hire next,

disini, tentang siapa yang akan direkrut selanjutnya,

or what joke to tell

atau lelucon apa yang disampaikan

or that slippery business decision.

atau keputusan bisnis yang merugikan itu

So let me give you an example of bounded ethicality at work.

Saya akan memberikan contoh pembatasan etikalitas di lingkungan kerja

Unconscious bias is one place

penyimpangan yang tidak disadari, merupakan suatu hal

where we see the effects of bounded ethicality.

yang mana kita dapat melihat, dampak dari pembatasan etikalitas

So unconscious bias refers to associations we have in our mind,

Penyimpangan yang tidak disadari seperti,

asosiasi yang ada dalam pikiran kita

the shortcuts your brain is using to organize information,

jalan pintas yang dipakai otak kita untuk mengatur informasi

very likely outside of your awareness,

dan sangat mungkin terjadi di luar kesadaran

not necessarily lining up with your conscious beliefs.

dan tidak selalu sesuai dengan kepercayaan kita pada saat kita sadar

Researchers Nosek, Banaji and Greenwald

Peneliti, Nosek, Banaji dan Greenwaald

have looked at data from millions of people,

telah melihat data dari jutaan orang,

and what they've found is, for example,

dan yang mereka temukan adalah, sebagai contoh

most white Americans can more quickly and easily

kebanyakan orang Amerika berkulit putih, dapat secara cepat dan mudah

associate white people and good things

mengasosiasikan orang kulit putih, dan hal-hal baik

than black people and good things,

daripada orang kulit hitam, dan hal-hal baik

and most men and women can more quickly and easily associate

dan kebanyakan pria dan wanita,

dapat dengan cepat dan mudah mengasosiasikan

men and science than women and science.

pria dengan sains daripada wanita dengan sains

And these associations don't necessarily line up

dan asosiasi tersebut tidak selalu sesuai

with what people consciously think.

dengan pikiran orang secara sadar

They may have very egalitarian views, in fact.

Mereka mungkin berpadangan sangat egaliter pada kenyataannya

So sometimes, that 11 million and that 40 just don't line up.

Jadi terkadang, 11 juta dan 40 tersebut tidak selalu sejalan

And here's another example:

Dan ini contoh lainnya,

conflicts of interest.

perselisihan kepentingan

So we tend to underestimate how much a small gift --

Kita cenderung meremehkan betapa hadiah kecil-

imagine a ballpoint pen or dinner --

bayangkan sebuah pulpen atau makan malam-

how much that small gift can affect our decision making.

betapa hadiah kecil itu dapat mempengaruhi

pengambilan keputusan kita

We don't realize that our mind is unconsciously lining up evidence

Kita tidak sadar bahwa pikiran kita secara tidak sadar menyejajarkan bukti

to support the point of view of the gift-giver,

untuk mendukung sudut pandang dari si pemberi hadiah,

no matter how hard we're consciously trying to be objective and professional.

Seberapa sulitpun kita mencoba secara sadar

untuk menjadi objektif dan profesional

We also see bounded ethicality --

Kita juga melihat pembatasan etikalitas

despite our attachment to being good people,

terlepas dari keterikatan kita untuk menjadi orang baik

we still make mistakes,

kita tetap membuat kesalahan,

and we make mistakes that sometimes hurt other people,

dan kita membuat kesalahan, yang kadang menyakiti orang lain

that sometimes promote injustice,

yang terkadang mendorong ketidakadilan,

despite our best attempts,

terlepas dari seberapa baik usaha kita

and we explain away our mistakes rather than learning from them.

dan kita menjelaskan kesalahan kita, bukannya belajar dari hal itu

Like, for example,

Seperti, contohnya

when I got an email from a female student in my class

saat saya mendapat e-mail dari murid perempuan di kelas saya

saying that a reading I had assigned,

yang mengatakan bahwa, tulisan yang saya tugaskan

a reading I had been assigning for years,

tulisan yang sudah saya tugaskan, bertahun-tahun

was sexist.

merupakan seksisme.

Or when I confused two students in my class

Atau ketika saya, salah membedakan dua murid di kelas saya

of the same race --

dengan ras yang sama-

look nothing alike --

terlihat sama sekali tidak mirip-

when I confused them for each other

saat saya salah membedakan mereka

more than once, in front of everybody.

lebih dari sekali, di depan semua orang.

These kinds of mistakes send us, send me,

Kesalahan ini membuat kita, membuat saya

into red-zone defensiveness.

masuk ke dalam zona merah defensif

They leave us fighting for that good person identity.

Hal itu membuat kita, memperjuangkan identitas orang yang baik.

But the latest work that I've been doing on bounded ethicality with Mary Kern

Penelitian terbaru yang saya lakukan mengenai pembatasan etikalitas

bersama Mary Kern

says that we're not only prone to mistakes --

mengatakan, kita tidak hanya rentan terhadap kesalahan-

that tendency towards mistakes depends on how close we are to that red zone.

tetapi kecenderungan melakukan kesalahan bergantung pada,

seberapa dekat kita dengan zona merah tersebut.

So most of the time, nobody's challenging our good person identity,

Jadi seringkali, tidak ada yang menantang identitas sebagai orang baik

and so we're not thinking too much

sehingga kita tidak terlalu memikirkan

about the ethical implications of our decisions,

tentang implikasi etis dari keputusan kita

and our model shows that we're then spiraling

dan model ini menunjukan bahwa kita berputar

towards less and less ethical behavior most of the time.

pada perilaku etis yang semakin berkurang dan berkurang, seringkali

On the other hand, somebody might challenge our identity,

Di sisi lain, seseorang mungkin menantang identitas kita

or, upon reflection, we may be challenging it ourselves.

atau dari cerminan diri, kita menantang hal tersebut sendiri

So the ethical implications of our decisions become really salient,

Implikasi etis dari keputusan kita, menjadi semakin terlihat

and in those cases, we spiral towards more and more good person behavior,

dan dalam kasus tersebut, kita berputar pada perilaku orang yang baik

or, to be more precise,

atau untuk lebih spesifik,

towards more and more behavior that makes us feel like a good person,

pada perilaku-perilaku yang membuat kita merasa menjadi orang baik

which isn't always the same, of course.

yang mana, tidak selalu sama, tentunya.

The idea with bounded ethicality

Pemikiran dari pembatasan etikalitas

is that we are perhaps overestimating

adalah kita melebih-lebihkan

the importance our inner compass is playing in our ethical decisions.

pentingnya intuisi diri mempengaruhi keputusan etis kita

We perhaps are overestimating how much our self-interest

Kita mungkin melebih-lebihkan seberapa besar minat diri kita

is driving our decisions,

mempengaruhi keputusan kita

and perhaps we don't realize how much our self-view as a good person

tidak menyadari, seberapa besar kita memandang diri kita

sebagai orang yang baik

is affecting our behavior,

mempengaruhi perilaku kita

that in fact, we're working so hard to protect that good person identity,

Nyatanya, kita kerja begitu keras untuk melindungi identitas orang baik itu

to keep out of that red zone,

untuk menghindari zona merah tersebut

that we're not actually giving ourselves space to learn from our mistakes

Bahwa kita tidak memberikan ruang pada diri kita untuk belajar dari kesalahan

and actually be better people.

dan menjadi orang yang lebih baik.

It's perhaps because we expect it to be easy.

Mungkin karena, kita mengira hal tersebut akan mudah

We have this definition of good person that's either-or.

Kita memiliki definisi orang baik, antara-atau.

Either you are a good person or you're not.

Antara Anda adalah orang yang baik, atau bukan.

Either you have integrity or you don't.

Antara Anda memiliki integritas atau tidak

Either you are a racist or a sexist or a homophobe or you're not.

Antara Anda rasis atau seksis, homofobia atau tidak

And in this either-or definition, there's no room to grow.

Dan dalam definisi "antara-tidak" ini, tidak ada ruang untuk tumbuh

And by the way,

Dan ngomong-ngomong,

this is not what we do in most parts of our lives.

Ini tidak kita lakukan pada kebanyakan bagian dalam hidup kita.

Life, if you needed to learn accounting,

Seperti, jika Anda membutuhkan pelajaran akuntansi

you would take an accounting class,

Anda akan mengambil kelas akuntansi

or if you become a parent,

atau jika Anda menjadi orangtua,

we pick up a book and we read about it.

kita membeli buku dan membacanya.

We talk to experts,

Kita tanyakan pada ahli,

we learn from our mistakes,

kita belajar kesalahan kita,

we update our knowledge,

kita mempebaharui pengetahuan,

we just keep getting better.

kita mencoba menjadi lebih baik

But when it comes to being a good person,

Tetapi untuk menjadi orang baik,

we think it's something we're just supposed to know,

kita berpikiran, kita akan langsung mengetahuinya

we're just supposed to do,

kita perlu melakukannya

without the benefit of effort or growth.

tanpa perlu usaha atau perkembangan

So what I've been thinking about

Jadi apa yang saya pikirkan

is what if we were to just forget about being good people,

adalah bagaimana jika kita hanya lupa tentang menjadi orang baik,

just let it go,

biarkan saja,

and instead, set a higher standard,

dan sebaliknya, standar yang lebih tinggi,

a higher standard of being a good-ish person?

standar yang lebih tinggi menjadi orang yang baik?

A good-ish person absolutely still makes mistakes.

Orang yang baik benar-benar masih membuat kesalahan.

As a good-ish person, I'm making them all the time.

Sebagai orang yang baik, Saya membuat itu sepanjang waktu.

But as a good-ish person, I'm trying to learn from them, own them.

Tapi sebagai orang yang baik, Saya mencoba belajar dari mereka.

I expect them and I go after them.

Saya mengharapkan mereka dan mengejar mereka.

I understand there are costs to these mistakes.

Saya mengerti ada penilaian untuk kesalahan ini.

When it comes to issues like ethics and bias and diversity and inclusion,

Ketika masalah datang seperti etika, bias, keragaman dan inklusi,

there are real costs to real people,

ada biaya nyata untuk orang sungguhan,

and I accept that.

dan saya menerimanya.

As a good-ish person, in fact,

Sebagai orang yang baik, sebenarnya,

I become better at noticing my own mistakes.

Saya menjadi lebih baik menyadari kesalahan saya sendiri.

I don't wait for people to point them out.

Saya tidak menunggu orang menunjukkannya.

I practice finding them,

Saya mencoba menemukan mereka,

and as a result ...

dan sebagai hasil ...

Sure, sometimes it can be embarrassing,

Tentu, kadang-kadang bisa memalukan,

it can be uncomfortable.

itu tidak nyaman.

We put ourselves in a vulnerable place, sometimes.

Kami menempatkan diri kami di tempat yang rentan, kadang-kadang.

But through all that vulnerability,

Tetapi melalui semua kerentanan itu,

just like in everything else we've tried to ever get better at,

sama seperti yang lainnya kami telah mencoba, menjadi lebih baik,

we see progress.

kami melihat kemajuan.

We see growth.

Kami melihat pertumbuhan

We allow ourselves to get better.

Kami membiarkan diri kami menjadi lebih baik.

Why wouldn't we give ourselves that?

Mengapa kita tidak seperti itu?

In every other part of our lives, we give ourselves room to grow --

Di setiap bagian dari kehidupan kita, kami memberi ruang untuk tumbuh -

except in this one, where it matters most.

kecuali yang ini, yang paling penting.

Thank you.

Terima Kasih.

(Applause)

(Tepuk Tangan)